Sistem Kekeluargaan Hindu PERGESERAN KEDUDUKAN JANDA DALAM

Data Penduduk Kec. Denpasar Timur Penduduk No DesaKelurahan Laki-Laki Perempuan L+P 1. Kelurahan Dangin Puri 5.759 5.348 11.107 2 Kelurahan Sumerta 6.387 5.928 12.315 3 Kelurahan Kesiman 5.400 5.234 10.634 4 Kelurahan Penatih 4.353 4.150 8.503 5 Desa Penatih Dangin Puri 2.845 2.712 5.557 6 Desa Dangin Puri Klod 13.361 11.123 24.484 7 Desa Sumerta Kauh 3.977 3.675 7.652 8 Desa Sumerta Kaja 3.678 3.612 7.290 9 Desa Sumerta Klod 6.668 6.215 12.883 10 Desa Kesiman Kertalangu 8.657 8.008 16.665 11 Desa Kesiman Petilan 5.767 5.200 10.967 Jumlah 66.852 66.852 12.8057 Sumber : Data Dinas Kependudukan Kota Denpasar 2009.

B. Sistem Kekeluargaan Hindu

Agama Hindu adalah agama yang tertua di dunia yang masih hidup dan berkembang serta mempunyai pengaruh yang amat luas pada seluruh aspek kehidupan manusia. 27 Hindu adalah nama salah satu agama Dunia yang mempunyai latar belakang sejarah yang unik, nama Hindu sebagai agama baru mulai dikenal sejak berkembangnya agama baru didunia, penanaman agama Hindu asal mulanya diperoleh dari para penulis barat. Kata Hindu berasal dari bahasa Yunani, Hydros atau Hidos dan sebagai nama untuk menyebutkan kebudayaan atau agama yang berkembang di lembah sungai Shindhu, lebih jauh kata air ini didalam weda disebut tirtha, sehingga di Bali istilah 27 Gede Pudja, Pengantar Agama Hindu Jilid I Untuk Perguruan Tinggi, Mayasari, Jakarta 1990, hal.15. Universitas Sumatera Utara agama tirtha untuk pengganti kata Hindu sangat umum. Tirtha berarti suci, agama Tirtha berarti agama suci. Menurut kitab Weda, baik sruti maupun smrti, pada mulanya nama agama itu disebut dengan nama Dharma atau sanatana dharma saja. Nama dharma itu terutama sebagai nama secara tidak langsung dengan menunjuk sumber hukum atau definisi dharma. 28 Menurut manusmrti, sumber hukum Hindu dharma terdiri dari : 1. Weda atau Sruti wahyu 2. Dharmasastra atau Smitri 3. Sadacara acara yang berupa adat istiadat setempat 4. Atamanas tusti rasa puas pada diri 5. Nibanda 29 Sistem kekeluargaan Hindu dibedakan antara sistem Sapinda dan Sakula. Sapinda biasanya menunjuk pada bentuk hubungan darah yang lebih dekat disbanding dengan Sakula. 30 Didalam ilmu sosial dikenal dua istilah yaitu Unilateral, baik itu disebut patrilineal maupun yang disebut matrilineal, dan yang kedua yang disebut Bilateral misalnya stesel parental. Sapinda adalah tergolong jenis unilateral, sedangkan yang disebut dengan sistem Sakula, menunjuk pada sistem bilateral. 31 Dalam hukum kewarisan Hindu yang paling penting adalah asas patrilineal yang disebut purusa asas ke bapak atau asas laki-laki. 28 Ibid.. 29 Gede Pudja, Hukum Kewarisan Hindu yang diresepir kedalam Hukum Adat di Bali dan Lombok, CV.Junasco, Jakarta 1990. 30 Gede Pudja, Hukum Kewarisan Hindu Yang Diresepir Kedalam Hukum Adat Di Bali dan Lombok, CV. Junasco, Denpasar, 1990, hal.65. 31 Ibid. Universitas Sumatera Utara Masalah waris merupakan masalah yang menyangkut hubungan hukum yang didasarkan atas hubungan geneaologis, maka menurut kitab Manawadharmasastra yang terjemahannya “setelah meninggal ayah dan ibu, saudara-saudara laki setelah berkumpul bersama-sama, mereka boleh membagi harta orang tua, sesungguhnya tidak ada kekuasaan atas harta itu selagi orang tua mereka masih hidup.” 32 Mengenai hal tersebut di atas, ada beberapa hal yang patut dicatat, yaitu : 1. Saudara laki-laki atau anak dari pewaris yang laki-laki bersama berhak mewarisi atas harta peninggalan dari pada orang tua mereka. 