Analisis Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Dilihat Dari Penerimaan Tunggakan Pajak Oleh Seksi Penagihan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam Tahun 2011-2014

(1)

ANALISIS TINGKAT KEPATUHAN WAJIB PAJAK DILIHAT DARI PENERIMAAN TUNGGAKAN PAJAK OLEH SEKSI PENAGIHAN

DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA LUBUK PAKAM TAHUN 2012-2014

TUGAS AKHIR

Diajukan Oleh :

SITI NURBAYA SITOHANG 122101112

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Pada Program Diploma III

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

(3)

Segala Puji, Hormat dan Kemuliaan hanya kepada Allah Yang Maha Kuasa. Karena Dia penulis bisa ada hingga saat ini dan karena bimbinganNya juga penulis bisa mengerjakan Tugas Akhir ini. Adapun Tugas Akhir ini berjudul “Analisis Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Dilihat Dari Penerimaan Tunggakan Pajak Oleh Seksi Penagihan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam Tahun 2011-2014”. Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Diploma III Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari penulisan Tugas Akhir ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi isi, pembahasan maupun penyajiannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, untuk kesempurnaan penulisan dimasa yang akan datang.

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang memberikan bimbingan, nasehat dan dorongan sehingga Tugas Akhir ini dapat disusun. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua Orang tua, Mama dan Bapak tercinta Nursi Tamba dan Sopian Sitohang yang selama ini mendidik, memberikan dukungan dan kepada kedua abangku tercinta Binsar Hapoltahan Sitohang dan Saharuddin Sitohang yang tiada henti mendukung dan memotivasi penulis dalam pengerjaan studi selama ini hingga penyelesaian Tugas Akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, SE, M.Ec, Ak, CA, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara


(4)

4. Bapak Syafrizal Helmi Situmorang, SE, M.Si. selaku Sekretaris Program Studi Diploma III Manajemen Keuangan sekaligus dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan kepada penulis dalam rangka penyusunan Tugas Akhir ini. 5. Bapak Marihot Pahala Siahaan, selaku Kepala Seksi Penagihan dan Bapak

Irwan Devlin Sinaga selaku teman diskusi dalam penyelesaian tugas akhir ini di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam.

6. Kepada sahabatkutercinta kelompok O.Lilin Kecil Molenta, Ernita dan Marsalenta dan kepada Erwin, Mauliani Meiria, Florentina, Mariana dan Nur Indah dan kepada teman-teman seperjuangan Diploma III Manajemen Keuangan. Dan Kepada adik-adik kelompok kecilku yang telah memberikan dukungan doa dan semangat ( Astrid, Elisa, Elisabet, Hillery, Purnama) dan teman-teman UKM KMK USU UP FEBD3 khususnya koordinasi 2014 dan 2015 Citra, Gina, Jordan, Libra, nanda, novianti,dan vinni.

Medan, Juni 2015

Siti Nurbaya Sitohang NIM : 122101112


(5)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... … iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II PROFIL KPP Pratama Lubuk Pakam A. Sejarah KPP Pratama Lubuk Pakam ……… 5

B. Logo dan Makna Logo ... 7

C. Visi dan Misi ... 9

D. Kebijakan Kantor Pelayanan Pajak Pratama ... 11

E. Struktur Organisasi ... 12

F. Uraian Pekerjaan di KPP ... 14

G. Kinerja Terkini ... 16

BAB III PEMBAHASAN A. Sejarah Dan Pengertian Pajak ... 20

B. Ciri-Ciri Yang Melekat Pada Pengertian Pajak ... 21

C. Sistem Pemungutan Pajak ... 21

D. Pengertian Wajib Pajak ... 23

E. Kewajiban dan Hak Wajib Pajak ... 23

F. Nomor Pokok Wajib Pajak ... … 26

G. Penagihan Pajak ... 26

H. Kepatuhan Perpajakan ... 28

I. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak . 30 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

A. KESIMPULAN ... 48

B. SARAN ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 51 LAMPIRAN


(6)

3.1 Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan Terdaftar yang

Aktifdi KPP Pratama Lubuk Pakam Tahun 2012-2014 ... 33 3.2 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Orang Pribadi

KPP Pratama Lubuk Pakam Tahun 2012-2014 ... 34 3.3 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Badan KPP Pratama

Lubuk Pakam Tahun 2011-2014 ... 35 3.4 Jumlah Penerbitan dan Pencairan Surat Teguran Orang Pribadi

Tahun 2012-2014 ... 36 3.5 Jumlah Penerbitan dan Pencairan Surat Teguran Badan Tahun

2012-2014 … ... 39 3.6 Jumlah Penerbitan dan Pencairan Surat Paksa Orang Pribadi

Tahun 2012-2014 ... 41 3.7 Jumlah Penerbitan dan Pencairan Surat Paksa Badan

Tahun 2012-2014 ... 43 3.8 Jumlah Tunggakan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan


(7)

Gambar 1. Logo Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama

Lubuk Pakam ... 8 Gambar 2. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP)


(8)

A. Latar Belakang

Definisi pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat 1 berbunyi pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat(Purwono, 2010:23).

Di Indonesia pajak adalah salah satu penerimaan negara yang sangat penting bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional serta bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, pajak perlu dikelola secara seksama dengan meningkatkan peran serta seluruh lapisan masyarakat dan dari aparat perpajakan sendiri.

Setelah reformasi perpajakan tahun 1983, terjadi perubahan yang sangat mendasar dalam sistem perpajakan di Indonesia karena sebelum tahun 1983, sistem perpajakan di Indonesia yang menganut sistem official assessment berubah menjadi sistem self assessment. Prinsip official assessment adalah suatu sistem pemungutan yang cara perhitungan besarnya pajak yang harus dibayar Wajib Pajak dilakukan oleh fiskus. Prinsip self assessment menurut Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP), artinya memberikan kepercayaan secara penuh kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan


(9)

melaporkan pajak yang terutang sesuai dengan perhitungan Wajib Pajak (Zuraida dan Advianto, 2011:5). Dalam perubahan pemungutan tersebut negara memberikan kepercayaan penuh kepada masyarakat untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan kewajiban perpajakannnya. Perubahan pemungutan tersebut juga diharapkan agar masyarakat ikut berperan serta dalam mewujudkan peningkatan penerimaan pajak setiap tahun.

Kontribusi penerimaan pajak terhadap penerimaan negara diharapkan semakin meningkat dari tahun ketahun, seiring dengan semakin menurunnya peranan minyak dan gas bumi terhadap penerimaan negara. Harapan ini tumbuh dari kesadaran pemerintah bahwa minyak dan gas bumi mempunyai keterbatasan sebagai sumber daya, yaitu tidak dapat diperbaharui lagi dan harga jual minyak dan gas bumi di pasar dunia berfluktuasi, serta adanya keinginan pemerintah untuk meningkatkan kemandirian bangsa Indonesia dalam membiayai pembangunan dan pemerintahan melalui partisipasi aktif masyarakat berupa pajak (Priantara, 2009:2).

Negara Indonesia adalah negara yang memiliki penduduk yang cukup banyak dengan berbagai macam profesi atau pekerjaan. Mulai dari yang mempunyai pekerjaan sendiri atau membuka usaha sendiri sampai bekerja kepada orang lain yang disebut dengan Wajib PajakOrang Pribadi. Ada juga sekumpulan orang yang mendirikan suatu usaha untuk memperoleh profit yang disebut Wajib Pajak Badan. Itu semua adalah Wajib Pajak yang wajib melaksanakan atau memenuhi kewajiban perpajakannya. Khusus Orang Pribadi penghasilan satu tahun harus melebihi penghasilan tidak kena pajak baru dapat di kenakan pajak. Dari berbagai macam profesi atau pekerjaan tersebut, dan juga didukung dengan


(10)

diterapkannya self assessment system diharapkan kepatuhan Wajib Pajak dapat meningkat, sehingga pendapatan pajak negara dapat meningkat juga.

Dalam kenyataanya masih dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasi utang pajak sebagai mana mestinya. Tunggakan adalah angsuran yang belum dibayar atau utang yang masih belum dilunasi pada atau setelah tanggal pengenaan denda. (Kamus Besar Bahasa Indonesia,1988:612) Masalah kepatuhan Wajib Pajak adalah masalah penting di seluruh dunia baik bagi negara maju maupun di negara berkembang, karena jika Wajib Pajak tidak patuh akan menimbulkan keinginan untuk melakukan tindakan penghindaraan, pengelakan, penyelundupan dan pelalaian pajak, yang ada akhirnya tindakan tersebut akan menyebabkan penerimaan pajak negara akan berkurang.

