18
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Derajat kesehatan merupakan salah satu indikator kemajuan suatu masyarakat.
Faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat diantaranya tingkat ekonomi,
pendidikan, keadaan lingkungan, kesehatan dan sosial budaya Depkes RI, 2006
TB paru merupakan penyakit infeksi kronik dan menular yang erat kaitannya dengan
keadaan lingkungan dan perilaku masyarakat. Penyakit TB paru merupakan penyakit infeksi
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini ditularkan melalui udara
yaitu percikan ludah, bersin dan batuk. Penyakit TB paru biasanya menyerang paru akan
tetapi dapat pula menyerang organ tubuh lain Aditama, 2002.
TB paru masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia. Penyakit TB paru
banyak menyerang kelompok usia produktif. Kebanyakan berasal dari kelompok sosial
ekonomi rendah dan tingkat pendidikan yang rendah Aditama, 1994.
WHO World Health Organization tahun 1995, memperkirakan insiden TB paru
setiap tahun sebanyak 583.000 kasus dengan angka mortality sekitar 140.000 kasus. TB paru
merupakan penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan
penyakit saluran pernapasan dan merupakan nomor satu terbesar penyebab kematian
dalam kelompok penyakit infeksi Crofton, 2002.
19
TB paru adalah penyakit yang erat kaitannya dengan ekonomi lemah dan
diperkirakan 95 dari jumlah kasus TB paru terjadi di negara berkembang yang relatif
miskin. Menurut WHO tahun 1999, Indonesia merupakan penyumbang penyakit TB paru
terbesar nomor tiga di dunia sebanyak 583.000 kasus setelah India sebanyak 2 juta kasus
dan Cina sebanyak 1,5 juta kasus Depkes RI, 2002.
Survei prevalensi TB paru yang dilaksanakan di beberapa negara seperti Ethiopia
189 per 100.000 penduduk BTA + pada kelompok umur di atas 14 tahun 2001, Cina 122
per 100.000 penduduk dengan BTA + 2000, Philipina 3,1 BTA+ dan 8,1 kultur + per
1.000 penduduk, dan Korea 70 BTA + per 100.000 penduduk 1995 Gotama, 2002.
Penyakit TB paru juga merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Diperkirakan
setiap tahun 450.000 kasus baru TB paru, dimana sekitar 13 penderita terdapat di
puskesmas, 13 di pelayanan rumah sakit, klinik pemerintah maupun swasta dan 13
ditemukan di unit pelayanan kesehatan yang tidak terjangkau seperti pengobatan
tradisional. Penderita TB paru di Indonesia sebagian besar terjadi pada kelompok usia
produktif dan sosial ekonomi rendah Depkes RI,2004.
Upaya penurunan TB paru di Indonesia telah di mulai sejak diadakan simposium
pemberantasan TB paru di Ciloto tahun 1969. Namun sampai sekarang perkembangan
penanggulangan TB paru belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Hal ini terlihat
dari proporsi kematian akibat TB paru telah terjadi peningkatan dari tahun 1980, 1986, dan
1992 secara berturut turut 8,4, 8,6, dan 9,4 Depkes RI, 1995.
20
Profil kesehatan Indonesia tahun 2004, cakupan penemuan kasus TB paru dengan
BTA + sebanyak 128.901 kasus. Propinsi dengan Case Detection Rate CDR terbesar adalah
Sulawesi Utara dengan ditemukan 3.056 kasus BTA +, Gorontalo ditemukan 1.088 kasus
BTA +, Sulawesi Selatan diperkirakan BTA + 9793 kasus Depkes RI, 2004.
Insiden dan prevalensi dari hasil survei TB paru tahun 2004, tampak ada perbedaan
insiden dan prevalensi antara wilayah di Indonesia. Insiden BTA + bervariasi yaitu
64100.000 penduduk untuk wilayah DI Yogyakarta dan Bali, 107100.000 penduduk untuk
propinsi di Pulau Jawa kecuali DI Yogyakarta 160100.000 penduduk untuk Sumatera dan
210100.000 penduduk untuk propinsi propinsi di Wilayah Indonesia Timur Depkes RI,
2004. Kasus
TB paru di Propinsi Sumatera Utara berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun
2004 diperkirakan BTA + 14.310 kasus dan ditemukan 12.145 kasus BTA + 84,87.
Berdasarkan profil kesehatan Propinsi Sumatera Utara tahun 2004, kasus TB paru sebanyak
12.145 orang dengan angka kesembuhan 67,07, 8145 orang tahun 2005 penderita
TB paru sebanyak 14.548 orang dengan angka kesembuhan sebesar 53,98 7853 orang.
Profil kesehatan Propinsi Sumatera Utara tahun 2005, penyakit TB paru terbanyak
berada di Kabupaten Tapanuli Selatan dengan jumlah kasus sebanyak 5.303 orang,
Kabupaten Deli Serdang dengan jumlah kasus sebanyak 816 orang, Kabupaten Labuhan Batu
dengan jumlah kasus sebanyak 809 orang.
21
Profil Kesehatan Kab. Tapanuli Utara tahun 2005, dilaporkan jumlah penderita TB
paru sebanyak 182 orang, tahun 2006 sebanyak 216 orang, tahun 2007 sebanyak 434 orang.
Sedangkan tahun 2008 dilaporkan jumlah penderita TB paru sebanyak 534 orang.
Peningkatan TB paru di Tapanuli Utara yang signifikan terjadi pada tahun 2007 sebesar
101,8. Peningkatan kasus TB paru tersebut dipengaruhi oleh berbagai macam faktor
seperti perilaku masyarakat, keluarga, penderita, lingkungan dan kondisi rumah.
Pengamatan yang dilakukan terhadap perilaku masyarakat di Kabupaten Tapanuli
Utara yang tidak patuh dalam pengobatan TB paru membuat bakteri TB paru menjadi
resisten pada tubuh. Pengawasan selama proses pengobatan yang berlangsung tidak dapat
terlaksana dengan baik oleh keluarga maupun penderita sendiri. Penderita merasa
pengobatan yang dijalani tidak memberikan dampak yang signifikan sebagai upaya
penyembuhan penyakit TB paru yang di derita dalam waktu yang relatif singkat.
Perilaku sebahagian masyarakat di Tapanuli Utara juga menganggap bahwa penyakit
TB paru merupakan penyakit memalukan sehingga tidak mau segera mengunjungi
pelayanan kesehatan untuk segera mendapatkan pengobatan. Masyarakat di Tapanuli Utara
yang masih memiliki adat istiadat yang kental dan terkadang masih ada yang percaya
terhadap kekuatan gaib, menganggap bahwa penyakit TB paru merupakan penyakit yang
disebabkan oleh kekuatan gaib sehingga penderita TB paru melakukan pengobatan secara
tradisional. Perilaku masyarakat banyak memberikan peranan dalam penyebaran TB paru
dan kegagalan dalam pengobatan secara tuntas, sehingga setiap tahunnya selalu ada kasus
22
baru yang tercatat. Selain perilaku, lingkungan terutama kondisi rumah juga memiliki
peranan dalam penyebaran bakteri TB paru ke orang yang sehat. Bakteri TB paru yang
terdapat di udara saat penderita TB paru bersin akan dapat bertahan hidup lebih lama jika
keadaan udara lembab dan kurang cahaya. Penyebaran bakteri TB paru akan lebih cepat
menyerang orang sehat jika berada dalam rumah yang lembab, kurang cahaya dan padat
hunian. Sikap
masyarakat di Tapanuli Utara yang beranggapan bahwa TB paru merupakan penyakit
batuk biasa yang dapat sembuh dengan sendirinya dengan mengkonsumsi obat batuk
biasa yang dijual secara bebas juga menghambat upaya penanggulangan dan penyembuhan
TB paru. Penderita TB paru yang merasa batuknya merupakan batuk biasa datang
ke puskesmas setelah bakteri TB paru menyebar ke paru paru dan penderita semakin
lemah. Menurut
observasi lapangan yang dilakukan pada bulan April 2008 kondisi rumah masyarakat
di Tapanuli Utara yang kebanyakan kurang cahaya baik cahaya matahari langsung
maupun cahaya buatan menyebabkan bakteri TB paru dapat bertahan hidup selama
3 bulan. Dengan kondisi bakteri TB paru yang bertahan hidup selama 3 bulan dan rumah
yang padat hunian mempunyai peluang besar untuk menimbulkan kasus baru dalam satu
rumah. Berdasarkan
survei awal tahun 2008 dan pengamatan yang dilakukan peneliti terhadap
jumlah kasus TB paru, perilaku masyarakat dan kondisi rumah di Tapanuli Utara maka
perlu dilakukan penelitian yang bersifat preventif dalam upaya penanggulangan
23
penyakit TB paru dengan memperhatikan perilaku penderita TB paru dan keluarga serta
kondisi rumah penderita sekaligus sebagai upaya penurunan dan penanggulangan kasus TB
paru di Kabupaten Tapanuli Utara.
1.2 Permasalahan