19
I.8 Sistematika Penulisan
Tahap penulisan yang ada didalam tugas akhir ini dikelompokkan kedalam 5 lima bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi tentang rancangan yang akan dilakukan pada tugas akhir ini yaitu meliputi tinjauan umum, latar belakang, perumusan
masalah, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Manual Desain Perkerasan Jalan Lentur No 02MBM2013
Bab ini berisi tentang desain perkerasan lentur yang disajikan Kementrian Bina Marga tahun 2013. Manual Desan Perkerasan Tahun
2013 merupakan manual desain terbaru yang dikeluarkan Bina Marga yang melengkapi manual-manual sebelumnya
Bab III Metode Mekanistik-Empirik dan Parameter Desain
Bab ini berisi tentang perinsip dasar serta parameter desain yang diperlukan dalam metode mekanistik-empirik. Pada bab ini juga akan
menerangkan beban yang akan dimodelkan dalam metode mekanistik- empirik
Bab IV Hasil dan Pembahasan
Bab ini berisi tentang hasil dari evaluasi program KENPAVE terhadap desain perkerasan lentur opsi biaya minimum yang disajikan pada
Manual Desain Perkerasan Jalan No 02MBM2013
Bab V Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi tenttang kesimpulan dari pembahasan bab sebelumnya dan saran mengenai hasil evaluasi yang dilakukan.
20
BAB II Manual Desain Perkerasan Jalan Lentur No 02MBM2013
II.1. Umum
Perencanaan tebal suatu struktur perkerasan jalan merupakan salah satu bagian dari rekayasa jalan yang bertujuan memberikan pelayanan terhadap arus
lalulintas sehingga memberikan rasa aman dan nyaman terhadap pengguna jalan. Kesesuaian dan ketetapan dalam menentukan parameter pendukung dan metode
perencanaan tebal perkerasan yang digunakan, sangat mempengaruhi efektifitas dan efesiensi penggunaan biaya konstruksi dan pemeliharaann jalan.
[5]
. Berdasarkan bahan pengikat yang digunakan untuk membentuk lapisan
atas, perkerasan jalan dibedakan menjadi perkerasan lentur flexible pavement yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat, perkerasan
kaku rigid pavement yaitu perkerasan yang menggunakan semen portlannd, dan perkerasan komposit composite pavement yaitu perkerasan kaku yang
dikombinasikan dengan perkerasan lentur, dapat perkerasan lentur diatas perkerasan kaku atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur. Perbedaan antara
tipe perkerasan jalan tersebut adalah dalam hal pendistribusian beban yang dilimpahkan. Pada perkerasan kaku beban secara keseluruhan dilimpahkan kepada
pelat beton dengan bidang yag luas, sedangkan pada perkerasan lentur yang memiliki kekakuan yang lebih rendah sehingga beban yang dilimpahkan akan
didisribusikan kesetiap lapisan yang menyusun perkerasan. Maka lapisan perkerasan lentur dibuat berlapi-lapis, dengan lapisan paling atas memiliki sifat
21 yang lebih baik dari lapisan dibawahnya. Perbedaan pendistribusian pembebanan
antara kedua perkerasan dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.1 Distribusi Baban Perkerasan
Sumber: Silvia Sukirman 2010
Struktur perkerasan lentur merupakann suatu kesatuan system yang sangat kompleks yang terdiri dari beberapa lapisan layer dimana setiap lapisan
memiliki sifat bahan properties yang berbeda.
[15]
. Pertama kali perkerasan lentur dicobakan di United States pada tahun 1870 di Newark, New Jersey, dan dengan
sekala besar dihampar untuk pertamakalinya pada tahun1896 di kota Pennsylvania Avenue, Washington D.C. dengan aspal yang berasal dari Trinidad Lake
[1]
.
Perkerasan lentur pada umumnya baik digunakan untuk melayani lalulintas ringan sampai dengan lalulintas sedang, seperti jalan perkotaan, jalan
dengan system utilitas terletak dibawah perkerasan jalan, perkerasan bahu jalan, atau perkerasan dengan konstruksi bertahap.
Pembangunan jalan yang tercatat dalam sejarah Bangsa Indonesia adalah pembangunan Jalan Raya Pos De Grote Pos Weg yang dilakukan melalui kerja
paksa pada jaman pemerintahan H.W Daendles. Jalan raya tersebut mulai dibangun Mei 1808 sampai Juni 1809, terbentang dari Anyer di ujung Barat
[Perkerasan Kaku]
[Perkerasan Lentur]
22 sampai dengan Panurukan di ujung Timur Pulau Jawa, sepanjang lebih kurang
1000 km. Tujuan pembangunan jalan saat diutamakan untuk kepentingan strategi pertahanan daripada transportasi masyarakat
[5]
. Desain jalan di Indonesia telah berkembang dari tahun ketahun. Dimulai
dari Metode Analisa Komponen pada tahun 1987, kemuadian berkembang
menjadi desain perkerasan lentur Pt T-01-2002-B yang diadopsi dari metode AASHTO pada penelitiannya pada tahun 1958-1960 di Ottawa, Illinois
menggunakan kendaraan dengan sumbu tunggal roda ganda dengan muatan sumbu terberat 8.16 ton18000 pon.
Dalam meningkatkan kinerja aset jalan Indonesia agar dapat menghadapi empat tantangan yaitu beban berlebih, temperatur perkerasan yang tinggi, curah
hujan yang tinggi, dan tanah lunak serta tantangan ke lima yaitu mutu konstruksi harus di tingkatkan dengan meningkatkan profesionalisme industri konstruksi
jalan, Pemerintahan Indonesia melalui Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga pada tahun 2012 mengeluarkan draft manual desain
perkerasan jalan, yang kemudian di sahkan pada tahun 2013 menjadi Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02M.BM2013
Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02M.BM2013 digunakan untuk menghasilkan desain awal berdasarkan bagan desain, kemudian hasil tersebut
diperiksa terhadap pedoman desain perkerasan Pd T-01-2002-B, dan software desain Perencanaan Jalan Perkerasan Lentur SDPJL untuk desain perkerasan
lentur. Manual ini akan membantu dalam meyakinkan kecukupan struktural dan kepraktisan konstruksi untuk kondisi beban dan iklim Indonesia. Sangat penting
untuk menguasai element kunci tertentu dalam manual desain perkerasan 2013 ini,
23 seperti umur rencana, beban, iklim, tanah dasar lunak dan batas konstruksi yang
diuraikan dalam manual ini. Perubahan yang dilakukan dalam desain awal menggunakan manual 2013 ini harus dilakukan dengan benar serta memberikan
biaya siklus umur life cycle cost terendah. Desain jalan yang baik harus mempunyai kriteria –kriteria sebagai berikut:
I. Menjamin tercapainya tingkat layan jalan sepanjang umur rencana
Suatu struktur perkerasan jalan didisain agar mampu melayani repetisi lalulintas selama umur rencana atau masa layan berikutnya.
Selama masa pelayanan struktur perkerasan mengalami penurunan kinerja dari kinerja awal IP
yang diharapkan sampai dengan kinerja akhir IP
t
. Maka dari rentang waktu IP hingga tercapainya
IP
t
, struktur perkerasan tidak mengalami kegagalan failure yaitu retak fatigue cracking dan alur rutting. Pada bagian kedua
undang-undang no.22 tahun 2009, yaitu bagian ruang lalu lintas, paragaraf 1 tentang kelas jalan, pasal 19 nomer 1-5 menjelaskan
bahwa jalan dikelompokkan menjadi, yaitu pertama fungsi dan intensitas lalu lintas guna kepentingan pengaturan pengguna jalan
dan kelancaran lalulintas dan angkutan jalan, yang kedua yaitu berdasarkan daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat
dan dimensi kendaraan bermotor. II.
Merupakan life cycle cost yang mínimum Melaksanakan suatu pembangunan infrastruktur diperlukan adanya
biaya. Oleh karena itu pelaksana perlu melakukan analisa ekonomi teknik dalam merencanakan suatu anggaran biaya. Pemilihan bahan
24 serta pelaksanaan yang menjadi kunci pokok dalam merencanakan
suatu anggaran. Dalam konstruksi jalan umum diketahui bahwa perkerasan lapis aspal lentur lebih murah dari pada perkerasan
dengan lapis beton kaku. Paradigma ini harus dihilangkan dalam benak perencana karena aspek umur jalan serta lalulintas rencana
yang akan melewati jalan tersebut dapat mempengaruhi daya tahan struktur perkerasan yang kemudian akan berpengaruh terhadap
pemeliharaan dan umur dari perkerasan. Oleh karena itu pemilihan jenis perkerasan harus di análisis dengan discounted whole life cost
terendah, III.
Mempertimbangkan kemudahan saat pelaksanaan Dengan pelaksanaan yang mudah pekerjaan akan cepat selesai
dengan jumlah pekerja dan alat berat yang optimum, sehingga dapat menekan biaya serta menghindarkan denda penalti akibat
keterlambatan. IV.
Menggunakan material yang efisien dan memanfaatkan material lokal semaksimum mungkin
Material yang baik dan dengan pelaksanaan yang baik pula akan menghasilkan perkerasan yang baik. Material suatu perkerasan jalan
akan sangat mempengaruhi tebal perkerasan tersebut. Dengan memanfaatkann material lokal, akan dapat menekan biaya
angkutdistribusi material tersebut. Pemilihan material juga harus melihat kemampuan pelaksana yang tersedia, atau dibutuhkan
tidaknya alat berat dalam mengolah materila tersebut. Syarat dan
25 ketentuan mengolah material terdapat dalam Spesifikasi Teknis
Umum Bina Marga tahun 2010 V.
