Analisa Getaran Bantalan Centrifugal Fan

Pengaruh Beban Dinamis Pada Poros terhadap Gaya Reaksi Bantalan A dan B -150 -100 -50 50 100 150 200 250 300 -15 -10 -5 5 10 15 C-C d mm Gaya kg Fdy kg RzA RzB RxA RxB Gambar 4.7. Perbandingan beban dinamis terhadap gaya reaksi bantalan

4.2. Analisa Getaran Bantalan Centrifugal Fan

Berdasarkan hasil pengukuran getaran pada kedua bantalan centrifugal fan untuk tiap kondisi beban dinamis sabuk-V pada Tabel 4.5, maka hasil download data dari alat X-Viber Analyzer ke dalam komputer diperoleh: 1. Nilai kecepatan getaran keseluruhan mms - rms 2. Nilai kecepatan getaran mms – rms serta spektrum frekuensinya. 3. Putaran poros centrifugal fan rpm Data tersebut dapat dilihat pada kumpulan data getaran untuk tiap pengujian dan tiap waktu pengukuran pada lampiran 14. Universitas Sumatera Utara 4.2.1. Analisa Trend Getaran 4.2.1.1. Pengolahan data getaran dan uji korelasi Data yang digunakan pada analisa trend adalah rekapitulasi kecepatan getaran keseluruhan overall velocity vibration. Kecepatan getaran pada tiap bantalan diperoleh melalui pengukuran getaran terhadap tiga sumbu yaitu: bantalan A x A , y A , z A dan bantalan B x A , y A , z A sesuai pemodelan struktur poros pada Gambar 4.8. F dy z y x m Fu x B A B F dy cos F dy sin z B y B z A y A x A Poros Gambar 4.8. Arah pengukuran getaran bantalan centrifugal fan 2SWSI Oleh karena getaran yang sebenarnya merupakan resultan dari seluruh arah pengukuran maka dapat ditentukan resultan root mean square dari kecepatan getaran yaitu pada bidang radial dan ruang dengan cara superposisi untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.9. Universitas Sumatera Utara z y x A x A y A z r δ s δ A r A r Gambar 4.9. Superposisi kecepatan getaran bantalan centrifugal fan 2SWSI Untuk menentukan kecepatan getaran pada bidang radial, maka resultan kecepatan getaran dapat dihitung dengan cara: 1. Tentukan persamaan gerak getaran arah vertikal dan horisontal, sebagai contoh pengaruh tarikan sabuk yaitu beban dinamis pada poros : 156,726 N Tes-I pada bantalan A, arah vertikal, z A A t Z z φ ω ω + = cos z A t Z φ ω ω + = cos 93 . 2 mms-rms arah horizontal, x A A t X x φ ω ω + = cos x A t Z φ ω ω + = cos 75 . 6 mms-rms 2. Tentukan resultan persamaan gerak getaran arah vertikal dan horizontal, dengan 2 π δ φ φ = = − r z x , maka: r A A A A A x z x z r δ cos 2 2 2 − + = 2 cos 75 , 6 93 , 2 2 75 , 6 93 , 2 2 2 π × × − + = = 7,25 mms – rms Universitas Sumatera Utara Sehingga resultan persamaan gerak getaran arah radial, cos r A A t R r φ ω ω + = cos 36 , 7 r A t R φ ω ω + = mms-rms Untuk menentukan superposisi orbit kecepatan getaran, maka resultan kecepatan getaran dapat dihitung dengan cara: 1. Tentukan persamaan gerak getaran arah radial dan aksial, sebagai contoh pengaruh tarikan sabuk yaitu beban dinamis pada poros : 156,726 N Tes-I pada bantalan A, arah radial, cos 36 , 7 r A t R φ ω ω + = mms-rms arah aksial, y A A t Y y φ ω ω + = cos y A t Y φ ω ω + = cos 22 , 2 mms-rms 2. Tentukan resultan persamaan gerak getaran arah vertikal dan horizontal, dengan 2 π δ φ φ = = − r r y , maka: r A A A A A y r y r r δ cos 2 2 2 − + = 2 cos 22 , 2 36 , 7 2 22 , 2 36 , 7 2 2 π × × − + = = 7,67 mms - rms Sehingga resultan persamaan gerak getaran, r A A t R r φ ω ω + = cos r A t R φ ω ω + = cos 68 , 7 mms-rms Universitas Sumatera Utara Dengan cara yang sama, maka seluruh resultan bidang radial dan superposisi tiga arah dari kecepatan getaran bantalan A dan bantalan B dapat dihitung, dengan data hasil dapat dilihat pada Tabel. 4.9. yang digambarkan pada Gambar 4.12. Tabel 4.9. Rekapitulasi data kecepatan getaran keseluruhan dan uji korelasi Untuk menguji pengaruh tarikan sabuk-V terhadap getaran pada bantalan maka perlu dilakukan uji korelasi antara keduanya, yaitu: 1. Koefisien korelasi r               −               −             − = ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ = = = = = = = n i n i i i n i i n i i n i i n i i i n i i y y n x x n y x y x n r 1 2 1 2 2 1 1 2 1 1 1 Universitas Sumatera Utara Koefisien korelasi r untuk bantalan A dan bantalan B, dapat dihitung sebagai berikut: a. Bantalan A : i. x i = tarikan statis sabuk-V, T st ii. y i = kecepatan getaran superposisi bantalan A mmdet-RMS Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 15, maka diperoleh: n = 25 ; ∑ = n i i x 1 = 697,08 ; ∑ = n i i y 1 = 194,82 ; i n i i y x ∑ =1 = 5.520,49 ; ∑ = n i i x 1 2 = 36.612,80 ; ∑ = n i i y 1 2 = 1.542,98 sehingga, [ ] [ ] 2 2 82 , 194 98 , 542 . 1 25 697,08 36.612,80 25 82 , 194 697,08 5.520,49 25 − × − × − × = r = 0,1353 → nilai r mendekati 0, maka hubungan x i dan y i : non linier b. Bantalan B : i. x i = tarikan statis sabuk-V, T st ii. y i = kecepatan getaran superposisi bantalan B mmdet-RMS Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 16, maka diperoleh: n = 25 ; Universitas Sumatera Utara ∑ = n i i x 1 = 697,08 ; ∑ = n i i y 1 = 179,51 ; i n i i y x ∑ = 1 = 4.876,79 ; ∑ = n i i x 1 2 = 36.612,80 ; ∑ = n i i y 1 2 = 1.332,06 sehingga, [ ] [ ] 2 2 51 , 179 06 , 332 . 1 25 08 , 697 80 , 612 . 36 25 51 , 179 08 , 697 79 , 876 . 4 25 − × − × − × = r = - 0,0011 → nilai r mendekati 0, maka hubungan x i dan y i : non linier Berdasarkan uji korelasi terhadap kedua getaran bantalan A dan B diketahui bahwa getaran pada bantalan dipengaruhi oleh tarikan sabuk-V dengan korelasi yang bersifat non-linier. 2. Koefisien determinasi sampel R Untuk menentukan koefisien determinasi sampel R, maka nilai x i dan y i pada Lampiran 15 dan 16 diplot dengan scatter diagram. Berdasarkan bentuk scatter diagram diestimasi jenis trendline adalah polinomial ordo 4. Untuk menampilkan persamaan kurva non linear dan kofisien determinasi, maka pada subtab Option Format Trendline beri tanda pada ”Display equation on chart” dan ”Display R-squared value on chart”, hasil pengerjaan dapat dilihat pada Gambar 4.10. Berdasarkan Gambar dapat dilihat bahwa amplitudo getaran Bantalan B mendahului Bantalan A dan berangsur memiliki fase yang Universitas Sumatera Utara sama, hal ini terjadi karena pada saat mengalami kelonggaran lendutan pada poros lebih dipengaruhi oleh massa fan . Gambar 4.10. Grafik korelasi kecepatan getaran bantalan A dan B terhadap tarikan statis sabuk-V Hubungan antara perpindahan, kecepatan dan percepatan getaran untuk tiap kondisi set-up dapat dilihat pada Gambar 4.11, 4.12, 4.13, 4.14, dan 4.15, sesuai Lampiran 17. Universitas Sumatera Utara a Bantalan A b Bantalan B Gambar 4.11. Grafik resultan fungsi karakteristik getaran Tes-I a Bantalan A b Bantalan B Gambar 4.11. Grafik resultan fungsi karakteristik getaran Tes-II a Bantalan A b Bantalan B Gambar 4.12. Grafik resultan fungsi karakteristik getaran Tes-III Universitas Sumatera Utara a Bantalan A b Bantalan B Gambar 4.13. Grafik resultan fungsi karakteristik getaran Tes-IV a Bantalan A b Bantalan B Gambar 4.14. Grafik resultan fungsi karakteristik getaran Tes-IV 4.2.1.2. Analisa trend getaran bantalan terhadap baseline Baseline umumnya digunakan apabila standar getaran suatu mesin spesifik tidak tersedia sehingga didasarkan pada pengalaman. Sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan maka sebagai baseline digunakan nilai resultan superposisi kecepatan getaran pertama akibat tarikan sabuk-V setelah kondisi desain, Universitas Sumatera Utara lihat Tabel 4.5. yaitu C = C d . Berdasarkan ketentuan tersebut maka baseline yang akan digunakan adalah: 1. Untuk bantalan A nilai baseline sebesar 8,26 mms – RMS 2. Untuk bantalan B, nilai baseline sebesar 7,83 mms – RMS Dengan membandingkan resultan kecepatan getaran pada saat pada tiap kondisi terhadap kondisi baseline maka dapat didiagnosa tingkat keparahan suatu getaran yang dipengaruhi oleh tarikan sabuk, seperti yang ditampilkan dalam data pada Tabel 4.10.dan grafik pada Gambar 4.16. Tabel 4.10. Analisa trend resultan kecepatan getaran bantalan A dan B terhadap baseline. a b Gambar 4.16. Grafik trend resultan kecepatan getaran terhadap baseline: a bantalan A, dan b bantalan B Universitas Sumatera Utara Dapat dilihat pada Tabel 4.10, bahwa pemilihan baseline untuk masing- masing bantalan adalah berbeda. Karena pada baseline yang perlu dibandingkan adalah perubahan masing-masing bantalan terhadap kondisi awalnya, yaitu kondisi pada saat C = C d . Berdasarkan kedua grafik pada Gambar 4.16, dapat diketahui bahwa perubahan tarikan dari kondisi awal akan meningkatkan kecepatan getaran yang diterima pada bantalan. Secara umum kecepatan getaran bantalan A lebih besar dari bantalan B, hal ini sesuai dengan grafik gaya reaksi bantalan pada Gambar 4.7. Perbedaan yang cukup signifikan terjadi pada saat tarikan sabuk mendekati nol dimana kecepatan getaran pada bantalan A lebih kecil dari kondisi awalnya dan bantalan B. Hal ini disebabkan pada saat sabuk-V longgar, bantalan B lebih dominan mengalami pembebanan dari adanya unbalance pada impeller fan, yang akan dibahas lebih lanjut pada analisa spektrum frekuensi. 