Antifungi Pembanding yang Digunakan Waktu dan Tempat Penelitian Hasil

xxxiii polipeptida. Struktur dinding sel dapat dirusak dengan cara menghambat pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk. 2. Bereaksi dengan membran sel Membran sel fungi mempunyai sterol ergosterol yang dapat dirusak oleh zat tertentu tanpa merusak sel inangnya. Senyawa ini berikatan kuat membentuk kompleks dengan ergosterol yang dapat mengakibatkan perubahan permeabilitas dan kehilangan komponen penyusun sel. 3. Penghambatan terhadap sintesa protein dan asam nukleat Asam nukleat DNA dan RNA dan protein memegang peranan penting dalam proses kehidupan normal sel. Jika terjadi penghambatan pada zat-zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan pada sel. Contohnya adalah flusitosin.

2.5 Antifungi Pembanding yang Digunakan

Antifungi yang digunakan adalah Klotrimazol Howarth W. H at all, 1982 Rumus bangun Rumus kimia : C 22 H 17 ClN 2 Nama lain : 1-O-kloro- - -difenil benzyl imidazol [23593-75-1] xxxiv Pemerian : Serbuk hablur, putih, ssampai kuning pucat, melebur pada suhu ± 142 °C disertai peruraian Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam methanol, aseton, kloroform dan dalam etanol. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat. Penggunaan : Klotrimazol termasuk dalam golongan imidazol yang mempunyai sifat fungistatika atau fungisida tergantung pada dosis. Mekanisme kerja Klotrimazol sama dengan Ketokonazol yaitu berinteraksi dengan C-14 -demetilase enzim P-450 sitokrom untuk menghambat demetilasi lanosterol menjadi ergosterol yang merupakan sterol penting untuk membrane jamur. Myjeck, Mary J., 2005 Secara topical klotrimazol digunakan untuk pengobatan tinea pedis, tinea kruris, dan tinea korporis yang disebabkan oleh Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes, E. floccosum, dan M. canis . Juga untuk infeksi kulit dan vulvovaginitis yang disebabkan oleh C. albicans . Klotrimazol biasanya bersifat fungistatik. Akan tetapi pada konsentrasi lebih dari 10 µ gml dapat bersifat fungisid . Howarth W. H at all, 1982

2.6 Metode Pengujian Antifungi

2.6.1 Metode Difusi

xxxv Merupakan metode yang paling umum digunakan di laboratorium- laboratorium. Pada metode difusi ini dapat dilihat kepekaan suatu organisme terhadap senyawa atau obat. Zat yang akan diuji aktivitasnya akan berdifusi dari pencadang reservoir menuju medium agar yang telah diinokulasi oleh mikroba penguji senyawa atau obat tersebut. Diinkubasi selama waktu tertentu dan amati adanya perkembangan dari penghambatan senyawa obat tersebut terhadap mikroba yang telah ada pada medium agar. Prinsip penetapannya yaitu dengan mengukur luas diameter daerah hambat pertumbuhan mikroba. Ukuran daerah hambatan dapat dipengaruhi oleh beberapa tinjauan diantaranya adalah: 1. kepadatan atau viskositas dari medium agar 2. kecepatan senyawa obat dalam berdifusi kedalam medium agar 3. konsentrasi senyawa obat pada reservoir 4. sensitifitas mikroba terhadap senyawa obat, dan 5. interaksi senyawa obat dengan media Musdja MY.2006 Sebagai pencadang reservoir dapat digunakan: a. Silinder. Terbuat dari besi tahan karat atau porselen dengan toleransi ukuran masing-masing sekitar 0,1 mm, dengan diameter luar 8 mm dan diameter dalam 6 mm, serta tinggi 10 mm. peletakan silinder satu dengan yang lainnya perlu diperhatikan yaitu sekitar 20-25 mm. Keuntungan dari penggunaan silinder ini adalah jumlah larutan uji dapat diperbanyak untuk menjamin ketersediaan larutan uji dalam cadangan selama waktu inkubasi. Sedangkan kerugian xxxvi dalam penggunaan silinder ini adalah ketidakakuratan dalam mengukur kedalaman silinder secara manual kasat mata. b. Cakram kertas Cakram kertas merupakan metode yang paling sering digunakan. Merupakan kertas saring yang dibentuk menjadi bulat dengan ukuran diameternya kurang lebih 1 cm yang akan diletakkan pada cawan petri yang sudah diberikan medium agar dengan mikroba yang sudah terinokulasi pada medium tersebut. Hambatan akan terlihat jika pada daerah sekitar cakram tersebut terdapat daerah bening yang menunjukkan bahwa tidak adanya pertumbuhan mikroba pada daerah tersebut. Semakin lebar daerah bening tersebut, semakin baik konsentrasi zat yang digunakan. c. Cetak lubang Dapat dilakukan dengan melubangi medium agar dengan alat penghisap agar atau pelubang gabus. Keuntungannya yaitu jumlah larutan yang berdifusi dapat terukur jumlahnya dan medium yang digunakan tidak terlalu tebal, namun bila mencetak lubang kurang sempurna akan mempengaruhi difusi zat uji Katz, 1974.