2. Mereka boleh membagi harta warisan peninggalan itu yaitu dengan kata boleh berarti tidak mutlak. Boleh dibagi dan boleh pula tetap sebagai harta bersama walau orang tua mereka telah meninggal. 3. Pembagian setelah orang tua meninggal, ini merupakan asas yang kemudian menjadi dasar hukum bahwa pewarisan umumnya dilakukan bila si pewaris telah meninggal. Dikuatkan pula oleh satu sandaran hukum yang mengatakan bahwa tidak adanya kekuasaan atas harta warisan selagi orang tua masih hidup. Berarti bahwa hak atas harta benda itu sepenuhnya berada ditangan orang tuanya terutama ayahnya. Para ahli hukum Hindu berpendapat bahwa ada dua penafsiran yang berkembang dalam lingkungan hukum Hindu, yakni : 1. Ada yang berpendapat bahwa pembagian warisan hanya dapat dilakukan setelah orang tua meninggal. Jadi, sesuai dengan perumusan yang diatas secara artinya sendiri. 2. Ada yang beranggapan bahwa pembagian warisan dapat pula dilakukan selagi orang tua masih hidup Dengan penafsiran ini dimaksudkan bahwa pewarisan 32 Ibid. Universitas Sumatera Utara itu semacam penghidupan yang dilakukan oleh orang tuanya kepada para ahli warisnya yang dilakukan selagi masih hidup. 33 Disamping masalah sistem kekeluargaan diatas khusus mengenai masalah pewarisan hidup, yaitu pewarisan yang dilakukan oleh pewaris semasih hidup, terdapat masalah hukum lain yang perlu mendapat peninjauan tersendiri yaitu akibat terhadap harta yang diperoleh bila pembagian harta warisan itu dilakukan selagi pewaris hidup. Tentang hal ini hukum Hindu pun menentukan beberapa masalah tersendiri, yaitu terhadap kemungkinan perjumpaan harta baru setelah berbagi waris, dan terhadap harta yang diusahakan oleh ayahnya setelah berbagi waris itu, terhadap hal ini ada dua hal yang ditentukan yaitu : a. anak yang lahir sesudah berbagi waris akan mewarisi harta ayahnya, sedangkan anak-anak yang telah memperoleh bagiannya tidak berhak lagi. b. bila ayah meninggal tidak beputra lagi maka para ahli waris yang telah memperoleh warisan dapat mewarisi lagi dengan berbagi sama atas harta warisan itu tanpa melihat adanya hak-hak hukum yang berdasarkan sistem Uddhara hak lebih. 34 Dalam prinsip penarikan garis keturunan pada sistem sosial yang lama kedudukan peranan wanita Bali dapat dikatakan tidak ada, karena secara umum norma yang berlaku untuk sistem tersebut adalah bersifat patrilineal. Secara nyata hal tersebut dapat dilihat dalam warisan harta kekayaan berupa benda dan keturunan, 33 Ibid. 34 Wawancara denganI Made Sukra, tanggal 14 Juli 2010. Universitas Sumatera Utara yaitu anak-anak sebagai hasil perkawinan. Jadi baik harta kekayaan maupun anak- anak pada sistem sosial yang lama sepenuhnya akan dikuasai oleh pihak laki-laki saja. Dengan adanya perkembangan dan kemajuan masyarakat maka norma tersebut, pada sistem penarikan garis keturunan telah bergeser. Misalnya dalam sistem pewarisan harta kekayaan berupa benda dan anak-anak, tidak akan sepenuhnya lagi dikuasai oleh pihak keluarga laki-laki, karena pada saat sekarang bahwa dalam suatu rumah tangga dimana sebagai kesatuan sosial ekonomi penting yang terdiri dari sejumlah anggota pemberi nafkah, dimana tidak terdiri dari anak laki-laki saja akan tetapi juga wanita dewasa dan anak-anak dianggap cukup mampu melakukan sesuatu. Tampak jelas bahwa kedudukan dan peranan wanita yang memang sudah tidak diragukan lagi dan adanya kaum wanita yang menunjukkan