Perumusan Masalah Tujuan dan Manfaat Batasan Masalah Pengujian Laboraturium

4 dan hasil uji modulus elastisitas di laboraturium sering tidak sesuai atau tidak sama besarnya pada saat proses penghamparan dan pemadatan dilapangan [17] . Pogram bantu komputer yang sudah ada adalah program KENPAVE yang dikembangkan oleh Dr. Yang H. Huang P.E Professor Emertus of Civil Engineering University of Kentucky. Program ini merupakan program analisis untuk perkerasan yang berdasarkan pada metode mekanisitk. [1] Program KENPAVE mempunyai keunggulan dari program lain karena program ini lebih mudah digunakan, dapat dijalankan dengan mudah dengan memasukkan input yang diperlukan.

I.3 Perumusan Masalah

Pada tugas akhir ini akan dianalisis structural effect dari pembebanan berlebih overloading dan perubahan modulus bahan material penyusun desain perkerasan lentur opsi biaya minimum termasuk CTB Bagan Desain 3 Manual Desain Perkerasan Jalan NO 02MBM2013. Evaluasi dilakukan dengan program KENPAVEKENLAYER dengan menaikkan beban yang bekerja pada struktur perkerasan dari beban strandard desain.

I.4 Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penelitian ini adalah sebbagai berikut : 1. Mengevaluasi desain perkerasan yang disajikan oleh Bina Marga dengan metode mekanistik menggunakan program KENPAVE terhadap beban standard 5 2. Mengetahui efek overloading terhadap repetisi beban rencana dengan metode mekanistik menggunakan program KENPAVE 3. Mengetahui efek penurunan modulus bahan material penyusun desain perkeraasan dengan metode mekanistik menggunakan program KENPAVE 4. Mengetahui efek overloading dan perubahan moduus terhadap umur retak dan alur fatigue and rutting life dengan metode mekanistik menggunakan program KENPAVE Manfaat penelitian ini agar dapat dijadikan referensi dan evaluasi dalam suatu perencanaan struktur perkerasan lentur

I.5 Batasan Masalah

Pada tugas akhi ini mempunyai ruang lingkup dan batasan masalah sebagai berikut: 1. Perkerasan yang dievaluasi merupakan perkerasan lentur yang telah disajikan dalam bagan desain 3 Manual Perkerasan Jalan NO: 02MBM2013 2. Struktur pondasi jalan yang di evaluasi termasuk golongan tanah normal Prosedur Desain Pondasi A Manual Perkerasan Jalan NO: 02MBM2013 3. Metode mekanistik dilakukan dengan menggunakan program KENPAVEKENLAYER 4. Beban overloading merupakan beban sumbu tunggal beroda ganda 6

I.6 Literature Review

Pengumpulan literature atau bahan bacaan yang relevan untuk penyusunan tugas akhir ini yang mana dapat mendukung dalam mengumpulkan teori, dan analisis metode untuk menyelesaikan perumusan masalah tugas akhir ini. Dimana yang menjadi fokus utama dala tugas akhir ini adalah beban berlebih dan modulus elastisitas.