Oleh karena itu, penulis menetapkan objek penelitian pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam dengan judul “Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam Dilihat Dari Penerimaan Tunggakan Pajak Oleh Seksi Penagihan Tahun 2012-2014”

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan PadaKantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam dilihat dari penerimaan tunggakan oleh seksi penagihan tahun 2012-2014.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengukur bagaimana tingkat kepatuhan Wajib PajakOrang Pribadi dan Badan


(11)

dilihat dari penerimaan tunggakan pajak oleh seksi penagihan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah 1. Bagi Peneliti

Menambah wawasan peneliti mengenai gambaran kepatuhan membayar tunggakan pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam 2. Bagi Perusahaan

Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan informasi tentang tingkat kepatuhan Wajib PajakOrang Pribadi dan Badan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya


(12)

PAKAM

A. Sejarah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam

Untuk mengimplementasikan konsep administrasi perpajakan modern yang berorientasi pada pelayanan dan pengawasan, maka struktur organisasi Direktorat Jenderal Pajak perlu di ubah, baik di level kantor pusat sebagai pembuat kebijakan maupun di level kantor operasional sebagai pelaksana implementasi kebijakan.

Sebagai langkah pertama, untuk memudahkan Wajib Pajak, kantor pajak dibagi atas 3 jenis, yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB), Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan (Karipka), dilebur menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Struktur yang berbasis fungsi yang diterapkan kepada KPP dengan sistem administrasi yang modern untuk dapat merealisasikan debirokrasi pelayanan sekaligus melaksanakan pengawasan terhadap Wajib Pajak secara lebih sistematis berdasarkan analisis resiko unit vertikal Direktorat Jenderal Pajak dibedakan berdasarkan segmentasi Wajib Pajak, yaitu KPP Wajib Pajak Besar, KPP Madya, dan KPP Pratama. Dengan pembagian seperti ini, diharapkan strategi dan pendekatan terhadap Wajib Pajak pun dapat di sesuaikan dengan karakteristik Wajib Pajak yang ditangani, sehingga hasil yang diperoleh dapat lebih optimal. Pada tahap pertama, dibentuk Kantor Wilayah (Kanwil) dan kedua dibentuk Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar pada bulan Juli Tahun 2002 untuk mengadministrasi 300 Wajib Badan terbesar di seluruh Indonesia sebagai Pilot Project. Karena program modernisasi yang


(13)

diterapkan pada Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak (KPPWP) besar dianggap cukup berhasil maka konsep yang kurang lebih sama dicoba untuk diterapkan pada KPP lain secara bertahap. Dimana sampai akhir tahun 2007, 22 Kanwil dan 202 KPP (3 KPP WP besar, 28 KPP Madya, dan 171 KPP Pratama) telah berhasil di modernisasi. Pada akhir tahun 2006, struktur organisasi KPP Direktorat Jenderal Pajak disempurnakan bersamaan dengan penerapan administrasi modern. Pada tahun 2008, seluruh kantor di luar Jawa dan Bali akan di modernisasi dengan dibentuknya 128 KPP Pratama untuk menggantikan seluruh Kantor Pajak yang ada di daerah tersebut. Perbedaan utama antara KPP Pratama dengan KPP Wajib Pajak Besar maupun Madya antara lain dengan adanya seksi Ekstensitifikasi pada KPP Pratama, sehingga dapat dikatakan pula KPP Pratama merupakan ujung tombak bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk menambah rasio perpajakan di Indonesia.

Kantor pelayanan Pajak adalah Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada dibawah ini dan bertanggung jawab langsung kepada kepala kantor KPP Pratama akan melayani Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (PBHTB). Selain itu KPP pratama juga melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan tetapi bukan sebagai lembaga yang memutuskan atas keberatan, struktur organisasi KPP Pratama berdasarkan fungsi pajak bukan jenis pajak.

Pada KPP Pratama terdapat Account Representative(AR) yang memiliki tugas antara lain memantau keadaan Wajib Pajak dan penghubung Wajib Pajak untuk konsultasi. Keberadaan AR di setiap KPP Pratama merupakan bentuk


(14)

peningkatan pelayanan pajak. Dengan perubahan struktur organisasi baru, maka Wajib Pajak akan dilayani oleh AR yang telah ditunjuk sehingga akan terjalin saling keterbukaan.

Pembentukan KPP Pratama merupakan bagian program reformasi birokrasi perpajakan yang sifatnya komprehesif dan telah berjalan sejak tahun 2002 ditandai dengan terbentuknya Kantor Wilayah (Kanwil) dengan Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar. Terbentuknya KPP Pratama ini secara otomatis Kantor Pelayanan Bumi dan Bangunan (KPPBB) dan Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan (Karipka) tidak ada lagi. Langkah ini diambil sebagai bagian dan usaha meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak untuk memberikan pelayanan yang lebih baik dan personal dalam pelaksanaan Good Governance.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam didirikan pada tahun 2008 berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. Wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam adalah Kabupaten Deli Serdang yang terdiri dari 22 kecamatan. Sebelumnya wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam merupakan bagian wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tebing Tinggi dan Kantor Pelayanan Pajak Binjai. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan bagi Wajib Pajak yang berdomisi atau berlokasi di Kabupaten Deli Serdang.

B. Logo dan Makna Logo

Dalam menentukan logo, tentu instansi yang bersangkutan memiliki pertimbangan-pertimbangan khusus, terlebih lagi instansi pemerintahan seperti KPP Pratama Lubuk Pakam yang dibawah naungan DJP Kanwil Sumut I.


(15)

Gambar 2.1 Logo Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

Keterangan Umum:

Motto : Negara Dana Rakca, Bentuk: Segi Lima, Tata: Biru kehitaman, kuning emas, putih dan hijau.

Lukisan:

Padi sepanjang 17 butir, kapas sepanjang 8 butir terdiri dari 4 buah berlengkung 4: 4 berlengkung 5, sayap, gada dan seluruh unsur-unsur tergambar dalam ruang segi lima.

Seluruh unsur-unsur tersebut tergambar dalam ruang segi lima susunannya yaitu: 1. Dasar segi lima berwarna biru kehitam-hitaman

2. Padi kuning emas

3. Kapas putih dengan kelopak hijau 4. Sayap kuning emas

5. Gada kuning emas 6. Bokor kuning emas


(16)

7. Pita putih

8. Motto (semboyan) biru kehitam-hitaman Makna:

1. Padi dan kapas melambangkan cita-cita upaya kita untuk mengisi kesejahteraan bangsa dan sekaligus diberi arti sebagai tanggal lahirnya Negara Republik Indonesia.

2. Sayap melambangkan daya upaya menghimpun, mengarahkan, mengamankan keuangan negara.

3. Ruang segi lima melambangkan dasar Negara Pancasila. Arti Keseluruhan

Makna dari lambang tersebut adalah ungkapan sesuatu daya yang mempersatukan dan menyerasikan dalam gerakan kerja untuk melaksanakan tugas Kementrian Keuangan.

B. Visi dan Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama a. Visi

Menjadi institusi pemerintahan yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dapat dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi.

b. Misi

Menghimpun penerimaan Pajak Negara berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggaran


(17)

Pendapatan Belanja Negara (APBN) melalui sistem administrasi perpajakan yang efisien dan efektif.

c. Visi dan Penjelasannya

Sebagaimana kebijakan yang telah dicanangkan oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Visi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam adalah “Menjadi Model Pelayanan Masyarakat yang Dipercaya dan Dibanggakan Masyarakat”.

Visi tersebut merefleksikan cita-cita Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam untuk menjadi Public Service yang berstandar tinggi baik dan sisi kualitas aparat maupun manajemennya sehingga eksistesi dan kinerjanya mampu memenuhi harapan masyarakat sebagai institusi yang memiliki citra baik dan bersih.

d. Misi dan Penjelasannya

Misi Direktorat Jenderal Pajak menjadi 4 aspek, yaitu:

1. Misi Fiskal, yaitu menghimpun penerimaan dalam Negeri dari sector pajak yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan UU Perpajakan dengan tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi.

2. Misi Ekonomi, yaitu mendukung kebijaksanaan pemerintah dalam mengatasi permasalahan ekonomi bangsa dengan kebijakan perpajakan yang menimbulkan distorsi.


(18)

4. Misi kelembagaan, yaitu senantiasa memperbaharui diri, selaras dengan aspirasi masyarakat dan teknologi perpajakan serta administrasi perpajakan yang mutakhir.

Misi tersebut sebagai salah satu pernyataan tujuan keberadaan (eksistensi). Tugas, fungsi, peranan, dan tanggung jawab Direktorat Jenderal Pajak maupun Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang dan peraturan serta kebijakan Pemerintah dengan di jiwai prinsip-prinsip dan nilai-nilai strategis organisasi diberbagai bidang.

C. Kebijakan Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Demi tercapainya tujuan dan sasaran berdasarkan visi dan misi yang telah ditetapkan, KPP Pratama Lubuk Pakam telah mengambil langkah-langkah sebagaimana tertuang dalam kebijakan yang dijadikan pedoman, petunjuk, atau pegangan bagi setiap usaha kegiatan yang dilaksanakan yaitu:

1. Meningkatkan kualitas pelayanan

2. Mengamankan pencapaian rencana penerimaann pajak 3. Terciptanya masyarakat sadar dan peduli pajak

4. Tugas dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak Pratama

KPP Pratama mempunyai tugas yaitu melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan Wajib Pajak dibidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea Materai, Pajak Tidak Langsung lainnya, Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(19)

Dalam melaksanakan tugas, KPP Pratama menyelenggarakan fungsi:

1. Pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan, penyajian informasi perpajakan, penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan.

2. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya.

3. Penyuluhan Perpajakan

4. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak 5. Pelaksanaan pemeriksaan pajak

6. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak 7. Pelaksanaan Konsultasi Perpajakan

8. Pelaksanaan Intensifikasi dan Ekstensifikasi 9. Pelaksanaan Administrasi Kantor Pelayanan Pajak

D. Struktur Organisasi

Struktur organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan. Struktur organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan antara bagian satu dengan bagian yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi dalam struktur organisasi yang baik harus menjelaskan hubungan wewenang siapa melapor kepada siapa.


(20)

(21)

E. Uraian Pekerjaan di KPP Pratama Lubuk Pakam

Pasal 57 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.01/2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak.

a. Sub Bagian Umum

Sub bagian umum terdiri dari 3 bagian, yaitu: 1) Tata usaha dan kepegawaian

Tugasnya adalah menyelenggarakan tugas pelayanan di bidang tata usaha dan kepegawaian dengan cara melakukan pengurusan surat, pengetikan dan pengadaan, penataan berkas, penyusunan arsip, tata usaha kepegawaian dan pengiriman laporan agar dapat menunjang kelancaran tugas kantor itu sendiri. 2) Keuangan

Tugasnya adalah menyusun anggaran dan admistrasi keuangan untuk pembiayaan administrasi kantor dan pengajian para pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam.

3) Bagian Rumah Tangga

Tugasnya adalah mengurusi segala keperluan rumah tangga dan keperluan perlengkapan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam agar dapat menunjang kelancaran Kantor Pelayanan Pajak.

b. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Seksi Pengolahan Data dan Informasi dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang tugasnya adalah mengkoordinasikan urusan pengolahan data dan penyajian informasi, pembuatan monografi pajak, penggalian potensi perpajakan serta


(22)

ektensifikasi Wajib Pajak dan intensifikasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan, pengalokasian Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah danBangunan, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filing, pelaksanaa i-SISMIOP dan SIG, serta penyiapan laporan kinerja.

c. Seksi Pelayanan

Seksi Pelayanan mempunyai fungsi atau tugas melakukan penetapan dan penertiban produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan (SPT), serta penerimaan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi WP, serta melakukan kerjasama perpajakan.

d. Seksi Penagihan

Seksi penagihan mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan piutang pajak, penagihan aktif, usulan penghapusan piutang pajak, penundaan dan angsuran, tunggakan pajak, serta penyimpanan dokumen-dokumen penagihan.

e. Seksi Pemerikasaan dan Kepatuhan Internal

Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.


(23)

f. Seksi Ekstensifikasi

Seksi Ekstensifikasi perpajakan mempunyai tugas melakukan pengamatan potensi perpajakan, pendataan Wajib Pajak baru, pendapatan objek dan subkjek pajak, penilaian objek-objek pajak dalam rangka ekstensifikasi.

g. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I, III, dan IV

Seksi Pengawasan dan Konsultasi terdiri dari 4 kelompok bagian, seksi ini masing-masing mempunyai tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak, bimbingan dan himbauan kepada Wajib Pajak serta sebagai tempat konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil Wajib Pajak analisis kerja Wajib Pajak, melakukan rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan mensifikasi dan melakukan evaluasi hasil bandang.

h. Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari Supervisor, Ketua Tim. Kantor Pelayanan Pajak Pratama mempunyai 2 kelompok fungsional sesuai dengan bidang keahliannya. Setiap kelompok tersebut di koordinasikan oleh pejabat fungsional senior yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan. Jumlah Jabatan Fungsional tersebut ditemukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.

F. Kinerja Terkini


(24)

keniscayaan mengingat perkembangan masyarakat dan dunia usaha yang sangat dinamis dan semakin komplek. Sampai saat ini ada dua perubahan yang cukup fenomenal di DJP, yaitu perubahan sistem pemungutan pajak dariOfficial Assessment menjadiSelf Assessment yang dilakukan pada tahun 1983 dan modernisasi administrasi perpajakan yang dilakukan pada tahun 2002 (dimulai dengan pembentukan Kanwil dan KPP Wajib Pajak (WP) Besar). Kedua perubahan tersebut telah berhasil mengubah pola pikir dan perilaku para stakeholders terlebih pola pikir dan perilaku aparat perpajakan.

Sistem pemungutan pajak Self Assessment memberikan kewenangan sepenuhnya kepada Wajib Pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. Perubahan ini telah berhasil mengubah aparat perpajakan yang sebelumnya powerful karena kewenangan penetapan besarnya pajak terutang berdasarkan penilaian secara langsung menjadi aparat perpajakan yang akuntabel dalam berinteraksi dengan Wajib Pajak. Awalnya cukup efektif untuk meredam perilaku-perilaku kolusi dan koruptif. Namun, seiring perjalanan waktu, akibat tidak efektifnya sistem pengendalian internal pada DJP ditambah dengan organisasi yang cukup toleran dengan perilaku-perilaku kolusi koruptif, maka budaya organisasi yang berkembang saat ini lebih cenderung ke arah budaya materialistis dan berdampak pada kurang baiknya citra DJP baik di mata masyarakat Indonesia maupun di dunia internasional. Dengan demikian banyak pegawai DJP sendiri yang merasa malu mengaku bekerja di DJP. Momentum krisis ekonomi Indonesia tahun 1998, yang membawa angin perubahan untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih bersih dan transparan, dimanfaatkan dengan baik oleh para pemimpin DJP untuk menyusun suatu agenda


(25)

reformasi di DJP yang bertujuan untuk membawa DJP menjadi suatu institusi yang akuntabel, dipercaya dan dibanggakan masyarakat. Agenda reformasi ini kemudian lebih dikenal dengan nama Modernisasi Administrasi Perpajakan.

Secara umum, modernisasi perpajakan menyentuh 3 (tiga) hal utama, yaitu restrukturisasi organisasi, pengembangan proses bisnis yang berbasis Teknologi Informasi, dan penyelengaraan praktek Good Governance yang didukung oleh Manajemen Sumber Daya Manusia yang berbasis kompetensi.

Konsep restrukturisasi organisasi bertujuan untuk mengatasi permasalahan organisasi pada level operasional (unit vertikal) seperti adanya redundansi duplikasi pengawasan dan pemeriksaan, tidak adanya pelayanan satu atap, struktur belum mendukung sepenuhnya praktek Good Governance, standar pelayanan yang belum proper memadai, dan sebagainya. Konsep ini meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Struktur organisasi KPP berdasarkan segmentasi Wajib Pajak Besar, Menengah, dan Kecil.

2. Struktur organisasi yang berbasiskan fungsi administrasi perpajakan. 3. Penggabungan KPP, Karipka, dan KPPBB.

4. Penerapan konsep Account Representative. 5. Pemindahan fungsi keberatan ke Kanwil.

6. Pembentukan Unit Transformasi dan Kepatuhan Internal.

Pengembangan proses bisnis yang berbasis teknologi informasi ditandai dengan penerapan sistem workflow dan case management dalam Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP). Dengan adanya kedua sistem tersebut, proses


(26)

bisnis administrasi perpajakan menjadi semakin akuntabel karena penentu mulai dan berakhirnya suatu kasus di generate oleh sistem sehingga tidak dapat dimanipulasi oleh manusia. Dalam sistem tersebut juga dapat diketahui tahapan proses secara transparan, sehingga apabila terjadi keterlambatan, sistem dengan mudah mendeteksi pihak-pihak yang bertanggung jawab.


(27)

A. Sejarah dan Pengertian Pajak

Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan negara baik di bidang kenegaraan maupun di bidang sosial dan ekonomi. Pada mulanya pajak belum merupakan suatu pungutan tapi hanya pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja dalam memelihara kepentingan negara, seperti menjaga keamanan negara, menyediakan jalan umum, membayar gaji pegawai, dan lain-lain. Setelah terbentuknya negara-negara nasional dan tercapainya pemisahan antara rumah tangga negara-negara dan rumah tangga pribadi raja. Pada abad pertengahan, pajak mendapat tempat yang lebih mantap di antara berbagai pendapatan negara. Sehubungan dengan itu, maka pembayaran pajak yang tadinya bersifat sukarela berubah menjadi pembayaran yang di tetapkan secara sepihak oleh negara dalam bentuk undang-undang dan dapat dipaksakan. (Suandy, 2011:1)

Menurut Soemitrodalam Resmi (2013:1) dalam Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Menurut Djajadiningrat dalam Resmi (2013:1) Pajak adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat


(28)

dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan secara umum.