Mempertimbangkan faktor keselamatan pengguna jalan Keselamatan pengguna jalan diatur dalam undang-undang nomor 22
tahun 2009 pada bab xx pasal 273 ayat 1-4. Pada perundangan ini tertulis bahwa penyelenggara jalan apabila menyebabkan kecelakaan
terhadap pengguna jalan akan dikenakan denda tertentu dan hukuman pidana. Oleh karena itu suatu jalan haruslah aman, nyaman
terhadap penggunannya hingga mencapai umur rencana yang ditentukan
VI. Mempertimbangkan kelestarian lingkungan
Setiap pelaku konstruksi harus mempertimbangkan aspek lingkungan dalam menjalankan kegiatan pembangunannya. Anasila Mengenai
Dampak Lingkungan AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha danatau kegiatan yang direncanakan
pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha danatau kegiatan. Pelaku
konstruksi tidak dapat lagi menghindar dari pertimbangan aspek lingkungan dalam melaksanakan kegiatan pembangunan sejak
diundangkannya UU No. 4 Tahun 1982, sebagai tindak lanjut pelaksanaan UUPLH pada Tahun 1982 dibentuk PP No. 29 Tahun
1986 yang mengatur bahwa setiap usahakegiatan yang diperkirakan mempengaruhi fungsi lingkungan hidup perlu dilakukan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan. Penyempurnaan peraturan mengenai
26 AMDAL dilakukan dalam PP No. 51 Tahun 1993 yang direvisi lagi
melalui PP No. 27 Tahun 1999 untuk mengakomodir wacana otonomi daerah, sehingga dimungkinkan pembahasan dan penilaian
AMDAL oleh Pemerintah Daerah Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02M.BM2013 juga mengatur
dan memberi pertimbangan kepada pihak desainer dalam hal kemampuan mendesain
suatu struktur
perkerasan. Ketentuan
pertimbangan dalam
kemampuasn serta pemilihan jenis perkerasan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Ketentuan Pertimbangan Desain Perkerasan
II.2 Umur Rencana
Menurut Kementrian Pekerjaan Umum umur rencana suatu jalan raya adalah jumlah waktu dalam tahun yang dihitung sejak jalan tersebut dibuka
sampai saat diperlukan perbaikan berat atau dianggap perlu untuk diberi lapis permukaan yang baru. Umur perkerasan jalan ditetapkan pada umumnya
berdasarkan jumlah komulatif lintas kendaraan standard CESA, cumulative equivalent standard axle .
Catatan: Tingkat kesulitan
1. Kontraktor kecil-medium
2. Kontraktor besar dengan
sumberdaya memadai 3.
Membutuhkan keahlian dan tenaga ahli khusus-
kontraktor spesialis burda
27 Dalam Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02M.BM2013 umur
rencana digunakan
untuk menentukan
jenis perkerasan
dengan mempertimbangkan elemen perkerasan berdasarkan análisis discounted whole of
life cost terendah. Berikut ini merupakan tabel ketentuan umur rencana dengan mempertimbangkan elemen perkerasan yang disajikan didalam Manual Desain
Perkerasan Jalan Nomor 02M.BM2013:
Tabel 2.2 Umur Rencana Perkerasan Jalan Baru UR
JENIS PERKERASAN
ELEMEN PERKERASAN UMUR
RENCANA TAHUN
Perkerasan Lentur
Lapisan perkerasan aspal dan lapisan berbutir CTB 20
Pondasi jalan
40 Semua lapisan perkerasan untuk area yang tidak
diijinkan untuk ditinggikan akibat pelapisan ulang, missal : jalan perkotaan, undespass, jembatan,
terowongan Cement Treated Base
Perkerasan Kaku Lapis pondasi atas, lapis pondasi bawah, lapis beton
semen, dan pondasi jalan. Jalan Tanpa
Penutup Semua elemen
Minimum 10
Dapat dilihat pada table hubungan antara umur rencana, jenis perkerasan dan elemen perkerasan. Untuk perkerasan yang direncanakan dengan umur 10
tahun, perkerasan tanpa penutup dapat di aplikasikan sedangkan untuk perkerasan umur 20 tahun, perkerasan lentur menjadi pilihan yang utaman. Untuk perkerasan
28 dengan umur rencana 40 tahun lebih dianjurkan untuk menggunakan perkerasan
kaku. Ketentuan dalam table diatas tidaklah mutlak. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi desain perkerasan seperti ketersediannya material lokal, beban
lalulintas serta, kondisi lingkungan serta nilai bunga sangat penting untuk di pertimbangkan. Nilai bunga rata-rata dari bank Indonesia dapat diperoleh dari
website Bank Indonesia. Sebagai ilustrasi, untuk desain perkerasan lentur 10 tahun, terutama kasus
overload, maka dalam kondisi kritis saat harus di-overlay akan membutuhkan overlay yang sangat tebal. Namun jika Desain perkerasan lentur dibuat 20 tahun,
umumnya pada waktu yang sama hanya membutuhkan overlay non struktural yang ditempatkan sebelum aspal eksisting mencapai kondisi kritis. Selain
itu,penutupan untuk kegiatan pemeliharaan yang terlalu sering juga meningkatkan biaya delay pengguna jalan. Karenanya umur desain 20 tahun memberikan biaya
siklus hidup lebih rendah
[21]
. Dari sisi penghematan nilai sekarang biaya siklus hidup, peningkatan umur
rencana juga akan memberikan penghematan yang cukup signifikan sebagaimana dicontohkan berikut :
Tabel 2.3 Contoh Penghematan Peningkatan Umur Rencana
Sumber: Makalah Seminar Nasional Teknik Jalan -13
Dapat dilihat bahwa peningkatan umur rencana menghemat discounted whole of life costs antara 8 dan 13 untuk peningkatan biaya initial antara 2,4
29 dan 13. Terdapat pula penambahan manfaat dari pengguna dari berkurangnya
penutupan jalan untuk pelaksanaan.
II.3 Lalulintas
Lalulintas sangat diperlukan dalam perencanaan teknik jalan, karena kapasitas dan konstruksi struktur perkerasan yang akan direncanakan tergantung
dari komposisi lalulintas yang akan menggunakan jalan pada suatu segmen jalan yang ditinjau.
Dalam pendahuluan Manual Pd T-19-2004-B survey lalulintas dapat dilakukan dengan cara manual, semi manual dengan bantuan kamera video,
ataupun otomatis menggunakan tube maupun loop. Analisi lalulintas pada ruas jalan yang didesain harus juga memperhatikan
faktor pengalihan arus lalulintas yang didasarkan pada analisis secara jaringan dengan memperhitungkan proyeksi peningkatan kapasitas ruas jalan yang ada atau
pembangunan ruas jalan yang baru dalam jaringan tersebut, dan pengaruhnya terhadap volume lalulintas dan beban terhadap ruas jalan yang didesain
[21]
.
II.3.1 Volume Lalulintas
Volume lalulintas diperlukan untuk menentukan jumlah dan lebar jalur pada suatu jalan dalam penentuan karakteristik geometrik, sedangkan
jenis kendaraan akan menentukan kelas beban atau MST Muatan Sumbu Terberat yang berpengaruh pada perencanaan konstruksi struktur
perkerasan. Volume lalulintas didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang melewati satu titik pengamatan selama satu satuan waktu hari,
jam,atau menit
[5]
. Volume lalulintas dapat berupa Volume Lalulintas
30 Harian Rata-Rata LHR yaitu volume lalulintas yang didapat dari nilai
rata-rata kendaraan selama beberapa hari pengamatan dan Lalulintas Harian Rata-Rata Tahunan LHRT yaitu volume lalulintas harian yang
diperoleh dari nilai rata-rata jumlah kendaraan selama setahun penuh. Pada Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02M.BM2013
analisis volume lalulintas harus didasarkan pada survey faktual yakni dengan melakukan survey lalulintas aktual, dengan durasi minimal 7 x 24
jam, dengan berpedoman pada Manual Pd T-19-2004-B dan Manual Kapasitas Jalan Indonesia MKJI.
Hal yang ditekankan dalam análisis volume lalulintas pada Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02M.BM2013 ini adalah hasil survey
lalulintas sebelumnya dapat dipakai sebagai tolak ukur dalam survey lalulintas aktual dan LHRT yang dihitung adalah untuk semua jenis
kendaraan kecuali sepeda motor, ditambah 30 jumlah sepeda motor.
II.3.2 Faktor Pertumbuhan Lalulintas
Kebijakan dalam penentuan factor pertumbuhan lalulintas harus didasarkan pada data-data pertumbuhan historis atau formulasi korelasi
dengan faktor pertumbuhan lain yang valid. Bila data histori pertumbuhan lalulintas tidak lengkap atau tidak tersedia Manual Desain Perkerasan
Jalan Nomor 02M.BM2013 menyediakan tabel faktor pertumbuhan lalulintas mínimum sebagai berikut:
31
Tabel 2.4 Faktor Pertumbuhan Lalulintas i Minimum
KELAS JALAN FAKTOR PERTUMBUHAN LALULINTAS
2011-2020 2021-2030
Arteri perkotaan 5
4
Kolektor rural 3.5
2.5
Jalan desa 1
1
Penentuan faktor lalulintas tidak diterangkan dengan jelas pada Manual Desain Perkerasan Lentur Pd T-01-2002-B, oleh karena itu table
2.3 diatas merupakan hal baru yang harus diperhatikan penyedia jasa konstruksi dalam proses pendesainan.