4.2.1.3. Analisa trend getaran bantalan terhadap standar ISO Dengan membandingkan kecepatan getaran di setiap arah pengukuran terhadap acuan standar pada Tabel 2.5, maka diketahui tingkat keparahan dan arah getaran yang paling besar yang diakibatkan oleh pengaruh tarikan sabuk-V. Untuk menganalisa tingkat keparahan ini maka pada grafik akan ditampilkan nilai batas getaran, yaitu batas alarms dan batas trips. Batas alarms dihitung dengan rumus: Alarms = 1,25 x batas Zona B = 1,25 x 1,8 mms-rms = 2,25 mms-rms Universitas Sumatera Utara Sedangkan batas trips dihitung dengan rumus: Trips = 1,25 x batas Zona C = 1,25 x 4,5 mms-rms = 5,63 mms-rms Dari kedua nilai di atas ditampilkan maka dapat ditentukan batasan yang akan menunjukkan tingkat keadaan getaran yang di plot kedalam grafik untuk tiap arah pengukuran getaran, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.17. Pada Gambar 4.17 a dan b ditunjukkan bahwa kecepatan getaran arah vertikal pada bantalan A berada diantara batas alarms dan trips serta terjadi peningkatan getaran ketika sabuk-V semakin longgar. Sedangkan pada bantalan B sebagian besar masih dibawah batas alarm, kecuali pada saat tarikan sabuk-V ditingkatkan namun semakin ketat sabuk-V maka getaran turun kembali. Pada Gambar 4.17 c dan d ditunjukkan bahwa kecepatan getaran arah horizontal pada bantalan A secara umum berada diantara batas trips. Terutama ketika sabuk-V semakin longgar dan semakin ketat pada jarak ± 5mm. Sedangkan kecepatan getaran bantalan B berada diantara batas alarms dan trips. Pada Gambar 4.17 e dan f ditunjukkan bahwa kecepatan getaran arah aksial pada bantalan A dan B berada diantara batas alarms dan trips walaupun lebih rendah responnya terhadap bantalan B. Sedangkan pada bantalan B sebagian besar masih dibawah batas alarms, kecuali pada saat tarikan sabuk-V ditingkatkan sejauh 5 mm, namun kenaikan tarikan pada sabuk-V berikutnya mengakibatkan tingkat keparahan getaran mengalami penurunan kembali. Universitas Sumatera Utara a b c d e f Gambar 4.17. Analisa trend kecepatan getaran bantalan terhadap standar ISO Universitas Sumatera Utara 4.2.2. Analisa Spektrum Frekuensi Kecepatan getaran yang ditunjukkan pada grafik trend kecepatan pada bagian sebelumnya merupakan nilai kecepatan getaran keseluruhan. Nilai kecepatan getaran tersebut merupakan resultan dari berbagai amplitudo dan frekuensi yang bersumber dari gerak periodik berbagai elemen mesin centrifugal fan, antara lain: a. Amplitudo dari frekuensi harmonik poros b. Amplitudo dari frekuensi bantalan dan harmoniknya c. Amplitudo dari frekuensi sabuk-V dan harmoniknya d. Amplitudo dari frekuensi blade 4.2.2.1. Pengolahan data spektrum frekuensi Data yang diperoleh dari hasil pengukuran dengan X-Viber Analyzer pada Lampiran 14, memberikan lima urutan kecepatan getaran yang paling dominan penyebab getaran. Berbagai frekuensi diperoleh dan hal ini perlu diolah agar dapat dievaluasi dengan baik. Data tersebut diolah dengan cara: 1. Seluruh data amplitudo dan spektrum frekuensi hasil pengukuran diurutkan berdasarkan frekuensi dan arah pengukuran kedalam sebuah tabel. Berdasarkan hasil pengurutan diketahui bahwa selang frekuensi kecepatan getaran dominan berada diantara : 3 – 158 Hz. 2. Tentukan nilai mean kecepatan getaran dari kelima pengukuran dalam setiap arah pengukuran dan kondisi tarikan sabuk-V, sebagai contoh yaitu Tes-I, arah vertikal, bantalan A pada frekuensi 24 Hz, dengan perhitungan: Universitas Sumatera Utara n x Hz mean n i i ∑ = = 1 24 = 5 29 . 14 . 1 01 . 1 17 . 1 + + + + = 1.17 Seluruh mean amplitudo dari masing-masing frekuensi dapat dihitung dengan cara yang sama. 3. Tentukan resultan dari ketiga arah kecepatan getaran maksimum, sebagai contoh yaitu Tes-I, arah vertikal, bantalan A pada frekuensi 24 Hz: a. Nilai mean arah vertikal : 1,17 Hz b. Nilai mean arah horisontal : 5,51 Hz c. Nilai mean arah aksial : 2,11 Hz Maka resultan amplitudo kecepatan getaran dapat dihitung: 2 2 2 11 , 2 51 , 5 17 , 1 24 + + = Hz r A = 6,01 mms-RMS Hasil pengolahan data dapat dilihat pada Lampiran 18 dan data tersebut diplot kedalam bentuk grafik dengan menggunakan program aplikasi Microsoft Excel 2003 yang dapat dilihat pada Gambar 4.18. dan 4.19. Berdasarkan gambar tersebut serta dibandingkan dengan tabel identifikasi sumber utama penyebab getaran pada Lampiran 3, ditemukan bahwa amplitudo terbesar pada semua kondisi tarikan sabuk terdapat pada 1 x rpm, hal ini diidentifikasi bahwa terdapat kondisi unbalance. Untuk melihat hal ini maka perlu dilakukan identifikasi spektrum elemen mesin khususnya terhadap pengaruh getaran pada bantalan model centrifugal fan 2SWSI. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.18. Spektrum frekuensi resultan kecepatan getaran bantalan A Gambar 4.19. Spektrum frekuensi resultan kecepatan getaran bantalan B Universitas Sumatera Utara 4.2.2.2. Identifikasi spektrum frekuensi elemen mesin Berdasarkan selang frekuensi dan data geometris elemen mesin centrifugal fan , maka frekuensi setiap elemen yang menjadi sumber getaran dapat diidentifikasi dengan rumus yang terdapat pada Lampiran 3, antara lain: 1. Frekuensi harmonik Untuk mengindentifikasi sumber getaran dominan yang diakibatkan oleh adanya kondisi unbalance, misalignment dan kelonggaran mekanis dapat dihitung dengan rumus: n rpm n f harmonic × = 60 Berdasarkan data hasil pengukuran putaran poros centrifugal fan pada tes-I terlampir, dapat dihitung frekuensi putaran poros rata-rata,       + + + + = = ∑ 5 1500 1504 1503 1500 1487 1 i f f i i 1499 5 7494 =       = rpm atau dalam satuan cyclesekon Hertz, 60 1499 60 = = rpm f = 24,98 Hz Maka frekuensi harmonik pada selang 3 – 158 Hz untuk Tes-I, dapat dihitung: n = 1, 1 60 1499 1 × = harmonic f = 24,98 Hz Universitas Sumatera Utara n = 2, 2 60 1499 2 × = harmonic f = 49,96 Hz n = i, i i f harmonic × = 60 1499 = 24,98 i Hz Dengan cara yang sama maka frekuensi harmonik masing-masing dapat dihitung dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel. 4.11. Tabel 4.11. Identifikasi frekuensi harmonik poros 2. Frekuensi sabuk-V Untuk mengidentifikasi getaran yang disebabkan sabuk-V dihitung dengan rumus, b p belt v L D n rpm n f × × × = − π 60 Dalam menentukan frekuensi sabuk-V data pendukung yang dibutuhkan, antara lain: Universitas Sumatera Utara a. Frekuensi poros: 1499 rpm sesuai frekuensi harmonik b. Diameter puli poros P d , yaitu: 4 inci c. Panjang lingkaran efektif sabuk-V A-37 L b , yaitu: 37 inci Frekuensi sabuk-V serta harmoniknya pada selang frekuensi 3 – 158 Hz, dapat dihitung: n = 1, 37 4 1 60 1499 1 × × × = − π belt v f = 8,49 Hz n = 2, 37 4 2 60 1499 2 × × × = − π belt v f = 16,97 Hz n = i, 37 4 60 1499 × × × = − π i i f belt v = 8,49 i Hz Dengan cara yang sama maka frekuensi sabuk-V serta harmoniknya masing- masing dapat dihitung dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel. 4.12. 3. Frekuensi bantalan Untuk mengidentifikasi adanya cacatkerusakan pada elemen bantalan maka dibutuhkan data frekuensi poros dan data geometrik bantalan, yaitu: i. Frekuensi poros: 1499 rpm sesuai frekuensi harmonik ii. Jumlah bola bantalan N b , yaitu: 8 buah iii. Diameter bola B d , yaitu: 18 mm iv. Diameter pitch B d , yaitu: 51 mm v. Sudut kontak θ, yaitu: 0 o Universitas Sumatera Utara Tabel 4.12. Identifikasi frekuensi harmonik sabuk-V Berdasarkan keempat elemen bantalan outer ring, inner ring, ball dan housing, maka frekuensi bantalan juga terdiri dari empat, yang masing- masing dapat dihitung, sebagai berikut: a. Frekuensi BPFO Ball Pass Frequency Outer, atau frekuensi cincin luar bantalan dapat dihitung dengan rumus: n P B N rpm n f d d b BPFO ×     − × = θ cos 1 2 60 Universitas Sumatera Utara Maka frekuensi BPFO berikut harmoniknya pada selang frekuensi 3 - 158 Hz, dapat dihitung: n = 1, 1 cos 51 18 1 2 8 60 1499 1 ×       − × = o BPFO f = 64,65 Hz n = 2, 2 cos 51 18 1 2 8 60 1499 2 ×       − × = o BPFO f = 129,31 Hz n = i, i i f o BPFO ×       − × = cos 51 18 1 2 8 60 1499 = 64,65 i Hz Dengan cara yang sama maka frekuensi sabuk-V serta harmoniknya pada tiap kondisi dapat dihitung dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel. 4.13. Tabel 4.13. Identifikasi frekuensi harmonik cincin luar bantalan BPFO b. Frekuensi BPFI Ball Pass Frequency Inner, atau frekuensi cincin dalam bantalan dapat dihitung dengan rumus: n P B N rpm n f d d b BPFI ×     + × = θ cos 1 2 60 Universitas Sumatera Utara Maka frekuensi BPFI berikut harmoniknya pada selang frekuensi 3 - 158 Hz, dapat dihitung: n = 1, 1 cos 51 18 1 2 8 60 1499 1 ×       + × = o BPFI f = 64,65 Hz n = 2, 2 cos 51 18 1 2 8 60 1499 2 ×       − × = o BPFI f = 129,31 Hz n = i, i i f o BPFI ×       − × = cos 51 18 1 2 8 60 1499 = 64,65 i Hz Dengan cara yang sama, frekuensi cincin dalam bantalan serta harmoniknya dapat dihitung, hasilnya dapat dilihat pada Tabel. 4.14. Tabel 4.14. Identifikasi frekuensi harmonik cincin dalam bantalan BPFI c. Frekuensi BSF Ball Spin pass Frequency, atau frekuensi putaran bola bantalan dapat dihitung dengan rumus:             − × × = 2 2 cos 1 2 60 θ d d d d BSF P B B P rpm n n f Maka frekuensi BSF berikut harmoniknya pada selang frekuensi 3 - 158 Hz, dapat dihitung: Universitas Sumatera Utara n = 1,           − × × × = 2 2 cos 51 18 1 18 2 51 60 1499 1 1 o BSF f = 30,98 Hz n = 2,           − × × × = 2 2 cos 51 18 1 18 2 51 60 1499 2 2 o BSF f = 61,96 Hz n = i,           − × × × = 2 2 cos 51 18 1 18 2 51 60 1499 o BSF i i f = 30,98 i Hz Dengan cara yang sama, frekuensi bola bantalan serta harmoniknya dapat dihitung, dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel. 4.15. Tabel 4.15. Identifikasi frekuensi harmonik sangkar bantalan BSF d. Frekuensi FTF Fundamental Train Frequency, atau frekuensi sangkar bantalan dapat dihitung dengan rumus: Universitas Sumatera Utara     − × × = θ cos 1 2 1 60 d d FTF P B rpm n n f Maka frekuensi FTF berikut harmoniknya pada selang frekuensi 3 - 158 Hz, dapat dihitung sebagai berikut: n = 1,       − × × = o FTF f cos 51 18 1 2 1 60 1499 1 1 = 8,08 Hz n = 2,       − × × = o FTF f cos 51 18 1 2 1 60 1499 2 2 = 16,16 Hz n = i,       − × × = o FTF i i f cos 51 18 1 2 1 60 1499 = 8,08 i Hz Dengan cara yang sama maka frekuensi sangkar bantalan serta harmoniknya pada tiap kondisi dapat dihitung dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel. 4.16. 4. Frekuensi fan blade Untuk mengidentifikasi getaran yang disebabkan cacat impeller centrifugal fan dapat dihitung dengan rumus, n b rpm n f bladepass × × = 60 Dalam menentukan frekuensi fan blande data pendukung yang dibutuhkan, antara lain: a. Frekuensi poros: 1499 rpm sesuai frekuensi harmonik b. Jumlah bladeimpeller b, yaitu: 12 buah Universitas Sumatera Utara Tabel 4.16. Identifikasi frekuensi harmonik sangkar bantalan FTF Maka frekuensi impeler serta harmoniknya, untuk Tes-I, dapat dihitung: n = 1, 1 60 12 1499 1 × × = bladepass f = 299,76 Hz n = 2, 2 60 12 1499 2 × × = bladepass f = 599,52 Hz Universitas Sumatera Utara Dengan cara yang sama maka frekuensi sabuk-V serta harmoniknya masing- masing dapat dihitung dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel. 4.17. Tabel 4.17. Identifikasi frekuensi harmonik blade Berdasarkan Tabel 4.17 dapat diketahui bahwa frekuensi impeler terdapat diluar pada selang frekuensi 3 – 158 Hz. Berdasarkan identifikasi ini dapat diketahui bahwa getaran yang diakibatkan oleh impeler bukan merupakan hal yang signifikan mengakibatkan getaran. 4.2.2.3. Evaluasi spektrum frekuensi bantalan Berdasarkan hasil identifikasi terhadap frekuensi elemen mesin pada Tabel 4.11, 4.12, 4.13, 4.14,.4.15 dan 4.16, maka spektrum frekuensi getaran pada sabuk-V serta pengaruhnya terhadap cacat bantalan diidentifikasi dengan cara menyaring spektrum frekuensi sehingga yang amplitudo yang diinginkan dapat diperoleh, yaitu yang terkait getaran sabuk-V dan getaran akibat adanya cacat pada bantalan yaitu: BPFO f , BPFI f , BSF f , dan FTF f . Hasil penyaringan untuk tiap frekuensi bantalan pada tiap kondisi tarikan sabuk-V dapat dilihat pada grafik pada Gambar 4.20 dan 4.21. Universitas Sumatera Utara a Bantalan A b Bantalan B Gambar 4.20. Spektrum frekuensi resultan kecepatan getaran akibat getaran sabuk-V a BPFO Bantalan A b BPFO Bantalan B Universitas Sumatera Utara Gambar 4.21. Spektrum frekuensi resultan kecepatan getaran komponen bantalan Universitas Sumatera Utara Pada Gambar 4.18 a dan b dapat dilihat bahwa meskipun bantalan yang dipasang pada alat masih baru namun pada hasil penyaringan frekuensi cacat pada cincin luar bantalan menunjukkan bahwa: a. Cacat cincin luar bantalan A dan B secara bersamaan terdeteksi pada kondisi dimana beban dinamis pada poros sebesar 156,726 kg tes-I, dan 14,534 kg tes IV. b. Cacat cincin luar bantalan A dan B tidak terdeteksi pada kondisi beban dinamis pada poros sebesar 94,514 kg tes-II dan 1,217 kg tes-V. Pada Gambar 4.18 c dan d dapat dilihat bahwa kedua bantalan yang digunakan belum mengalami cacat pada cincin bagian dalam, sehingga pada saat tarikan sabuk diubah, tidak terdeteksi adanya getaran pada frekuensi cincin dalam. Pada Gambar 4.18. e dan f, dapat dilihat bahwa pengaruh perubahan tarikan sabuk terhadap cacat pada bola kedua bantalan, yang mana peningkatan pada tarikan sabuk-V akan meningkatkan pula amplitudo getaran. Hal ini terlihat jelas pada tarikan sabuk-V yang mengakibatkan gaya dinamis pada poros sebesar 94,514 kg tes-II dan 156,726 kg tes-I, yang berpotensi terhadap semakin parahnya kondisi cacat pada bola bantalan. Pada Gambar 4.16. g dan h, cacat pada sangkar bantalan sangat jelas terlihat dan apabila diperhatikan maka diketahui, bahwa : a. Sebaran amplitudo pada kedua bantalan terjadi pada harmonik dan yang paling signifikan terjadi pada frekuensi 24 hz. Frekuensi ini juga merupakan Universitas Sumatera Utara frekuensi harmonik poros, yang mana berdasarkan tabel indentifikasi pada Lampiran 3, maka hal ini disebabkan oleh adanya unbalance. b. Berdasarkan hasil pengolahan data pada Lampiran 17, diketahui juga bahwa terdapat frekuensi yang berpotensi untuk timbulnya resonansi amplitudo, beberapa frekuensi tersebut dan sumbernya dapat dilihat pada Tabel. 