B. Ciri-Ciri Yang Melekat Pada Pengertian Pajak

Ciri-ciri pajak yang tersimpul dalam berbagai defenisi tersebut menurut Suandy (2011:10) adalah :

1. Pajak peralihan kekayaan dari orang/badan ke pemerintah

2. Pajak dipungut berdasarkan/dengan kekuatan undang-undang sehingga dapat dipaksakan

3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi langsung secara individual yang diberikan oleh pemerintah

4. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah

5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment

6. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pemerintah

7. Pajak dapat dipungut secara langsng maupun tidak langsung.

C. Sistem Pemungutan Pajak

Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan menurut Devanodan Rahayu (2006:81) yaitu:


(29)

Yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi kewenanganaparatur perpajakanuntuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai denganperaturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatifserta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada ditangan paraaparatur perpajakan.

2. Self Assesment System

Yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan wajib pajak. Wajib pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami undang-undang perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak . Oleh karena itu, wajib pajak diberi kepercayaan untuk :

1. Menghitung sendiri pajak yang terutang 2. Memperhitungkan sendiri pajak yang terutang 3. Membayar sendiri jumlah pajak yang terutang 4. Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang 5. Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang 3. With Holding System

Sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak yang terutang oelh wajib pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Penunjukan pihak ketiga ini dilakukan sesuai peraturan


(30)

perundang-undangan perpajakan, keputusan presiden, dan peraturan lainnya untuk memotong dan memungut pajak, menyetor dan mempertanggung jawabkan melalui sarana perpajakan yang tersedia.

D. Pengertian Wajib Pajak

Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempuyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

E. Kewajiban dan Hak Wajib Pajak 1. Kewajiban Wajib Pajak

Kewajiban Wajib Pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007adalah sebagai berikut:

a. Mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak, apabila telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif

b. Melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak

c. Mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar lengkap dan jelas dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah serta menandatangani dan menyampaikannya ke kantor Direktorat


(31)

Jenderal Pajak tempat wajib pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan Direktorat Jenderal Pajak.

d. Menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan mata uang selain rupiah yang diizinkan, yang pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

e. Membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan Menggunakan Surat Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

f. Membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.

g. Menyelenggarakan pembukuan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan dan melakukan pencatatan bagi wajib pajak orang pribadi yang melakukan usaha atau pekerjaan bebas.

h. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak atau objek yang terutang pajak.

2. Hak-Hak Wajib Pajak

Hak-hak wajib pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 adalah sebagai berikut:


(32)

1. Melaporkan beberapa masa pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa. 2. Mengajukan surat keberatan dan banding bagi Wajib Pajak dengan criteria

tertentu.

3. Memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.

4. Mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. 5. Mengajukan keberatan pada Direktorat Jenderal Pajak atas sesuatu:

a. Surat Ketetapan Kurang Bayar

b. Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan c. Surat Ketetapan Pajak Nihil

d. Surat Ketepan Pajak Lebih Bayar

e. Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

6. Mengajukan permohonan banding kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan.

7. Menunjuk seorang kuasa dengan surat khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

8. Memperoleh pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak dalam


(33)

hal Wajib Pajak dalam hal menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum tahun pajak 2007 yang mengakibatkan pajak yang masih harus dibayar lebih besar dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu satu tahun setelah berlakunya UU No. 28 Tahun 2007.

F. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 Ayat (6), Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajaknnya.

Dalam Undang-Undang KUP Pasal 2 ayat (1) NPWP memuliki fungsi sebagai berikut:

a. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak

b. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan.

Wajib pajak yang memiliki NPWP adalah Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif, yang mendaftarkan dirinya pada Kantor Pelayanan Pajak setempat untuk medapatkan NPWP.

G. Penagihan Pajak

Menurut Suandy (2011:169)Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan


(34)

memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyandraan, menjual barang-barang yang telah disita.

Penagihan pajak dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:

1. Penagihan pajak pasif yaitu dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar. Jika dalam jangka waktu 30 hari belum dilunasi, maka tujuh hari setelah jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak secara aktif yang dimulaidengan menerbitkan surat teguran.

2. Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif, dimana dalam upaya penagihan ini fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim surat tagihan atau surat ketetapan pajak tetapi akan diikuti dengan tindakan sita dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang.

Jadi surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan dan surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding serta putusan peninjauan kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak. Penagihan pajak berhubungan terhadap penerimaan pajak yaitu perkembangan jumlah tunggakan pajak dari waktu ke waktu menunjukkan jumlah yang sangat besar. Peningkatan jumlah tunggakan pajak ini belum diimbangi dan kegiatan pencairannya, namun dengan demikian secara umum penerimaan pajak dibidang perpajakan semakin meningkat terhadap tunggakan pajak maka perlu dilaksanakan penagihan.


(35)

H. Kepatuhan Perpajakan (Tax Compliance)

Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia menuntut wajib pajak untuk turut aktif dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Sistem pemungutan yang berlaku adalah self assessment system dimana segala pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan sepenuhnya oleh wajib pajak, fiskus hanya melakukan pengawasan melalui prosedur pemeriksaan.

Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan kebenarannya. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela (voluntary of compliance) merupakan tulang punggung self assessment, dimana wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut (Devano dan Rahayu, 2006:109).

Beberapa pengertian mengenai kepatuhan wajib pajak diberikan oleh beberapa pemikir untuk bahan kajian sebagi berikut:

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1995:1013), istilah kepatuhan berarti tunduk atau patuh pada ajaran. Dalam perpajakan kita dapat memberi pengertian bahwa kepatuhan perpajakan merupakan ketaatan, tunduk, dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan. Jadi, wajib pajak yang patuh adalah wajib pajak yang telah memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Kepatuhan wajib pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak dalam buku Devano dan


(36)

Rahayu (2006:110) sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana:

a. Wajib pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

b. Mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas c. Menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar d. Membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya

Ada dua macam kepatuhan, yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material

1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan di mana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perpajakan.

2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan di mana wajib pajak secara substantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa Undang-Undang Perpajakan.

Menurut Chaizi Nasucha dalam buku Devano dan Rahayu (2006:111), kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi dari:

1. Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri

2. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali surat pemberitahuan 3. Kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang 4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.

Kemudian merujuk pada kriteria wajib pajak patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan No.544/KMK.04/2000, bahwa kriteria kepatuhan wajib pajak adalah :


(37)

1. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam 2 tahun terakhir.

2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.

3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.

4. Dalam 2 tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing wajib pajak yang terutang paling banyak 5 %.

5. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk 2 tahun terakhir diaudit oleh akuntan public dengan pendapat wajar tanpa pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiscal. (Devano dan Rahayu, 2006:110)

I. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak

Dalam Rustiyaningsih (2011) adabeberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak, antara lain :

1. Pemahaman terhadap Self Assessment

Sistem self assessment yang diterapkan dalam perpajakan di Indonesia memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang wajib pajak. Sistem ini akan efektif apabila wajib pajak memiliki kesadaran pajak, kejujuran, dan kedisiplinan dalam menjalankan/melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.


(38)

1. Kualitas pelayanan

Pelayanan adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar tercipta kepuasan dan keberhasilan. Hakikat pelayanan umum adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan instansi pemerintah di bidang pelayanan umum.

b. Memdorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna (efisien dan efektif)

c. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa, dan peran serta masyarakat dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan luas.

Pelayananyang berkualitas harus memberikan 4K, yaitu keamanan, kenyamanan, kelancaran, dan kepastian hukum. Kualitas pelayanan dapat diukur dengan kemampuan memberikan pelayanan yang memuaskan, dapat memberikan pelayanan dengan tanggapan, kemampuan, kesopanan, dan sikap dapat dipercaya yang dimiliki oleh aparat pajak. Di samping itu, juga kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, memahami kebutuhan wajib pajak, tersedianya fasilitas fisik termasuk sarana komunikasi yang memadai, dan pegawai yang cakap dalam tugasnya.

2. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat yang semakin tinggi akan menyebabkan masyarakat lebih mudah memahami ketentuan dan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku. Tingkat pendidikan yang masih rendah juga


(39)

akan tercermin dari masih banyaknya wajib pajak terutama orang pribadi yang tidak melakukan pembukuanatau yang masih melakukan pembukuan gandauntuk kepentingan pajak. Tingkat pendidikan yang rendah juga akan berpeluang wajib pajak enggan melaksanakan kewajiban perpajakan karena kurangnya pemahaman mereka karena sistem perpajakan yang diterapkan.

3. Tingkat Penghasilan

Penghasilan wajib pajak sebagai objek pajak dalam pajak penghasilan sangat terkait dengan besarnya pajak terutang. Disamping itu tingkat penghasilan juga akan mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak tepat pada waktunya. Kemampuan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajak terkait erat dengan besarnya penghasilan, maka salah satu hal yang dipertimbangkan dalam pemungutan pajak adalah tingkat penghasilan.

4. Persepsi Wajib Pajak Terhadap Sanksi Perpajakan

Sanksi perpajakan diberikan kepada wajib pajak agar wajib pajak mempunyai kesadaran dan patuh terhadap kewajiban pajak. Sanksi perpajakan dalam undang-undang perpajakan berupa sanksi administrasi (dapat berupa denda dan bunga) dan sanksi pidana. Adanya sanksi perpajakan diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak.


(40)

Tabel 3.1 Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan Terdaftar yang Aktif di KPP Pratama Lubuk Pakam Tahun 2012-2014

Jenis WP

Tahun

2012 2013 2014

Orang

Pribadi 140,741 153,534 167,983

Badan 7,757 8,557 9,514

Total

148,498 162,091 177,497

Sumber : Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar dan memiliki NPWP pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam pada tahun 2012 sebanyak 140,741 orang, tahun 2013 sebanyak 153,534 orang dan tahun 2014 sebanyak 167,983 orang. Terjadi peningkatan jumlah Wajib Pajak Orang dari tahun 2012 ke tahun 2013 terjadi peningkatan sebanyak 12,793 orang. Dari tahun 2013 ke tahun 2014 terjadi peningkatan sebanyak 14,449 orang. Peningkatan yang cukup tinggi terjadi pada tahun 2013 ke tahun 2014. Untuk jumlah Wajib Pajak Badan yang terdaftar dan memiliki NPWP pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam pada tahun 2012 sebanyak 7,757 badan, tahun 2013 sebanyak 8,557 badan dan pada tahun 2014 sebanyak 9,514 badan. Terjadi peningkatan jumlah Wajib Pajak Badan setiap tahunnya. Dari tahun 2012 ke tahun 2013 terjadi peningkatan sebanyak 800 badan. Dari tahun 2013 ke tahun 2014 sebanyak 957 badan. Peningkatan yang cukup tinggi terjadi pada tahun 2013 ke tahun 2014.


(41)

Tabel 3.2 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Orang Pribadi KPP Pratama Lubuk Pakam Tahun 2012-2014

Tahun

Rencana Penerimaan

Realisasi

Penerimaan %

2012 8,920,090,000 4,301,084,096 48.22 2013 10,188,768,000 8,360,681,709 82.06 2014 9,306,050,000 4,845,532,478 52.07 Sumber : Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam.

Dari tabel diatas menunjukkan rencana penerimaan dengan realisasi penerimaan pajak dari Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar dan memiliki NPWP. Pada tahun 2012 realisasi penerimaan pajak sebesar Rp. 4,301,084,096 dari rencana penerimaan sebesar Rp. 8,920,090,000. Persentase penerimaan pajak pada tahun 2012 sebesar 48.22% dari rencana penerimaan. Pada tahun 2013 realisasi penerimaan pajak sebesar Rp. 8,360,681,709 dari rencana penerimaan sebesar Rp. 10,188,768,000. Persentase penerimaan pajak pada tahun 2013 sebesar 82.06%. Pada tahun 2014, realisasi penerimaan pajak sebesar Rp. 4,845,532,478 dari rencana penerimaan pajak sebesar Rp. 9,306,050,000. Persentase penerimaan pajak tahun 2014 sebesar 52.07%. Penerimaan pajak Orang Pribadi dari tahun 2012 sampai tahun 2014 belum ada yang mencapai besar realisasi penerimaan sama dengan besar target penerimaan. Namun persentase penerimaan pajak tahun 2012 sampai tahun 2014, realisasi penerimaan terbesar diterima pada tahun 2013.


(42)

Tabel 3.3 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Badan KPP Pratama Lubuk Pakam Tahun 2011-2014

Sumber : Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam

Dari tabel diatas menunjukkan rencana penerimaan dengan realisasi penerimaan pajak dari Wajib Pajak Badan yang terdaftar dan memiliki NPWP. Pada tahun 2012 realisasi penerimaan pajak sebesar Rp.29,425,298,496 dari rencana penerimaan sebesar Rp. 57,373,919,082. Persentase penerimaan pajak pada tahun 2012 sebesar 51.29% dari rencana penerimaan. Pada tahun 2013 realisasi penerimaan pajak sebesar Rp. 39,328,243,468 dari rencana penerimaan sebesar Rp. 44,615,471,663. Persentase penerimaan pajak pada tahun 2013 sebesar 88.15%. Pada tahun 2014, realisasi penerimaan pajak sebesar Rp. 48,672,785,245 dari rencana penerimaan pajak sebesar Rp. 70,315,695,929. Persentase penerimaan pajak tahun 2014 sebesar 69.22%. Penerimaan pajak Badan dari tahun 2012 sampai tahun 2014 belum ada yang mencapai besar realisasi penerimaan yang sama dengan besar target penerimaan. Namun persentase penerimaan pajak tahun 2012 sampai tahun 2014, realisasi penerimaan terbesar diterima pada tahun 2013.

Tahun

Rencana

Penerimaan Realisasi Penerimaan % 2012 57,373,919,082 29,425,298,496 51.29 2013 44,615,471,663 39,328,243,468 88.15 2014 70,315,695,929 48,672,785,245 69.22


(43)

Tabel 3.4 Jumlah Penerbitan dan Pencairan Surat Teguran Orang Pribadi Tahun 2012-2014 Tahun/Uraian Surat Teguran Terbit (lembar) Surat Teguran Terbit (Rp) Surat Teguran Bayar (lembar) Surat Teguran Cair (Rp) Surat Teguran Tidak Bayar (lembar) Surat Teguran Tidak Cair (Rp) Surat Teguran Cair dan Terbit (%)

2012 42 35,909,018 5 2,411,018 37 33,498,000 11,9

2013 149 1,019,781,890 18 306,826,865 131 712,955,025 12,1

2014 148 2,350813,961 11 193,629,100 137 2,157,184,861 7,4

Sumber : Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam


(44)

Dari tabel di atas menunjukkan jumlah penerbitan dan pencairan Surat Teguran Orang Pribadi pada tahun 2012 sampai tahun 2014. Pada tahun 2012 surat teguran yang diterbitkan sebanyak 42 lembar dengan nilai Rp. 35,909,018. Jumlah surat teguran yang dibayar sebanyak 5 lembar dengan nilai Rp.2,411,018. Jumlah surat teguran yang tidak dibayar sebanyak 37 lembar dengan nilai Rp. 33,498,000.

Pada tahun 2013 surat teguran yang diterbitkan sebanyak 149 lembar dengan nilai Rp. 1,019,781,890. Jumlah surat teguran yang dibayar sebanyak 18 lembar dengan nilai Rp. 306,826,865. Jumlah surat teguran yang tidak dibayar sebanyak 131 lembar dengan nilai Rp. 712,955,025.Pada tahun 2014 surat teguran yang diterbitkan sebanyak 148 lembar dengan nilai Rp. 2,350,813,961. Jumlah surat teguran yang dibayar 11 lembar dengan nilai Rp. 193,629,100. Jumlah surat teguran yang tidak dibayar sebanyak 137 lembar dengan nilai Rp. 2,157,184,861.

Jumlah penerbitan surat teguran dari tahun 2012 sampai 2014, jumlah surat teguran yang paling banyak terbit berada di tahun 2013 sebanyak 149 lembar.Persentase pencairan tunggakan pajak oleh seksi penagihan melalui penerbitan surat teguran pada tahun 2012 sebesar 11,9% dari jumlah surat teguran yang terbit dengan penerimaan tunggakan pajak sebesar Rp.2,411,018. Pada tahun 2013 persentase pencairan tunggakan pajak melalui penerbitan surat teguran sebesar 12,1 % dari jumlah penerbitan surat teguran dengan penerimaan tunggakan pajak sebesar Rp.306,826,865 . Pada tahun 2014 persentase pencairan tunggakan pajak melalui surat teguran sebesar 7,4% dari jumlah surat teguran yang terbit dengan penerimaan tunggakan pajaksebesar Rp.193,629,100. Persentase pencairan tunggakan pajak yang terbesar dari tahun 2012 sampai tahun


(45)

2014 berada pada tahun 2013 sebanyak 12,1% dengan tingkat penerimaan tunggakan pajak sebesar Rp. 306,826,865 . Tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di tahun 2013 lebih tinggi dibanding tahun 2012 dan tahun 2014.