Untuk menghitung pertumbuhan laulintas selama umur rencana Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02M.BM2013 menyajikan
rumus sebagai berikut : =
1 + 0.01 1
0.01 Dimana :
• R
= Faktor Pengali Pertumbuhan Lalulintas •
i = Tingkat pertumbuhan lalulintas tahunan
• UR
= Umur Rencana tahun
II.3.3 Faktor Lajur
Lalulintas kendaraan terdistribusi pada lajur-lajurnya dan distribusi arus pada lajur-lajur jalan umumnya dipengaruhi oleh komposisijenis
kendaraan Leksmono Suryo;2012. Di Indonesia ada 2 kondisi perilaku umum berlalulintas. Pada jalan bebas hambatan, kendaraan berat berada
32 pada jalur kiri dan kendaraan ringan yang berkecepatan tinggi berada pada
jalur kanan, sedangkan pada jalan umum kendaraan berat berada pada jalur kanan dikarenakan pada jalur kiri terdapat kendaraan yang lebih lambat
seperti becak, sepedamotor dan angkot. Perilaku berlalulintas secara komprehensif telah dimasukkan kedalam perencanaan struktur perkerasan
sebagai factor distribusi lajur. Terdapat perubahan dalam menentukan faktor distribusi lajur pada perencanaan desain 2013 dengan 2002 yang
dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 2.5 Faktor Pertumbuhan Lalulintas
JUMLAH LAJUR
FAKTOR DISTRIBUSI LALULINTAS
JUMLAH LAJUR
FAKTOR DISTRIBUSI LALULINTAS
per ARAH per ARAH
1 100
1 100
2 80
2 80-100
3 60
3 60-80
4 50
4 50-75
Bina Marga 2013 Bina Marga 2002
Dapat dilihat pada table faktor distribusi lajur pada Manual Desain Perkerasan Lentur Pd T-01-2002-B memberikan sengkang batas atas dan
batas bawah sedangkan Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02M.BM2013 langsung memberikan persen besar faktor distribusi
lalulintas dengan mengambil persen mínimum yang awalnya disajikan pada manual desain sebelumnya.
II.3.4 Perkiraan Faktor Ekivalen Beban Vehicle Damage Vactor
Perusakan jalan oleh kendaraan dihitung dalam bentuk satuan faktor yang disebut dalam faktor perusak jalan Vehicle Damage Vactor.
Untuk menghitung faktor kerusakan jalan perlu diperoleh gambaran tentang beban sumbu kendaraan dan konfigurasi sumbu kendaraan yang
33 ada. Perhitungan beban lalulintas yang akurat sangatlah penting dalam
tahap perhitungan dalam perencanaan kebutuhan konstruksi jalan. Dalam Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02M.BM2013
perhitungan beban lalulintas dapat dilakukan dengan 4 cara yaitu : I.
Studi jembatan timbangtimbangan statis lainnya khusus untuk ruas jalan yang di disain
II. Studi jembatan timbang dan standard yang telah pernah dikeluarkan dan dilakuakan sebelumnya juga
telah di
publikasikan serta dianggap cukup representatif untuk ruas jalan yang didesain, seperti: Bina Marga MST-10; NAASRA
MST-10; PUSTRANS
2002; CIPULARANG
2002; PANTURA
2003 MST-10;
Semarang-Demak 2004;
Yogyakarta-Tempek 2004 III. Tabel Klasifikasi Kendaraan dan Nilai VDF Standard Manual
Desain Perkerasan Jalan Nomor 02M.BM2013 pada tabel 2.7 halaman berikutnya
IV. Data WIM Regional yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Teknik
Direktorat Bina Teknik telah melakukan beberapa survey beban menggunakan WIM Weight in Motion sejak tahun 2007. Hasil survei ini
lalu di komplikasi menjadi data WIM regional dan dapat dimanfaatkan desainer untuk análisis beban sumbu. Lokasi yang telah pernah dilakukan
survey WIM adalah jalan lintas Pantura dan jalan Lintas Timur Sumatera.
34 Hal yang harus dicatat dari penggunaan data WIM adalah bahwa
data yang diperoleh dari system Weigh in Motion hanya bisa digunakan bila alat timbang tersebut telah dikalibrasi secara menyeluruh terhadap
data jembatan timbang. Pendekatan serupa WIM yang dipandang lebih akurat adalah dengan pengambilan sampel untuk uji statis.Survey beban
dengan metode ini telah mulai dilakukan sejak tahun 2012 pada jalan Lintas Sulawesi dan Kalimantan
[21]
. Dari keempat ketentuan sumber pengumpulan data beban lalulintas
berbeda terhadap prasarana jalan yang akan dibangun. Ketentuan untuk cara pengumpulan data beban lalulintas dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 2.6 Pengumpulan Data Beban Lalulintas
SPESIFIKASI PENYEDIA SUMBER DATA
PRASARANA JALAN BEBAN LALULINTAS
Jalan bebas hambatan 1 atau 2
Jalan Raya 1 atau 2 atau 4
Jalan Sedang 1 atau 2 atau 3 atau 4
Jalan Kecil 1 atau 2 atau 3 atau 4
35
Tabel 2.7 Nilai VDF Standard
36
II.4 Beban Lalulintas
Beban lalulintas merupakan beban kendaraan yang dilimpahkan keperkerasan jalan melalui kontak antara ban dan lapis permukaan atas jalan
secara dinamis dan berulang-ulang selama masa pelayanan jalan
[21]
. Beban kendaraan dilimpahkan melalui roda kendaraan yang terjadi
berulang kali selama masa pelayanan jalan sebagai akibat repeetisi kendaraan yang melintasi jalan tersebut
[5]
. Pemahaman tentang beban kendaraan yang merupakan beban dinamis pada perkerasan jalan sangat mempengaruhi hasil dari
perenencanaan konstruksi struktur perkerasan jalan dan kekokohan struktur pelayanan jalan selama masa pelayanan
II.4.1 Beban Sumbu Standard
Beban sumbu 100 kN diijinkan di beberapa ruas yaitu untuk ruas jalan kelas I. Namun nilai CESA selalu ditentukan berdasarkan beban
sumbu standard 80 kN.
II.4.2 Pengendalian Beban Sumbu
Untuk keperluan desain, tingkat pembebanan saat ini aktual diasumsikan berlangsung sampai tahun 2020. Setelah tahun 2020,
diasumsikan beban berlebih terkendali dengan beban sumbu nominal 120 kN.
II.4.3 Beban Sumbu Standard Komulatif
Sedikit berbeda dalam perhitungan komulatif beban sumbu standard dengan manual desain perkerasan lentur tahun 2002, Manual
Desain Perkerasan Jalan Nomor 02M.BM2013 membagi ESA menjadi 2 yaitu ESA
4
dan ESA
5.
ESA
4
merupakan jumlah pengulangan sumbu
37 standard pada perkerasan jalan pada umumnya perkerasan berbutir
sedangkan untuk perkerasan lentur asphal ESA
4
harus di ubah menjadi ESA
5
dengan mengalikan ESA
4
dengan Traffic Multiplier TM atau disebut juga kelelahan lapisan aspal.
II.5 Desain Pondasi Jalan
Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02M.BM2013 secara khusus membahas detail desain subgrade
jalan dengan menerapkann perinsip strong base approach yaitu umur rencana pondasi jalan yang lebih besar dari umur
rencana lapis permukaan. Umur rencana pondasi jalan utuk semua perkerasan baru maupun
pelebaran digunakan minum 40 tahun, dengan alasan I.
Pondasi jalan tidak dapat ditingkatkan selama umur pelayanan kecuali dengan rekonstruksi total
II. Keretakkan dini akan terjadi pada perkerasan kaku pada tanah
lunak yang pondasinya didesain lemah under design III.
Perkerasan lentur dengan desain pondasi lemah under desain, mumunya selama umur rencana akan membutuhkan perkuatan
dengan lapisan aspal struktural, yang berarti biayanya menjadi kurang efektif bila dibandingkan dengan pondasi jalan yang
didesain dengan umur rencana lebih panjang Desain pondasi jalan adalah desain perbaikkan tanah dasar dan lapis
penompang capping, tiang pancang mikro, drainase vertikal dengan bahan strip wick drain atau penanganan lainnya yang dibutuhkan untuk memberikan
38 landasan pendukung struktur perkerasan lentur dan perkerasan kaku dan sebagai
akses untuk lalulintas konstruksi pada musim hujan. Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02M.BM2013 memberikan
empat kondisi lapangan yang harus dipertimbangkan dalam prosedur desain pondasi jalan yaitu:
I. Kondisi tanah dasar normal dengan ciri-ciri nilai CBR
2,5 dan dapat dipadatkan secara mekanis. Desain ini meliputi perkerasan
diatas timbunan, galian atau tanah asli kondisi normal ini lah yang sering diasumsikan oleh desainer. Dalam manual metode untuk
prosedur desain pondasi normal disebut Metode A. II.
Kondisi tanah dasar langsung diatas timbunan rendah kurang dari 3 m diatas tanah lunak aluvial jenuh. Prosedur laboratorium untuk
penentuan CBR tidak dapat digunakan untuk kasus ini, karena optimasi kadar air dan pemadatan secara mekanis tidak mungkin
dilakukan dilapangan. Lebih lanjutnya, tanah asli akan menunjukkan kepadatan rendah dan daya dukung yang rendah
sampai kedalaman yang signifikan yang membutuhkan prosedur stabilisasi khusus
.
