BAB III METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini meliputi pengumpulan dan pembuatan simplisia, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak, analisis ekstrak
dengan kromatografi lapis tipis, isolasi alkaloida dari ekstrak etanol, uji kemurnian isolat dan karakterisasi isolat dengan spektrofotometri ultra violet dan
spektrofotometri infra merah.
3.1 Alat-alat yang digunakan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Spektrofotometer infra merah QP 5000 Shimadzu, spektrofotometer ultra violet QP 5000
Shimadzu, seperangkat alat penentuan kadar air, seperangkat alat kromatografi lapis tipis, eksikator, oven listrik Fisher Scientific, neraca analitik Sartorius,
neraca kasar Ohaus, penguap vakum putar Buchi 461, penangas air, blender National, tanur Ney M-525 Series II alat-alat gelas.
3.2 Bahan-bahan yang digunakan
Bahan yang digunakan adalah biji tumbuhan bunga kupu-kupu Tephrosia vogelii Hook.f.. Bahan kimia yang digunakan berkualitas pro analisa
E.Merck yaitu: natrium hidroksida, asam asetat anhidrida, asam sulfat, benzen, besi III klorida, bismut III nitrat, etanol 96, eter, etil asetat, iodium,
isopropanol, kalium iodida, kloralhidrat, kloroform, metanol, natrium hidroksida, n-heksan,
α-naftol, petroleum eter, plat pra lapis silika gel 60 F
254
, raksa II klorida, serbuk magnesium, amonia, natrium hidrogen, natrium fosfat, asam
Universitas Sumatera Utara
klorida, asam nitrat, asam asetat glacial, serbuk seng, silika gel 60 mesh 230-400 ASTM, timbal II asetat dan toluen. Selain itu juga digunakan air suling, etanol
96 hasil destilasi.
3.3 Pembuatan Larutan Pereaksi
Pembuatan larutan pereaksi yaitu pereaksi Mayer, Bouchardat, Molish, timbal II asetat 0,4 M, kloralhidrat 71
b b
, dapar fosfat pH 7,4, pereaksi asam klorida 2 N, asam sulfat 2 N, natrium hidroksida 2 N, asam nitrat 0,5 N, besi III
klorida 1 , pereaksi Liebermann-Burchard , pereaksi Dragendorff.
3.3.1 Pereaksi Mayer
Sebanyak 1,359 g raksa II klorida ditimbang, dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml. Pada wadah lain kalium iodida sebanyak 5 g dilarutkan
dalam 10 ml air suling. Kedua larutan dicampurkan lalu ditambahkan air suling hingga 100 ml Depkes, 1989
3.3.2 Pereaksi Bouchardat
Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, dilarutkan dalam air suling dan sebanyak 2 g iodium ditimbang, dilarutkan dalam larutan kalium iodida dan
dicukupkan dengan air suling hingga 100 ml Depkes, 1989
3.3.3 Pereaksi Dragendorff
Sebanyak 0,85 g bismut III nitrat ditimbang, dilarutkan dalam 10 ml asam asetat glasial, lalu ditambahkan 40 ml air suling. Pada wadah lain dilarutkan
8 g kalium iodida dalam 30 ml air suling. Kedua larutan dicampurkan sama banyak, lalu ditambahkan 20 ml asam asetat glasial dan diencerkan dengan air
suling hingga volume 100 ml. Materia Medika Indonesia, 1989
Universitas Sumatera Utara
3.3.4 Pereaksi Liebermann-Burchard
Dua puluh bagian asam asetat anhidrida dicampurkan dengan satu bagian asam sulfat pekat dan 50 bagian kloroform, dicampur. Larutan ini harus
dibuat baru Harborne, 1987
3.3.5 Pereaksi asam klorida 2 N
Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling secukupnya hingga volume 100 ml Depkes, 1979
3.3.6 Pereaksi natrium hidroksida 2 N
Sebanyak 8,002 g kristal natrium hidroksida ditimbang, dilarutkan dalam air suling sehingga diperoleh larutan 100 ml Depkes, 1979
3.3.7 Pereaksi asam sulfat 2 N
Sebanyak 9,8 ml asam sulfat pekat diencerkan dengan air suling
secukupnya hingga volume 100 ml Depkes, 1979 3.3.8
Pereaksi asam nitrat 0,5 N
Sebanyak 31,5 ml asam nitrat pekat diencerkan dengan air suling secukupnya hingga volume 100 ml Depkes, 1979
3.3.9 Pereaksi Molish