I.6.1 Beban Berlebih

Beban berlebih overload pada kendaraan berat merupkan kasus yang sudah tidak asing lagi bagi para perencana dan pengelola jalan di Indonesia. Lemahnya sistem pengawasan dan ketegasan pemerintah serta ketidak pedulian pihak pengusaha menjadi faktor penyebab utama, lebih kurang 95 distribusi angkutan di Indonesia dilakukan melalui jalur darat [14] . Bagi pengusaha membawa beban melebihi daya angkut suatu kendaraan dapat menghemat biaya produksi dalam usahanya [13] .  Pengertian Beban Berlebih Beban berlebih overoading adalah beban lalu-lintas rencanajumlah lintasan operasional rencana tercapai sebelum umur rencana perkerasan ,atau sering disebut dengan kerusakan dini Hikmat Iskandar, Jurnal Perencanaan Volume Lalu-lintas Untuk Angkutan Jalan,2008. Beban berlebih overloading adalah jumlah berat muatan kendaraan angkutan penumpang, mobil barang, kendaraan khusus, kereta gandengan dan kereta tempelan yang diangkut melebihi dari jumlah yang di ijinkan JBI atau muatan sumbu terberat MST 7 melebihi kemampuan kelas jalan yang ditetapkan. JBI jumlah berat yang diijinkan adalah berat maksimum kendaraan bermotor berikut muatannya yang di ijinkan berdasarkan ketentuan. Muatan sumbu terberat MST adalah jumlah tekanan maksimum roda-roda kendaraan pada sumbu yang menekan jalan Perda Prov.Kaltim No.09 thn 2006.  Konsep Dasar Beban Berlebih a. Secara Teknis Desain Muatan sumbu terberat MST dipakai sebagai dasar pengendalian dan pengawasan muatan kendaraan di jalan yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dapat dilihat pada table berikut ini: Tabel 1.1 Dimensi dan Sumbu Terberat Maksimum Kelas Fungsi Dimensi dan Sumbu Terberat Maksimum Lebar mm Panjang mm Tinggi mm MST Ton I Arteti Kolektor 2500 18000 4200 10 II Arteri Kolektor Lokal Lingkungan 2500 12000 4200 8 III Arteri Kolektor Lokal Lingungan 2100 9000 3500 8 Khusus Arteri 2500 18000 4200 10 Sumber : UU NO.22 Tahun 2009 8 Sering sekali pihak pengusaha mengabaikan peraturan yang telah dibuat pemerintah dalam hal muatan sumbu terberat, karena bagi mereka dengan meperbanyak daya angkut akan memotong biaya produksi, sedangkan pemerintah dalam melakukan fungsi pengawasan tergolong tidak tegas dalam menyikapi pelanggaran yang terjadi. Sebuah proceedings menyajikan perbandingan antara muatan yang di perboleh kan dengan muatan aktual yang terjadi dijalan pada sebeberapa segmen jalan,yang terlihat dari grafik berikut: Gambar 1.1 Grafik Beban Diizinkan VS Beban Aktual Sumber: Gatot S. Proceeding of The Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol.9, 2013 Fenomena beban berlebih overloading tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga terjadi dinegara maju dan berkembang seperti China, Philipina, Mesir, Cairo dan lainnya. Negara-negara tersebut juga mempunyai ketentuan dalam menetapkan muatan sumbu terberat, dapat dilihat pada table berikut: 9 Tabel 1.2 Muatan Sumbu Terberat Beberapa Negara NegaraInstitusi MST Ton NegaraInstitusi MST Ton Indonesia 8 10 Italia 12 Malaysia 8 10 Perancis 13 Singapura 10 MEE sepakat 13 Thailand 8 10 Saudi Arabia 12 Philipina 10 Jordania 12 Jepang 10 Qatar ∞ Inggris 10.17 Belgia 13 Irlandia 10.17 Ethiopia 8 Jerman 10 Belanda 10 Sumber: Moh. Anas Aly Achmad Helmi, KNTJ-8 Penerapan sangsi pada pelanggaran ketentuan Muatan Sumbu Terberat MST di Indoonesia diberlakukan dalam 3 kondisi sanksi yaitu: I. Pelanggaran tingkat I yaitu kelebihan muatan sampai dengan 15 II. Pelanggaran tingkat II yaitu kelebihan muatan sampai dengan 25 III. Pelanggaran tingkat III yaitu keleihan muatan lebih besar dari 25 10 Sanksi yang diterapkan terhadap pelanggaran Muatan Sumbu Terberat diserahkan kepada Dinas Perhubungan Provinsi sehingga berbeda sanksi yang dikenakan tiap provinsi. Dikarenakan kesulitan dalam menangani mutan berlebih, Direktorat Jendral Bina Marga sering mengadakan evaluasi melalui pertemuan seperti seminar maupun konferensi yang menghasilkan kesepakatan-kesepakatan tertentu. Seperti pada pertemuan di Bandung 26 April 2006, 8 Kedinasan penyelenggara jalan menyepakati bahwa toleransi beban berlebih diperbolehkan hingga 70 dari daya angkut semula truk tersebut [14] . Pada awal tahun 2008 Kedinasan penyelenggara jalan menyepakati kembali bahwa beban berlebih dapat ditolerir hingga 50, dan pada akhir tahun 2008 akhir, Departemen Bina Marga menurunkan toleransi beban berlebih menjadi 30 dari daya angkut semula yang kemudian di sahkan menjadi UU No.22 tahun 2008 [13] . Beban berlebih secara teknis desain akan mempengarui angka ekivanlen E. Misalkan, E truk dengan berat 18 ton = 2.5; ini berarti 1 kali lintasan truk 18 ton equivalen dengan 2,5 kali lintas sumbu standard. Bila pada kenyataan pada saat jalan dibuka, truk yang pada awalnya diperkirakan mengangkut 18 ton ternyata bermuatan 36 ton, maka lintas sumbu standard menjadi 2 kali lebih besar yaitu menjadi 5 kali lintas sumbu standard. Hal ini akan sangat mempengaruhi repetisi beban lalulintas rencana yang dapat dilimpahkan pada suatu 11 ruas jalan, sehingga umur jalan tersebut akan lebih cepat tercapai daripada umur yang telah direncanakan.