Dalam manual metode untuk prosedur desain pondasi normal disebut Metode B.
III. Kasus yang sama dengan kondisi b namun tanah lunak aluvial
dalam kondisi kering. Prosedur laboratorium untuk penentuan CBR memiliki validitas yang terbatas karena tanah dengan kepadatan
rendah dapat muncul pada kedalaman pada batas yang tidak dapat dipadatkan
dengan peralatan
konvensional. Kondisi
ini
39 membutuhkan prosedur stabilisasi khusus. Dalam manual metode
untuk prosedur desain pondasi normal disebut Metode C. IV.
Tanah dasar diatas timbunan diatas tanah gambut. Dalam manual metode untuk prosedur desain pondasi normal disebut Metode D.
Metode pengerjaan setiap kondisi dari tanah dasar lebih jelas dijabarkarkan pada Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02M.BM2013
bahagian 1; bab 9; sub bab 3 dan untuk tebal perbaikan tanah dasar dapat dilihat pada tabe 2.7 halaman berikut.
II.6 Prosedur Desain
Seperti yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02M.BM2013 ini akan menghasilkan desain awal
berdasarkan bagan desain yang kemudian hasil tersebut akan terhadap manual desain sebelumnya Pd T-01-2002-B atau diperiksa dengan menggunakan
desain mekanistik. Desain mekanistik dapat menggunakan program-program yang ada seperti Austroads 2008 circly, KENPAVE, Ever Series, BiSar dan
mePad. Prosedur dalam menggunakan Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor
02M.BM2013 untuk desain perkerasan lentur adalah sebagai berikut : I.
Menentukan umur rencana dengan mempertimbangkan elemen perkerasan berdasarkan análisis discounted whole of life cost
terendah dari tabel 2.2 II.
Menentukan nilai CESA
4
sesuai dengan umur dan lalulintas rencana
40 III.
Tentukan nilai Traffic Multiplier TM IV.
Hitung CESA
5
CESA
4
xTM V.
Tentukan jenis perkerasan berdasarkan kemampuan pihak penyedia jasa dan solusi yang lebih diutamakan serta kondisi lingkungan
dari tabel 2.1 VI.
Tentukan dan kelompokan kondisi tanah dasar sepanjang ruas jalan yang akan didesain
VII. Tentukan struktur pondasi jalan berdasarkan kondisi tanah dasar
dari tabel 2.7 VIII.
Tentukan struktur perkerasan jalan yang memenuhi syarat-syarat dari tabel 2.8;2.9;2.10
IX. Tentukan struktur perkerasan yang paling ideal dan sesuai dengan
kondisi yang ada dari ketiga alternatif yang disajikan dari bagan yang tersedia
X. Periksa kekuatan struktural perkerasan yang telah dipilih dengan
metode desain mekanistik.
41
Tabel 2.8 Solusi Desain Pondasi Jalan Minimum
Tabel 2.9 Desain Perkerasan Lentur Opsi Biaya Optimum Termasuk CTB
42
II.7 Contoh Desain
Contoh Perencanaan Perkerasan Lentur Berdasarkan Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02MBM2013
Diketahui data-data penunjang perncanaan perkerasan lentur sebagai berikut: o
Data lalulintas
Kendaaraan Konfigurasi Sumbu
LHRT Mobil Penumpang
1.1 11000
Bus 1.2
800 Truck Ringan
1,2 1000
Truck Berat 1.2
500 Trailer
1.22 150
o Klasifikasi jalan 4 lajur 2 arah arteri kota
o Komposisi muatan kendaraan niaga yaitu 80 umum dan 20 khusus
o Umur rencana 20 tahun
o CBR tanah dasar 5
Langkah-langkah perencanaan I.
Menentukan nilai CESA ESA
= CESA = ESA x 365 x R x D
A
x D
L
Dimana: ESA
: Lintas sumbu standard ekivalen untuk 1 hari LHRT : Lintas harian rata-rata tahunan jenis kendaraan tertentu
VDF : Faktor perusak vehicle damage vactors BM 2013
CESA : Kumulatif beban sumbu standard ekivalen umur rencana
43 R
: Faktor pengali pertumbuhan lalulintas a. Menentukan nilai VDF komposisi kendaraan berdasarkan table
yang disajikan manual desain perkerasan jalan No. 02MBM2013
Maka nilai VDF tiap komposisi kendaraan yaitu
Kendaaraan VDF
4
VDF
5
Mobil Penumpang -
- Bus
0.3 0.2
Truck Ringan U 0.3
0.2 Truck Ringan K
0.8 0.8
Truck Berat U 0.9
0.8 Truck Berat K
7.3 11.2
Trailer U 7.6
11.2 Trailer K
28.1 64.4
b. Menentukan Faktor Pengali Pertumbuhan Lalulintas =
1 + 0.01 1
0.01
44 Dimana :
• R
= Faktor Pengali Pertumbuhan Lalulintas •
i = Tingkat pertumbuhan lalulintas tahunan = 5
Berdasarkan table yang disajikan BM 2013 sebagai berikut
KELAS JALAN FAKTOR PERTUMBUHAN
LALULINTAS 2011-2020
2021-2030
Arteri perkotaan 5
4
Kolektor rural 3.5
2.5
Jalan desa 1
1
• UR
= Umur Rencana tahun = 20 tahun Maka :
= [1 + 0.015]
1 0.015
= .
c. Menentukan faktor distribusi lajur berdasarkan table yang disajikan BM 2013, dan faktor distribusi arah sebesar 0.5
JUMLAH LAJUR
FAKTOR DISTRIBUSI LALULINTAS
per ARAH
1 100
2 80
3 60
4 50
Maka nilai CESA dapat direkapitulasi seperti pada table berikut:
45
Kendaraan K Sumbu
LHRT R
D
A
D
L
Jlh Hari VDF
4
VDF
5
ESAL
4
ESAL
5
Mobil Penumpang 1.1
11000 33.066
0.5 0.8
365 Bus
1.2 800
33.066 0.5
0.8 365
0.3 0.2
1,158,633 772,422
Truck L U 1.2
800 33.066
0.5 0.8
365 0.3
0.2 1,158,633
772,422 Truck L K
1.2 200
33.066 0.5
0.8 365
0.8 0.8
772,422 772,422
Truck H U 1.2
400 33.066
0.5 0.8
365 0.9
0.8 1,737,949
1,544,844 Truck H K
1.2 100
33.066 0.5
0.8 365
7.3 11.2
3,524,174 5,406,952
Trailer U 1.22
120 33.066
0.5 0.8
365 7.6
11.2 4,402,804
6,488,343 Trailer K
1.22 30
33.066 0.5
0.8 365
28.1 64.4
4,069,697 9,326,993
CESA 16,824,311
25,084,397 Tabel 2.10 Contoh Rekapitulasi Penentuan Nilai CESA
Maka dari perhitungan seperti yang tampak pada table rekpitulasi didapat nilai CESA : CESA
4
= 16,824,311 ESAL CESA
4
digunakan untuk menentukan pemilihan jenis perkerasan CESA
5
= 25,084,397 ESAL CESA
5
digunakan untuk menentukan tebal perkerasan lentur berdasarkan bagan desain yang disediakan BM 2013
46 II.
Penentuan Pemilihan Jenis Perkerasan Pemilihan perkerasan akan bervariasi sesuai estimasi lalulintas, umur
rencana, dan kondisi pondasi jalan. Manual Desain Perkerasan No. 02MBM2013 menyajikan solusi alternative menggunakan table
berikut
III. Menentukan Desain Pondasi
Dalam Manual Desain Perkerasan Jalan Bina Marga 2013 sangat ditekankan dalam hal perbikan tanah dasar, dengan melihat kondisi
CBR tanah dasar dan CESA
5
yang akan di terima perkerasan. Maka bila CBR perkerasan sebesar 5 dan CESA
5
sebesar 25 Juta maka diperlukan perbaikan ditunjukkan pada table berikut
Catatan: Tingkat kesulitan
4. Kontraktor kecil-medium
5. Kontraktor besar dengan
sumberdaya memadai 6.
Membutuhkan keahlian dan tenaga ahli khusus-
kontraktor spesialis burda
47 IV.
Menentukan Desain Tebal Perkeasan Tebal yang akan dihasilkan oleh Manual Desain Perkerasan 2013
disapat melalui bagan desain yang telah disediakan berdasarkan CESA
5
yang telah didapat.
Maka ada 2 alternatif dalam desain perkerasan yaitu
4 6
16
14.5
10 AC WC
AC Binder AC Base
LPA kls A
SUBGRADE CBR=5 TIMBUNAN PILIHAN
4
13.5
15 15
10 AC WC
AC BC CTB
LPA kls A
SUBGRADE CBR=5 TIMBUNAN PILIHAN
OR
48
BAB III Metode Mekanistik-Empirik
III.1. Umum
Metode mekanisitik adalah suatu metode yang mengembangkan kaidah teoritis dari karakteristik material perkerasan, dilengkapi dengan perhitungan
secara eksak terhadap respon struktur terhadap beban sumbu kendaraan
[4]
. Metode mekanisitik didasarkan pada elastik atau viskoelastik yang mewakili struktur
perkerasan
[3]
. Pada metode ini cukup mengontrol kualitas material di setiap lapisan baik, yang dipastikan berdasarkan teori analisa tegangan, regangan dan
lendutan. Analisa ini juga memungkinkan perencana untuk memprediksi berapa lama perkerasan dapat bertahan. Sedangkan pendekatan perencanaan secara
empiris adalah perencanaan yang berdasarkan percobaaan atau pengalaman
[3]
. Pengamatan digunakan untuk membuktikan hubungan antara data masukan dan
hasilnya dari sebuah proses misalnya perencanaan perkerasan dan kinerjanya. Maka metode mekanistik berdasarkan mekanika bahan yang bekerja pada
perkerasan dan di-input guna menghasilkan output berupa respon struktur perkerasan seperti tegangan dan renggangan. Respon struktur perkerasan sangat
berguna untuk memprediksi kekuatan suatu perkerasan dari analisa laboraturium maupun analisa data lapangan.
Percobaan yang dibuat Kelvin pada tahun 1868 menjadi percobaan yang pertama untuk menghitung perpindahan beban pada suatu bidang, seperti pada
permukaan dengan material yang homogen dengan daerah yang luas dan dalam
[2]
. Kemudian, dengan solusi dari Boussineq 1885 dengan beban terpusat menjadi
dasar untuk menghitung tegangan, regangan dan lendutan. Solusi tersebut
49 dipadukan untuk memperoleh respon yang tepat pada beban permukaan merata,
termasuk beban melingkar
[1]
. Sedangkan
Kerkhoven dan Dormon 1953 yang pertama kali mengusulkan untuk mengunakan regangan vertical pada permukaan tanah dasar
sebagai kriteria kegagalan permanent deformation alur. Untuk kriteria
kegagalan cracking
retak Saal dan Pell adalah yang pertama kali
merekomendasikan untuk menggunakan regangan horizontal pada lapis terbawah aspal. Kedua konsep desain perkerasan tersebut pertama kali dipresentasekan oleh
Dermon dan Metcalff di United States pada tahun 1965
[2]
. Setelah itu mulailah institusi yang bergerak pada bidang perkerasan jalan seperti Shell Petroleum
International dan Asphalt Institute mulai mengadopsi kedua konsep tersebut dan mengembangkannya serta menciptakan transfer function berdasarkan hasil uji
masing-masing. Pada Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02M.BM2013 metode
mekanistik-empirik digunakan untuk memeriksa apakah desain perkerasan yang telah didesain mempunyai kecukupan struktural. Manual Desain Perkerasan Jalan
Nomor 02M.BM2013 juga telah menyediakan parameter yang menjadi dasar dalam desain mekanistik pekerasan lentur.
III.2 Tegangan dan Regangan pada Perkerasan Lentur
Seperti yang telah dijelaskan pada subbab umum sebelumnya, desain mekanistik-empirik akan menghasilkan respon struktur perkerasan seperti
tegangan, renggangan dan lendutan untuk menganalisa suatu sistem perkerasan.
50 Respon struktur perkerasan tersebut akan terjadi apabila diaplikasikan
pembebanan pada lapis permukaan perkerasan. •
Tegangan, yaitu berupa intensitas internal di dalam struktur perkerasan pada berbagai titik dengan satuan Nm
2
, Pa, atau Psi •
Regangan, menyatakan sebagai rasio perubahan bentuk dari bentuk asli mmmm atau inin, karena regangan di dalam perkerasan nilainya
sangat kecil maka dinyatakan dalam microstrain 10
-6
• Defleksilendutan, adalah perubahan linier dalam suatu bentuk
dinyatakan dalam satuan panjang μ m atau inch atau mm Beberapa asumsi yang biasanya digunakan dalam perhitungan respon
struktur perkeraan yang sedehana adalah sebagai berikut
[8]
: •
Tiap lapis perkerasan memiliki ketebalan tertentu, kecuali tanah dasar yang tebalnya dianggap tidak terhingga. Sedangkan lebar setiap
perkerasan juga dianggap tidak terbatas •
Sifat setiap lapisan perkerasan adalah isotropik, yang artinya sifat-sifat bahan di setiap titik tertentu dalam setiap arah yaitu : vetikal, radial
tangensial dianggap sama •
Sifat-sifat bahan dari setiap lapisan perkerasan dianggap homogen. Sebagai contoh, sifat-sifat di titik Ai sama dengan sifat-sifat bahan di
titik Bi •
Sifat-sifat bahan diwakili oleh dua parameter struktural, yaitu modulus elastisitasresilien E atau M
R
dan konstanta Paisson µ •
Friksi antara lapisan perkerasan dianggap baik – tidak terjadi slip
51 •
Beban roda kendaran dianggap memberikan gaya vertikal yang seragam terhadap struktur perkerasan dengan bidang kontak berbentuk
lingkaran. Komponen gaya horizontal yang diakibatkan oleh rem, percepatanperlambatan kendaraan, landai jalan dan kemiringan
tikungan tidak diperhitungkan.
Gambar 3.1 Perkerasan dengan Pembebanan Tunggal, Respons Struktur, dan Material Properties
Sumber: 2007 Annual Conference, Transportation Association of Canada
Analisa mekanistik ada empat metode untuk mendapatkan respon struktur perkerasan yaitu :
I. Metode sistem satu lapis Sistem struktur satu lapis, struktur perkerasan dianggap sebagai
kesatuan struktur dengan bahan yang homogen
[2]
. II. Metode sistem dua lapis
Dalam pemecahan sistem dua lapis, beberapa asumsi dibuat batas dan kondisi sifat bahan, yaitu homogen, isotropik dan elastik. Sistem ini
dimodelkan dengan membedakan tanah dasar dan lapisan perkerasan di atasnya, atau dengan kata lain membedakan lapisan aspal dan lapisan
agregat termasuk tanah dasar. Lapisan permukaan diasumsikan tidak
Ai Bi
52 terbatas, namun kedalamannya terbatas. Sedangkan lapisan bawahnya
atau tanah dasar tidak terbatas baik arah horizontal maupun vertikal
[1]
. III. Metode sistem tiga lapis
Sistem struktur tiga lapis dapat memodelkan lapisan aspal, lapisan agregat dan tanah dasar terpisah. Pemodelan ini, selain lebih mewakili
struktur perkerasan yang dibangun, juga dapat mempertimbangkan ketiga sifat bahan perkerasannya yang pada hakekatnya berbeda
[1]
. IV. Metode sistem lapis pengganti
Bila suatu perkerasan terdiri lebih dari tiga lapisan maka metode lapis pengganti yang digunakan untuk melakukan analisis manual. Perinsip
metode tebal lapis pengganti yaitu menjadikan suatu sistem perkerasan lapis banyak menjadi sistem perkerasan satu lapis. Metode ini
dikemukakan leh Odemark sehingga sistem tebal lapis pengganti ini sering disebut Odemark Tarnsformation Method.
=
dimana : •
h= tebal lapisan •
E= modulus elastisitas •
v= poisson’s ratio Setelah menjadi sistem satu lapis maka dapat dilakukan analisis
perkerasan dengan metode sistem satu lapis
Gambar 3.2 Odemark’s Transformation of Layer System
Sumber: IJAEST, Vol No.5, Issue No.2, 105-110
53
III.3 Parameter Desain
Untuk mendapatkan respon struktur perkeraan diperlukan properties dari setiap lapis perkerasan dan pembebanan yang terjadi pada permukaan perkerasan.
Propertis dari lapis perkerasan yang dibutuhkan untuk metode mekanistik empirik yaitu modulus elastisitas dan Poission’s rasio yang didapat dari hasil pengujian
laboraturium sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam perturan desain yang disediakan. Pembebanan yang diaplikasikan terhadap permukaan perkerasan
adalah pembebanan standard yang digunakan untuk mendesain jalan tersebut.
III.3.1 Modulus Elastisitas
Karakteristik material lepas pada umumnya dinyatakan dalam suatu parameter yang merupakan perbandingan antara regangan dan tegangan.
Parameter tersebut antara lain adalah modulus elastisitas, modulus resilien, dan CBR. Masing-masing parameter tersebut diperoleh dengan metode
pengujian, asumsi pendekatan dan teknologi yang berbeda sehingga hasil yang diperoleh besarannya akan berbeda pula.
Gambar 3.3 Kurva Tegangan Regangan
Sumber: infometrik.com
54 Modulus resilien M
r
adalah ukuran kekakuan suatu bahan, yang merupakan perkiraan Modulus elastisitas E. Modulus elastisitas
merupakan tegangan dibagi dengan regangan menggunakan beban yang dilakukan secara perlahan-lahan. Sedangkan modulus resilien adalah
tegangan dibagi renggangan untuk beban yang dilakukan secara cepat sesuai yang dialami oleh perkerasan jalan
[19]
. Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02M.BM2013
memberikan modulus elastisitas tipikal berdasarkan iklim dan kondisi pembebanan di Indonesia untuk dilakukannya pendekatan desain
mekanistik terhadap desain yang telah dibuat. Tapi ada baiknya dilakukan perbandingan terhadap modulus elastisitas lapisan berdasarkan beberapa
literatur yang telah didapat sebagai acuan pengambilaan besaran modulus yang akan dipakai pada saat desain perkerasan. Berikut disajikan modulus
elastisitas lapis perkerasan yang diambil dari beberapa literatur yang ada.
