BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Abad 21 ditandai dengan perubahan yang dasyat dalam berbagai kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut membawa kemaslahatan sekaligus
memberikan banyak kegelisahan pada masyarakat.
1
Perubahan yang terjadi merupakan gejala yang normal.
Daerah khusus Ibukota Jakarta sebagai Kota Metropolitan yang bercirikan sebagai pusat pemerintahan dan pusat perkembangan budaya Bangsa, mengalami
perkembangan yang sangat besar. Pesatnya perkembangan Kota Jakarta dapat dirasakan dengan semakin meningkatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta pengaruh modernisasi di berbagai bidang kehidupan sehingga mengakibatkan adanya perubahan dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan
budaya. Jakarta menjadi potret kehidupan perkotaan yang senantiasa menghadapi berbagai permasalahan yang diakibatkan oleh pembangunan ekonomi, urbanisasi,
modernisasi dan pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Demikian pula permasalahan di bidang kebudayaan, khususnya kebudayaan masyarakat setempat
yaitu Betawi. Perubahan sosial budaya masyarakat Daerah Khusus Ibukota Jakarta
antara lain disebabkan oleh sebagian besar penduduk Jakarta terdiri dari mereka yang berasal dari luar Jakarta. Sementara penduduk asli Jakarta Betawi semakin
hari semakin terdesak ke pinggiran Jakarta atau keluar Jakarta, akibat dari
1
Imam Ilyas, Beragama di Abad Dua Satu Jakarta: Zikrul Hakim, 1997, h. 129.
tersingkirnya orang Betawi ke daerah pinggiran, membuat orang Betawi merasa tersisih dari kehidupan Kota Metropolitan Jakarta.
2
Sehingga pendukung kebudayaan Betawi kian hari kian menipis.
Perkampungan lama Betawi dengan kehidupan tradisi dan budaya khasnya seperti arsitektur rumah, gaya bahasa, kesenian, adat dan upacara perkawinan
serta yang lainnya, berangsur-angsur makin hilang. Oleh karena semakin banyaknya pendatang dan perkembangan perkotaan maka budaya dan adat istiadat
semakin terpengaruh oleh adanya pendatang, salah satu adat Betawi yang terpengaruh adalah adat perkawinan.
Pada masa lalu adat istiadat perkawinan Betawi merupakan ciri yang sakral dan mempunyai arti yang cukup dalam yang benar-benar melekat pada
masyarakat Betawi. Dalam pelaksanaan adat perkawinan Betawi ini diwarnai dengan nilai-nilai Islam dan hal ini yang menjadi ciri khas dari adat perkawinan
masyarakat Betawi. Hal ini dimungkinkan karena waktu zaman penjajahan dahulu pedagang-pedagang Arab singgah ke Indonesia dan menetap lama hingga kawin
dengan penduduk asli, memungkinkan adanya percampuran budaya unsur Arab dengan Jakarta. Oleh karena keunikan dan kekhasannya, adat perkawinan Betawi
perlu dilestarikan. Dalam usaha pelestarian itu perlu adanya peran dari masyarakat asli didalamnya.
Salah satu identitas orang Betawi adalah beragama Islam, bahkan ada perkataan Bukan orang Betawi kalau tidak Islam. Ini menunjukkan bahwa Islam
sangat melekat pada masyarakat Betawi. Sebagian tata cara adat istiadatnya berlandaskan agama Islam. Sampai saat ini banyak upacara yang menurut tradisi
2
Abdul Aziz, Islam dan Masyarakat Betawi Jakarta: Logos, 2002, h. 103.
Betawi terkena pengaruh Islam, seperti upacara perkawinan. Hal ini disebabkan adanya persamaan unsur-unsur adat Betawi dengan unsur-unsur Islam.
Agama Islam dengan segala sistem keyakinan, nilai-nilai dan kaidah- kaidahnya telah memberi pengaruh yang amat kuat pada budaya Betawi. Orang
Betawi termasuk orang yang taat beribadah. Dengan kata lain agama merupakan salah satu unsur penting yang mengikat dan memberinya ciri tersendiri sebagai
suku bangsa. Sehingga dalam bertindak dan melakukan upacara adat, orang Betawi senantiasa mengacu pada nilai dan norma budaya Islam, begitu pula
dengan adat perkawinan yang didalamnya terdapat unsur agama Islam. Salah satu contohnya di Rw 02 kelurahan Ceger Jakarta Timur yang
sebagian besar masyarakat Betawi sebelum akad nikah melaksanakan acara khataman sebagai tanda bahwa calon mempelai pengantin telah cukup dibekali
ilmu agama dapat membentuk keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Acara khataman yang terdapat dalam adat perkawinan Betawi tidak semua
daerah Betawi melaksanakannya, seperti contohnya di Condet yang mengadakan acara khataman ketika anaknya itu sudah tamat Al-Quran dan ada juga yang
melaksanakan acara khataman bersama dengan acara khitanan contohnya daerah Kelapa Dua.
Kenyataannya, justru acara khataman yang dilaksanakan sebelum akad nikah tersebut kian hari kian menghilang dalam adat perkawinan Betawi dan
sebaliknya dalam adat perkawinan Betawi, yang bersifat hura-hura dan memerlukan biaya yang besar tetap dilaksanakan sampai rela menjual tanah dan
kontrakan untuk mengadakan sebuah acara perkawinan. Sehingga dalam adat perkawinan, ada anggapan pada masyarakat Betawi biar tekor asal kesohor. Tetapi
untuk sebuah acara khataman yang lebih bermakna dan membutuhkan biaya yang lebih sedikit justru tidak dilakukan.
Dari permasalahan tersebut diatas, peneliti bermaksud ingin meneliti lebih jauh dari fenomena-fenomena yang ada mengenai adat perkawinan. Khususnya
acara khataman yang terjadi pada masyarakat Betawi Rw 02 kelurahan Ceger Jakarta Timur.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah