BAB II SEJARAH PENULISAN PRIMBON
A. Definisi Primbon
Primbon merupakan buku yang berisi perhitungan, perkiraan, ramalan dan sejenisnya mengenai hari baik dan buruk untuk melakukan segala sesuatu,
serta perhitungan untuk mengetahui nasib dan watak pribadi seseorang berdasarkan hari kelahiran, nama dan ciri-ciri fisik.
10
Dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer
disebutkan bahwa primbon merupakan kitab yang berisi ramalan perhitungan baik, buruk dan sebagainya.
11
Umumnya primbon bersifat anonim. Kalaupun ada nama yang tertera, sebagian besar hanya
merupakan penyusunnya saja. Kecuali seri Betaljemur Adammakna yang ditulis pangeran Harya Tjakraningrat dari kesultanan Yogyakarta.
Suwardi Endraswara menyebutkan bahwa primbon merupakan gudang ilmu pengetahuan. Mistikus Jawa disebut juga primbonis. Karena segala gerak
dan tingkah lakunya didasarkan pada kitab primbon. Karena primbon memuat berbagai macam persoalan hidup.
Dalam hal ini Suwardi membagi ajaran primbon sebagai berikut:
12
1. Pranata Mangsa
Merupakan cara membaca gejala alam semesta. Atau disebut juga tafsir ngalam semesta. Biasa digunakan kaum tani pedesaan untuk
menghitung waktu tandur menanam padi atau nelayan untuk mengetahui waktu melaut.
10
Behrend, Primbon Jakarta: Perpustakaan Nasional, 2001, h. 2.
11
Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer Jakarta: DEPDIKBUD, 1991, h. 1191.
12
Suwardi Endraswara, Falsafah Hidup Jawa Tangerang: Cakrawala, 2003, h. 119.
2. Petungan
Petungan merupakan hitung-hitungan neptu nilai numerik.
Misalnya dalam mencari kecocokan jodoh, nama laki-laki dan perempuan dihitung sedemikian rupa sesuai dengan abjad Jawa yang 20, kemudian
dibagi tujuh. Maka sisanya adalah kondisi yang akan terjadi jika menikah. 3.
Pawukon Pawukon
Merupakan rumusan perhitungan waktu, baik hari, pasaran, bulan ataupun tahun
4. Pengobatan
Merupakan wejangan pengobatan tradisional. 5.
Wirid Wirid
, biasanya berupa sastra Wedha. Di dalamnya terkandung pesan, sugesti, larangan yang menuju ke suatu titik mistik. Yang bertujuan
agar terciptanya keharmonisan manusia Jawa dengan sesamanya, alam semesta dan Tuhan.
6. Aji-Aji
Aji-aji merupakan gambaran hidup supranatural orang Jawa.
Menurut masyarakat kejawen, mantra memiliki kekuatan supranatural yang luar biasa jika diyakini.
7. Kidung
Syair yang berisi wejangan dan sebagainya. 8.
RamalanJangka Ramalan sama halnya dengan seni petungan. Hanya saja lebih luas,
tidak sekedar masalah individu seperti jodoh dan nikah, tetapi lebih
bersifat luas, seperti apa yang terjadi dalam masyarakat diramalkan dalam Jangka Jayabaya.
9. Tata Cara Slametan
Merupakan tata cara ritual orang Jawa sebagai tanda syukur, tolak bala ataupun yang lainnya.
10. DongaMantra
Donga atau mantra seperti halnya wirid dan aji-aji, tetapi
menggunakan ayat-ayat al-Qur’an yang ejaannya dijawakan. 11.
NgalamatSasmita Gaib Ngalamat biasanya berupa fenomena aneh di alam semesta.
Masyarakat kejawen menganggap fenomena ganjil tersebut sebagai pertanda.
13
Primbon merupakan catatan-catatan yang dianggap penting mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan pedoman hidup dan tatanan tradisi.
Dalam primbon, misalnya, terdapat catatan mengenai berbagai mantra dan rumusan mencari waktu-waktu tertentu yang dianggap baik untung; Jawa
untuk melakukan segala sesuatu dan waktu-waktu yang dianggap jelek naas; Jawa untuk melakukan sesuatu.
Primbon yang tertua ditulis pada masa Mataram Islam. Ini menunjukkan bahwa sebelum Mataram, bahkan sebelum masuknya Islam ke Jawa, Primbon
belum didokumentasikan secara tertulis. Namun demikian, akar primbon yang berupa ramalan astrologi telah lama dengan Serat Jayabaya atau yang biasa
dikenal sebagai ramalan Jayabaya.
14
13
Suwardi Endraswara, Falsafah Hidup Jawa Tangerang: Cakrawala, 2003, h. 119.
14
Purwadi, Ramalan Sakti Prabu Jaya Baya, h. 7.
Perhitungan Jawa yang digunakan dalam primbon baru ditetapkan oleh Sultan Agung setelah melihat dua masyarakat yang hidup di Jawa, yang oleh
Clifford Geertz disebut, Santri dan Abangan.
15
Rupanya Sultan Agung hendak mendamaikan masyarakat Santri yang menggunakan perhitungan Hijriyah
bulan dan masyarakat Abangan yang menggunakan perhitungan tahun Saka matahari. Ia kemudian menetapkan perhitungan Jawa dengan menggunakan
perhitungan bulan, diambil dari kalender Hijriyah, namun dimulai dari tahun Saka
saat itu serta menggunakan nama-nama pasaran Jawa Pon, Wage, Pahing
, Kliwon dan Legi,.
16
Perhitungan inilah yang digunakan dalam primbon.
B. Lintasan Sinkretisme Jawa