Tabel 3.1 Modulus Elastisitas Tipikal
Material Modulus Elastisitas
Psi MPa
Cement treated granular base 1000000 – 2000000
7000 – 14000 Cement aggregate mixtures
500000 – 1000000 3500 – 7000
Asphalt treated base 70000 – 450000
4900 – 30000 Asphalt Concrete
20000 – 2000000 7000 -14000
Bituminious stabilized mixture 40000 – 300000
280 - 2100 Lime stabilized
20000 – 70000 140 - 490
Unbound granular materials 15000 – 45000
105 – 315 Fine grained or natural subgrade
material 3000 – 40000
21 - 280
Sumber : library.binus.ac.id
55
Tabel 3.2 Besaran Modulus Young’s Material Perkerasan
Material Young’s Elastic Modulus
E or Mr, MPa
Asphalt concrete 0 C uncracked 20 C
60 C 13500-35000
2000-3500 150-350
Portland cement concrete 20000-35000
Extensively cracked surfaces Similar to granular base course
materials Crushed stone base
clean, well-drained 150-600
Crushed gravel base clean, well drained
150-600 Uncrushed gravel base
Clean, well-drained Clean, poorly-drained
70-400 20-100
Cement stabilized base Uncracked
Badly cracked 3500-13500
300-1400 Cement stabilized subgrade
350-3500 Lime stabilized subgrade
150-1000 Gravelly andor Sandy soil subgrade
drained 70-400
Silty soil subgrade drained 35-150
Clayed soil subgrade drained 20-80
Dirty, wet, andor poorly drained material
10-40 Intact Bedrock
Note: Values greater tan 3500 have negligible
influence on
surface deflection
2000-7000
Sumber: Cornell Local Road Program
Tabel 3.3 Modulus Elastisitas Literatur yang Tersedia
MODULUS ELASTISITAS MPa Literatur
6 7
8 9
10 AC
5800 1379-4137
2909 1456-3636
2000-1200 Base
550 83-248
174 87-261
350 Subgrade
240 28-83
58 29-87
250
56 Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor
02M.BM2013 memberikan modulus tipikal sebagai berikut :
Jenis Bahan Modulus Tipikal
MPa
HRS WC 800
HRS BC 900
AC WC 1100
AC BC lapis atas 1200
AC Base 1600
Bahan bersemen CTB 500
Tanah dasar 10 X CBR
Tabel 3.4 Modulus Tipikal Bina Marga
Modulus diatas menurun apabila ketebalan dan kekakuan diatasnya membesar, besar penurunannya disajikan dalam tabel berikut:
Ketebalan lapisan atas
bahan berpengikat
Modulus bahan lapis atas berpengikat Mpa
900 HRS WCHRS BC
1200 AC BC
40 mm 350
350 75 mm
350 350
100 mm 350
345 125 mm
320 310
150 mm 280
275 175 mm
250 240
200 mm 220
205 225 mm
180 170
≥ 250 mm 150
150 Tabel 3.5 Besar Pengurangan Modulus terhadap Tebal Lapis Atas
Dapat terihat bahwa modulus yang disajikan Bina Marga tergolong lebih kecil dari pada beberapa modulus yang dipakai pada análisis literatur
yag tersedia. Maka dari beberapa sumber yang ada, modulus yang akan dipakai dalam perhitungan mekanistik pada program KENPAVE yaitu
seperti yang disajikan dalam tabel berikut:
57
Tabel 3.6 Modulus Elastisitas yang Digunakan dalam Analisa Mekanistik
Jenis Bahan Modulus Tipikal
MPa
HRS WC 800
HRS BC 550
AC WC 1100
AC BC lapis atas 850
Bahan bersemen CTB 500
LPA kelas A 300
LPA kelas B 200
Timbunan Pilihan 100
Tanah dasar 10 X CBR
III.3.2 Poission’s Ratio
Poisson’s ratio merupakan rasio antara renggangan horizontal dengan regangan vertical
[17]
. Perbandingan poison ratio digambarkan sebagai ratio garis melintang sampai regangan bujur dari satu spesimen
yang dibebani, konsep ini digambarkan di dalam gambar. Di dalam terminologi realistis, perbandingan poisson dapat berubah-ubah pada
awalnya 0 sampai sekitar 0,5 artinya tidak ada volume berubah setelah dibebani
[19]
.
Gambar 3.4 Poission’s Ratio
Sumber: pavementinteractive.org
= Dimana :
• =
• =
= •
= =
58 Beberapa literature yang juga menyajikan nilai Poisson’s
rationya, yang dapat dilihat pada table berikut:
Jenis Bahan Poissons Ratio
Literatur 8
7
Asphalt 0.35
0.35 Base
0.4 0.4
Soil 0.35
0.45 Tabel 3.7 Poissons Ratio Literatur 8 7
Tabel 3.8 Poisson’s Ratio
Material Poisson’s Ratio
Asphalt concrete 0 C uncracked 20 C
60 C 0.25-0.30
0.30-0.35 0.35-0.4
Portland cement concrete 0.15
Extensively cracked surfaces Similar to granular base course materials
Crushed stone base clean, well-drained
0.35 Crushed gravel base
clean, well drained 0.35
Uncrushed gravel base Clean, well-drained
Clean, poorly-drained 0.35
0.40 Cement stabilized base
Uncracked Badly cracked
0.20 0.30
Cement stabilized subgrade 0.20
Lime stabilized subgrade 0.20
Gravelly andor Sandy soil subgrade drained
0.40 Silty soil subgrade drained
0.42 Clayed soil subgrade drained
0.42 Dirty, wet, andor poorly drained material
0.45-0.50 Intact Bedrock
Note: Values greater tan 3500 have negligible influence on surface deflection
0.20
Sumber: Cornell Local Road Program
59 Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02M.BM2013
memberikan nilai Poisson’s ratio setiap jenis bahan lapis perkerasan yang disajikan, dapat dilihat pada tabel berikut :
Jenis Bahan Poissons Ratio
HRS WC 0.4
HRS BC AC WC
AC BC lapis atas AC Base
Bahan bersemen CTB
0.2mulus 0.35 retak
Tanah dasar 0.45 tanah kohesif
0.35 tanah non kohesif
Tabel 3.9 Poisson’s Ratio Bina Marga
Dapat dilihat table nilai Poisson’s ratio aspal pada desain Bina Marga berbeda ±0.0
5 dengan Poisson’s ratio pada beberapa literature, dan pada tanah dasar subgrade Poisson’s ratio pada desain Bina Marga sudah
sama dengan yang disajikan oleh beberapa literatur. Maka Poisson’s Ratio
yang dipakai dalam perhitungan mekanistik pada program KENPAVE yaitu
Tabel 3. 10 Poisson’s Ratio yang Digunakan dalam Analisa Mekanistik
Jenis Bahan Poisson’s Ratio
HRS WC 0.4
HRS BC 0.4
AC WC 0.4
AC BC lapis atas 0.4
Bahan bersemen CTB 0.2
LPA kelas A 0.35
LPA kelas B 0.35
Timbunan Pilihan 0.35
Tanah dasar 0.35
60
III.3.3 Tebal Lapisan
Dalam analisis mekanistik empirik, tebal perkerasa merupakan parameter utama dalam menentukan respon struktur perkerasan. Manual
Desain Perkerasan Jalan Nomor 02M.BM2013 telah mengatur tebal perkerasan yang dibutuhkan untuk lalulintas tertentu dan tebal perbaikan
tanah dasar untuk setiap kondisi kekuatan tanah dasar yang dapat dilihat pada pembahasan bab sebelumnya.
Lapis perkerasan lentur dibuat berlapis-lapis, dengan lapisan atas memiliki sifat yang lebih baik dari lapisan dibawahnya. Akibatnya tidak
sama kekakuan setiap lapis perkerasan, maka distribusi beban lalulintas kelapis bawahnya berbeda tiap lapisannya, dapat dilihat seperti gambar
berikut, distribusi beban lalulintas tergambar sebagai garis berrlanjut, bukan garis putus- putus
[5]
. Makin tebal suatu lapisan maka distribusi beban kelapisan paling bawah suatu struktur perkerasan lentur akan
semakin luas.
Gambar 3.5 Distribusi Pembebanan Perkerasan Lentur
Sumber: Silvia Sukirman 2010 [Perkerasan Lentur]
61
III.3.4 Pembebanan
Beban kendaraan yang dilimpahkan keperkerasan jalan melalui bidang kontak antara ban dan muka jalan. Bidang kontak antara roda
kendaraan dan perkerasan jalan diasumsikan berbentuk lingkaran dengan radius sama dengan lebar ban. Hubungan antara radius bidang kontak,
beban roda, dan tekanan ban dapat dirumuskan sebagai berikut : =
Dimana: a= radius bidang kontak P= beban roda
p= Tekanan ban Kendaraan memiliki berbagai konfigurasi sumbu, roda dan
bervariasi dalam total beban yang diangkutnya, diseragamkan dengan satuan lintas sumbu standard Iss, dikenal juga dengan Equivalent Single
Axle Load ESAL. Indonesia menggunakan AASHTO sebagai acuan dalam
menyusun standard perencanaan tebal perkerasan lentur yang menjadi Pt T-01-2002-B untuk desain perkerasan lentur dan begitu juga dengan
Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02M.BM2013. AASHTO pada penelitiannya pada tahun 1958-1960 di Ottawa, Illinois menggunakan
kendaraan dengan sumbu tunggal roda ganda dengan muatan sumbu terberat 8.16 ton18000 pon dapat di ilustrasikan sebagai berikut,
Kendaraan tersebut diaplikasikan terhadap suatu lintasan loop yang dirancang sedemikian rupa.