kesanggupan mencari nafkah disamping mengurus rumah tangganya. Dengan demikian kedudukan dan peranan wanita Bali yaitu bersifat ganda karenanya baik warisan harta benda dan anak-anak tidak lagi spenuhnya dikuasai lagi oleh pihak laki-laki. 35 Dalam kelompok kekerabatan, dijelaskan mengenai pergeseran kedudukan dan peranan wanita Bali dari segi kepemimpinan maupun segi keanggotaan baik dalam kelompok kekerabatan yang lebih besar, misalnya keluarga luas. Akibat dari perkawinan, akan terjadi juga suatu kelompok kekerabatan yang disebut dengan keluarga inti atau keluarga batih. Satu keluarga inti terdiri dari sorang suami, seorang isteri, dan anak-anak yang belum kawin. Tidak jauh berbeda dengan pendapat diatas bahwa keluarga inti yang 35 Hasil wawancara dengan Ni Nyoman Nardi, Masyarakat Bali, 15 juli 2010. Universitas Sumatera Utara ada pada suku Bali pada umumnya dapat disebut sebagai keluarga inti yang sederhana dan biasanya disebut keluarga batih. Bila pada sistem sosial yang lama kedudukan dan peranan wanita dalam keluarga batih pada suku Bali hanya semata- mata sebagai anggota keluarga dan tidak dapat menentukan suatu keputusan maupun pertimbangan lagi keluarga batihnya. Namun pada saat sekarang kedudukan dan peranannya sudah bergeser, misalnya seorang isteri atau seorang ibu dalam keluarga batih tersebut dapat berkedudukan sebagai seorang pemimpin bagi keluarganya, senantiasa dapat lebih berperan terutama dalam menentukan suatu keputusan atau pertimbangan untuk mencarikan anaknya sekolah yang dianggap cocok atau layak. 36 Hal ini terjadi juga karena wanita Bali ini pada sekarang ini tidak hanya lagi sebagai seorang ibu rumah tangga, akan tetapi wanita tersebut berfungsi sebagai sumber tenaga kerja produktif dalam kaitannya dengan ekonomi rumah tangga. 37 Demikian halnya dalam lingkup yang lebih luas, seperti dalam kelompok kekerabatan yang lebih besar yaitu keluarga luas. Bila dalam sistem sosial yang lama, kaum wanita di Bali dalam setiap jenis kegiatan rumah tangga sehari-hari sampai pada kegiatan-kegiatan upacara hanya sebagai pelengkap saja dan tidak dapat menetukan apa-apa. 36 Hasil wawancara dengan Ni Wayan Leji, Masyarakat Bali, 15 juli 2010. 37 Si Luh Swarsi, Kedudukan dan Peranan Wanita Dalam Kebudayaan Bali, Badan Pengembangan Kebudayaan Dan Pariwisata Deputi Bidang Pelestarian Dan Pengembangan Budaya Bagian Proyek Pengkajian Pemanfaatan Sejarah Dan Tradisi Bali, 2002, hal. 67. Universitas Sumatera Utara Sedangkan pada saat sekarang, kaum wanita disini dapat memperoleh suatu kesempatan sebagai pemimpin keluarga luas dan sekaligus berperan dalam memberikan serta menentukan suatu keputusan bagi setiap kegiatan keluarga atau kegiatan upacara seperti upacara manusa yadnya, yaitu upacara khusus lainnya untuk kesejahteraan dan keselamatan bagi anggota keluarga yang masih hidup, upacara pitra yadnya yaitu upacara khusus untuk anggota keluarga yang telah meninggal maupun upacara dewa yadnya yaitu upacara khusus yang ditunjukkan kepada sinar Tuhan Yang Maha Esa sebagai wujud rasa terima kasih kepada-Nya. Dalam kegiatan upacara seperti disebut diatas, peranan wanita lebih banyak dari kaum laki-laki, karena pada umumnya kaum wanita lebih luas pengetahuannya mengenai tata upacara maupun materi upacara tersebut. Dengan dianutnya sistem ke- Bapaan, maka hal utama yang menonjol adalah anak laki-laki. Anak laki-laki akan meneruskan kehidupan atau keturunan keluarga tersebut, sedang anak-anak