b. Secara Mekanis Desain

Secara teknis, peraturan yang mengatur tentang Muatan Sumbu Terberat MST difungsikan untuk menjaga dan mengawasi agar jumlah repetisi beban rencana ESAL desain tidak melebihi repetisi beban yang akan dibebankan terhadap struktur jalan pada saat jalan mulai dibukadifungsikan [5] . Sedangkan mekanis desain digunakan untuk memprediksi repetisi beban lalulintas yang dapat ditampung dengan beban dan properties material tertentu. Apabila suatu struktur perkerasan dengan properties material tertentu, kemudian diberikan beban yang mewakili repetisi lintas sumbu standard, lalu dilakukan perhitungan secara mekanistik akan menghasilkan respons struktur perkerasan. Respons struktur perkerasan tersebut kemudian subsitusikan kedalam tranfer function maka akan menghasilkan nilai repetisi beban lalulintas yang dapat diterima oleh struktur perkerasan tersebut hingga mencapai kelelahan retak dan alur fatigue cracking rutting. Dalam analisa mekanistik, beban yang bekerja pada strukutur perkerasan merupakan beban terbagi rata yang merupakan konversi dari beban terpusat terhadap luas permukaan ban yang bekerja, yang kemudian disebut tekanan ban tire pressure. Makauntuk kondisi beban berlebih overloading, beberapa literature menaikkan tekanan ban tire pressure dalam análisa mekanistik [6,7,8,9] 12 Gambar 1.2 Diagram Konsep dasar Beban Berlebih Secara Teknis dan Mekanis ESAL Desain LHRxE desain xDx365xn beban kendaraan beban desain LHRxE aktual xDx365xn maka E Aktual E desain ESAL Aktual ESAL Aktual Esal Desain Umur jalan yang ada pada nfaktor umur rencana akan tercapai lebih cepat ESAL Aktual yang akan diterima perkerasan Desain Perkerasan Nf dan Nr dengan beban standard desain Beban Sumbu Standard 70 Psi 70 Psi beban yang bekerja pada perkerasan naik tekanan ban menjadi 70 Psi Nf dan Nr desain Nf dan Nr dengan beban yang dinaikkan maka Retak dan alur NfNr pada perkerasan akan lebih cepat tercapai dari desain Teknis Mekanis Overload Overload 13

I.6.2 Modulus Elastisitas

Modulus resilien M r adalah ukuran kekakuan suatu bahan, yang merupakan perkiraan Modulus elastisitas E. Modulus elastisitas merupakan tegangan dibagi dengan regangan menggunakan beban yang dilakukan secara perlahan-lahan. Sedangkan modulus resilien adalah tegangan dibagi renggangan untuk beban yang dilakukan secara cepat sesuai yang dialami oleh perkerasan jalan [19] .  Pengujian Modulus Lapisan Pengujian modulus lapisan dapat dilakukan dilaboraturium dan dilapangan. Metode pengujian seperti metode pembebanan, durasi pembebanan, waktu penyipanan, dan pemberian tegangan akan berpengaruh terhadap nilai besaran modulus yang akan diperoleh.

a. Pengujian Laboraturium

Pengujian laboraturium untuk modulus lapisan mempunyai beberapa ketentuan seperti AASHTO T294-92, 1992 dan SNI 03-6836 dengan menggunakan alat beban berulang triaxial UMATTA Universal Materials Testing Apparatus [16,17] . Gambar 1.3 Universal Materials Testing Apparatus Sumber: herenbainstruments.com 14

b. Pengujian Lapangan