Sebanyak 3 g α-naftol ditimbang, dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N
hingga diperoleh larutan 100 ml Depkes, 1989
3.3.10 Pereaksi besi III klorida 1
Sebanyak 1 g besi III klorida ditimbang, dilarutkan dalam air suling sehingga diperoleh larutan 100 ml Depkes, 1979
Universitas Sumatera Utara
3.3.11 Pereaksi timbal II asetat 0,4 M
Sebanyak 15,17 g timbal II asetat ditimbang, dilarutkan dalam air suling bebas karbondioksida sehingga diperoleh larutan 100 ml Depkes, 1989
3.3.12 Pereaksi dapar fosfat pH 7,4
Sebanyak 16 g natrium fosfat dan 4,4 g natrium dihidrogen fosfat dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml Depkes, 1989
3.3.13 Pereaksi kloralhidrat 71
b b
Sebanyak 50 g kloralhidrat ditimbang, dilarutkan dalam 20 ml air suling Depkes, 1989
3.4 Pengumpulan dan Pembuatan Simplisia
3.4.1 Pengumpulan sampel bahan tumbuhan
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji tumbuhan Tephrosia vogelii
Hook.f. yang masih segar, berwarna hitam dan cukup tua selama kurang lebih 5 bulan, diambil dari Desa Limbong, Kecamatan Sianjur
Mula-Mula, Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara. Pengambilan sampel dilakukan secara purposif tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama
dari daerah lain.
3.4.2 Identifikasi tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi LIPI, Bogor. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada lampiran I
halaman 50, dan gambar tumbuhan terdapat pada lampiran 1, gambar 1 halaman 51.
Universitas Sumatera Utara
3.4.3 Pembuatan Simplisia
Biji tumbuhan Tephrosia vogelii Hook.f. dibersihkan dari pengotoran, dicuci dengan air bersih, ditiriskan selama kurang lebih 8 jam dan dikeringkan di
udara terbuka diangin-anginkan serta terlindung dari sinar matahari langsung. Simplisia yang telah kering rapuh diserbuk dengan blender dan disimpan
dengan wadah tertutup rapat.
3.5 Karakterisasi Simplisia
Karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik simplisia, mikroskopik serbuk simplisia, penetapan kadar abu, penetapan kadar abu yang
tidak larut dalam asam, penetapan kadar sari yang larut dalam air, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol dan penetapan kadar air Depkes, 1989.
3.5.1 Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan cara mengamati bentuk,
rupa, warna, ukuran, bau simplisia 3.5.2
Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia. Serbuk simplisia diletakkan pada kaca objek, ditetesi dengan larutan kloralhidrat lalu
ditutup dengan kaca penutup selanjutnya diamati di bawah mikroskop gambar simplisia Tephrosiae vogelii semen dapat dilihat pada lampiran 2, gambar 2
halaman 52.
3.5.3 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam krus porselen yang telah terlebih dahulu dipijar dan ditara, kemudian
Universitas Sumatera Utara
diratakan. Lalu krus dipijarkan pada suhu 600 C sampai arang habis, kemudian
didinginkan dan ditimbang perlahan-lahan sampai bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara WHO, 1992
3.5.4 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas. Residu dan kertas saring dipijar pada suhu 600
C sampai bobot tetap kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung
terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara WHO, 1992
3.5.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam air
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml air-kloroform 2,5 ml kloroform dalam air sampai 1 liter
menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan
sampai kering dalam cawan dangkal dasar rata yang telah ditara. Sisa dipanaskan sampai kering pada suhu 105
C hingga bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam air dihitung dalam persen terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.
