25
c. Ketentuan anti avoidance atas transaksi transfer pricing, thin capitalization
, treaty shopping dan controlled foreign corporation Specific Anti Avoidance Rule, serta transaksi yang tidak mempunyai
substansi bisnis General Anti Avoidance Rule.
4. Derivatif Keuangan
a. Pengertian Derivatif
Efek derivtaif merupakan Efek turunan dari Efek “utama” baik yang bersifat penyertaan maupun utang. Efek turunan dapat berarti turunan
langsung dari Efek “utama” maupun turunan selanjutnya. Derivatif merupakan kontrak atau perjanjian yang nilai atau peluang
keuntungannya terkait dengan kinerja asset lain. Asset lain ini disebut sebgai Underlying Assets.
Dalam pengertian yang lebih khusus, derivatif merupakan kontrak finansial antara 2 dua atau lebih pihak-pihak guna memenuhi janji
untuk membeli atau menjual assetkomoditas yang dijadikan sebgaai objek yang diperdagangkan pada waktu dan harga yang merupakan
kesepakatan bersama antara pihak penjua dan pihak pembeli. Adapun nilai di masa mendatang dari objek yang diperdagangkan tersebut sangat
dipengaruhi oleh instrumen induknya yang ada di spot market. Derivatif yang ada di bursa efek adalah derivatif keuangan financial
derivative . Derivatif keuangan merupakan instrument derivatif, di
mana variabel-variabel yang mendasarinya adalah instrumen-instrumen keuangan, yang dapat berupa saham, obligasi, indeks saham, indeks
26
obligasi, mata uang currency, tingkat suku bunga dan instrument- instrumen keuangan lainnnya
www.idx.co.id .
b. Jenis Derivatif
Derivatif dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: 1 opsi option; 2 future
dan forward; dan 3 swap Donohoe, 2015; Ryan, 2007; Strong, 2005
1 Opsi Opsi option menurut Brigham 2001 adalah kontrak atau
perjanjian yang memberi hak kepada pemegangnya untuk membeli call option atau menjual put option suatu aktiva dengan harga
yang ditentukan terlebih dahulu dalam periode waktu tertentu. 2 Future dan Forward
Kontrak forward forward contract adalah perjanjian di mana salah satu pihak setuju untuk membeli komoditas dengan harga
tertentu pada tanggal tertentu di masa depan sementara pihak
lainnya setuju untuk melakukan penjualan itu. Barang-barang memang telah benar-benar diserahkan dalam kontrak forward
. Jika kedua belah pihak secara keuangan kurang kuat, ada bahaya
bahwa salah satu pihak tidak bisa memnuhi kontrak, khususnya jika harga komoditas itu berubah drastis setelah perjanjian tercapai.
Kontrak future Future contract adalah serupa dengan kontrak forward, tetapi ada tiga perbedaan penting: 1 kontrak future
“disesuaikan ke pasar” atas dasar harian yang berarti keuntungan
27
serta kerugian dicatat dan harus disediakan uang untuk menutup kerugian. Hal ini sangat mengurangi resiko tidak dapat memenuhi
kontrak yang ada pada kontrak forward. 2 dalam kontrak future, penyerahan fisik aktiva yang mendasari sebenarnya tidak pernah
terjadi ˗kedua pihak hanya membayar tunai perbedaan antara harga
menurut kontrak dan harga aktual pada tangga jatuh tempo. 3 kontrak future pada dasarnya merupakan instrument standarisasi
yang diperdagangkan di bursa, sementara kontrak forward umumnya dibuat khusus, melalui negosiasi antara kedua pihak, dan
tidak diperdagangkan sesudah ditandatangani. Brigham, 2001 3 Swap
Swap sesuai yang tersirat dalam namanya adalah dua pihak yang setuju menukarkan sesuatu, umumnya kewajiban untuk melakukan
aliran pembayaran tertentu. Kebanyakan swap ini melibatkan baik
pembayaran bunga maupun mata uang Brigham, 2001. c.
Perlakuan Pajak atas Transaksi Derivatif di Indonesia
Menurut Oktavia dan Martani 2013:3-4 pada awalnya pajak atas transaksi derivatif ini tidak diatur dalam aturan setingkat undang-
undang, tetapi diatur dalam Surat Edaran Direktur Jendral Pajak dan Surat Direktur Jendral Pajak. Namun, seiring dengan perkembangan
penggunan derivatif serta diberlakukannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, pajak atas transaksi derivatif
statusnya menjadi “sedikit lebih jelas” dengan dikenaknanya pajak
28
bersifat final sesuai dengan pasal 4 ayat 2 atas penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, serta transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa. Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan
Pemerintah No 17 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka yang
Diperdagangkan di Bursa. Peraturan Pemerintah PP ini mengatur bahwa penghasilan dari transaksi derivatif berpa kontrak berjangka yang
diperdagangkan di bursa, dikenai PPh final sebesar 2,5 dari margin awal.
Penerbitan PP No. 17 tahun 2009 ini ditentang oleh Asosiasi Pialang Berjangka dan Ikatan Perusahaan Pedagang Berjangka Indonesia
Agustian, 2009 dalam Oktavia dan Martani, 2013. Sebagai bentuk penolakan terhadap PP No. 17 Tahun 2009, mereka mengajukan uji
material ke Mahkamah Agung terkait dengan PP tersebut. Menurut Agustian 2009 dalam Oktavia dan Martani, 2013 alasan penolakan
terhadap PP No. 17 Tahun 2009 tersebut antara lain: 1 PP ini dianggap sangat merugikan karena membebankan Pajak
Penghasilan yang sangat besar, yaitu 2,5 dari margin awal. 2 Dasar pengenaan Pajak Penghasilan dari margin awal adalah tidak
tepat secara hukum, karena margin hanyalah jaminan untuk bertransaksi dan bukan merupakan objek dari pajak penghasilan.
29
3 Pembebanan tarif PPh final sebesar 2,5 dari margin awal sangat diskriminatif dan berpotensi mematikan industry berjangka di
Indonesia. Sebagai tindak lanjut dari pengajuan uji material ini, Mahkamah
Agung kemudian memberikan putusan nomor 22 PHUM2009 yang menyatakan mengabulkan hak uji materiil pemohon, sehingga
diterbitkanlah PP Nomor 31 Tahun 2011 yang menyatakan bahwa PP Nomor 17 Tahun 2009 dicabut dan tidak berlaku lagi Agustian, 2009
dalam Oktavia dan Martani, 2013. Dengan demikian, sampai detik ini kepastian hukum perpajakan atas transaksi derivatif masih belum jelas
Oktavia dan Martani, 2013
5. Leverage