(46)

Tabel 3.5 Jumlah Penerbitan dan Pencairan Surat Teguran Badan Tahun 2012-2014 Tahun/Uraian Surat Teguran Terbit (lembar) Surat Teguran Terbit (Rp) Surat Teguran Bayar (lembar) Surat Teguran Cair (Rp) Surat Teguran Tidak Bayar (lembar) Surat Teguran Tidak Cair (Rp) Surat Teguran Cair dan Terbit (%)

2012 378 3,054,826,681 130 1,414,412,433 248 1,640,414,248 34,4

2013 937 25,873,837,068 372 1,535,351,738 565 24,338,485,330 39,7 2014 1033 92,088,418,752 223 9,556,378,400 810 82,532,031,352 21,6


(47)

Dari tabel di atas menunjukkan jumlah penerbitan dan pencairan Surat Teguran Badan pada tahun 2012 sampai tahun 2014. Pada tahun 2012 surat teguran yang diterbitkan sebanyak 378 lembar dengan nilai Rp. 3,054,826,681. Jumlah surat teguran yang dibayar sebanyak 130 lembar dengan nilai Rp. 1,414,412,433. Jumlah surat teguran yang tidak dibayar sebanyak 248 lembar dengan nilaiRp. 1,640,414,248. Pada tahun 2013 surat paksa yang diterbitkan sebanyak 937lembar dengan nilai Rp. 25,873,837,068.Jumlah surat paksa yang tidak dibayar sebanyak 565 lembar dengan nilai Rp. 24,338,485,330. Pada tahun 2014 surat paksa yang diterbitkan sebanyak 1033 lembar dengan nilai Rp. 92,088,418,752. Jumlah surat paksa yang dibayar 223 lembar dengan nilai Rp. 9,556,378,400. Jumlah surat paksa yang tidak dibayar sebanyak 810 lembar dengan nilai Rp. 82,532,031,352. Persentase pencairan tunggakan pajak Badan oleh seksi penagihan melalui penerbitan surat teguran pada tahun 2012 sebesar 34,4% dari jumlah surat teguran yang terbit dengan penerimaan tunggakan pajak sebebesar Rp. 1,414,412,433. Pada tahun 2013 persentase pencairan tunggakan pajak melalui penerbitan surat teguran sebesar 39,7% dari jumlah penerbitan surat teguran dengan penerimaan tunggakan pajak sebesar Rp. 1,535,351,738. Pada tahun 2014 persentase pencairan tunggakan pajak melalui surat teguran sebesar 21,6% dari jumlah surat teguran yang terbit dengan penerimaan tunggakan pajak sebesar Rp. 9,556,378,400. Persentase pencairan tunggakan pajak yang terbesar dari tahun 2012 sampai tahun 2014 berada pada tahun 2013 sebanyak 39,7% dengan penerimaaan tunggakan pajak sebesar Rp. 1,535,351,738. Tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan di tahun 2013 lebih tinggi dibanding tahun 2012 dan tahun 2014.


(48)

Tabel 3.6 Jumlah Penerbitan dan Pencairan Surat Paksa Orang Pribadi Tahun 2012-2014

Tahun/Uraian

Surat Paksa Terbit (lembar)

Surat Paksa Terbit

(Rp)

Surat Paksa Bayar (lembar)

Surat Paksa Cair (Rp)

Surat Paksa Tidak Bayar

(lembar)

Surat Paksa Tidak Cair

(Rp)

Surat Paksa Cair dan

Terbit (%)

2012 57 97,128,708 10 4,784,456 47 92,344,252 5,7

2013 207 969,178,157 6 288,794,919 201 680,383,238 2,9

2014 267 1,627,854,822 5 5,603,133 262 1,622,251,689 1,9


(49)

Dari tabel di atas menunjukkan jumlah penerimaan dan pencairan Surat Paksa Orang Pribadi pada Tahun 2012 sampai tahun 2014. Pada tahun 2012 surat paksa yang diterbitkan sebanyak 57 lembar dengan nilai Rp. 97,128,708. Jumlah surat paksa yang dibayar sebanyak 10 lembar dengan nilai Rp. 4,784,456. Jumlah surat paksa yang tidak dibayar sebanyak 47 lembar dengan nilai Rp. 92,344,252.Pada tahun 2013 surat paksa yang diterbitkan sebanyak 207 lembar dengan nilai Rp. 969,178,157.Jumlah surat paksa yang dibayar sebanyak 6 lembar dengan nilai Rp. 969,178,157.Jumlah surat paksa yang tidak dibayar sebanyak 201 lembar dengan nilai Rp. 680,383,238.Pada tahun 2014 surat paksa yang diterbitkan sebanyak 267 lembar dengan nilai Rp. 1,627,854,822.Jumlah surat paksa yang dibayar 267 lembar dengan nilai Rp. 9,556,378,400. Jumlah surat teguran yang tidak dibayar sebanyak 810 lembar dengan nilai Rp. 82,532,031,352.

Persentase pencairan tunggakan pajak Orang Pribadi oleh seksi penagihan melalui penerbitan surat paksa pada tahun 2012 sebesar 5,7 % dari jumlah surat paksa yang terbit dengan penerimaan tunggakan pajak sebesar Rp.4,784,456. Pada tahun 2013 persentase pencairan tunggakan pajak melalui penerbitan surat paksa sebesar 2,9% dari jumlah penerbitan surat paksa dengan penerimaan tunggakan pajak sebesar Rp. 288,794,919. Pada tahun 2014 persentase pencairan tunggakan pajak melalui surat paksa sebesar 1,9% dari jumlah paksa yang terbit dengan penerimaan tunggakan pajak sebesar Rp. 5,603,133. Persentase pencairan tunggakan pajak yang terbesar dari tahun 2012 sampai tahun 2014 berada pada tahun 2012 sebanyak 5,7% dengan penerimaan tunggakan pajak sebesar Rp.4,784,456. Tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di tahun 2012 lebih tinggi dibanding tahun 2013 dan tahun 2014.


(50)

Tabel 3.7 Jumlah Penerbitan dan Pencairan Surat Paksa Badan Tahun 2012-2014

Tahun/Uraian

Surat Paksa Terbit (lembar)

Surat Paksa Terbit

(Rp)

Surat Paksa Bayar (lembar)

Surat Paksa Cair (Rp)

Surat Paksa Tidak Bayar

(lembar)

Surat Paksa Tidak Cair

(Rp)

Surat Paksa Cair dan Terbit

(%)

2012 328 1,792,106,015 67 366,078,033 248 1,640,414,248 20,4

2013 652 6,615,988,316 48 352,660,270 565 24,338,485,330 7,4

2014 825 69,799,165,601 223 9,556,378,400 810 82,532,031,352 27


(51)

Dari tabel di atas menunjukkan jumlah penerimaan dan pencairan Surat Paksa Badan pada tahun 2012 sampai tahun 2014. Pada tahun 2012 surat paksa yang diterbitkan sebanyak 328 lembar dengan nilai Rp. 1,792,106,015. Jumlah surat paksa yang dibayar sebanyak 67 lembar dengan nilai Rp. 366,078,033. Jumlah surat paksa yang tidak dibayar sebanyak 248 lembar dengan nilai Rp. 1,640,414,248. Pada tahun 2013 surat paksa yang diterbitkan sebanyak 652 lembar dengan nilai Rp. 6,615,988,316. Jumlah surat paksa yang dibayar sebanyak 48 lembar dengan nilai Rp. 352,660,270.Jumlah surat paksa yang tidak dibayar sebanyak 565 lembar dengan nilai Rp. 24,338,485,330. Pada tahun 2014 surat paksa yang diterbitkan sebanyak 825 lembar dengan nilai Rp.69,799,165,601. Jumlah surat paksa yang dibayar 223 lembar dengan nilai Rp. 9,556,378,400. Jumlah surat paksa yang tidak dibayar sebanyak 810 lembar dengan nilai Rp. 82,532,031,352. Pada tahun 2013 surat paksa yang diterbitkan sebanyak 652 lembar dengan nilai Rp. 6,615,988,316. Jumlah surat paksa yang dibayar sebanyak 48 lembar dengan nilai Rp. 352,660,270. Jumlah surat paksa yang tidak dibayar sebanyak 565 lembar dengan nilai Rp. 24,338,485,330.Pada tahun 2014 surat paksa yang diterbitkan sebanyak 825 lembar dengan nilai Rp.69,799,165,601. Jumlah surat paksa yang dibayar 223 lembar dengan nilai Rp. 9,556,378,400. Jumlah surat paksa yang tidak dibayar sebanyak 810 lembar dengan nilai Rp. 82,532,031,352.

Persentase pencairan tunggakan pajak Badan oleh seksi penagihan melalui penerbitan surat paksa pada tahun 2012 sebesar 20,4 % dari jumlah surat paksa yang terbit dengan penerimaan tunggakan pajak sebesar Rp. 366,078,033. Pada tahun 2013 persentase pencairan tunggakan pajak melalui penerbitan surat paksa


(52)

sebesar 7,4 % dari jumlah penerbitan surat paksa dengan penerimaan tunggakan pajak sebesar Rp. 352,660,270. Pada tahun 2014 persentase pencairan tunggakan pajak melalui surat paksa sebesar 27% dari jumlah paksa yang terbit dengan penerimaan tunggakan pajak sebesar Rp. 9,556,378,400. Persentase pencairan tunggakan pajak yang terbesar dari tahun 2012 sampai tahun 2014 berada pada tahun 2014 sebanyak 27% dengan penerimaan tunggakan pajak sebesar Rp. 9,556,378,400 .