4.18. Tabel 4.18. Sumber getaran yang berpotensi terjadinya resonansi Sumber getaran Frekuensi hz Harmonik Poros Sabuk-V FTF 8 – 9 - f sabuk-V 1 f FTF1 16-17 - f v-belt 2 f FTF2 24-25 f H 1 f v-belt 3 f FTF3 Pengaruh tarikan sabuk-V pada getaran bantalan model centrifugal fan 2SWSI akan dievaluasi hubungannya dengan uji korelasi antara variabel bebas getaran overall yang diakibatkan tarikan sabuk-V terhadap variabel terikat getaran bantalan. Data getaran overall x i dapat dilihat pada Tabel 4.7 sedangkan data getaran bantalan y i merupakan resultan dari seluruh amplitudo getaran bantalan. 1. Koefisien korelasi r               −               −             − = ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ = = = = = = = n i n i i i n i i n i i n i i n i i i n i i y y n x x n y x y x n r 1 2 1 2 2 1 1 2 1 1 1 Universitas Sumatera Utara Koefisien korelasi r untuk bantalan A dan bantalan B, dapat dihitung sebagai berikut: a. Bantalan A : i. x i = orbit kecepatan getaran keseluruhan mmdet-RMS ii. y i = orbit kecepatan getaran bantalan A mmdet-RMS Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 18, maka diperoleh: n = 25 ; ∑ = n i i x 1 = 194,82 ; ∑ = n i i y 1 = 68,08 ; i n i i y x ∑ = 1 = 546,58 ; ∑ = n i i x 1 2 = 1.542,98 ; ∑ = n i i y 1 2 = 202,59 sehingga, [ ] [ ] 2 2 08 , 68 59 , 202 25 82 , 194 98 , 542 . 1 25 08 , 68 82 , 194 58 , 546 25 − × − × − × = r = 0,777 → nilai r mendekati + 1, maka hubungan x i dan y i : linier b. Bantalan B : i. x i = orbit kecepatan getaran keseluruhan mmdet-RMS ii. y i = orbit kecepatan getaran bantalan B mmdet-RMS Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran.19, maka diperoleh: Universitas Sumatera Utara n = 25 ; ∑ = n i i x 1 = 194,82 ; ∑ = n i i y 1 = 42,82 ; i n i i y x ∑ = 1 = 358,95 ; ∑ = n i i x 1 2 = 1542,98 ; ∑ = n i i y 1 2 = 96,71 sehingga, [ ] [ ] 2 2 82 , 42 71 , 96 25 82 , 194 98 , 1542 25 82 , 42 82 , 194 95 , 358 25 − × − × − × = r = 0,7883 → nilai r mendekati +1, maka hubungan x i dan y i : linier Berdasarkan uji korelasi terhadap kedua getaran bantalan A dan B diketahui bahwa getaran pada bantalan dipengaruhi oleh getaran keseluruhan dengan korelasi yang bersifat linier. 2. Koefisien determinasi sampel R Untuk menentukan koefisien determinasi sampel R, maka nilai x i dan y i pada Lampiran 19 dan 20 diplot dengan scatter diagram. Berdasarkan bentuk scatter diagram diestimasi jenis trendline adalah polinomial ordo 4. Untuk menampilkan persamaan kurva non linear dan kofisien determinasi, maka pada subtab Option Format Trendline beri tanda pada ”Display equation on chart”, hasil pengerjaan dapat dilihat pada Gambar 4.22. dan 4.23. Universitas Sumatera Utara a. Koefisien determinasi sampel R bantalan A: = = = 2 2 7777 , A A r R 0,6048 b. Koefisien determinasi sampel R bantalan A: = = = 2 2 7883 , B B r R 0,6213 Gambar 4.22. Grafik korelasi orbit kecepatan getaran bantalan A terhadap orbit kecepatan keseluruhan Gambar 4.23. Grafik korelasi orbit kecepatan getaran bantalan B terhadap resultan kecepatan keseluruhan Universitas Sumatera Utara 4.2.3. Analisa Orbit Trajectories 4.2.3.1. Persamaan karakteristik getaran Nilai kecepatan getaran keseluruhan yang diperoleh berdasarkan pengukuran adalah amplitudo getaran dalam rms, nilai sebenarnya untuk tiap arah pengukuran pada Tes-I dan persamaan karakteristiknya dapat dilihat pada perhitungan berikut ini: 1. Nilai rata-rata pengukuran arah vertikal A z : 2,61 mms – RMS, maka persamaan karakteristik kecepatan getaran adalah: z A A t Z z φ ω ω + = cos → z A t Z φ ω ω + = cos 707 , 61 . 