2.6.2 Metode Dilusi

Pada teknik ini zat antimikroba dicampur dengan medium yang kemudian diinokulasi dengan kuman. Dasar-dasar pengamatannya adalah dengan melihat tumbuh tidaknya kuman. Berdasarkan medium yang digunakan dalam percobaan, metode ini terbagi atas : xxxvii 1. Pengenceran Secara Seri Pelaksanaan metode ini menggunakan sejumlah tabung reaksi yang mempunyai ukuran yang sama. Tiap tabung reaksi diisi zat dengan bermacam-macam konsentrasi dalam medium cair. Kemudian tambahkan suspensi mikroba uji dengan kekeruhan tertentu. Sebagai kontrol dipakai satu tabung reaksi berisi medium cair ditambah zat tanpa mikroba dan tabung reaksi lain berisi medium cair ditambah mikroba uji tanpa zat dalam jumlah yang sama. Setelah inkubasi selama waktu tertentu diamati pertumbuhan mikroba secara visual. 2. Turbidimetri Pada cara ini disiapkan beberapa tabung reaksi, lalu diisi dengan larutan uji dan larutan pembanding dengan susunan dosis tertentu dan tambahkan medium cair yang telah diinokulasi dengan mikroba uji. Selanjutnya tabung diinkubasi pada suhu 37˚C dan diaduk dengan shaker inkubator selam 3-4 jam. Setelah inkubasi pertumbuhan mikroba uji dihentikan segera merendam tabung- tabung tersebut kedalam penanggas air suhu 80˚C atau dengan penambahan larutan formaldehid dalam masing-masing tabung. Selanjutnya kekeruhan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba xxxviii uji diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 530-600 nm Katz, 1974; Depkes, 1995. 3. Pengenceran Pada Lempeng Agar Disediakan sederetan sampel dengan konsentrasi bervariasi, lalu disiapkan lempengan agar dengan mencampur 18 ml medium padat yang masih mencair dengan 2 ml larutan sampel, kemudian dibiarkan mediumnya membeku. Selanjutnya suspensi mikroba uji dibiakan pada permukaan lempeng medium tersebut dan diinkubasi pada waktu dan suhu tertentu. Pengamatan daerah hambat diamati secara visual. Keuntungan cara ini adalah dapat pula digunakan untuk menentukan Konsentrasi Hambat Minimum KHM. BAB III KERANGKA KONSEP Latar belakang Manfaat: - Antioksidant - Antitumor - Antibakteri Rimpang kecombrang memiliki komponen bioaktif yang dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri Rimpang kecombrang Determinasi tanaman di Herbarium Bogoriensis LIPI Puslit Biologi xxxix Esktraksi dengan etanol Serbuk rimpang kecombrang Ekstrak etanol Penapisan fitokimia Uji aktivitas antifungi Penentuan potensi Penentuan KHM Kultur jamur Suspensi jamur uji 1 ml. A = 0,143 – 0, 187 = 530 nm Uji susut pengeringan Analisa kerusakan sel dengan Mikroskop Elektron SEM Uji pendahuluan : • Mikroskop • Urease • Perbedaan media xl BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai dengan September 2009, di Laboratorium Mikrobiologi, Pusat Laboratorium Terpadu UIN Jakarta, Laboratorium Kimia Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Laboratorium Fitokimia Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Laboratorium Botani LIPI Cibinong dan Laboratorium Mikrobiologi Balai Besar Karantina Ikan Soekarno-Hatta Depertemen Perikanan dan Kelautan Jakarta.

4.2 Alat dan Bahan

4.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu: 1 alat untuk ekstraksi terdiri dari: timbangan kasar, timbangan analitik, rotavaporator, desikator, pompa vakum, lemari pendingin, penangas aquadest, pipet, pengering dan alat-alat gelas standar Lab; 2 alat untuk uji antifungi meliputi: erlenmayer, gelas ukur, jarum ose, spatel, mikropipet dan tube, tabung reaksi, rak tabung reaksi, cawan petri, hot plate, vortex, shacker incubator, spektrofotometer, autoklaf, mikroskop inverted, lampu spritus, timbangan analitik, LAF laminar air flow, coverglass dan objectglass, scapel, lemari pendingin, refrigator, kapas steril, dan inkubator. xli

4.2.2 Bahan

Bahan utama dalam penelitian ini adalah rimpang Kecombrang Nicolaia spesiosa Horan yang diperoleh dari Kebun Ilmiah Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Ballitro Depertemen Pertanian Bogor. Bahan kimia untuk ekstraksi dan uji aktifitas antifungi komponen bioaktif adalah 1. Etanol 70 2. Baku pembanding Klotrimazol 3. Aquadest 4. Larutan NaCl fisiologis 5. Jamur uji yang yang diperoleh dari PLT UIN Jakarta 6. Larutan urease 7. Larutan lactophenol 8. Paraffin cair 9. Medium PDA Potato Dextrose Agar Dengan komposisi : Pottato 100 g Dekstrosa 10 g Agar 15 g Aquadest 1000 ml 10. Medium SDA Sabouraud Dextrose Agar Dengan komposisi: Dekstrosa 40 g xlii Campuran sama banyak digesti peptik jaringan hewan 10 g dan digesti pankreatik kasein Agar 15 g Aquadest 1000 ml

4.3 Cara Kerja

Persiapan bahan uji Sampel rimpang diperoleh dari tanaman Kecombrang yang didapatkan di Kebun Ilmiah Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Ballitro Depertemen Pertanian Bogor. Proses determinasi dilakukan di Laboratorium Botani dan Mikrobiologi LIPI Cibinong dengan nama spesies Nicolaia speciosa Horan. Seperti yang tertera pada lampiran 3. Rimpang kecombrang yang diperoleh dari Kebun Ilmiah Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Depertemen Pertanian Bogor tersebut selanjutnya dibersihkan lalu dipotong kecil-kecil, kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan terlindung dari sinar matahari selama 7 x 24 jam. Selanjutnya rimpang digiling sampai diperoleh serbuk yang homogen. Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metode maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 70. Etanol digunakan sebagai pelarut karena etanol merupakan pelarut polar, universal, mudah didapat dan tidak toksik Depkes RI, 2000. a. Ditimbang serbuk simplisia 500 gr, kemudian dimasukkan kedalam erlenmayer, ditambahkan pelarut etanol 70 sampai serbuk simplisia terendam. xliii b. Proses ekstraksi dilakukan secara maserasi selama 3x24 jam sambil sesekali diaduk dan diulang beberapa kali. c. Filtrat yang didapatkan kemudian diuapkan pelarutnya dengan evaporator pada suhu 50-60 o C hingga didapatkan ekstrak kental. Untuk penetapan susut pengeringan dilakukan dengan cara : Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 1 g sampai 2 g dan dimasukkan kedalam botol timbang dangkal bertutup sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105 o C selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang, dengan menggoyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 mm sampai 10 mm. kemudian dimasukkan ke dalam oven, keringkan pada suhu 105 o C hingga bobot tetap Depkes RI, 1979.