Materia Medika Indonesia, 1989
3.5.6 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml etanol 96 menggunakan labu bersumbat sambil berkali-
kali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring dengan cepat untuk menghindarkan penguapan dari etanol. Sejumlah 20 ml filtrat
Universitas Sumatera Utara
diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal dasar rata yang telah ditara. Sisa dipanaskan sampai kering pada suhu 105
C hingga bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam etanol dihitung dalam persen terhadap bahan yang telah dikeringkan
di udara.
3.5.7 Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode azeotropi destilasi. Alat meliputi labu alas 500 ml, alat penampung, tabung penerima 5 ml berskala 0,05
ml pendingin, tabung penyambung, pemanas. Cara kerja :
Ke dalam labu kering dari alat untuk penentuan kadar air ditambahkan 200 ml toluen dan 2 ml air suling, lalu didestilasi selama 2 jam. Toluen
didinginkan selama 30 menit dan volume air dalam tabung penampung dari alat penentuan kadar air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selanjutnya ke dalam labu
dimasukkan 5 g bahan sampel yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mulai mendidih, kecepatan tetesan diatur
2 tetes untuk tiap detik. Setelah sebagian besar air terdestilasi, kecepatan tetesan dipercepat menjadi 4 tetes untuk tiap detik dengan cara menaikkan suhu. Setelah
volume air tidak bertambah lagi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan
mendingin sampai suhu kamar. Volume air dibaca setelah air dan toluen memisah sempurna. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air
yang terdapat di dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen terhadap berat sampel yang telah dikeringkan di udara WHO,1992 contoh
perhitungan karakterisasi simplisia dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 53-58.
Universitas Sumatera Utara
3.6 Skrining Fitokimia
Pemeriksaan skrining fitokimia dilakukan berdasarkan metode dari Depkes 1989 dan Farnsworth 1966 yang meliputi senyawa alkaloida,
flavonoida, glikosida, glikosida antrakinon, saponin, tanin dan triterpenoidasteroida.
3.6.1 Pemeriksaan alkaloida
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2
menit, didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut: − Tiga tetes filtrat, ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer, akan terbentuk endapan
berwarna kuning. − Tiga tetes filtrat, ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat akan terbentuk
endapan berwarna jingga. − Tiga tetes filtrat, ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff akan terbentuk
endapan berwarna kuning. Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit pada dua dari
tiga percobaan di atas Materia Medika Indonesia, 1989.
3.6.2 Pemeriksaan flavonoida
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, ditambahkan 10 ml etanol, kemudian direfluks selama 10 menit dan disaring panas-panas melalui kertas
saring. Filtrat diencerkan dengan air 10 ml air suling. Setelah dingin ditambahkan eter minyak tanah, diaduk hati-hati lalu didiamkan sebentar. Lapisan etanolnya
diambil lalu diuapkan pada temperatur 40 C, sisanya dilarutkan dalam 5 ml etil
Universitas Sumatera Utara
asetat dan disaring. Filtrat digunakan untuk uji flavonoida dengan cara sebagai berikut:
− filtrat sebanyak 1 ml diuapkan sampai kering 0,5 g , sisanya dilarutkan dalam 1 ml sampai 2 ml etanol 96 lalu ditambah 0,5 g serbuk seng dan 2 ml asam
klorida 2 N, didiamkan selama 1 menit. Kemudian ditambahkan 10 tetes asam klorida pekat, jika dalam waktu 2 sampai 5 menit terjadi warna merah intensif
menunjukkan adanya flavonoida. − filtrat sebanyak 1 ml diuapkan sampai kering, sisanya dilarutkan dalam etanol
96 kemudian ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 10 tetes asam klorida pekat. Jika terjadi warna merah jingga sampai merah ungu
menunjukkan adanya flavonoida Materia Medika Indonesia, 1989.