Tabel 3.8 Jumlah Tunggakan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan Tahun 2012-2014

Tahun/Uraian

Jumlah Tunggakan

(Rp)

Jumlah Pencairan Tunggakan

(Rp)

%

2012 38,714,227,068 6,319,771,781 15,9 2013 70,504,090,867 8,113,655,339 11,5 2014 63,736,681,626 34,348,166,026 53,9 Sumber : Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam

Dari tabel di atas menggambarkan bahwa pada tahun 2012 jumlah tunggakan Pajak Orang Pribadi dan Badan sebesar Rp.38,714,227,068 sudah ikut serta tunggakan pajak tahun-tahun sebelumnya dan sudah dikurangi penyisihan pajak tahun-tahun sebelumnya yang diperkirakan tidak dapat ditagih lagi. Pada tahun 2012 jumlah pencairan tunggakan pajak sebesar Rp. 6,319,771,781 dengan persentase pencairan sebesar 15,9 % dari total tunggakan. Pada tahun 2013, jumlah tunggakan Pajak Orang Pribadi dan Badan sebesar Rp.70,504,090,867


(53)

dengan jumlah pencairan tunggakan pajak sebesar Rp. 8,113,655,339 dengan persentase penerimaan tunggakan pajak sebesar 11,5% dari total tunggakan. Pada tahun 2014, jumlah tunggakan pajak Orang Pribadi dan Badan sebesar Rp. 63,736,681,626 dan penerimaan tunggakan pajak sebesar Rp.34,348,166,026. Persentase penerimaan tunggakan pajak Orang Pribadi dan Badan sebesar 53,9%.

Tingkat penerimaan pajak terbesar dari tahun 2012 sampai tahun 2014 berada pada tahun 2014 sebesar 53,9% dengan penerimaan tunggakan pajak sebesar Rp. 34,348,166,026. Keputusan Menteri Keuangan No.544/KMK.04/2000 bahwa salah satu kriteria kepatuhan wajib pajak adalah tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak. Penagihan akan dilakukan ketika tunggakan pajak ada. Sementara dari tahun 2012 sampai tahun 2014 telah dilakukan penagihan pajak oleh seksi penagihan melalui surat teguran dan surat paksa untuk melakukan penagihan tunggakan pajak. Jadi, Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan dalam memenuhi kriteria kepatuhan pajak yang adalah tidak mempunyai tunggakan pajak tersebut di Kantor Pelayanan Pajak pada tahun 2012 sampai tahun 2014 bisa dikatakan belum patuh.

Menurut Chaizi Nasucha dalam buku Devano dan Rahayu (2006:111), kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan dalam pembayaran tunggakan. Dilihat dari penerbitan surat teguran dan surat paksa untuk menagih tunggakan pajak dari tahun 2012 sampai tahun 2014 mengalami kenaikan baik Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan. Namun dalam hal persentase tingkat pembayaran tunggakan pajak yang terbesar dengan surat teguran yang terbit untuk Orang Pribadi dari tahun 2012 sampai tahun 2014 berada di tahun 2013 sebesar


(54)

12,1% dari jumlah surat yang terbit sebanyak 149 lembar, dan jumlah surat teguran yang cair sebanyak 18 lembar surat teguran. Untuk persentase tingkat pembayaran surat teguran yang terbesar untuk Badan dari tahun 2012 sampai tahun 2014 berada di tahun 2013 sebesar 39,7% dari jumlah surat teguran yang terbit sebanyak 937 lembar dan jumlah surat teguran yang cair sebanyak 372 lembar. Untuk persentase tingkat pembayaran surat paksa yang terbesar untuk Orang Pribadi dari tahun 2012 sampai tahun 2014 berada di tahun 2012 sebesar 5,7% dengan jumlah surat paksa yang terbit sebanyak 57 lembar dan yang cair sebanyak 10 lembar. Untuk persentase tingkat pembayaran surat paksa yang terbesar untuk Badan dari tahun 2012 sampai tahun 2014 berada di tahun 2014 sebesar 27% dari jumlah surat paksa yang terbit sebanyak 825 lembar dan jumlah surat paksa yang cair sebanyak 223 lembar.

Jika dilihat dari penerbitan dan pembayaran surat teguran dari tahun 2012 sampai tahun 2014 untuk Orang Pribadi dan Badan, tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar tunggakan pajak berada di tahun 2013 dan untuk tingkat kepatuhan membayar tunggakan pajak melalui surat paksa, untuk Orang Pribadi berada di tahun 2012 dan Badan di tahun 2014.

Secara keseluruhan tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan jika dilihat dari penerimaan tunggakan pajak oleh seksi penagihan tingkat kepatuhan terbesar dari tahun 2012 sampai tahun 2014 berada di tahun 2014 sebanyak 53,9% penerimaan tunggakan pajak oleh seksi penagihan dari jumlah tunggakan pajak tahun 2014.


(55)

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada pembahasan tersebut dapat disimpulkan:

Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia self assessment system yang menuntut Wajib Pajak untuk turut aktif dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya,dimana segala pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan sepenuhnya oleh Wajib Pajak,mulai dari menghitung, membayar dan melaporkan pajaknya dan fiskus hanya melakukan pengawasan melalui prosedur pemeriksaan. Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan kebenarannya.Dari tahun 2012 sampai tahun 2014 jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang terdaftar setiap tahunnya mengalami peningkatan. Dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya dengan sistem self assessment, tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan di KPP Pratama Lubuk Pakam dilihat dari jumlah surat teguran dan surat paksa yang diterbitkan oleh penagihan dari tahun 2012 sampai 2014 mengalami peningkatan sehingga dapat dikatakan bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan di KPP Pratama Lubuk Pakam dari tahun 2012 sampai tahun 2014 semakin tidak patuh. Jika dilihat dari pembayaran tunggakan pajak dari surat teguran yang diterbitkan dari tahun 2012 sampai tahun 2014 untuk Orang Pribadi dan Badan, tingkat kepatuhan Wajib Pajak terbesar dalam membayar tunggakan pajak berada di tahun 2013 dan


(56)

untuk tingkat kepatuhan membayar tunggakan pajak dari surat paksa yang di terbitkan, untuk Orang Pribadi berada di tahun 2012 dan Badan di tahun 2014.

B. Saran

Dalam rangka meningkatkan penerimaan negara, bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat khususnya di KPP Pratama Lubuk Pakam, salah satu cara yang bisa dilakukan oleh pihak aparat pajak adalah dengan melakukan edukasi terhadap Wajib Pajak melalui sosialisai dan diskusi mengenai perpajakan agar dapat mengetahui pemahaman Wajib Pajak mengenai hak dan kewajiban seorang Wajib Pajak dengan sistem perpajakan sedang berlaku. Dalam penerbitan surat teguran maupun surat paksa setiap tahun meningkat. Hal ini menandakan bahwa Wajib Pajak belum patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, sehingga menimbulkan tunggakan pajak. Danyang membayar tunggakan pajak dari tahun ke tahun berfluktuatif, dimana di tahun 2013 jumlah Wajib Pajak yang membayar tunggakan pajak melalui surat teguran baik Orang Pribadi maupun Badan lebih besar dibanding tahun 2012 dan 2014. Dan melalui surat paksa Orang Pribadi di tahun 2012 lebih tinggi dari tahun 2013 dan 2014 dan untuk Badan lebih tingggi di tahun 2014 lebih tinggi dari tahun 2012 dan 2013. Sebaiknya dilakukan pengevaluasian dalam pelaksanaan pemungutan tunggakan pajak ketika yang membayar tunggakan pajak tinggi atau rendah, pihak penagihan perlu mengevaluasi faktor-faktor tinggi atau rendahnya jumlah wajib pajak yang membayar tunggakan pajak setiap tahunnya, ketika semakin meningkat jumlah Wajib Pajak yang membayar tunggakan besar, strategi yang dipakai untuk memungut utang pajak bisa dipakai di tahun berikutnya atau lebih


(57)

meningkatkan strategi sesuai dengan kondisi wajib pajak yang diketahui setelah melakukan sosialisasi atau diskusi dengan Wajib Pajak atau berdasarkan pengalaman pemungutan di tahun-tahun sebelumnya.


(58)

Devano, Soni dan Siti Kurnia Rahayu. 2006. Perpajakan. Jakarta: Kencana.

Ilyas B. Wirawan dan Richard Burton. 2012. Manajemen Sengketa Dalam Pungutan Pajak. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam. Priantara, Diaz. 2009. Kupas Tuntas. Jakarta: Indeks.

Purnomo, Harry. 2010. Dasar-Dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Jakarta: Erlangga.

Resmi, Siti. 2013. Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat.

Rustiyaningsih, Sri. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak. Surabaya. Universitas Widya Mandala Madium.

Suandy, Erly. 2011. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.

Zuraida, Ida dan Hari Sih Advianto. 2011. Penagihan Pajak. Bogor: Ghalia Indonesia.


(1)

dengan jumlah pencairan tunggakan pajak sebesar Rp. 8,113,655,339 dengan persentase penerimaan tunggakan pajak sebesar 11,5% dari total tunggakan. Pada tahun 2014, jumlah tunggakan pajak Orang Pribadi dan Badan sebesar Rp. 63,736,681,626 dan penerimaan tunggakan pajak sebesar Rp.34,348,166,026. Persentase penerimaan tunggakan pajak Orang Pribadi dan Badan sebesar 53,9%.