4.3.1 Penapisan Kandungan Kimia

Penapisan dilakukan untuk mengetahui kandungan kimia yang terdapat pada ekstrak etanol rimpang kecombrang. Penapisan yang dilakukan di laboratorium kimia UIN Jakarta ini meliputi penapisan kandungan kimia alkaloid, flavanoid, saponin, dan tannin Penapisan kandungan kimia ekstrak rimpang kecombrang berdasarkan metode analisa tanaman obat yang dilakukan oleh Guevara, 1985 dan Fransworth, 1969

1. Alkaloid

Ekstrak sebanyak 5 mg digerus dengan penambahan kloroform hingga larut. Ditambahkan 0,5 ml asam sulfat 1 M kemudian kocok perlahan. xliv Didiamkan beberapa saat sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan atas yang jernih dibagi menjadi dua, 1 bagian ditambahkan 2-3 tetes pereaksi dragendorf dan bagian yang lainnya ditambahkan 2-3 tetes pereaksi meyer. Endapan merah bata yang terbentuk pada pereaksi dragendorf dan endapan putih pada pereaksi meyer menunjukkan adanya senyawa alkaloid Guevara, 1985.

2. Flavonoida

Sebanyak 5 mg ekstrak dilarutkan dalam 5 ml air panas, didihkan selama 5 menit lalu disaring. Filtrate yang didapat ditambahkan serbuk Mg secukupnya, 1 ml asam pekat dan 2 ml etanol. Dikocok kuat dan dibiarkan terpisah. Terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan etanol menunjukkan bahwa adanya senyawa flavonoid Fransworth, 1969.

3. Saponin

Ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air panas. Setelah dingin dikocok kuat secara vertical selama 10 detik. Terbentuknya busa yang stabil menunjukkan adanya senyawa saponin, bila ditambahkan 1 tetes HCL 1 busa tetap stabil Fransworth, 1969.

4. Tanin

Ekstrak sebanyak 5 mg dilarutkan dalam etanol 80 sampai larut, disaring. Dikeringkan diatas penangas air. Residu ditambahkan air panas sampai larut dan 3 tetes NaCl 10 . Ditambahkan 3 tetes FeCl 3 . Terbentuknya warna biru, hijau atau hitam menunjukkan adanya senyawa tannin Guevara, 1985. xlv

4.3.2 Sterilisasi Alat

Semua alat yang akan digunakan untuk uji mikrobiologi diperlukan dalam kondisi steril supaya tidak terkontaminasi dengan mikroba lain, sehingga semua alat yang digunakan terlebih dahulu disterilkan melalui proses sterilisasi yang cocok untuk masing-masing alat dan bahan. Untuk alat-alat gelas yang tahan panas tinggi seperti seperti cawan petri, erlenmayer, tabung reaksi dilakukan sterilisasi kering dengan oven pada suhu 160 o C selama 1-2 jam sebelumnya dibungkus dengan aluminium foil. Untuk medium dan aquadest disterilisasi dengan cara sterilisasi basah menggunakan autoklaf pada suhu 121 o C selama 15 menit. Untuk larutan uji disterilkan dengan cara melakukan pengerjaannya di dalam laminar air flow yang sebelumnya telah disterilisasi dengan alkohol 70 , kemudian disterilkan dengan lampu UV yang dinyalakan 1 jam sebelum digunakan.

4.3.3 Pembuatan Medium PDA Potato Dextrose Agar

Medium yang digunakan untuk membiakkan jamur uji adalah medium PDA. Sebanyak 125 gram PDA dilarutkan dalam 1 liter aquadest dan dipanaskan hingga semuanya menjadi larut. Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 °C selama ± 15 menit. Dimasukkan dalam lemari es dalam keadaan sudah dingin.