62 Maka dengan rumus dapat dihitung tekanan ban sebagai berikut :
beban standard 18000 pon = 8160 kg
luas bidang kontak 4 ban = 4 x µ x 4.51
2
=255.601 inch
2
Maka tekanan ban = 18000255.601= 70 Psi = 0.55 Mpa
Gambar 3.6 Sumbu Tunggal Roda Ganda
Sumber: Yang H. Huang
Pada desain mekanistik-empirik, beban yang akan diaplikasikan diatas suatu model struktur perkerasan adalah beban standard yang
digunakan untuk mendesain yang nantinya akan menghasilkan respon struktur
perkeraan yang
akan diolah
lebih lanjut,
dengan mensubstitusikannya terhadap
transfer fungtion. Gambar berikut
mengilustrasikan beban yang akan dimodelkan pada program KENPAVE:
Gambar 3.7 Pemodelan Pembebanan saat Analisa Mekanistik
²
²
63
III.4 Analisa Kerusakan
Analisa kerusakan perkerasan jalan yang akan dijelaskan adalah retak fatigue dan alur rutting. Kerusakan perkerasan disebabkan oleh beban
kendaraan yang secara berulang melintas pada lapisan pernukaan suatu perkerasan lentur.
Ada beberapa model persamaan yang telah dikembangkan untuk mempridiksi jumlah repetisi beban ini. Beberapa model persamaan yang
dikembangkan oleh beberapa instansi tersebut merupakan hasil dari riset dan penelitian pada wilayah masing-masing sesuai dengan kondisi tempat dan
lingkungan. Oleh karena itu untuk mengadopsi model persamaan analisa kerusakan yang akan dipakai untuk mengevaluasi desain perkerasan Manual
Desain Perkerasan Jalan Nomor 02M.BM2013 perlu dianalisa model persamaan analisa keruasakan yang mana yang paling mendekati terhadap ketentuan desain
perkerasan Bina Marga dengan ketentuan standard yang terlah disajikan perkerasan.
III.4.1 Retak Fatigue
Kerusakan retak fatigue dilihat berdasarkan nilai regangan tarik horizontal pada jenis lapis permukaan perkerasan. Pembebanan ulang yang
terjadi terus-menerus dapat menyebabkan material menjadi lelah dan dapat menimbulkan retak. Batas suatu sistem perkerasan telah mengalami
kegagalan terhadap kelelahan retak adalah 10-20 dari lapisan permukaan
[9]
. Beberapa model persamaan kerusakan retak fatigue dapat dirumuskan sebagai berikut :
= 1 1
64 Dimana:
• Nf = Jumlah repetisi beban
• ε
t
= regangan tarik pada bagian bawah lapis permukaan •
E = modulus elastisitas lapis permukaan •
f1, f2, f3 = regression coefficients yang ditetapkan Berikut ketentuan nilai regression coefficients beberapa institusi
yang tersedia:
Table 3.11 Model Kegagalan Retak Fatigur Cracking Beberapa oleh Organisasi
NO ORGANIZATION
f1 f2
f3
1 Asphalt Institute
0.0795 3.291
0.854
2 Shell Research
0.0685 5.671
2.363
3 US Army Corps of Engineers
497.156 5
2.66
4 Belgian Road Research Center
4.92E-14 4.76
5 Transport and Road Research
Laboratory 1.66E-10
4.32
Sumber: Ain Shams Engineering Journal 2012 3,367-374
Selain dari organisasi diatas, beberapa orang telah melakukan penelitian secara individu mengenai model persamaan kerusakan retak
fatigue seperti yang dilakuk an oleh Milner’s hypothesis yang
menghubungkan keadaan dilaboraturium dengan keadaan dilapangan mengeluarkan persamaan:
= 1.66 10 4.32
Kemudian Philip et.al juga mengeluarkan model persamaan kerusakan retak fatigue seperti yang terlihat pada persamaan berikut
[9]
: log 16.664 3.291 log
10 0.854log 1
65
III.4.2 Alur Rutting
Kriteria alur Rutting merupakan kriteria yang digunakan oleh Metode Analistis-Mekanistik untuk menyatakan keruntuhan struktur
pekerasan akibat beban berulang. Nilai alur rutting maksimum harus dibatasi, agar tidak membahayakan bagi pengendara saat melalui lokasi
alur rutting tersebut, terutama pada kecepatan tinggi. Total alur rutting harus dihitung untuk seluruh perkerasan, mulai dari lapis permukaan, lapis
pondasi sampai tanah dasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65 dari total alur Rutting diakibatkan oleh penurunan settlement yang
terjadi pada tanah dasar, sehingga critical value kedua dalam Metode Analitis-Mekanistik adalah copression starin yang terjadi pada titik teratas
dari lapis tanah dasar
[8,9]
. Batas suatu sistem perkerasan telah mengalami keruntuhan dan
deformasi permanen adalah sebesar 0.5 inchi
[8]
. Beberapa model persamaan deformasi alur rutting dapat dirumuskan sebagai berikut:
= 4 Dimana:
• Nf = Jumlah repetisi beban
• ε
v
= regangan vertical pada lapis atas tanah dasar •
f4, f5 = regression coefficients yang ditetapkan
66
Table 3.12 Model Alur Rutting Beberapa Organisasi
NO ORGANIZATION
f4 f5
1 Asphalt Institute
1.365E-09 4.477
2 Shell Research
6.15E-07 4
3 US Army Corps of Engineers
1.81E-15 6.527
4 Belgian Road Research Center
3.05E-09 4.35
5 Transport and Road Research Laboratory
1.13E-06 3.75
Sumber: Ain Shams Engineering Journal 2012 3,367-374
Selain dari organisasi diatas, beberapa orang telah melakukan penelitian secara individu mengenai model persamaan kerusakan retak
fatigue seperti yang dilakuk an oleh Milner’s hypothesis yang
menghubungkan keadaan dilaboraturium dengan keadaan dilapangan mengeluarkan persamaan:
= 1.13 06 3.57
III.4.3 Titik Kritis
Kriteria perencanaan yang perlu diakomodasi adalah retak dan deformasi permanen. Retak disebabkan oleh perulangan regangan tarik
pada bagian bawah lapis perkerasan beraspal, sedangkan deformasi permanen disebabkan oleh perulangan regangan tekan pada bagian atas
tanah dasar. Oleh karena itu bagianbawah lapis perkerasan dan bagian atas tanah dasar merupakan titik kritis yang akan dianalisis respon struktur
perkerasannya.
67 Selain terhadap perkerasan, sistem pembebanan juga mempunyai
titik kritis. Menurut beberapa studi yang telah dilakukan, titik yang paling kritis pada roda kendaraan sumbu tunggal beroda ganda ialah terletak pada
bagan tengah antara kedua roda ganda dapat diilustrasikan seperti gambar berikut:
Gambar 3.8 Tititk kritis yang akan Dianalisa
III.5 Program KENPAVE
Program Kenpave adalah
software perencanaan perkerasan
yang dikembangkan oleh Dr. Yang H Huang, P.E. Profesor Emeritus of Civil
Engineering University of Kentucky. Software ini dbuat dalam bahasa pemograman Visual Basic dan dapat dijalankan dengan operasi sistem Windows.
Program KENPAVE mampu menganalisis struktur perkerasan lentur dan kaku. Program ini lebih gampang digunakan dari pada program desain perkerasan
mekanistik lainnya. Kelebihan lain dari program ini adalah, program ini merupakan program Amerika sehingga memungkinkan untuk menggunakan
²
?
?
68 satuan English maupun satuan Internasional dan juga Indonesia mengadopsi
AASHTO American Assosiation of State Highway and Transportation Officials sebagai manual dalam merencanakan perkerasan lentur, sehingga program ini
layak untuk dijadikan sebagai evaluasi secara mekanistik terhadap desain yang ada.
Tampilan utama program KENPAVE terdiri dari dua menu pada bagian atas dan sebelas menu bagian bawah. Tiga menu pada bagian bawah kiri
digunakan untuk perkerasan lentur, dan lima menu pada bagian bawah kanan untuk perkerasan kaku, dan lainnya untuk tinjauan umum.
Gambar 3.9 Tampilan Utama Program KENPAVE
• Data Path
Data path merupakan direktori tempat penyimpanan data. Nama pada direktori default adalah C:\KENPAVE\ sebagai nama yang terdaftar
pada proses instalasi. Jika ingin membuat direktori baru tinggal memilih folder tempat akan menyimpan file setelah proses input
selesai.
69 •
Filename Filename menampilkan file baru dari Layernip atau Slabsinp. Nama
file ditampilkan pada kotak yang akan digunkan saat akan me-running model yang telah dibuat baik itu KENLAYER atau KENSLABS
• Help
Help adalah bantuan yang menjelaskan parameter input dan penggunaan yang tepat dari program yang terdapat pada setiap layar
menu, sehingga sangat membantu dan memudahkan pengguna untuk menjalankan program.
• Editor
Editor digunakan untuk memeriksa, mengedit dan cetak data model yang telah di-running
• Layernip dan Slabsinp
Kedua menu ini digunakan untuk membuat data file sebelum Kenlayer atau Kenslabs dapat dijalankan
• Kenlayer dan Kenslabs
Kedua menu ini merupakan program utama untuk analisa perkerasan dan dapat hanya dapat dijalankan setelah data file telah diisi. Program
ini akan membaca dari setiap data masukan dan akan memulai eksekusi
• LGRAPH atau SGRAPH
Menu menampilkan grafik rencana dan penampang perkerasan dengan beberapa informasi tentang input dan output
70 •
Contour Menu ini berguna untuk plot kontur tekanan atau momen dalam arah x
atau y, menu ini digunakan untuk perkerasan kaku.