perempuan tidak demikian adanya. Dalam pengertian ini, anak laki-laki demikian juga disebut anak Sentana. Sebutan atau istilah ini berasal dari kata Sentana yang berarti pelanjut keturunan. Mengenai kata Sentana ini, dikenal pula dalam penyebutan terhadap keadaan selain di atas seperti Sentana Rajeg yaitu anak wanita yang ditingkatkan kedudukannya menjadi anak Sentana berarti ia dianggap telah beralih status perempuan ke status laki-laki. Sedangkan dalam istilah lain ada pula yang menyebut perkawinan dimana seorang laki-laki kawin dengan wanita Sentana Rajeg dan laki-laki itu berdiam serta Universitas Sumatera Utara masuk ke dalam keluarga mempelai wanita disebut Kawin NyentanaNyeburin .38 Tetapi dalam arti sempit dimaksudkan atau disebut pula sebagai istilah yang dapat dipakai untuk menamakan anak angkat dalam kedudukannya yang dilakukan pengangkatan itu lewat upacara meperas dan anak itu disebut sentana peperasan. Anak terakhir ini haruslah laki-laki atau setidak-tidaknya status anak yang diangkat harus ditingkatkan menjadi status laki-laki, sehingga tujuan pengangkatan anak itu yaitu untuk melanjutkan keturunan dapat dipenuhi. Sebab menurut pengertian diatas hanya anak Sentana anak laki-laki atau anak perempuan yang kedudukannya diangkat menjadi anak atau Sentana Rajeg yang akan meneruskan keturunan keluarga, didalam hal ini meneruskan garis keluarga dan menumbuhkan garis ke Purusa. Garis keturunan inilah yang didalam hukum adat Bali, akan tergambar jelas sebagai garis keturunan yang nantinya mewaris. Didalam kehidupan orang Bali, dikenal beberapa istilahpengertian dan macam anak, yaitu antara lain, pertama anak sentana rajeg, yaitu jika didalam keluarga hanya dapat dilahirkan satu anak yang berjenis kelamin wanita, maka anak ini diangkat statusnya menjadi laki-laki. Hal ini terjadi jika anak perempuan itu kawin Keceburin menarik suaminya masuk keluarga ayahnya atau tidak kawin keluar. Kedua, anak kandung adalah anak laki-laki dan perempuan yang lahir dari perkawinan yang sah dimana anak laki-laki adalah berstatus sama dengan anak sentana rejeg diatas sedangkan anak perempuan adalah 38 I Ketut Artadi, Hukum Adat Bali Dengan Aneka Masalahnya, Pustaka Bali Post, Denpasar, 2003, hal.8. Universitas Sumatera Utara anak yang tidak mewaris. Ketiga, anak angkat, yaitu anak laki-laki atau statusnya diangkat menjadi sama dengan anak laki-laki yang pengangkatan itu berakibat status anak angkat itu menjadi sama kedudukannya dengan anak kandung sendiri laki-laki, pengangkatan ini umumnya dilakukan oleh keluarga yang tidak membuahkan anak atau tidak punya anak. Dalam kitab perundang-undangan majapahit, XIII 215-219 yang merupakan bab-bab kewarisan yang disebut drew kaliliran warisan kita hanya menjumpai hal- hal sebagai berikut: 1. Dalam hal pewaris beristrikan empat orang dari berbagai golongan kasta, pembagian harus dibagi menjadi sebelas dan perolehan tiap-tiap anak dari ibu yang berbeda golongan tidak boleh sama. 2. Jika tidak anak kandung tetapi hanya ada anak pungut atau anak pemberian bukan anak angkat, perolehan anak itu bila mewaris adalah sama basar terhadap harta orang yang mengakui anak itu. Pasal ini harus diartikan dalam hal tidak punya anak dan dengan demikian bila padanya ada anak maka anak itu tidak berhak kecuali kalau menjadi anak angkat yang diadopsi resmi. 39 39 Kitab Perundang-undangan Majapahit XIII 215-219. Universitas Sumatera Utara

C. Bentuk Perkawinan Dan Syarat-syarat Perkawinan 1.