4.3.4 Pembuatan Medium SDA Sabouraud Dextrose Agar

xlvi Medium yang digunakan untuk membiakkan jamur uji adalah medium SDA. Sebanyak 65 gram SDA dilarutkan dalam 1 liter aquadest dan dipanaskan hingga semuanya menjadi larut. Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 °C selama ± 15 menit. Dimasukkan dalam lemari es dalam keadaan sudah dingin dengan terlebih dahulu dimasukkan ke dalam cawan petri untuk persiapan proses pengujian.

4.3.5 Pembuatan Kultur Kerja

Disiapkan agar miring SDA steril, diambil jamur standar dengan menggunakan jarum ose yang telah dipijarkan pada api lalu ditanam pada permukaan agar miring dan diinkubasikan pada suhu 35 °C selama 7 hari.

4.3.6 Pengujian Jamur Uji

Untuk memastikan bahwa jamur uji yang akan digunakan untuk penelitian tidak ada kontaminasi dari organisme lain, maka dilakukan pengujian jamur uji. Pengujian jamur uji yang dilakukan adalah tes urease. Yaitu dengan cara koloni setiap jamur diambil dengan menggunakan jarum ose yang telah dipijarkan terlebih dahulu. Setiap koloni jamur yang telah diambil dimasukkan ke dalam botol steril yang sudah terisi larutan urease. Dimasukkan kedalam inkubator dengan suhu 37ºC. Setelah 2-3 hari, perubahan warna akan terjadi pada T. mentagrophytes menjadi berwarna merah sedangkan pada T. rubrum tidak mengalami perubahan. xlvii

4.3.7 Pembuatan Suspensi Jamur

Jamur dari kultur kerja dibuat suspensi jamur dengan menggunakan larutan NaCl fisiologis dengan cara koloni jamur diambil dari kultur kerja dengan menggunakan jarum ose kemudian dimasukkan NaCl fisiologis lalu dikocok dengan menggunakan vortex sampai diperoleh kekeruhan dengan A : 0,143-0,187 diukur dengan spektrofotometer pada = 530 nm

4.3.8 Pengujian Aktifitas Antifungi

Ekstrak etanol rimpang Kecombrang dibuat dalam beberapa konsentrasi 0,1, 1, 10, 100, dan 1000 ppm. Selain pengujian aktifitas antifungi dilakukan juga penentuan Konsentrasi Hambat Minimum KHM. Suspensi jamur diambil sebanyak 1 ml dengan menggunakan mikropipet lalu diletakkan ditengah-tengah cawan petri berisi medium SDA yang sudah memadat. Cawan petri diputar-putar dan disebar dengan menggunakan spread glass sehingga suspensi jamur tersebar merata. Dengan menggunakan pinset steril yang telah dipijarkan ditanamkan kertas cakram yang masing-masing telah ditetesi larutan sampel dengan konsentrasi yang telah dibuat dan aquadest sebagai control negative sebanyak 10 µl. Dalam cawan tersebut ditanamkan 6 buah cakram dengan jarak minimal antar 28-30 mm, dan jarak minimal cakram denga tepi cawan petri adalah 20-25 mm. lalu diinkubasikan selama 4-7 hari pada suhu 35 °C. diamati dan diukur daerah hambatnya. xlviii Harga KHM dari masing-masing jamur uji dinyatakan dalam konsentrasi terkecil yang masih memberikan daya hambat.

