Gangguan Pendengaran Akibat Bising

Diantara sekian banyak gangguan yang ditimbulkan oleh bising, gangguan terhadap pendengaran adalah gangguan yang paling serius karena dapat menyebabkan hilangnya pendengaran atau ketulian. Ketulian ini dapat bersifat permanen atau awalnya bersifat sementara tapi bila bekerja terus-menerus ditempat bising tersebut maka daya dengar akan menghilang secara menetap atau tuli Bashiruddin, 2009. Buchari 2007 mengklasifikasikan manifestasi klinis akibat dari kebisingan yang dikelompokkan atas dua tipe yaitu badaniah dan fisiologis. Tabel 2.5. Jenis-jenis gangguan akibat-akibat kebisingan Buchari 2007. Tipe Uraian Akibat- akibat Badaniah Kehilangan Pendengaran Perubahan ambang batas sementara akibat kebisingan, perubahan ambang batas permanen Akibat-akibat Fisiologis Rasa tidak nyaman atau stres meningkat, tekanan darah meningkat, sakit kepala, bunyi berdenging Akibat- akibat Fisiologis Gangguan Emosional Kejengkelan, kebingungan Gangguan Gaya Hidup Gangguan tidur atau istirahat, hilang konsentrasi waktu bekerja, membaca dsb

2.6. Gangguan Pendengaran Akibat Bising

2.6.1. Defenisi Gangguan pendengaran akibat bising Noise Induced Hearing Loss GPAB adalah gangguan pendengaran yang disebabkan oleh terpajan bising yang cukup keras dan dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja Bashiruddin dan Soetirto, 2007. Menurut Mahdi 1993 dalam Rambe 2003 GPAB adalah hilangnya sebagian atau seluruh pendengaran seseorang yang bersifat permanen, mengenai satu atau kedua telinga akibat kebisingan. Sedangkan untuk pengertian gangguan pendengaran akibat Universitas Sumatera Utara bising lingkungan pekerjaan Noise Occupational Induced Hearing Loss NOIHL menurut Morris 2006 adalah gangguan pendengaran yang berasal dari kebisingan yang berlebihan dari lingkungan kerja. 2.6.2. Manifestasi klinis Kurang pendengaran dapat disertai tinnitus berdenging di telinga atau tidak. Monley 1995 dalam Morris 2006 melaporkan bahwa prevalensi tinnitus 65 pada tenaga kerja yang mengalami GPAB. Bila sudah cukup berat disertai keluhan sukar menangkap percakapan dengan kekerasan biasa dan bila sudah lebih berat percakapan yang keras pun sukar dimengerti Bashiruddin dan Soetirto, 2007. Derajat GPAB ini dipengaruhi oleh intensitas bising, frekuensi bising, lamanya terpapar bising, sifat kebisingan, faktor individual yang mempermudah untuk terjadinya GPAB usia yang tua, pemakaian obat ototoksik Mathur, 2012. Secara klinis pajanan bising pada organ pendengaran dapat menimbulkan reaksi adaptasi, peningkatan ambang dengar sementara Temporary Threshold ShiftTTS dan peningkatan ambang dengar menetap Permanent Threshold Shift PTS Bashiruddin dan Soetirto, 2007. a. Reaksi adaptasi merupakan respons kelelahan akibat rangsangan oleh bunyi dengan intensitas 70 dB SPL Sound Pressor Level atau kurang, keadaan ini merupakan fenomena fisiologis pada saraf telinga yang terpajan bising. b. Peningkatan ambang dengar sementara TTS, terjadi akibat pajanan bising dengan intensitas yang cukup tinggi. Pemulihan menjadi normal kembali, dapat terjadi minimal dalam 16 jam pertama setelah pajanan bising dihilangkan sampai berhari-hari bahkan dapat sampai dalam hitungan bulan Mathur, 2012. c. Peningkatan ambang dengar menetap PTS, terjadi akibat pajanan bising dengan intensitas sangat tinggi berlangsung singkat eksplosif ataupun TTS yang terus berlanjut dengan terpajan bising. Hal inilah yang menyebabkan kerusakan pada berbagai struktur koklea antara lain kerusakan organ Corti, sel-sel rambut dan stria vaskuler Alberti, 2006. Universitas Sumatera Utara GPAB berbeda dengan trauma akustik, GPAB disebabkan oleh pajanan bising yang intesitasnya berlebihan, durasinya lama dan berulang. Dimana GPAB didahului oleh TTS, kemudian pulih kembali menjadi normal jika pajanan bising dihentikan. Jika TTS dipaparkan terus dengan kebisingan maka berlanjut ke PTS. sedangkan trauma akustik pajananannya hanya sekali dari bising yang sangat kuat. Hal ini menyebabkan terjadinya PTS tanpa didahului oleh TTS Probst, Grevers dan Iro, 2006. 2.6.3. Patologi Telah diketahui secara umum bahwa bising menimbulkan kerusakan di telinga dalam. Biasanya yang sering mengalami kerusakan adalah organ Corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000 Hertz Hz sampai dengan 6000 Hz dan terberat kerusakan organ Corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000 Hz Bashiruddin dan Soetirto, 2007. Lesi kerusakan pada GPAB tidak hanya terjadi pada sel-sel rambut sensori Outer Hair CellsOHCs ataupun Inner Hair CellsIHCs, tetapi juga terjadi pada sel-sel penunjang, stereocilia, sel ganglion, saraf, membrana tektorial, pembuluh darah dan stria vaskularis Henderson, 1999. Alberti 2006 menjelaskan, ketika terpaparnya kebisingan pada tahap awal TTS maka Hair Cells dan stereocilia yang terdapat dalam organ Corti menjadi lelah karena terjadinya stress metabolik, tetapi hal ini hanya berlangsung sementara dan dapat kembali normal jika telinga diistirahatkan. OHC lebih cenderung mudah terganggu daripada IHC Henderson, 1999. Jenis kerusakan pada struktur organ tertentu yang ditimbulkan bergantung pada intensitas, lama pajanan dan frekuensi bising. Penelitian menggunakan intensitas bunyi 120 dB dan kualitas bunyi nada murni sampai bising dengan waktu pajanan 1-4 jam menimbulkan beberapa tingkatan kerusakan pada sel rambut. Kerusakan juga dapat dijumpai pada sel penyangga, pembuluh darah dan serat aferen Bashiruddin dan Soetirto, 2007. Stimulasi bising dengan intensitas sedang mengakibatkan perubahan ringan pada silia dan Hensen’s body, sedangkan stimulasi dengan intensitas yang Universitas Sumatera Utara lebih keras dengan waktu pajanan yang lebih lama akan mengakibatkan kerusakan pada struktur organela sel rambut seperti: pada mitokondria, granula lisosom, lisis sel dan robekan di membrana Reissner. Pajanan bunyi dengan efek destruksi yang tidak begitu besar menyebakan terjadinya ‘floppy silia’ yang sebagian masih reversibel. Kerusakan silia menetap ditandai dengan fraktur ‘rootlet’ silia pada lamina retikularis Bashiruddin dan Soetirto, 2007. Gambar 2.2. dikutip dari Alberti, W.P., 2006 a. Perubahan stereocilia pada marmut, pembesaran 1700X Mik. Elektron setelah 30 menit terpajan kebisingan dengan intesitas 110 dB. Tanda panah putih menunjukkan adanya pembengkokan dan pemisahan pada ujung-ujung stereocilia b. Perubahan stereocilia marmut kelompok a, setelah 8 hari tidak dipaparkan dengan kebisingan. Pendengaran dan struktur stereocilia kembali normal. Gambar 2.3. dikutip dari Alberti, W.P., 2006 a. Perubahan stereocilia marmut, pembesaran 1700X Mik. Elektron setelah 30 menit terpajan kebisingan dengan intesitas 120 dB. Tampak terjadinya kolaps pada basis stereocilia. a a b a b Universitas Sumatera Utara b. Perubahan stereocilia pada permukaan apex organ Corti marmut kelompok a., 8 hari setelah pajanan hampir tidak tampak stereocilia maupun Hair Cells. 2.6.4. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat perkejaan, pemeriksaan fisik dan otoskopi serta pemeriksaan penunjang untuk pendengaran seperti audiometri Bashiruddin dan Soetirto, 2007 . Pada Anamnesis adanya riwayat pernah bekerja atau sedang berkerja di lingkungan bising dalam jangka waktu yang cukup lama biasanya lima tahun atau lebih Bashiruddin dan Soetirto, 2007. Perlu ditanyakan juga tentang riwayat : penggunaan obat, penyakit telinga sebelumnya, trauma kepala, keluarga yang mengalami gangguan pendengaran, riwayat penyakit seperti diabetes ataupun yang lainnya supaya dapat menyingkirkan diagnosis banding GPAB Irwin, 1997. Pada pemeriksaan otoskopi tidak ditemukan adanya kelainan seperti serumen prop, adanya benda asing, adanya cairan, ataupun perforasi membran timpani. Jika ada serumen prop atau benda asing maka harus dikeluarkan terlebih dahulu dan liang telinga harus bebas dari cairan discharge Irwin, 1997. Pada pemeriksaan audiologi test penala didapatkan hasil Rinne +, Weber lateralisasi ke telinga yang pendengarannya yang lebih baik dan Schawabach memendek, kesan jenis ketuliannya tuli sensorineural Bashiruddin dan Soetirto, 2007. Tetapi Irwin 1997 berpendapat pemeriksaan dengan menggunakan test garpu tala, dan test berbisik untuk untuk mendiagnosis kasus NIHL kurang akurat sehingga harus di konfirmasi pemeriksaan audiometri. Coles, Lutman dan Buffin 2000 pada pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural pada frekuensi antara 3000-6000 Hertz dan pada frekuensi 4000 Hz sering terdapat takik notch yang patognomik untuk jenis ketuliaan ini yang dapat dilihat pada gambar 2.4. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.4. Adanya takik notch pada frekuensi tinggi 4000 Hz di Audiogram, merupakan tanda patognomik NIHL dikutip dari Coles, Lutman dan Buffin, 2000 Pemeriksaan audiologi khusus seperti SISI Short Increment Sensitivity Index, ABLB Alternate Binaural Loudness Balance, MLB Monoaural Loudness Balance, Audiometry Bekes, Audiometry Tutur speech audiometry, hasil menunjukkan adanya fenomena rekrutmen yang patognomik untuk tuli sensorineural koklea Bashiruddin dan Soetirto, 2007. Orang yang menderita tuli sensorineural koklea sangat terganggu oleh bising latar belakang background noise, sehingga bila orang tersebut berkomunikasi di tempat yang ramai akan mendapat kesulitan mendengar dan mengerti pembicaraan. Keadaan ini disebut sebagai cocktail party deafness Bashiruddin dan Soetirto, 2007. AM BANG P END ENG ARA N d B FREKUENSI Hz Universitas Sumatera Utara Kirchner et.al., 2012 menyimpulkan bahwa karekteristik NIHL antara lain : a. Biasanya jenis gangguan pendengarannya ialah sensorineural, hal yang paling utama dipengaruhi ialah hair cells di telinga dalam. b. Biasanya terjadi secara bilateral c. Biasanya disertai gejala tinnitus d. Satu dari tanda gangguan pendengaran akibat bising adanya “notching” pada audiogram di 3000, 4000, atau 6000Hz dengan pemulihan kembali di 8000 Hz. e. Jika terjadi gangguan pada frekuensi tinggi jarang melebihi 75 dB, dan jika terjadi pada frekuensi rendah jarang melebihi 40 dB f. Gangguan pendengaran akibat pajanan bising maksimum terjadi dalam 10-15 tahun pertama setelah pajanan. g. Banyak ahli berpendapat berdasarkan bukti bahwa telinga yang telah mengalami NIHL sebelumnya tidak menjadi sensitve terhadap pajanan bising berikutnya. h. Belum adanya bukti yang cukup kuat untuk menyimpulkan proses NIHL akan terus berlanjut walaupun seseorang sudah tidak terpajan dengan kebisingan. i. Resiko NIHL sangat rendah sekali jika terpajan 85 dB dalam waktu 8 jamhari dan resiko ini akan meningkat secara signifikan jika melebihi intensitas tersebut j. Adanya TTS dengan atau tanpa tinnitus merupakan indikator resiko menjadi Permanent NIHL 2.6.5. Penatalaksanaan Penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari lingkungan yang bising, bila tidak muungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat pelindung telinga terhadap bising, seperti sumbat telinga ear plug, tutup telinga ear muff dan pelindung kepala helmet Bashiruddin dan Soetirto, 2007. Jika gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba pemasangan alat bantu dengar ABD hearing aid. Apabila pendengarannya telah sedemikian buruk, sehingga Universitas Sumatera Utara dengan memakai ABD pun tidak dapat berkomunikasi dengan adekuat perlu dilakukan psikoterapi agar dapat menerima keadaannya. Latihan pendengaran auditory training agar dapat menggunakan sisa pendengaran dengan ABD secara efisien dibantu dengan membaca ucapan bibir lip reading, mimik dan gerakan anggota badan, serta bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi. Disamping itu, oleh karena pasien mendengar suaranya sendiri sangat lemah, rehabilitasi suara juga diperlukan agar dapat mengendalikan volume, tinggi rendah dan irama percakapan Bashiruddin dan Soetirto, 2007. Pada pasien yang telah mengalami tuli total bilateral dapat dipertimbangkan untuk pemasangan implan koklea cochlear implant Bashiruddin dan Soetirto, 2007. 2.6.6. Pencegahan Pencegahan gangguan pendengaran akibat bising di lingkungan kerja dapat dilakukan dengan cara pencegahan kebisingan di lingkungan kerja itu sendiri. Pada hakikatnya pencegahan ini dilakukan dengan cara mengurangi suara kebisingan tersebut seminimal mungkin terpapar pada telinga Bashiruddin dan Soetirto, 2007. Pencegahan yang paling baik ialah diadakannya program konservasi pendengaran di tempat kerja tersebut.

2.7. Program Konservasi Pendengaran