Tingkat penerimaan pajak terbesar dari tahun 2012 sampai tahun 2014 berada pada tahun 2014 sebesar 53,9% dengan penerimaan tunggakan pajak sebesar Rp. 34,348,166,026. Keputusan Menteri Keuangan No.544/KMK.04/2000 bahwa salah satu kriteria kepatuhan wajib pajak adalah tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak. Penagihan akan dilakukan ketika tunggakan pajak ada. Sementara dari tahun 2012 sampai tahun 2014 telah dilakukan penagihan pajak oleh seksi penagihan melalui surat teguran dan surat paksa untuk melakukan penagihan tunggakan pajak. Jadi, Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan dalam memenuhi kriteria kepatuhan pajak yang adalah tidak mempunyai tunggakan pajak tersebut di Kantor Pelayanan Pajak pada tahun 2012 sampai tahun 2014 bisa dikatakan belum patuh.

Menurut Chaizi Nasucha dalam buku Devano dan Rahayu (2006:111), kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi dari kepatuhan dalam pembayaran tunggakan. Dilihat dari penerbitan surat teguran dan surat paksa untuk menagih tunggakan pajak dari tahun 2012 sampai tahun 2014 mengalami kenaikan baik Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan. Namun dalam hal persentase tingkat pembayaran tunggakan pajak yang terbesar dengan surat teguran yang terbit untuk Orang Pribadi dari tahun 2012 sampai tahun 2014 berada di tahun 2013 sebesar


(2)

12,1% dari jumlah surat yang terbit sebanyak 149 lembar, dan jumlah surat teguran yang cair sebanyak 18 lembar surat teguran. Untuk persentase tingkat pembayaran surat teguran yang terbesar untuk Badan dari tahun 2012 sampai tahun 2014 berada di tahun 2013 sebesar 39,7% dari jumlah surat teguran yang terbit sebanyak 937 lembar dan jumlah surat teguran yang cair sebanyak 372 lembar. Untuk persentase tingkat pembayaran surat paksa yang terbesar untuk Orang Pribadi dari tahun 2012 sampai tahun 2014 berada di tahun 2012 sebesar 5,7% dengan jumlah surat paksa yang terbit sebanyak 57 lembar dan yang cair sebanyak 10 lembar. Untuk persentase tingkat pembayaran surat paksa yang terbesar untuk Badan dari tahun 2012 sampai tahun 2014 berada di tahun 2014 sebesar 27% dari jumlah surat paksa yang terbit sebanyak 825 lembar dan jumlah surat paksa yang cair sebanyak 223 lembar.

Jika dilihat dari penerbitan dan pembayaran surat teguran dari tahun 2012 sampai tahun 2014 untuk Orang Pribadi dan Badan, tingkat kepatuhan wajib pajak dalam membayar tunggakan pajak berada di tahun 2013 dan untuk tingkat kepatuhan membayar tunggakan pajak melalui surat paksa, untuk Orang Pribadi berada di tahun 2012 dan Badan di tahun 2014.

Secara keseluruhan tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan jika dilihat dari penerimaan tunggakan pajak oleh seksi penagihan tingkat kepatuhan terbesar dari tahun 2012 sampai tahun 2014 berada di tahun 2014 sebanyak 53,9% penerimaan tunggakan pajak oleh seksi penagihan dari jumlah tunggakan pajak tahun 2014.


(3)

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada pembahasan tersebut dapat disimpulkan:

Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia self assessment system yang menuntut Wajib Pajak untuk turut aktif dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya,dimana segala pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan sepenuhnya oleh Wajib Pajak,mulai dari menghitung, membayar dan melaporkan pajaknya dan fiskus hanya melakukan pengawasan melalui prosedur pemeriksaan. Kondisi perpajakan yang menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan kebenarannya.Dari tahun 2012 sampai tahun 2014 jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang terdaftar setiap tahunnya mengalami peningkatan. Dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya dengan sistem self assessment, tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan di KPP Pratama Lubuk Pakam dilihat dari jumlah surat teguran dan surat paksa yang diterbitkan oleh penagihan dari tahun 2012 sampai 2014 mengalami peningkatan sehingga dapat dikatakan bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan di KPP Pratama Lubuk Pakam dari tahun 2012 sampai tahun 2014 semakin tidak patuh. Jika dilihat dari pembayaran tunggakan pajak dari surat teguran yang diterbitkan dari tahun 2012 sampai tahun 2014 untuk Orang Pribadi dan Badan, tingkat kepatuhan Wajib Pajak terbesar dalam membayar tunggakan pajak berada di tahun 2013 dan


(4)

untuk tingkat kepatuhan membayar tunggakan pajak dari surat paksa yang di terbitkan, untuk Orang Pribadi berada di tahun 2012 dan Badan di tahun 2014.

B. Saran

Dalam rangka meningkatkan penerimaan negara, bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat khususnya di KPP Pratama Lubuk Pakam, salah satu cara yang bisa dilakukan oleh pihak aparat pajak adalah dengan melakukan edukasi terhadap Wajib Pajak melalui sosialisai dan diskusi mengenai perpajakan agar dapat mengetahui pemahaman Wajib Pajak mengenai hak dan kewajiban seorang Wajib Pajak dengan sistem perpajakan sedang berlaku. Dalam penerbitan surat teguran maupun surat paksa setiap tahun meningkat. Hal ini menandakan bahwa Wajib Pajak belum patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, sehingga menimbulkan tunggakan pajak. Danyang membayar tunggakan pajak dari tahun ke tahun berfluktuatif, dimana di tahun 2013 jumlah Wajib Pajak yang membayar tunggakan pajak melalui surat teguran baik Orang Pribadi maupun Badan lebih besar dibanding tahun 2012 dan 2014. Dan melalui surat paksa Orang Pribadi di tahun 2012 lebih tinggi dari tahun 2013 dan 2014 dan untuk Badan lebih tingggi di tahun 2014 lebih tinggi dari tahun 2012 dan 2013. Sebaiknya dilakukan pengevaluasian dalam pelaksanaan pemungutan tunggakan pajak ketika yang membayar tunggakan pajak tinggi atau rendah, pihak penagihan perlu mengevaluasi faktor-faktor tinggi atau rendahnya jumlah wajib pajak yang membayar tunggakan pajak setiap tahunnya, ketika semakin meningkat jumlah Wajib Pajak yang membayar tunggakan besar, strategi yang dipakai untuk memungut utang pajak bisa dipakai di tahun berikutnya atau lebih


(5)

meningkatkan strategi sesuai dengan kondisi wajib pajak yang diketahui setelah melakukan sosialisasi atau diskusi dengan Wajib Pajak atau berdasarkan pengalaman pemungutan di tahun-tahun sebelumnya.


(6)

Devano, Soni dan Siti Kurnia Rahayu. 2006. Perpajakan. Jakarta: Kencana.

Ilyas B. Wirawan dan Richard Burton. 2012. Manajemen Sengketa Dalam Pungutan Pajak. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam. Priantara, Diaz. 2009. Kupas Tuntas. Jakarta: Indeks.

Purnomo, Harry. 2010. Dasar-Dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Jakarta: Erlangga.

Resmi, Siti. 2013. Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat.

Rustiyaningsih, Sri. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak. Surabaya. Universitas Widya Mandala Madium.

Suandy, Erly. 2011. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.

Zuraida, Ida dan Hari Sih Advianto. 2011. Penagihan Pajak. Bogor: Ghalia Indonesia.


Dokumen yang terkait

Pelaksanaan Penyuluhan Dalam Upaya Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Untuk Memenuhi Kewajiban Perpajakan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

1 70 56

Pelaksanaan Penagihan Tunggakan Pajak Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

2 97 62

Prosedur Pelaksanaan Penagihan Terhadap Wajib Pajak Dalam Pencapaian Pelunasan Tunggakan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

4 62 63

Dampak Penggunaan Drop Box Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dan Peranannya Dalam Upaya Peningkatan Penerimaan Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat

1 37 70

Pelaksanaan Penagihan Pajak Dengan Penyitaan Dalam Meningkatkan KepatuhanWajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

0 29 65

Pelaksanaan Penyuluhan Dalam Upaya Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

1 36 55

Analisis Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Dilihat Dari Penerimaan Tunggakan Pajak Oleh Seksi Penagihan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam Tahun 2011-2014

0 0 7

Analisis Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Dilihat Dari Penerimaan Tunggakan Pajak Oleh Seksi Penagihan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam Tahun 2011-2014

0 1 4

Analisis Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Dilihat Dari Penerimaan Tunggakan Pajak Oleh Seksi Penagihan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam Tahun 2011-2014

0 2 15

Analisis Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Dilihat Dari Penerimaan Tunggakan Pajak Oleh Seksi Penagihan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Lubuk Pakam Tahun 2011-2014

0 0 1