4.3.9 Penetapan Potensi Bahan Uji

Penetapan potensi bahan uji dilakukan dengan terlebih dahulu membuat seri konsentrasi Klotrimazol 5, 10, 15, 20 dan 25 ppm dengan etanol 70 sebagai pelarutnya. Suspensi jamur diambil sebanyak 1 ml dengan menggunakan mikropipet lalu diletakkan ditengah-tengah cawan petri berisi medium SDA yang sudah memadat. Cawan petri diputar-putar dan disebar dengan menggunakan spread glass sehingga suspensi jamur tersebar merata. Dengan menggunakan pinset steril yang telah dipijarkan ditanamkan kertas cakram yang masing-masing telah ditetesi larutan Klotrimazol dengan beberapa konsentrasi dan etanol 70 sebagai blanko sebanyak 10 µ l. Dalam 1 cawan petri ditanamkan 6 cakram kertas dengan jarak minimal antar 28- 30 mm, dan jarak minimal cakram dengan tepi cawan petri adalah 20- 25 mm. lalu diinkubasikan selama 4-7 hari pada suhu 35 °C. diamati dan diukur daerah hambatnya. Kemudian dari hasil pengukuran dibuat kurva hubungan antara log konsentrasi dengan diameter daerah hambat. Berdasarkan persamaan garis linear kurva tersebut dapat ditentukan konsentrasi Klotrimazol yaitu dengan memplotkan diameter sampel pada kurva standar Klotrimazol. Penetapan potensi dilakukan dengan membandingkan konsentrasi sampel yang memberikan diameter daerah xlix hambat yang sama dengan diameter daerah hambat yang diberikan oleh baku pembanding.

4.3.10 Analisa Data

Untuk menentukan hubungan antara konsentrasi ekstrak etanol rimpang Kecombrang dengan aktivitas antifungi yang ditunjukkan dengan diameter daerah hambat pertumbuhan bakteri digunakan regresi linier dengan konsentrasi ekstrak etanol rimpang Kecombrang sebagai variabel x dan diameter daerah hambat pertumbuhan fungi sebagai variabel y sehingga di dapat persamaan y = a + bx. Pada penentuan KHM ekstrak etanol rimpang Kecombrang, nilai KHM ditetapkan berdasarkan konsentrasi terkecil yang masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji pada medium. Penetapan potensi bahan uji ekstrak etanol rimpang kecombrang Nicolaia speciosa Horan ditentukan dengan menggunakan kurva hubungan antara log konsentrasi sumbu x dengan diameter hambat sumbu y. Berdasarkan persamaan garis linier kurva tersebut y = a + bx dapat ditentukan konsentrasi Klotrimazol yaitu dengan memplotkan diameter sampel ektrak etanol rimpang kecombrang pada kurva standar Klotrimazol. Penetapan potensi dilakukan dengan membandingkan konsentrasi sampel yang memberikan diameter daerah hambat yang sama dengan diameter daerah hambat baku pembanding Klotrimazol. Potensi bahan uji = CuCs Keterangan: l Cu = konstentrasi hambat minimum ekstrak etanol rimpang kecombrang ppm Cs = konsentrasi klotrimazol dengan diameter daerah hambat yang sama dengan KHM ekstrak etanol rimpang kecombrang ppm

4.3.11 Analisa Kerusakan Sel dengan SEM Scanning Electron

Microscope Pengamatan dengan SEM adalah untuk kerusakan sel yaitu perubahan morfologi dan struktur sel fungi yang disebabkan oleh pengaruh ekstrak rimpang kecombrang. Perubahan yang diamati meliputi penampakan secara umum, ukuran sel, dan ketebalan dinding sel. Tahap awal yang dilakukan adalah reisolasi fungi uji yaitu dengan cara suspensi jamur uji diambil sebanyak 0,9 ml dengan menggunakan mikropipet. Suspensi jamur diletakkan ditengah-tengah cawan petri berisi medium SDA yang sudah memadat. disebar dengan menggunakan spread glass sehingga suspensi jamur tersebar merata. Setelah mencapai waktu 4 hari dengan asumsi bahwa jamur uji telah menyebar ke seluruh media agar, dengan menggunakan mikropipet ditambahkan sampel uji ekstrak rimpang Kecombrang sebanyak 0,1 ml sesuai dengan KHM ekstrak tersebut 100 ppm pada biakan jamur uji.cawan petri yang sudah diberikan sampel uji didiamkan selama 1 hari dalam inkubator untuk mengetahui bahwa tidak ada kontaminan. Penyimpanan dalam inkubatorpun bertujuan untuk mengamati daya li hambat yang diberikan oleh ekstrak rimpang Kecombrang terhadap jamur uji. Amati dengan menggunakan mikroskop elektron seri JSM- 5310LV. lii BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

