6
I.6 Literature Review
Pengumpulan literature atau bahan bacaan yang relevan untuk penyusunan tugas akhir ini yang mana dapat mendukung dalam mengumpulkan teori, dan
analisis metode untuk menyelesaikan perumusan masalah tugas akhir ini. Dimana yang menjadi fokus utama dala tugas akhir ini adalah beban berlebih dan modulus
elastisitas.
I.6.1 Beban Berlebih
Beban berlebih overload pada kendaraan berat merupkan kasus yang sudah tidak asing lagi bagi para perencana dan pengelola jalan di
Indonesia. Lemahnya sistem pengawasan dan ketegasan pemerintah serta ketidak pedulian pihak pengusaha menjadi faktor penyebab utama, lebih
kurang 95 distribusi angkutan di Indonesia dilakukan melalui jalur darat
[14]
. Bagi pengusaha membawa beban melebihi daya angkut suatu kendaraan dapat menghemat biaya produksi dalam usahanya
[13]
.
Pengertian Beban Berlebih
Beban berlebih overoading adalah beban lalu-lintas rencanajumlah lintasan operasional rencana tercapai sebelum umur
rencana perkerasan ,atau sering disebut dengan kerusakan dini
Hikmat Iskandar, Jurnal Perencanaan Volume Lalu-lintas Untuk Angkutan Jalan,2008.
Beban berlebih overloading adalah jumlah berat muatan kendaraan angkutan penumpang, mobil barang, kendaraan khusus,
kereta gandengan dan kereta tempelan yang diangkut melebihi dari jumlah yang di ijinkan JBI atau muatan sumbu terberat MST
7 melebihi kemampuan kelas jalan yang ditetapkan. JBI jumlah berat
yang diijinkan adalah berat maksimum kendaraan bermotor berikut muatannya yang di ijinkan berdasarkan ketentuan. Muatan sumbu
terberat MST adalah jumlah tekanan maksimum roda-roda kendaraan pada sumbu yang menekan jalan Perda Prov.Kaltim
No.09 thn 2006.
Konsep Dasar Beban Berlebih a. Secara Teknis Desain
Muatan sumbu terberat MST dipakai sebagai dasar pengendalian dan
pengawasan muatan kendaraan di jalan yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dapat dilihat
pada table berikut ini:
Tabel 1.1 Dimensi dan Sumbu Terberat Maksimum
Kelas Fungsi
Dimensi dan Sumbu Terberat Maksimum
Lebar mm
Panjang mm
Tinggi mm
MST Ton
I Arteti
Kolektor 2500
18000 4200
10
II Arteri
Kolektor Lokal
Lingkungan 2500
12000 4200
8
III Arteri
Kolektor Lokal
Lingungan 2100
9000 3500
8
Khusus Arteri
2500 18000
4200 10
Sumber : UU NO.22 Tahun 2009
8 Sering sekali pihak pengusaha mengabaikan peraturan yang
telah dibuat pemerintah dalam hal muatan sumbu terberat, karena bagi mereka dengan meperbanyak daya angkut akan memotong
biaya produksi, sedangkan pemerintah dalam melakukan fungsi pengawasan tergolong tidak tegas dalam menyikapi pelanggaran
yang terjadi. Sebuah proceedings menyajikan perbandingan antara muatan yang di perboleh kan dengan muatan aktual yang terjadi
dijalan pada sebeberapa segmen jalan,yang terlihat dari grafik berikut:
Gambar 1.1 Grafik Beban Diizinkan VS Beban Aktual
Sumber: Gatot S. Proceeding of The Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol.9, 2013
Fenomena beban berlebih overloading tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga terjadi dinegara maju dan berkembang seperti
China, Philipina, Mesir, Cairo dan lainnya. Negara-negara tersebut juga mempunyai ketentuan dalam menetapkan muatan sumbu
terberat, dapat dilihat pada table berikut:
9
Tabel 1.2 Muatan Sumbu Terberat Beberapa Negara
NegaraInstitusi MST
Ton NegaraInstitusi
MST Ton
Indonesia 8 10
Italia 12
Malaysia 8 10
Perancis 13
Singapura 10
MEE sepakat 13
Thailand 8 10
Saudi Arabia 12
Philipina 10
Jordania 12
Jepang 10
Qatar ∞
Inggris 10.17
Belgia 13
Irlandia 10.17
Ethiopia 8
Jerman 10
Belanda 10
Sumber: Moh. Anas Aly Achmad Helmi, KNTJ-8
Penerapan sangsi pada pelanggaran ketentuan Muatan Sumbu Terberat MST di Indoonesia diberlakukan dalam 3 kondisi sanksi
yaitu: I.
Pelanggaran tingkat I yaitu kelebihan muatan sampai dengan 15
II. Pelanggaran tingkat II yaitu kelebihan muatan sampai dengan 25
III. Pelanggaran tingkat III yaitu keleihan muatan lebih besar dari 25
10 Sanksi yang diterapkan terhadap pelanggaran Muatan Sumbu
Terberat diserahkan kepada Dinas Perhubungan Provinsi sehingga berbeda sanksi yang dikenakan tiap provinsi.
Dikarenakan kesulitan dalam menangani mutan berlebih, Direktorat Jendral Bina Marga sering mengadakan evaluasi melalui
pertemuan seperti seminar maupun konferensi yang menghasilkan kesepakatan-kesepakatan tertentu. Seperti pada pertemuan di
Bandung 26 April 2006, 8 Kedinasan penyelenggara jalan menyepakati bahwa toleransi beban berlebih diperbolehkan hingga
70 dari daya angkut semula truk tersebut
[14]
. Pada awal tahun 2008 Kedinasan penyelenggara jalan menyepakati kembali bahwa beban
berlebih dapat ditolerir hingga 50, dan pada akhir tahun 2008 akhir, Departemen Bina Marga menurunkan toleransi beban berlebih
menjadi 30 dari daya angkut semula yang kemudian di sahkan menjadi UU No.22 tahun 2008
[13]
. Beban berlebih secara teknis desain akan mempengarui angka
ekivanlen E. Misalkan, E truk dengan berat 18 ton = 2.5; ini berarti 1 kali lintasan truk 18 ton equivalen dengan 2,5 kali lintas sumbu
standard. Bila pada kenyataan pada saat jalan dibuka, truk yang pada awalnya diperkirakan mengangkut 18 ton ternyata bermuatan 36 ton,
maka lintas sumbu standard menjadi 2 kali lebih besar yaitu menjadi 5 kali lintas sumbu standard. Hal ini akan sangat mempengaruhi
repetisi beban lalulintas rencana yang dapat dilimpahkan pada suatu
11 ruas jalan, sehingga umur jalan tersebut akan lebih cepat tercapai
daripada umur yang telah direncanakan.
b. Secara Mekanis Desain