2 mms z A t Z φ ω ω + = cos 6970 , 3 mms Kondisi maks tercapai pada saat, 1 cos = + z t φ ω , dimana, 98 , 24 2 2 × = = π π ω f = 156,95 radsec Maka: A Z ω = 6970 , 3 A Z × = 95 , 156 6970 , 3 95 , 156 6970 , 3 = A Z = 0,0236 mm Dari nilai di atas maka persamaan karakteristik getaran dapat diperoleh: a. Perpindahan rata-rata: z A A t Z z φ ω + = sin = z t φ + 95 , 156 sin 0236 , mm Universitas Sumatera Utara b. Kecepatan rata-rata: z A A t Z z φ ω ω + = cos = z t φ + 95 , 156 cos 6970 , 3 mms c. Percepatan: z A A t Z z φ ω ω + − = sin 2 = z t φ + − 95 , 156 sin 26 , 580 mms 2 Persamaan umum getaran paksa arah vertikal akibat sabuk-V berdasarkan persamaan 2.2: t R kz z c z m A ω α cos sin = + + m A -580,26 sin156,95t+ φ z + c3,697 cos156,95t+ φ z +... ...k0,236 sin156,95t+ φ z = 0,361R 1A cos ωt.........4.1 Dan perpindahan getaran arah vertikal pada tes-I: z t z φ + = 95 , 156 sin 0236 , 2. Nilai rata-rata pengukuran arah horizontal A x : 6,76 mms – RMS, maka persamaan karakteristik kecepatan getaran adalah: x A A t X x φ ω ω + = cos → z A t X φ ω ω + = cos 707 , 76 , 6 mms z A t X φ ω ω + = cos 5587 . 9 mms Kondisi maks tercapai pada saat, 1 cos = + z t φ ω , dimana, 98 , 24 2 2 × = = π π ω f = 156,95 radsec Maka: A X ω = 5587 , 9 Universitas Sumatera Utara A X × = 95 , 156 5587 , 9 95 , 156 5587 , 9 = A X = 0,0609 mm Dari nilai di atas maka persamaan karakteristik getaran dapat diperoleh: a. Perpindahan rata-rata: x A A t X x φ ω + = sin = x t φ + 95 , 156 sin 0609 , mm b. Kecepatan rata-rata: x A A t X x φ ω ω + = cos = x t φ + 95 , 156 cos 5587 , 9 mms c. Percepatan: x A A t X x φ ω ω + − = sin 2 = x t φ + − 95 , 156 sin 28 , 1500 mms 2 Persamaan umum getaran paksa arah horizontal akibat Sabuk-V berdasarkan persamaan 2.2: t R kx x c x m A ω α sin cos = + + m A -38,0024 sin156,95t+ φ x + c9,5587cos156,95t+ φ x +... ...k0,0609 sin156,95t+ φ x = 0,933 R 1A sin156,95t+ φ x ...4.2 Dan perpindahan getaran arah horizontal pada tes-I: x t x φ + = 95 , 156 sin 0609 , 3. Nilai rata-rata pengukuran arah aksial A y : 2,52 mms – RMS, maka persamaan karakteristik kecepatan getaran adalah: y A A t Y y φ ω ω + = cos → y A t Y φ ω ω + = cos 707 , 52 , 2 mms Universitas Sumatera Utara y A t Y φ ω ω + = cos 5615 , 3 mms Kondisi maks tercapai pada saat, 1 cos = + z t φ ω , dimana, 98 , 24 2 2 × = = π π ω f = 156,95 radsec Maka: A Y ω = 5615 , 3 A Y × = 95 , 156 5615 , 3 95 , 156 5615 , 3 = A Y = 0,0227 mm Dari nilai di atas maka persamaan karakteristik getaran dapat diperoleh: a. Perpindahan rata-rata: y A A t Y y φ ω + = sin = y t φ + 95 , 156 sin 0227 , mm b. Kecepatan rata-rata: y A A t Y y φ ω ω + = cos = y t φ + 95 , 156 cos 5615 , 3 mms c. Percepatan: y A A t Y y φ ω ω + − = sin 2 = y t φ + − 95 , 156 sin 00 , 559 mms 2 Persamaan umum getaran paksa arah aksial akibat sabuk-V berdasarkan persamaan 2.2: t R ky y c y m A ω β sin sin = + + m A -14,1595 sin156,95t+ φ y + c3,5615cos156,95t+ φ y +... ...k0,0227 cos156,95t+ φ y = -0,328 R A sin156,95t+ φ x 4.3 Universitas Sumatera Utara Dan perpindahan getaran arah aksial pada tes-I: y t y φ + = 95 , 156 sin 0227 , Dengan asumsi bahwa bantalan adalah isotropic maka, persamaan umum getaran dapat dibentuk kedalam matrix :         =         ×           − − y z x m R m k m c y y z z x x A A A A 1 sin sin cos β α α maka dapat dihitung nilai cm, km dan Rm untuk bantalan A dan B yang penyelesaiannya dapat dilihat pada Lampiran 21. Hasil penyelesaian matrix menghasilkan nilai eigen value antara lain: m c 2 − = α serta m k n = ω sesuai Tabel 4.19. Dengan mengetahui nilai eigen value tersebut maka mode gerak getaran pada kedua bantalan dapat dievaluasi. Untuk mengevaluasi mode gerak ini maka dibandingkan hasil perhitungan α dan ω n dengan kategori nilai eigen value pada Tabel 4.20. Tabel 4.19 Rekapitulasi nilai cm, km dan Rm serta parameter eigen value Universitas Sumatera Utara Tabel 4.20 . Kategori eigen value dan tipe sinyal getaran sumber : Rotating Machinery Handbook:From Analysis to Troubleshooting Berdasarkan Tabel 4.19 maka dapat diketahui mode gerak dari getaran yaitu: 1. Pada Tes-I, mode gerak getaran bantalan adalah: a. Bantalan A: underdamped, sinusoidal dan exponential decay b. Bantalan B: zero damped, steady-state sinusoidal motion 2. Pada Tes-II, mode gerak getaran bantalan adalah: a. Bantalan A: negatively damped, sinusoidal, exponential growth b. Bantalan B: zero damped, steady-state sinusoidal motion 3. Pada Tes-III sd V, mode gerak getaran pada kedua bantalan adalah sama yaitu zero damped, steady-state sinusoidal motion Fungsi karakteristik perpindahan getaran pada bantalan A dan B pada setiap kondisi tarikan sabuk-V yang berubah untuk tiap arah, dan hasilnya dapat dilihat pada Lampiran 22 dan 23. Grafik fungsi karakteristik perpindahan getaran tersebut dapat ditampilkan, untuk bantalan A dan B pada Gambar 4.24. Universitas Sumatera Utara \ a Arah Vertikal b Arah Horizontal