III.6 KENLAYER
KENLAYER dapat diaplikasikan pada jenis perkerasan lentur tanpa sambungan. Dasar program ini adalah teori lapis banyak. Seperti yang telah
dijelaskan pada subbab sebelumnya teori sistem lapis banyak adalah metode mekanisitik dalam perencanaan perkerasan lentur
yang mengekivalenkan properties lapisan seperti modulus elastisitas poisson ratio dan tebal lapisan
menjadi sistem perkerasan satu lapis. KENLAYER dapat diaplikasikan pada perilaku tiap lapis yang berbeda, seperti linear, non linear atau viskoelastis, dan
juga empat jenis sumbu roda, yaitu sumbu roda tunggal, roda ganda, sumbu tandem dan sumbu triple.
KENLAYER digunakan untuk menentukan rasio kerusakan menggunakan model tekanan distress models pada perkerasan lentur. Distress model
digunakan untuk memprediksi umur perkerasan baru dengan mengasumsi konfigurasi perkerasan. Regangan yang menghasilkan retak dan deformasi telah
dianggap bagian penting untuk perkerasan aspal, salah satunya adalah regangan tarik horizontal di bagian bawah lapisan aspal yang menyebabkan kelelahan retak
fatigue craking dan regangan tekan vertikal pada permukaan tanah dasar yang menyebabkan deformasi permanen rutting.
71
III.6.1 Menu pada KENLAYER
Gambar menunjukkan tampilan menu Layerinp. Pada menu ini terdapat 10 menu, yang disetiap menunya harus diisi dengan data yang
diperlukan. Untuk menu default akan berfungsi sesuai dengan data yang telah diinput pada menu sebelumya.
Gambar 3.10 Tampilan LAYERINP
I. File
Menu untuk memilih file yang akan diinput, New untuk file baru atau Old untuk file yang ada
II. General
Pada gambar dapat dilihat beberapa menu yang akan menentukan pemodelan perkerasan dan pembebanan yang
akan bekerja.
72
Gambar 3.11 Tampilan Menu General
Title :
Judul dari pemodelan yang akan dianalisa Matl
: Tipe material. 1 jika seluruh lapis merupakan linear elastis, 2 jika lapisan merupakan non
linear elastis, 3 jika lapisan merupakan viskoelastis, 4 jika lapisan merupakan campuran dari ketiga lapisan di atas
NDAMA : Analisa kerusakan. 0 jika tidak ada
kerusakan analisis, 1 terdapat kerusakan analisis, ada hasil printout, 2 terdapat kerusakan analisis, ada hasil printout
lebih detail. DEL
: Akurasi hasil analisa. Standar akurasi 0.001 NL
: Jumlah lapis perkerasan, maksimum 19 lapisan
NZ : 1 untuk vertikal displacement, 5 untuk
vertikal displacement dan nilai regangan, 9 untuk vertikal displacement, nilai regangan dan tegangan
73 NBOND
: 1 jika antar semua lapisan saling berhubunganterikat, 2 jika tiap antar lapisan tidak terikat
atau gaya geser diabaikan NUNIT
: Satuan yang dugunakan. 0 satuan English, 1 satuan SI
III. Zcoord Jumlah poin titik pengamatan yang ada dalam menu ini sama
dengan jumlah NZ pada menu General. ZC adalah jarak vertikal atau jarak dalam arah Z dimana jarak tersebut yang
akan dianalisa oleh program. Contoh seperti dalam gambar, hal ini berarti yang akan dianalisa oleh program adalah pada
kedalaman 7 inch
Gambar 3.13 Tampilan Menu ZCoord
IV. Layer Jumlah layer lapisperkerasan yang ada dalam menu ini sama
dengan jumlah NL pada menu general. TH adalah tebal tiap layer
. PR adalah Poisson’s Ratio tiap layer.
74
Gambar 3.14 Tampilan Menu Layer
V. Interface Menu interface ini berkaitan dengan NBOND yang ada dalam
menu General. Jika NBOND = 1, maka menu interface akan default. Jika NBOND = 2, maka menu interface akan keluar
seperti pada gambar
Gambar 3.15 Tampilan Menu Interface
75 VI. Moduli
Menu Moduli digunakan untuk menginput modulus elastisitas tiap lapisan. Jumlah period dalam menu ini sama dengan
jumlah NPY dalam Menu General. Maksimal period dalam menu ini adalah 12. E adalah modulus elastisitas tiap layer
Gambar 3.16 Tampilan Menu Moduli
VII. Load Menu load digunakan untuk menginput kondisi pembebanan
yang akan diaplikasikan terhadap model struk perkerasan yang akan dianalisis. Jumlah unit yang ada dalam menu ini sama
dengan jumlah NLG dalam menu General. Untuk kolom Load 0 untuk sumbu tunggal roda tunggal, 1 untuk sumbu roda
ganda, 2 untuk sumbu roda tandem, 3 untuk sumbu triple. Kolom CR adalah radius kontak pembebanan. Kolom CP
adalah nilai beban. Kolom YW dan Xw merupakan jarak antara rode arah y dan arah x. Jika kolom Load = 0, maka
76 kolom YW dan XW = 0. Kolom NR dan NPT adalah jumlah
nilai titik yang akan kita tinjau pada lapis perkerasan
Gambar 3.17 Tampilan Menu Load
VIII. Parameter seperti Nonlinear, Viscoelastic, Damage, Mohr-
Coulomb akan mengikuti nilai data sebelumnya yang telah diinput padamenu sebelumnya.
III.7 Pemodelan Struktur Perkerasan dan Pembebanan
Data yang diperlukan sebagai masukan pada program KENPAVE KENLAYER adalah data struktur perkerasan yang berkaitan dalam perencanaan
tebal perkerasan metode mekanistik teori sistem lapis banyak. Data tersebut antara lain: modulus elastisitas, poisson ratio, tebal lapis perkerasan, dan kondisi beban.
Data kondisi beban terdiri dari data beban roda P KNlbs, data tekanan ban q Kpapsi. Data jarak anatara roda ganda d cm inch dan data jari-jari
bidang kontak a cminch. Pada penelitian ini digunakan data kondisi beban berdasarkan data yang digunakan di Indonesia
[8]
. Telah dibahas dengan jelas pada
77 gambar 3.7 pada subbab pembebanan. Sedangkan data modulus elastisitas,
poisson ratio, tebal lapis perkerasan merupakan standard Manual Desain Perkerasan Jalan No. 02MBM2013. Selanjutnya respons struktur perkerasan
yang akan dianalisis merupakan respons struktur perkerasan yang berada pada titik kritis dalam desain mekanistik yang telah dibahas dengan jelas pada gambar
3.8 pad subbab analisa keruasakan. Untuk mengecek kesesuaian pemodelan yang akan kita analisis dapat kita
lihat pada menu LGRAPH pada program KENPAVEKENLAYER setelah proses running dengan meng-klik menu KENLAYER.
III.8 Proses Running dan Output Program
Tahapan evaluasi tebal perkerasan dengan metode Manual Desain Perkerasan Jalan No.02MBM2013 dengan menggunakan program KENPAVE
KENLAYER adalah sebagai berikut : 1. Menentukan data struktur perkerasan yaitu modulus elastisitas, poisson
ratio, dan tebal perkerasan berdasarkan perencanaan menggunakan metode Manual Desain Perkerasan Jalan No 02MBM2013 lalu
modelkan pada program KENPAVEKENLAYER dengan menu-menu yang ada
2. Setelah semua model telah diinput lakukan penyimpanan dengan meng- klik menu save as, lalu pilih direktori tempat penyimpanan model tersebut
3. Setelah tersimpan, untuk melakukan analisa perhitungan respons struktur perkerasan model yang telah dibuat dilakukan penyimpanan terhadap
model yang akan dirunning dengan mengklik menu save. Kemudian klik
78 tombol KENLAYER untuk melakukan proses eksekusi running terhadap
model yag telah disimpan 4. Cek kesesuaian model rencana dengan model yang telah dibuat pada
program KENPAVEKENLAYER dengan mengklik menu LGRAPH. 5. Setelah dilakukan pengecekkan terhadap model yang telah di-input maka
proses pembacaan respon struktur perkerasan dapat dilakukan 6. Respons struktur perkerasan yaitu tegangan dan regangan dapat dilihat
dengan menggunakan menu editor, lalu pilih file berformat txt sesuai dengan nama model perkerasan pada saat proses penyimpanan
7. Dalam file txt tersebut akan disajikan respons struktur perkerasan pada kedalaman titik pengamatan yang telah ditentukan pada menu Zcoord
sebelumnya 8. Respons struktur perkerasan yang didapat selanjutnya dimasukkan
kedalam rumus persamaan transfer fungtion yang telah ditentukan 9. Transfer fungtion akan menghasilkan prediksi repetisi beban yang akan
dapat diterima oleh perkerasan sampai terjadi kerusakan retak fatigue cracking dan alur rutting
10. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap prediksi repetisi beban yang dapat diterima perkerasan dengan repetisi dalam kondisi perubahan pembebanan
yang bekerja dan modulus elastisitas lapisan
79
BAB IV Hasil dan Pembahasn