1. Melaporkan beberapa masa pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa.
2. Mengajukan surat keberatan dan banding bagi Wajib Pajak dengan criteria
tertentu. 3.
Memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk paling lama 2 dua bulan dengan cara
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.
4. Mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
5. Mengajukan keberatan pada Direktorat Jenderal Pajak atas sesuatu:
a. Surat Ketetapan Kurang Bayar
b. Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan
c. Surat Ketetapan Pajak Nihil
d. Surat Ketepan Pajak Lebih Bayar
e. Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 6.
Mengajukan permohonan banding kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan.
7. Menunjuk seorang kuasa dengan surat khusus untuk menjalankan hak dan
memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan.
8. Memperoleh pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa
bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak dalam
hal Wajib Pajak dalam hal menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum tahun pajak 2007 yang mengakibatkan
pajak yang masih harus dibayar lebih besar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu satu tahun setelah berlakunya UU No. 28 Tahun 2007.
F. Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP
Pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana tertera dalam Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan Pasal 1 Ayat 6, Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajaknnya.
Dalam Undang-Undang KUP Pasal 2 ayat 1 NPWP memuliki fungsi sebagai berikut:
a. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak
b. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan
administrasi perpajakan. Wajib pajak yang memiliki NPWP adalah Wajib Pajak yang telah
memenuhi persyaratan subjektif dan objektif, yang mendaftarkan dirinya pada Kantor Pelayanan Pajak setempat untuk medapatkan NPWP.
G. Penagihan Pajak
Menurut Suandy 2011:169Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan
menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus,
memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyandraan, menjual barang-barang yang telah disita.
Penagihan pajak dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: 1.
Penagihan pajak pasif yaitu dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak STP, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB, Surat
Keputusan Pembetulan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar. Jika dalam jangka waktu 30 hari belum dilunasi, maka tujuh hari
setelah jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak secara aktif yang dimulaidengan menerbitkan surat teguran.
2. Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif,
dimana dalam upaya penagihan ini fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim surat tagihan atau surat ketetapan pajak tetapi akan diikuti
dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang. Jadi surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan
pajak kurang bayar tambahan dan surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding serta putusan peninjauan kembali yang menyebabkan
jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak. Penagihan pajak berhubungan terhadap penerimaan pajak yaitu
perkembangan jumlah tunggakan pajak dari waktu ke waktu menunjukkan jumlah yang sangat besar. Peningkatan jumlah tunggakan pajak ini belum diimbangi dan
kegiatan pencairannya, namun dengan demikian secara umum penerimaan pajak dibidang perpajakan semakin meningkat terhadap tunggakan pajak maka perlu
dilaksanakan penagihan.
H. Kepatuhan Perpajakan Tax Compliance
Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia menuntut wajib pajak untuk turut aktif dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Sistem pemungutan
yang berlaku adalah self assessment system dimana segala pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan sepenuhnya oleh wajib pajak, fiskus hanya melakukan
pengawasan melalui prosedur pemeriksaan. Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak dalam
menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai
dengan kebenarannya. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela voluntary of compliance merupakan tulang punggung self assessment,
dimana wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya
tersebut Devano dan Rahayu, 2006:109. Beberapa pengertian mengenai kepatuhan wajib pajak diberikan oleh
beberapa pemikir untuk bahan kajian sebagi berikut: Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia 1995:1013, istilah kepatuhan
berarti tunduk atau patuh pada ajaran. Dalam perpajakan kita dapat memberi pengertian bahwa kepatuhan perpajakan merupakan ketaatan, tunduk, dan patuh
serta melaksanakan ketentuan perpajakan. Jadi, wajib pajak yang patuh adalah wajib pajak yang telah memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Kepatuhan wajib pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak dalam buku Devano dan