1. Dari hasil identifikasi sampel rimpang Kecombrang yang dilakukan di Laboratorium Botani dan Mikrobiologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI Cibinong didapat bahwa sampel yang digunakan adalah Nicolaia speciosa Horan dengan hasil determinasi seperti yang tertera pada lampiran 1. 2. Dari hasil pengujian kandungan kimia rimpang kecombrang didapat bahwa yang terdapat pada rimpang Kecombrang adalah flavonoid dan alkaloid. Tabel 5.1. Hasil karakteristik ekstrak rimpang Kecombrang Karakteristik ekstrak Hasil Literatur Rendemen Susut pengeringan Warna Rasa Bau 4 0,89 Coklat kehitaman Getir, seperti jamu Menyengat seperti lengkuas Tabel 5.2. Hasil penapisan fitokimia ekstrak rimpang Kecombrang Penapisan fitokimia Hasil liii Flavonoid Alkaloid Saponin Tanin Positif + Positif + Negatif - Negatif - 3. Proses identifikasi fungi uji yang dilakukan adalah dengan pengujian urease. Pada Trichophyton rubrum didapatkan hasil negatif -. Sedangkan untuk Trichophyton mentagrophytes didapatkan hasil positif + dengan adanya perubahan warna menjadi warna merah pada larutan urease. Hal ini menunjukkan bahwa jamur uji yang digunakan merupakan jamur uji yang tidak terkontaminasi dengan mikroba lain. lampiran 13 4. Pada uji aktifitas antifungi ekstrak etanol rimpang Kecombrang yang memiliki aktifitas antifungi yaitu pada konsentrasi 100 dan 1000 ppm. Tabel 5.3 . Hasil uji aktifitas fungi uji terhadap ekstrak etanol Kecombrang Diameter daerah hambat mm Fungi Uji Konsentrasi ekstrak kecombrang ppm 1 2 3 Diameter daerah hambat rata-rata mm Harga KHM Konsentrasi Hambat Minimum 1000 9 9.5 10 9.5 100 6.5 7 7.5 7 10 - - - 1 - - - Trichophyton rubrum 0.1 - - - 100 ppm 1000 7 10 7 8 100 7 7 7 7 10 - - - 1 - - - Trichophyton mentagrophytes 0.1 - - - 100 ppm liv 5. Pengujian KHM Konsentrasi Hambat Minimum dilakukan dengan membuat interval range konsentrasi yang lebih kecil yaitu 90; 80; 70; 60 ppm. Dari hasil pengujian tidak terdapat daerah hambat pada interval range konsentrasi tersebut. Tabel 5.4 . Hasil uji KHM.T.rubrum ekstrak etanol rimpang kecombrang Diameter hambat mm Konsentrasi Ekstrak ppm T.rubrum Blanko 60 70 80 90 100 7 Tabel 5.5 .Hasil uji KHM T. mentagrophytes ekstrak rimpang Kecombrang Diameter hambat mm Konsentrasi Ekstrak ppm T. mentagrophytes Blanko 60 70 80 90 100 7 6. Berdasarkan kurva standar klotrimazol diperoleh persamaan regresi y =16.0579x – 10.1011 dengan r =0.9626 untuk Trichophyton rubrum, dan untuk Trichophyton mentagrophytes diperoleh persamaan regresi y=20.3693x – 13.6073 dengan r =0.9892. 7. Potensi ekstrak etanol rimpang Kecombrang Nicolaia speciosa Horan pada konsentrasi 100 ppm setara dengan 11,61 ppm Klotrimazol untuk Trichophyton rubrum dan 10,27 ppm untuk Trichophyton mentagrophytes. lv 8. Hasil Scanning Electron Microscope SEM menunjukkan bahwa terdapat Mekanisme kerja ekstrak etanol rimpang kecombrang adalah menghambat pembentukan komponen penyusun sel terutama komponen penyusun dinding sel yang mengandung zat kitin.

5.2 Pembahasan