3.6.3 Pemeriksaan glikosida
Sebanyak 3,0 g serbuk simplisia ditimbang, dikocok dengan 30 ml campuran dari 7 bagian etanol 96 dan 3 bagian air suling, ditambah dengan
asam klorida 2 N, direfluks selama 10 menit, dinginkan dan disaring. Pada 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal II asetat 0,4 M diaduk dan
didiamkan selama 5 menit, lalu disaring. Filtrat dikocok dengan 20 ml campuran 3 bagian kloroform dan 2 bagian isopropanol, lapisan air dipisahkan dari lapisan
pelarut organik. Ini dilakukan sebanyak tiga kali. Lapisan air digabung dan diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50
C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml etanol 96. Larutan ini digunakan untuk percobaan berikut: larutan sisa
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, diuapkan di atas penangas air, sisanya ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish kemudian ditambahkan hati-hati
Universitas Sumatera Utara
2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Jika terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya gula yang berarti adanya glikosida
Materia Medika Indonesia, 1989
3.6.4 Pemeriksaan glikosida antrakinon
Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia ditimbang, ditambahkan 5 ml asam sulfat 2 N, dididihkan sebentar, didinginkan. Ditambahkan 10 ml benzen dikocok dan
didiamkan. Lapisan benzen dipisahkan dan disaring. Lapisan benzen dikocok dengan 2 ml natrium hidroksida 2 N dan didiamkan. Jika lapisan air berwarna
merah dan lapisan benzen tidak berwarna menunjukkan adanya glikosida antrakinon Materia Medika Indonesia, 1979
3.6.5 Pemeriksaan saponin
3.6.5.1 Uji busa
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, dimasukkan dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat
selama 10 detik, jika terbentuk buih yang stabil selama tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm dan dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih tidak
hilang menunjukkan adanya saponin Materia Medika Indonesia, 1989.
3.6.6 Pemeriksaan tanin
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, dikocok dengan 10 ml air suling, lalu disaring. Filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak
berwarna. Larutan diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes larutan pereaksi besi III klorida 1. Apabila terjadi warna biru atau hijau kehitaman
menunjukkan adanya tanin. Materia Medika Indonesia, 1989
3.6.7 Pemeriksaan triterpenoidasteroida bebas
Universitas Sumatera Utara
Sebanyak 1 g serbuk simplisia ditimbang, ditambahkan n-heksan lalu didiamkan selama 2 jam, disaring, lalu filtrat diuapkan dalam cawan penguap.
Pada sisanya ditambahkan asam asetat anhidrida dan asam sulfat pekat pereaksi Lieberman-Burchard . Timbulnya warna ungu dan merah yang kemudian
berubah menjadi hijau biru menunjukkan adanya triterpenoidasteroida Harborne, 1987 Hasil karakterisasi simplisia dapat dilihat pada lampiran 3, tabel 1 halaman
59 ; hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dapat dilihat pada lampiran 3, tabel 2 halaman59.
3.7 Pembuatan Ekstrak
Senyawa alkaloida diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol 96.
Cara kerja: Serbuk simplisia sebanyak 1 kg dimasukkan ke dalam wadah kaca
berwarna, lalu ditambahkan pelarut etanol 96 secukupnya sampai serbuk simplisia basah, didiamkan beberapa jam. Setelah itu ditambah pelarut etanol 96
sampai bahan tumbuhan terendam sempurna. Maserasi dilakukan selama tiga hari tiga malam 72 jam sambil sesekali diaduk. Kemudian disaring sehingga
diperoleh maserat. Kemudian ampas bahan tumbuhan ditambahkan pelarut etanol 96 yang baru sampai bahan tumbuhan terendam sempurna. Proses maserasi
dilakukan dua kali lagi masing-masing selama tiga hari sambil sesekali diaduk. Semua maserat yang diperoleh digabung dan disaring, kemudian pelarutnya
diuapkan dengan alat penguap vakum putar pada suhu tidak lebih dari 40 C.
Hasilnya diperoleh ekstrak kental sebanyak 256,44 gram. Kemudian terhadap
Universitas Sumatera Utara
ekstrak ini dilakukan analisis secara kromatografi lapis tipis untuk melihat kandungan kimianya Adams et al, 1970 Hasil ekstraksi serbuk simplisia secara
maserasi dapat dilihat pada lampiran 4, gambar 3 halaman 60.
3.8 Isolasi Senyawa Alkaloida dari Ekstrak Etanol dengan Metode