c Arah Aksial Gambar 4.24. Grafik fungsi perpindahan getaran bantalan A dan B Universitas Sumatera Utara 4.2.3.2. Evaluasi rotor orbit trajectories. Dalam analisis getaran, redaman biasanya diperhatikan sehubungan dengan respon sistem. Dalam getaran paksa keadaan tunak, hilangnya energi diimbangi oleh energi yang diberikan oleh sumber eksitasi. Energi yang hilang persiklus wa yang disebabkan gaya redaman Fd dihitung dari persamaan umum: dx F W d d ∫ = 4.1 dengan, x c F d = 4.2 Secara umum, W d akan tergantung pada banyak faktor, seperti temperature, frekuensi atau amplitudo. Oleh karena bantalan menggunakan pelumas, maka sistem pegas-massa mengalami disipasi energi dengan redaman viskos. Dengan simpangan dan kecepatan pada keadaan tunak, energi yang didisipasi per siklus adalah: ∫ ∫ = = dt x c dx x c W d 2 2 2 2 2 2 cos X c dt t X c ∫ = − = ω π ω π φ ω ω 4.3 Berdasarkan fungsi karakteristik perpindahan pada lampiran 22 dan 23, maka dengan bantuan softwate Matlab 6.1 maka energi yang didisipasi dapat digambarkan melalui orbit perpindahan partikel yang bergetar. Perpindahan getaran pada tes-I arah radial untuk bantalan A, mengikuti persamaan karakteristik perpindahan getaran : x t x φ + = 95 , 156 sin 0609 , y t y φ + = 95 , 156 sin 0227 , Universitas Sumatera Utara z t z φ + = 95 , 156 sin 0236 , Untuk : o x z 90 = − φ φ , maka koordinat orbit perpindahan partikel secara radial dapat dituliskan: x,z = 0,0609sin156,95t , 0,0236cos156,95t Dengan menuliskan persamaan tersebut dalam perintah Matlab Lampiran 24, yaitu: ezplot0.0609sin156.95t,0.0236cos156.95t,[0,1], maka akan diperoleh hasil plot orbit secara radial pada Gambar 4.25 a. Perubahan orbit perpindahan getaran pada bantalan dapat ditentukan dengan cara yang sama dan digambarkan untuk tiap kondisi tarikan pada Gambar. 4.25. Untuk mengevaluasi tingkat keadaan getaran yang terjadi maka orbit perpindahan getaran bantalan A dan B dihitung luas permukaan orbit elipsnya sesuai Tabel 4.21. Tabel 4.21. Luas elips radial perpindahan getaran bantalan A dan B Universitas Sumatera Utara Tes-I C-C c = 10 mm F dy = 156,726 kg Tes-II C-C c = 5 mm F dy = 94,514 kg Tes-III C-C c = 0 mm F dy = 41,190 kg Tes-IV C-C c = -5 mm F dy = 14,534 kg Tes-V C-C c = -10 mm F dy = 1,217 kg Bantalan A a b c e d g f h i j Gambar 4.25. Orbit radial getaran Bantalan B Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Tabel 4.21 dapat diketahui bahwa perubahan tarikan sabuk-V akan mengakibatkan getaran bantalan A akan mengalami kenaikan dari tes-III ke tes- IV, sedangkan pada bantalan B kenaikan terjadi dari tes-III ke tes-II dan tes-III ke tes- IV. Untuk kedua kondisi bantalan, maka dengan menjumlahkan kedua luas elips bantalan A dan bantalan B dapat dilihat bahwa perubahan tarikan sabuk-V mengakibatkan perubahan pada getaran bantalan dengan sifat non linier. Selanjutnya orbit perpindahan partikel dalam dimensi ruang dapat dituliskan dalam koordinat: x,y,z = 0,0609sin156,95t , 0,0227sin156,95t, 0,0236cos156,95t Dengan menuliskan persamaan tersebut dalam perintah Matlab, yaitu:ezplot30.0609sin156.95t,0.0227sin156.95t,0.0236cos156.95t ,[0,1], maka akan diperoleh hasil plot orbit secara radial pada Gambar 4.26 a. Seluruh orbit perpindahan partikel dapat dilihat pada Gambar. 4.26. Untuk mengevaluasi tingkat keadaan getaran bantalan A dan B dalam dimensi ruang maka ditentukan luas permukaan orbit elips yang dibentuk sesuai Tabel 4.22. Tabel 4.22. Luas elips orbit perpindahan getaran bantalan A dan B. Universitas Sumatera Utara Tes-I C-C c = 10 mm F dy = 156,726 kg Tes-II C-C c = 5 mm F dy = 94,514 kg Tes-III C-C c = 0 mm F dy = 41,190 kg Tes-IV C-C c = -5 mm F dy = 14,534 kg Tes-V C-C c = -10 mm F dy = 1,217 kg Bantalan A Gambar 4.26. Orbit superposisi getaran Bantalan B a c b d e f g h i j Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Tabel 4.22, tarikan sabuk-V yang memberikan getaran terendah untuk kedua bantalan A dan B adalah tarikan sabuk-V pada set up tes-III dengan gaya dinamis pada poros F dy sebesar 41,19 kg. Bandingkan dengan Tabel 4.20, dimana luas ellips hanya memperhitungkan arah radial, hal ini tidak cukup untuk memberikan informasi terhadap getaran yang terjadi pada bantalan. Oleh karena itu rotor orbit trajectories dalam dimensi ruang dapat memberikan manfaat sebagai salah satu alat untuk menganalisa getaran serta memberikan gambaran visual mengenai pola getaran yang terjadi dalam sumbu aksial. Universitas Sumatera Utara 154

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN