Analisa Perbandingan Kadar Kotoran (Dirt Content) Pada Karet Remah Yang Berasal Dari Bahan Baku Lump Mangkok Dengan Bahan Baku Latex PT.Bridgestone Sumatera Rubber Estate,Tbk

(1)

ANALISA PERBANDINGAN KADAR KOTORAN (DIRT

CONTENT) PADA KARET REMAH YANG BERASAL DARI

BAHAN BAKU LUMP MANGKOK DENGAN BAHAN BAKU

LATEX PT.BRIDGESTONE SUMATERA RUBBER ESTATE,Tbk

KARYA ILMIAH

ORIZA IRAWAN

082401040

PROGRAM STUDI D3 KIMIA ANALIS

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

ANALISA PERBANDINGAN KADAR KOTORAN (DIRT CONTENT) PADA KARET REMAH YANG BERASAL DARI BAHAN BAKU LUMP MANGKOK DENGAN BAHAN BAKU LATEX PT.BRIDGESTONE SUMATERA RUBBER

ESTATE,Tbk

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya

ORIZA IRAWAN 082401040

PROGRAM STUDI D3 KIMIA ANALIS DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

PERSETUJUAN

JUDUL : ANALISA PERBANDINGAN KADAR KOTORAN (DIRT CONTENT) PADA KARET REMAH YANG BERASAL DARI BAHAN BAKU LUMP

MANGKOK DENGAN BAHAN BAKU LATEX

KATEGORI : KARYA ILMIAH

NAMA : ORIZA IRAWAN

NOMOR INDUK : 082401040

PROGRAM STUDI : DIPLOMA III KIMIA ANALIS DEPARTEMEN : KIMIA

FAKULTAS : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (MIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, April 2011

Diketahui / disetujui oleh

Departemen KIMIA FMIPA USU

Ketua Dosen Pembimbing

Dr.Rumondang Bulan, MS Dr.Nimpan Bangun, MSc NIP.195408301 98503 2 001 NIP.195012221 98003 1 002


(4)

PERNYATAAN

ANALISA PERBANDINGAN KADAR KOTORAN (DIRT CONTENT) PADA KARET REMAH YANG BERASAL DARI BAHAN BAKU LUMP MANGKOK

DENGAN BAHAN BAKU LATEX

PT.BRIDGESTONE SUMATERA RUBBER ESTATE,Tbk

KARYA ILMIAH

Saya mengaku bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya

Medan, Juli 2011

Oriza Irawan 082 401 040


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT , Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagaimana mestinya dan berhasil diselasaikan dalam waktu yang telah di tetapkan

Tujuan disusunnya tugas akhir ini adalah untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan studi pada program studi Diploma Tiga (D-3) Kimi Analis Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Di Universitas Sumatera Utara . Adapula judul dari tugas akhir ini adalah “Analisa Perbandingan Kadar Kotoran (Dirt Content) pada Karet Remah yang Berasal dari Bahan Baku Lump Mangkok dengan Bahan Baku Latex “

Pada kesempatan ini kami juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini terutama kepada :

1. Kepada Allah SWT , karena dengan pertolongannya laporan ini dapat segera kami selesaikan.

2. Secara khusus kepada Papa (Ir.Irwan) dan Mama (Tetty Repelitawaty) tercinta yang selalu mendukung dan membantu penulis dengan doa yang ikhlas, semangat dan materi sehingga akhirnya saya dapat menyelesikan pendidikan saya di kimia analis dan juga adik-adik saya Azmi Aziz Irawan dan Fathur Rahman Irawan.


(6)

4. Ibu Dra.Emma Zaidar,M.Si selaku ketua jurusan Kimia Analis FMIPA USU 5. Bapak Dr.Nimpan Bangun,M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah banyak

mengarahkan penulis dan membimbing sampai penyelesaian karya ilmiah ini 6. Buat sahabat-sahabat saya , Dina , Bella , Rizka ,Aurora , Una , Petty dan

lain-lain yang telah memberikan dorongan dan semangat kepada saya dalam suka dan duka dan berbagi pengalaman hidup, semoga semua mimpi dan cita-cita kita dapat tercapai

7. Kepada teman-teman seperjuangan khususnya stambuk 2008 Kimia Analis FMIPA USU, yang tidak dapat disebutkan satu per satu, dan juga kerabat lainnya yang telah membantu sehingga terselesaikannya tugas akhir ini.

Medan, April 2011

Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak vi

Abstract vii

Daftar Isi vii

Daftar Tabel viii

Daftar Diagram ix

BAB 1 : PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Tujuan 4

1.4 Manfaat 5

BAB 2 : Tinjauan Pustaka 6

2.1 Sejarah Penemuan Karet 6

2.2 Morfologi Tanaman Karet 7

2.3 Karet Alam 8

2.3.1 Perbedaan karet alam dengan karet sintetis 8

2.3.2 Jenis-jenis karet alam 9

2.3.3 Jenis-jenis karet sintetis 12

2.4 Penyadapan 14

2.4.1 Penentuan matang sadap 14

2.4.2 Peralatan sadap 14

2.4.3 Pengumpulan gumpalan karet mutu rendah 15

2.5 Prakoagulasi 16

2.5.1 Faktor penyebab prakoagulasi 17


(8)

2.6 Lateks, Karet bongkah, dan Pengolahannya Menjadi Material 21

2.6.1 Lateks pekat 22

2.6.2 Karet Bongkah 24

2.6.3 Pengolahan karet alam 25

2.6.4 Pengolahan lateks pekat 30

2.6.5 Pengolahan karet remah 32

2.7 Analisa Kualitas Karet Remah 35

2.8 Manfaat Karet 38

BAB 3 : BAHAN DAN METODE 39

3.1 Alat 39

3.2 Bahan 39

3.3 Prosedur kerja 39

BAB 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN 41

4.1 Hasil 41

4.2 Pembahasan dan Perhitungan 43

BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN 48

5.1 Kesimpulan 48

5.2 Saran 49

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Kandungan bahan-bahan dalam lateks segar

dan lateks yang dikeringkan 22 Tabel 2.2 StandarMutu Lateks Pekat 23 Tabel 2.3 Standard Indonesian Rubber (SIR) 24

Tabel 2.4 Standard Malaysian Rubber (SMR) 25

Tabel 4.1.1 Hasil analisa kadar kotoran pada karet remah

yang berasal dari cuplump (SIR20) 41

Tabel 4.1.2 Hasil analisa kadar kotoran pada karet remah


(10)

DAFTAR DIAGRAM

Halaman

Diagram 2.1. Pengolahan karet remah dari lateks 33


(11)

DAFTAR DIAGRAM

Halaman

Diagram 2.1. Pengolahan karet remah dari lateks 33


(12)

Abstrak

Karet remah adalah karet yang dibuat secara khusus, sehingga mutu teknisnya terjamin dan penetapannya didasarkan pada sifat teknis.

Salah satu parameter yang dianalisa pada karet remah yaitu kadar kotoran. Dan sampel yang dianalisa adalah karet remah yang berasal dari bahan baku cuplump (SIR 20), dan karet remah yang berasal dari bahan baku lateks (SIR 3), yang memiliki nilai standar sesuai dengan Standard Indonesian Rubber (SIR) yaitu maksimum 0,20% untuk karet remah yang berasal dari bahan baku lump mangkok dan maksimum 0,03% untuk karet remah yang berasal dari bahan baku lateks.

Pengaruh kadar kotoran yang tinggi terhadap kualitas dari karet remah sangatlah buruk, karena dapat mengurangi sifat dinamika yang unggul dari vulkanisir karet alam. Jadi semakin besar kadar kotorannya maka kualitasnya akan semakin menurun, dan jika semakin kecil kadar kotorannya maka kualitasnya akan semakin bagus.


(13)

ANALYSIS COMPARISON OF RATE DIRT ( DIRT CONTENT) AT

CRUMB RUBBER WHICH COME FROM RAW MATERIAL OF CUP

LUMP WITH RAW MATERIAL OF LATEX PT.BRIDGESTONE

SUMATERA RUBBER ESTATE,TBK.

Abstract

Crumb rubber is rubber one be made specially, so its technical quality is secured and its establishment is gone upon on technical character.

One of parameter which is analysed on crumb rubber which is dirt content. And sample that is analysed is crumb rubber which come from cuplump raw material (SIR 20), and crumb rubber which come from latex raw material (SIR 3), one that have default point corresponds to Standard Indonesian Rubber (SIR) which is maximum 0,20% for crumb rubber which come from cuplump raw material and a maximum 0,03% for crumb rubber which come from latex raw material.

Influence from higher dirt content to high quality of crumb rubber very bad, since gets to reduce preeminent dynamics character from vulcanisation nature rubber. So the higher its dirt content therefore quality it will on the lower, and if getting dirt content little its therefore quality it will get nicely.


(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman karet memiliki peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian Indonesia, Karena, banyak terdapat kegunaan dari tanaman ini, contohnya tanaman menghasilkan Co2 yang dapat mengurangi efek global warming, kayunya yang dapat digunakan sebagai kayu bakar, dan getahnya yang sudah mengalami proses, memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas penghasil getah ini. Selain itu, karet tak hanya diusahakan oleh perkebunan-perkebunan besar milik Negara yang memiliki areal ratusan ribu hektar, tetapi juga diusahakan oleh swasta dan rakyat. ( Tim Penulis PS ,2009)

Karet tumbuh liar di lembah-lembah sungai Amazone, dan secara tradisional diambil getahnya oleh penduduk setempat untuk digunakan dalam berbagai keperluan, antara lain sebagai bahan untuk menyalakan api dan “bola” untuk permainan.

Pada permulaan abad ke - 19 dalam berbagai eksplorasi yang dilakukan oleh orang Eropa, ditemukan pula tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan getah selain tumbuhan karet (Hevea brasiliensis Muell Arg). Tumbuhan penghasil getah itu adalah Ficus elastic Roxb, Funtumia elastic Stapt, Willughbeia sp., Landolphia sp., Palaquium gutta Burck, Guayule ( Parthenium argentanum Gray), Salidago sp., dan Manihot glazziovii (Setyamidjaja.D , 1993)


(15)

Pemanfaatan karet yang sangat berarti ditemukan oleh Dunlop pada tahun 1888, yakni diciptakannya ban pompa. Penemuan ini kemudian disusul oleh Michelin (Prancis) dan Goodrich (Amerika) dengan penciptaan ban mobil yang kemudian hari berkembang terus setelah orang berhasil membuat mobil pada tahun 1895.

Dampak nyata dari penemuan kendaraan mobil adalah permintaan akan karet terus meningkat. Sampai akhir abad ke – 19, penghasil karet yang utama adalah Brazil. Karena kebutuhan akan karet terus meningkat, maka usaha pencarian bahan “karet” dilakukan pula dengan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan bergetah lainnya, baik yang berasal dari Amerika Selatan maupun dari Asia dan Afrika. (Setyamidjaja.D , 1993)

Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber adalah karet alam yang dibuat khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu juga didasarkan pada sifat-sifat teknis. Warna atau penilaian visual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis karet sheet, crepe, maupun lateks pekat tidak berlaku untuk jenis yang satu ini.

Persaingan karet alam dengan karet sintetis merupakan penyebab timbulnya karet spesifikasi teknis. Karet sintetis yang permintaannya cenderung meningkat memiliki jaminan mutu dalam setiap bandelanya. keterangan sifat teknis serta keistimewaan jenis mutu karet sintetis disertakan pula. Hal seperti ini diterapkan juga pada karet spesifikasi teknis. Karet ini di pak dalam bongkah-bongkah kecil, berat dan ukurannya seragam, ada sertifikat uji coba laboratorium dan ditutup dengan lembaran plastik polyethene. ( Tim Penulis PS ,2009)


(16)

Standard Indonesian Rubber (SIR) adalah karet alam yang diperoleh dengan pengolahan bahan oleh karet yang berasal dari getah batang pohon Havea Brasiliensis secara mekanis dengan atau tanpa kimia, serta mutunya ditentukan secara spesifikasi teknis. Penilaian mutu didasarkan pada hasil analisa dari parameter spesifikasi teknis yang ditetapkan pada karet SIR antara lain : analisa kadar kotoran, analisa kadar abu, analisa kadar zat menguap, analisa plastisitas awal (Po), analisa plastisitas retensi indeks (PRI), analisa kadar nitrogen, dan analisa viskositas mooney. (SNI 06-1903-2000)

Dengan mengetahui variable-variabel penilaian mutu karet remah secara spesifikasi teknis ini, maka penulis tertarik untuk lebih membahas masalah ini dengan mengambil judul:” Analisa Perbandingan Kadar Kotoran (Dirt Content) pada Karet Remah yang Berasal dari Bahan Baku Lump Mangkok (SIR 20) dengan Bahan Baku Latex (SIR 3)“

1.2. Permasalahan

Mutu karet jenis SIR harus memenuhi spesifikasi teknis yang ditentukan pada persyaratan mutu SIR, Untuk mengetahui produk itu maka perlu mengetahui besaran parameter mutu SIR yang baik, supaya karet itu dapat ditentukan baik atau tidak, pada persyaratan mutu harus diketahui penyebab gagalnya mutu SIR tersebut yaitu kadar kotoran yang bervariasi, kadar abu yang tinggi, kadar nitrogen tinggi serta nilai Po dan PRI yang rendah. Cara mengatasi produk yang gagal tersebut adalah mengulang kembali


(17)

proses pembuatan karet remah tersebut dari awal, dimulai dari pemotongan dengan slab cutter sampai pengolahan akhir dipabrik karet remah.

Dari penilaian mutu secara spesifikasi ini maka permasalahan yang diangkat dalam penulisan karya ilmiah ini adalah : Untuk mengetahui perbandingan kadar kotoran pada karet remah yang berasal dari lump mangkok (SIR 20) dengan bahan baku lateks (SIR 3) yang diproduksi oleh PT. Bridgestone Rubber Estate telah memenuhi syarat mutu Standar Indonesia Rubber.

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah hasil praktek kerja lapangan yang penulis lakukan di pabrik PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate adalah :

1. Untuk menganalisa kadar kotoran yang terdapat pada karet remah yang berasal dari lump mangkok (SIR 20)

2. Untuk menganalisa kadar kotoran yang terdapat pada karet remah yang berasal dari lateks (SIR 3)

3. Untuk mengetahui apakah karet remah SIR 20 dan SIR 3 yang dihasilkan telah memenuhi standar mutu yang berlaku yaitu: maksimal 0,20% untuk kadar kotoran pada SIR 20 dan maksimal 0,03% untuk kadar kotoran pada SIR 3


(18)

1.4. Manfaat

1. Dapat mengetahui penerapan ilmu kimia yang diperoleh di bangku perkuliahan terhadap proses produksi pabrik dalam skala yang besar.

2. Dapat mengetahui proses pengolahan karet .

3. Sebagai bahan masukan untuk pengembangan proses produksi perusahaan.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Penemuan Karet

Orang-orang yang diketahui pertama kali memanfaatkan karet dalam kehidupan sehari-hari adalah bangsa amerika asli. Mereka mengambil getah dari sejenis pohon penghasil getah yang tumbuh liar dihutan sekitar tempat tinggalnya dengan cara menebangnya. Getah tersebut dikumpulkan dan selanjutnya dijadikan bola yang bias dipantul-pantulkan sebagai alat permainan. Getah tersebut juga dibuat menjadi alas kaki dan wadah minuman. Semua itu dicatat oleh Michele de Queno dalam pelayarannya ke Amerika pada tahun 1493. (Setiawan.D.H,2008)

Setelah de la Condamine mengirim contoh “ bahan elastik yang aneh” (a mysterious elastic substance) atau “caoutchuc” dari peru ke prancis pada tahun 1736, maka saat itu orang Eropa mulai menaruh perhatian terhadap karet. Dalam laporannya, de la Condamine membuat deskripsi yang lengkap tentang tumbuhan ini, yang disertai pula uraian tentang cara-cara mengambil getahnya seperti yang dilakukan oleh penduduk pribumi. Namun yang terpenting dari laporan tersebut adalah pandangannya tentang manfaat tumbuhan ini sebagai bahan perdagangan bagi Eropa yang mempunyai prospek yang sangat bagus.

Perhatian terhadap karet bertambah meningkat setelah Priestly, seorang ahli fisika kimia Inggris, pada tahun 1770 menemukan bahwa karet dapat digunakan untuk menghapus tulisan dari grafit, sehingga orang inggris menjuluki karet dengan sebutan “rubber”.(Setyamidjaja.D , 1993)


(20)

Tahun 1864 perkebunan karet mulai diperkenalkan di Indonesia. Perkebunan karet dibuka oleh Hofland pada tahun tersebut didaerah pamanukan dan ciasem, jawa barat. Jenis karet yang ditanam pertama kali adalah karet rambung atau Ficus elastica. Jenis karet Hevea (Hevea brasiliensis) baru ditanam tahun 1902 didaerah Sumatera timur. Jenis ini ditanam di pulau jawa pada tahun 1906. (Tim penulis PS,2009)

Komoditas karet cukup berpengaruh besar terhadap perekonomian negara. Oleh karena itu, penanganan perkebunan karet dan pengelolaan serta pengolahan yang baik merupakan langkah yang tidak dapat diabaikan untuk menunjang kembali jayanya dunia perkaretan Indonesia. (Tim penulis PS,2009)

2.2. Morfologi tanaman karet

Sesuai dengan nama latin yang disandangnya tanaman karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan karet alam dunia. Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi diatas. Dibeberapa kebun karet ada kecondongan arah tumbuh tanamannya agak miring kearah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks. Daun karet berwarna hijau dan terdiri dari tangkai utama sepanjang 20 cm dan tangkai anak daun sepanjang 3-10 cm dengan kelenjar di ujungnya.


(21)

2.3. Karet alam

2.3.1. Perbedaan karet alam dengan karet sintetis

Ada dua jenis karet,yaitu karet alam dan karet sintetis. Setiap jenis karet ini memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga keberadaannya saling melengkapi. Kelemahan karet alam bisa diperbaiki oleh karet sintetis dan sebaliknya, sehingga kedua jenis karet tersebut tetap dibutuhkan. (Setiawan.D.H,2008)

Walaupun karet alam sekarang ini jumlah produksi dan konsumsinya jauh dibawah karet sintetis atau karet buatan pabrik, tetapi sesungguhnya karet alam belum dapat digantikan oleh karet sintetis. Bagaimanapun, keunggulan yang dimiliki karet alam sulit ditandingi oleh karet sintetis. Adapun kelebihan-kelebihan yang dimiliki karet alam dibanding karet sintetis adalah :

a. Memiliki daya elastik atau daya lenting yang sempurna

b. Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah c. Mempunyai daya aus yang tinggi

d. Tidak mudah panas (low heat build up) , dan

e. Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking resistance).

Walaupun demikian, karet sintetis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap berbagai zat kimia dan harganya yang cenderung bisa dipertahankan supaya tetap stabil. Bila ada pihak yang menginginkan karet sintetis dalam jumlah tertentu maka biasanya pengiriman atau suplai barang tersebut jarang mengalami kesulitan. hal seperti ini sulit diharapkan dari karet alam. Walaupun memiliki beberapa kelemahan dipandang dari sudut kimia maupun bisnisnya, akan tetapi menurut beberapa ahli,


(22)

karet alam mempunyai pangsa pasar yang baik. Beberapa industry tertentu tetap memiliki ketergantungan yang besar terhadap pasokan karet alam, misalnya industry ban yang merupakan pemakai terbesar karet alam. (Tim penulis PS , 2009)

2.3.2. Jenis-jenis karet alam

Ada beberapa macam karet alam yang dikenal, diantaranya merupakan bahan olahan. Bahan olahan ada juga yang setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga karet yang diolah kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi . Jenis-jenis karet alam adalah :

a. Bahan olah karet

Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpalan lateks kebun yang diperoleh dari pohon karet Hevea brasiliensis yang meliputi :

1. lateks kebun adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet.cairan getah ini belum mengalami penggumpalan entah itu dengan tambahan atau tanpa bahan pemantap(zat antikoagulan).

2. sheet angin adalah bahan olah karet yang dibuat dari lateks yang sudah disaring dan digumpalkan dengan asam semut, berupa karet sheet yang sudah digiling tetapi belum jadi.

3. slab tipis adalah bahan olah karet yang terbuat dari lateks yang sudah digumpalkan dengan asam semut.

4. lump segar adalah bahan olah karet yang bukan berasal dari gumpalan lateks kebun yang terjadi secara alamiah dalam mangkuk penampung.


(23)

b. Karet konvensional

Ada beberapa macam karet olahan yang tergolong karet alam konvensional. Jenis ini pada dasarnya hanya terdiri dari golongan karet sheet dan crepe. jenis-jenis karet alam yang tergolong konvensional adalah sebagai berikut:

1. Ribbed smoked sheet adalah jenis karet berupa lembaran sheet yang mendapat proses pengasapan dengan baik.

2. White crepe dan pale crepe adalah jenis crepe yang berwarna putih atau muda dan ada yang tebal dan tipis.

3. Estate brown crepe adalah jenis crepe yang berwarna coklat dan banyak dihasilkan oleh perkebunan - perkebunan besar atau estate.

4. Compo crepe adalah jenis crepe yang dibuat dari bahan lump, scrap pohon , potongan-potongan sisa dari RSS atau slab basah.

5. Thin brown crepe remills adalah crepe coklat yang tipis karena digiling ulang. 6. Thick blanket crepe ambers adalah crepe blanket yang tebal dan berwarna coklat,

biasanya dibuat dari slab basah.

7. Flat bark crepe adalah karet tanah,yaitu jenis crepe yang dihasilkan dari screp karet alam yang dihasilkan scrap karet alam yang belum diolah, termasuk screp tanah yang berwarna hitam.

8. Pure smoke blanket crepe adalah crepe yang diperoleh dari penggilingan karet asap yang khusus berasal dari RSS.

9. Off crepe adalah crepe yang tidak tergolong bentuk beku atau standar. Biasanya tidak dibuat melalui proses pembekuan langsung dari bahan lateks yang masih segar, melainkan dari contoh-contoh sisa penentuan kadar karet kering, bekas air cucian yang banyak mengandung lateks serta bahan-bahan lain yang jelek


(24)

c. Lateks pekat

Lateks pekat yaitu jenis karet yang berbetuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Lateks pekat yang dijual dipasaran ada yang dibuat melalui proses pendadihan atau creamed lateks dan melalui proses pemusingan atau centrifuged lateks. Biasanya lateks pekat banyak digunakan untuk pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi.

d. Karet bongkah atau block rubber

Karet bongkah adalah karet remah yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditentukan.

e. Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber

Karet spesifikasi teknis adalah karet yang dibuat secara khusus, sehingga mutu teknisnya terjamin yang penetapannya didasarkan pada sifat-sifat teknis. Penilaian mutu yang hanya berdasarkan aspek visual, seperti berlaku pada karet sheep, crepe dan lateks pekat tidak berlaku untuk karet jenis ini. Karet spesifikasi teknis ini dikemas dalam bongkah-bongkah kecil dengan berat dan ukuran seragam.

f. Karet siap olah atau tyre rubber

Tyre rubber adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai barang setengah jadi sehingga bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk pembuatan ban atau barang lainnya yang menggunakan karet sebagai bahan baku.

g. Karet reklim atau reclaimed rubber

Karet reklim adalah karet yang diolah kembali dan barang-barang karet bekas, terutama ban-ban mobil bekas dan bekas ban-ban berjalan. karenanya boleh dibilang


(25)

karet reklim adalah suatu hasil pengolahan scrap yang sudah divulkanisir. Produk yang dihasilkan lebih kukuh dan tahan lama dipakai, Lebih tahan terhadap bensin atau minyak pelumas. Tetapi karet reklim kurang kenyal dan kurang tahan gesekan sesuai dengan sifatnya sebagai karet bekas pakai. (Zuhra,C.F.2006)

2.3.3. Jenis-jenis karet sintetis

Karet sintetis sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi. Biasanya karena sintetis dibuat akan memiliki sifat tersendiri yang khas. Ada jenis yang tahan terhadap panas atau suhu tinggi,minyak, pengaruh udara bahkan ada yang kedap gas.

Berdasarkan tujuan pemanfaatannya ada dua macam karet sintetis yang dikenal ,yaitu :

a. Karet sintetis untuk kegunaan umum

Karet sintetis dapat digunakan untuk berbagai keperluan , bahkan banyak fungsi karet alam yang dapat digantikannya .Jenis-jenis karet sintetis untuk kegunaan umum diantaranya sebagai berikut :

1. SBR (styrene butadiene rubber)

Jenis SBR merupakan karet sintetis yang paling banyak diproduksi dan digunakan. Jenis ini memiliki ketahanan kikis yang baik dan kalor atau panas yang ditimbulkan juga rendah.

2. BR (butadiene rubber)

Dibanding dengan SBR,karet jenis BR lebih lemah. Daya lekat lebih rendah, dan pengolahannya juga tergolong sulit. Karet jenis ini jarang digunakan


(26)

tersendiri. Untuk membuat suatu barang biasanya BR dicampur dengan karet alam atau SBR.

3. IR(isoprene rubber)atau polyisoprene rubber

Jenis karet ini mirip sekali dengan karet alam, walaupun tidak secara keseluruhan. Jenis IR memiliki kelebihan lain dibanding karet alam yaitu lebih murni dalam bahan dan viskositasnya lebih mantap.

b. Karet sintetis untuk kegunaan khusus

Jenis karet sintetis ini tidak terlalu banyak digunakan dibanding karet sintetis yang pertama. Jenis ini digunakan untuk keperluan khusus karena memiliki sifat khusus yang tidak dipunyai karet sintetis jenis pertama. Beberapa jenis karet intetis untuk kegunaan khusus yang banyak dibutuhkan diantaranya :

1. IIR(isobutene isoprene rubber)

IIR sering disebut butyl rubber dan hanya mempunyai sedikit ikatan rangkap sehingga membuatnya tahan terhadap pengaruh oksigen dan ozon.IIR juga terkenal karena kedap gas.

2. NBR(nytrile butadiene rubber) atau acrilonytrile butadiene rubber

NBR adalah karet sintetis untuk kegunaan khusus yang paling banyak dibutuhkan. Sifatnya yang sangat baik adalah tahan terhadap minyak.

3. CR(chloroprene rubber)

CR memiliki ketahanan terhadap minyak tetapi dibandingkan dengan NBR ketahannannya masih kalah. CR juga juga memiliki daya tahan terhadap pengaruh oksigen dan ozon di udara, bahan juga terhadap panas atau nyala api.


(27)

4. EPR(ethylene propylene rubber)

EPR sering juga disebut EPDM karena tidak hanya menggunakan monomer etilen dan propilen pada proses polimerisasinya melainkan juga monomer ketiga atau EPDM. (Tim penulis PS , 2009)

2.4. Penyadapan

Penyadapan tanaman karet dilakukan dengan menerapkan sistem yang telah disepakati secara Internasional. Penyadapan pada batang utama(atau cabang untuk tanaman menjelang ditumbang)bertujuan untuk pemutusan atau pelukaan pembuluh lateks dikulit pohon. Pembuluh lateks yang putus atau luka kelak akan pulih kembali sehingga bila dilakukan penyadapan untuk kedua kalinya luka tersebut telah pulih dan lateks akan mengalir lagi dengan baik. (Siregar,T.H.1995)

2.4.1. Penentuan matang sadap

Sebelum dilakukan penyadapan harus diketahui kesiapan atau kematangan pohon karet yang akan disadap. Cara menentukan kesiapan atau kematangannya adalah dengan melihat umur dan mengukur lilit batangnya. Kebun karet yang memiliki tingkat pertumbuhan normal siap disadap pada umur lima tahun dengan masa produksi selama 25-35 tahun.

2.4.2. Peralatan sadap

Peralatan sadap menentukan keberhasilan penyadapan, semakin baik alat yang digunakan, semakin baik hasilnya. Berbagai peralatan sadap yang digunakan adalah sebagai berikut :


(28)

a. Mal sadap atau patron b. Pisau sadap

c. Talang lateks atau spout d. Mangkuk atau cawan e. Cincin mangkuk

f. Tali cincin g. Meteran h. Pisau mal

i. Quadric atau sigmat

(Tim penulis PS , 2009)

2.4.3. Pengumpulan gumpalan karet mutu rendah

Selain hasil yang berupa lateks, dari kebun produksi diperoleh pula beberapa bahan bekuan yang dapat dikumpulkan untuk diolah lebih lanjut. Bahan bekuan tersebut dapat berupa :

1. Skrep (scrap)

Skrep adalah bekuan lateks pada irisan atau alur sadapan. Skrep berbentuk pita panjang yang dapat diambil dari alur sadap sesaat sebelum penyadapan dilakukan. Skrep ini digunakan sebagai bahan baku pembuatan brown crepe.

2. Lump tanah

Lump tanah atau karet tanah adalah lateks yang membeku pada tanah disekitar pangkal batang dibawah irisan sadapan. Lump tanah diperoleh terutama pada penyadapan yang mangkoknya tiap hari diangkat dari batang. Penggumpalan lump tanah dilakukan dua kali dalam seminggu, dan lebih baik bila dilaksanakan pada tiap kali menyadap untuk menjada jangan sampai diperoleh hasil karet yang berasal dari bahan baku lump yang mutunya sangat rendah.


(29)

3. Lump mangkok(cup lump)

Lump mangkok adalah lateks yang membeku pada mangkok. Lump mangkok diperoleh pada penyadapan yang mangkoknya dibiarkan tetap berada pada pohon(tidak diangkat). Pengumpulan lump mangkok dilakukan setelah selesai menyadap hari itu juga, sambil menunggu saat pengumpulan lateks. Lump mangkok yang diperoleh dengan cara ini adalah lump yang”bersih”, yang bila diolah menjadi krep dapat menjadi krep mutu I, atau bila diolah menjadi karet remah dapat menjadi SIR 10. (Setyamidjaja,D.1993)

2.5. Prakoagulasi

Prakoagulasi adalah pembekuan pendahuluan yang menghasilkan lumps atau gumpalan-gumpalan sebelum lateks sampai dipabrik atau tempat pengolahan. Jika hal ini terjadi akan menimbulkan kerugian yang cukup besar karena hasil sadapan yang mengalami prakoagulasi hanya bisa diolah menjadi karet bukan jenis baku dan kualitasnya rendah.

Penyebab terjadinya prakoagulasi adalah kemantapan bagian kolodial didalam lateks berkurang, kemudian menggumpal menjadi satu dalam bentuk komponen yang lebih besar. Komponen yang lebih besar ini akhirnya akan membeku.

Pada dasarnya lateks adalah suspensi koloidal dari air dan bahan-bahan kimia yang terdapat didalamnya. Bagian-bagian tersebut tidak larut sempurna, tetapi terpencar secara merata didalam air. Partikel koloidal ini sangat kecil, sehingga bisa menembus saringan. Sistem koloidal lateks sebenarnya bisa dipertahakan sampai 24 jam atau lebih karena bagian–bagian karet yang dikelilingi oleh lapisan sejenis protein


(30)

tipis yang memiliki kestabilan tersendiri. Jika kestabilan berkurang, terjadilah prakoagulasi.

2.5.1. Faktor penyebab Prakoagulasi

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya prakoagulasi adalah sebagai berikut :

a. Jenis karet

Setiap jenis atau klon karet memiliki kestabilan atau kemantapan koloidal yang berbeda-beda. Ada klon karet yang memiliki koloidal rendah dan tidak sedikit pula klon dengan kestabilan koloidal mantap.

b. Enzim

Enzim adalah katalis alami untuk mempercepat terjadinya reaksi walaupun hanya terdapat dalam jumlah kecil. Enzim bekerja dengan mengubah susunan protein yang melapisi bahan karet, sehingga kemantapannya berkurang dan terjadi prakoagulasi. Aktivitas enzim dimulai saat lateks keluar dari batang karet.

c. Mikroorganisme

Mikroorganisme atau jasad renik terdapat diman-mana, termasuk dilingkungan perkebunan karet. Saat keluar dari pohon karet, lateks dipastikan steril dari mikroorganisme. Namun, beberapa saat kemudian lateks terkontaminasi mikroorganisme sangat besar. Mikroorganisme didalam lateks akan melakukan aktivitas, sehingga terjadi reaksi dengan senyawa-senyawa yang terdapat didalam lateks, seperti asam dan sejenisnya. Semakin banyak mikroorganisme didalam lateks,


(31)

semakin banyak pula senyawa asam yang dihasilkan yang mendorong semakin cepat terjadinya prakoagulasi.

d. Cuaca dan Musim

Cuaca dan musim berpengaruh terhadap proses prakoagulasi. Pada musim hujan , kemungkinan terjadinya prakoagulasi sangat besar, sehingga pada saat seperti itu jarang dilakukan penyadapan, selain juga secara teknis mengalami kesulitan, Sinar matahari yang terik juga dapat mempercepat terjadinya prakoagulasi.

e. Kondisi tanaman

Kondisi tanaman disini adalah berkaitan dengan umur dan kesehatan tanaman.Pohon karet yang terlalu muda atau menjelang tua dan sakit-sakitan cenderung menghasilkan lateks yang mudah mengalami prakoagulasi.

f. Air sadah

Air sadah adalah air yang mengalami reaksi kimia, umumnya bereaksi asam. Lateks yang tercampur air sadah mudah sekali mengalami prakoagulasi. Karena itu air yang digunakan untuk pengolahan lateks harus dianalisa secara kimia supaya derajat keasamaannya tidak terlalu tinggi.

g. Pengangkutan

Pengangkutan disini berkaitan dengan guncangan yang terjadi dan lamanya lateks sampai ketempat pengolahan. Pengangkutan melalui jalan yang jelek dan mobil pengangkutnya terguncang-guncang dan lateks terkocok-kocok akan merusak kstabilan koloidalnya, sehingga mudah menggumpal. Jarak jauh yang menyebabkan


(32)

lateks tiba ditempat pengolahan terlalu lama dan terkena sinar matahari sepanjang perjalanan juga akan mempercepat terjadinya prakoagulasi.

h. Kotoran

Kotoran atau bahan lain yang mengandung kapur dan asam akan mempercepat terjadinya prakoagulasi. Demikian pula air kotor yang dipakai untuk pengolahan akan mempercepat prakoagulasi.

2.5.2. Pencegahan Prakoagulasi

a. Pencegahan secara Manual

− Menjaga kebersihan alat-alat untuk penyadapan, penampungan dan pengangkutan. − Tidak menggunakan air kotor, seperti air sungai atau air got, untuk mengencerkan

lateks dikebun.

− Penyadapan dilakukan sepagi mungkin sebelum matahari terbit agar lateks sampai ketempat pengolahan sebelum udara panas.

- Tidak menyadap pohon karet terlalu muda atau terlalu tua dan yang kondisinya tidak sehat. (Setiawan,D.H.2008)

b. Pencegahan menggunakan zat antikoagulan

Jika beberapa upaya pencegahan diatas sudah dilakukan, tetapi tetap terjadi prakoagulasi, penggunaan zat antikoagulan dapat dilakukan. Saat ini dipasaran tersedia beberapa zat antikoagulan. Zat antikoagulan yang akan dipakai harus dipakai harus disesuaikan dengan harga, kadar bahaya, dan efektivitasnya. Beberapa zat antikoagulan yang bisa digunakan sebagai berikut:


(33)

1. Soda atau Natrium Karbonat (Na2CO3)

Dibanding dengan zat antikoagulan yang lain, harga soda atau Natrium Karbonat memang lebih murah. Karena itu soda banyak digunakan di pabrik-pabrik yang sederhana. Akan tetapi zat ini tidak dianajurkan digunakan pada pabrik yang akan mengolah latex menjadi RSS (ribbed smoked sheets) karena sheet kering yang dihasilkan akan bergelembung–gelembung atau bubles. Pemakaian soda aman untuk karet yang akan diolah menjadi Crepe. Dosis soda yang digunakan adalah 5-10 ml lautan soda tanpa air Kristal (soda es) 10% setiap liter latex.

2. Amoniak (NH3)

Zat anti koagulan ini termasuk yang paling banyak digunakan karena : a. Desinfektan sehingga dapat membunuh bakteri

b. Bersifat basa sehingga dapat mempertahankan / menaikkan PH latex kebun c. Mengurangi konsentrasi logam

Latex yang akan diolah menjadi crepe hendaknya tidak diberi Amoniak secara berlebihan karena berpengaruh terhadap warna crepe yang jadi nantinya. Dosis Amoniak yang dipakai untuk mencegah terjadinya prakoagulasi adalah 5-10 liter Amoniak 2,5% untuk setiap liter latex.

3. Formaldehid

Pemakaian Formaldehid sebagai anti koagulan paling merepotkan dibandingkan zat lainnya, karena

a. Kurang baik apabila digunakan pada musim hujan

b. Apabila disimpan zat ini akan teroksidasi menjadi asam semut atau asam format (HCHO HCOOH) yang dapat menyebabkan pembekuan apabila dicampur dengan latex.


(34)

Oleh karena itu, Formaldehid yang akan digunakan terlebih dahulu harus diperiksa apakah larutan ini akan bereaksi asam atau tidak. Apabila bereaksi asam harus dinetralkan dengan zat yang bersifat basa seperti soda kaustik. Setelah Formaldehid bereaksi netral baru digunakan. Dosis yang dapat dipakai adalah 5-10 ml larutan dengan kadar 5% untuk setiap liter latex yang akan dicegah prokoagulasinya. 4. Natrium sulfit (Na2SO3)

Pemakaian zat ini sebagai zat anti koagulan paling merepotkan, karena: a. Bahan ini tidak tahan lama disimpan

b. Apabila ingin digunakan harus dibuat terlebih dahulu

c. Dalam jangka waktu sehari akan teroksidasi oleh udara menjadi natrium sulfat (Na2SO3 Na2SO4), bila sudah teroksidasi maka sifatnya sebagai antikoagulan menjadi lenyap.

Selain sebagai antikoagulan Natrium Sulfit juga bisa memperpanjang waktu pengeringan dan sebagai desinfektan. Dosis yang digunakan adalah 5-10 ml larutan berkadar 10% untuk setiap liter latex. (Tim penulis PS,2009)

2.6. Lateks, Karet Bongkah dan Pengolahannya Menjadi Material

Komposisi latex Hevea Brazeileansis dapat dilihat jika latex disentrifugasi dengan kecepatan 18000 rpm, yang hasilnya adalah sebagai berikut :

1. Fraksi latex (37%): karet (isoprene), protein, lipida dan ion logam

2. Fraksi frey Wyssling (1-3%): karotenoid, lipida air, karbohidrat dan inositol, protein dan turunannya.

3. Fraksi serum (48%): senyawaan nitrogen, asam nukleat dan nukleotida, senyawa organik, ion anorganik dan logam.


(35)

4. Fraksi dasar (14%): air, protein, dan senyawa nitrogen, karet dan karotenoid, lipida dan ion logam. (Zuhra,C.F.2006)

Tabel 2.1. Kandungan bahan-bahan dalam lateks segar dan lateks yang dikeringkan

Bahan Lateks segar Lateks yang dikeringkan

1. Kandungan karet 35,62% 88,28%

2. Resin 1,65% 4,10%

3. Protein 2,03% 5,04%

4. Abu 0,70% 0,84%

5. Zat gula 0,34% 0,84%

6. Air 59,62% 1,00%

(Setyamidjaja,D.1993)

2.6.1 Lateks Pekat

Lateks pekat adalah sejenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Lates pekat yang dijual di pasaran ada yang dibuat melalui proses pendadihan atau creamed lateks dan melalui proses pemusingan atau centrifuged lateks. Biasanya lateks pekat banyak digunakan untuk pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi. Standar mutu lateks pekat baik pusingan atau lateks dadih dapat dilihat pada table berikut ini.


(36)

Tabel 2.2. StandarMutu Lateks Pekat

No Parameter Lateks

pusingan (Centrifuged latex) Lateks dadih (Creamed latex) 1 Jumlah padatan (total solids) minimum 61,5% 64,0% 2 Kadar karet kering (KKK) minimum 60,0% 62,0% 3 Perbedaan angka butir 1 dan 2 maksimum 2,0% 2,0% 4 Kadar amoniak( berdasar jumlah air yang

terdapat dalam lateks pekat) minimum

1,6% 1,6%

5 Viskositas maksimum pada suhu 25oC 50

centipoises

50 centipoises 6 Endapan (sludge) dari berat basah maksimum 0,10% 0,10%

7 Kadar koagulumm dari jumlah padatan maksimum

0,08% 0,08%

8 Bilangan KOH maksimum 0,80 0,80

9 Kemantapan mekanis minimum 475 detik 475 detik 10 Persentase kadar tembaga dari jumlah padatan

maksimum

0,001% 0,001% 11 Persentase kadar mangan dari jumlah padatan

maksimum

0,001% 0,001%

12 Warna Tidak biru

Tidak kelabu

Tidak biru Tidak kelabu 13 Bau setelah dinetralkan dengan asam borat Tidak boleh

berbau busuk

Tidak boleh berbau busuk Sumber : Panduan Lengkap Karet , 2009

Ada beberapa parameter lateks pekat yaitu:

- TSC (Total Solid Content) yaitu pemeriksaan kadar kepekatan bahan dengan pemanasan

- Amoniak (NH3)

- MST (Mechanical Stability Time) yaitu waktu yang diperlukan untuk terjadinya koagulasi sewaktu dipusingkan dengan kecepatan 14000 rpm.

- KOH Number yaitu bilangan KOH ekivalen dengan asam radikal yang bergabung dengan amoniak dalam 100 g lateks pekat.


(37)

2.6.2 Karet bongkah (block rubber)

Karet bongkah berasal dari karet remah yang dikeringkan dan dikilang menjadi bandela–bandela dengan ukuran yang telah ditentukan. Standar mutu karet bongkah agak berbeda antara negara podusen yang satu dengan yang lainnya. Standar karet bongkah Indonesia yang dikeluarkan adalah SIR(Standard Indonesia Rubber) yang tertera dalam tabel 2.4.

Sedangkan di Negara tetangga yaitu Malaysia, mereka juga memiliki standar seperti yang dimiliki oleh Indonesia, mereka mengeluarkan SMR(Standard Malaysian Rubber) yang memiliki parameter yang tidak jauh berbeda dengan SIR (Standard Indonesian Rubber). Daftar tabel SMR tertera pada tabel 2.5.

Tabel 2.4. Standard Indonesian Rubber (SIR)

Uraian SIR 5 L SIR 5 SIR 10 SIR 20 SIR 50

Kadar kotoran maksimum 0.05% 0.05% 0.10% 0.20% 0.50% Kadar abu maksimum 0.50% 0.50% 0.75% 1.00% 1.50% Kadar zat asiri maksimum 1.0% 1.0% 1.0% 1.0% 1.0%

PRI minimum 60 60 50 40 30

Plastisitas – Po minimum 30 30 30 30 30

Limit warna (skala lovibond) maksimum

6 - - - -

Kode warna Hijau Hijau merah Kuning


(38)

Tabel 2.5. Standard Malaysian Rubber (SMR)

Sumber : Panduan Lengkap Karet , 2009

2.6.3. Pengolahan karet alam

Pengolahan karet memiliki posisi yang cukup penting dalam rangkaian agribisnis karet. Pengolahan karet menentukan nilai tambah yang akan diperoleh. Hasil sadapan yang baik. Ada beberapa peralatan yang digunakan dalam pengolahan karet alam. Alat-alat ini tidak semuanya digunakan dalam pengolahan setiap jenis karet. Ada alat yang hanya digunakan untuk pembuatan jenis karet tertentu saja, Selain alat, juga banyak digunakan bahan dalam pengolahan karet alam, yaitu:

a. Mesin penggilingan

Dalam pengolahan karet jenis sheet dan crepe biasanya digunakan mesin penggilingan. Dikalangan pengolahan lateks sheet, Mesin ini sering disebut baterai sheet. Baterai sheet ada yang terdiri 4,5, atau 6 gilingan beroda dua. Mesin penggilingan untuk karet crepe dikenal dengan nama baterai crepe.

Uraian SMR 5L SMR 5 SMR 10 SMR 20 SMR 50

Kadar kotoran maksimum 0.05% 0.05% 0.10% 0.20% 0.50% Kadar abu maksimum 0.60% 0.60% 0.75% 1.00% 1.50% Kadar nitrogen 0.65% 0.65% 0.65% 0.65% 0.65%

Kadar zat asiri 1.0% 1.0% 1.0% 1.0% 1.0%

Plasticity retention maksimum

60 60 50 40 30

Plastisitas Wallace(nilai permulaan)minimum

30 30 30 30 30

Limit warna (skala lovibond)

6,0% - - - -

Kode warna Hijau

muda

Hijau muda

coklat merah kuning Warna bungkus Jernih jernih jernih jernih Jernih Warna strip plastic Jernih Keruh

putih Keruh putih Keruh putih Keruh putih


(39)

b. Tangki atau bejana koagulasi

Tangki yang banyak dipakai pada era sebelum perang dunia II terbuat dari arnit atau ebonite, sesudahnya digunakan tangki yang terbuat dari aluminium. Ukuran tangki yang digunakan biasanya(10 x 3 x 16)kaki. Tangki yang berukuran besar ini disekat lagi menjadi 76 atau 91 ruang yang lebih kecil. Untuk menyekat digunakan pelat-pelat aluminium.

Pada tempat pengolahan karet yang hanya sedikit kapasitas produksinya, fungsi tangki atau bejana digantikan oleh loyang-loyang yang mempunyai kapasitas olah antara 10-15 liter.

c. Rumah pengeringan

Pada pembuatan karet crepe, rumah pengeringan mutlak diperlukan. Tinggi ruangan biasanya dibuat tidak lebih dari 6 m. Untuk rumah pengeringan bertingkat tingginya hanya antara 3-4 m. Didalam rumah pengeringan terdapat gantar-gantar dari kayu jati dengan tebal 4-5 cm untuk menggantungkan karet crepe yang akan dikeringkan. Rata–rata rumah pengeringan menggunakan pemanas untuk mempercepat pengeringan. Cara pemasan yang paling banyak dipakai adalah thermosifon atau pemanas dengan air pemanas serta menggunakan uap air bertekanan rendah. Bila tanpa pemanas, waktu yang diperlukan untuk mengeringkan crepe antara 2-4 minggu.Sedangkan dengan pemanas waktunya bisa dipersingkat menjadi 5-7 hari.

d. Rumah pengasapan

Rumah pengasapan digunakan dalam pembuatan karet sheet. Syarat rumah asap yang baik: suhu dalam harus dapat dipertahankan sehingga praktis tidak berubah, ventilasi dari ruang-ruangnya dapat diatur sesuai dengan kebutuhan, serta penambahan


(40)

asap dan pemanasan dapat terjamin. Jumlah ruang pengasapan dan pengeringan yang diperlukan berhubungan dengan waktu pengeringan. Ini berkaitan dengan ketebalan sheet yang akan dibuat. Misalnya waktu pengeringan 5-5,5 hari maka ruang yang dibutuhkan adalah 6 buah.

Selain alat-alat yang telah disebutkan diatas, sebenarnya masih ada beberapa alat yang banyak digunakan dalam pengolahan karet, Seperti alat penyaring, gunting/pemotong, meja sortasi, pengepres, pengepak, dan lain-lain.

e. Kayu bakar untuk rumah pengasapan

Ada beberapa macam pohon yang kayunya dapat digunakan sebagai bahan bakar ruang pengasapan. Pohon tersebut antara lain pohon karet, akasia, lomtorgung dan glirisidia. Kayu yang panjang biasanya dibelah dan dipotong hingga rata-rata mempunyai ukuran panjang sekitar 30 cm dengan garis tengah 10 cm.

f. Air

Dalam pengolahan karet diperlukan air, dalam jumlah yang banyak. Karena itu air merupakan bahan yang vital. Semakin tinggi kapasitas suatu pabrik, semakin besar jumlah air yang dibutuhkan. Air biasanya digunakan untuk keperluan pengenceran lateks, pembuatan larutan kimia, pencucian hasil, pencucian alat dan untuk mendinginkan mesin.

g. Bahan-bahan kimia

Dalam pengolahan karet alam banyak sekali digunakan bahan-bahan kimia. Sesuai dengan proses yang dibantunya bahan itu ada yang berfungsi sebagai bahan pokok, yaitu :


(41)

1. Bahan pembeku

Untuk proses pembekuan lateks biasanya digunakan asam formiat atau asam semut dan asam asetat atau asam cuka.

2. Bahan pengelantang

Bahan ini digunakan untuk mendapatkan warna yang diinginkan dari karet.

3. Bahan vulkanisasi

Bahan kimia ini diperlukan dalam proses vulkanisasi agar kompon karet cepat matang. Yang biasa digunakan untuk keperluan ini adalah belerang, damar, fenolik, peroksida organik dan radiasi sinar gamma.

4. Bahan pencepat reaksi

Reaksi vulkanisasi biasanya berlangsung sangat lambat. Dalam dunia industry hal ini kurang efisien karena menambah lama waktu produksi yang secara tak langsung juga menambah biaya. Salah satu bahan pencepat reaksi yang sering digunakan adalah dati golongan thiazol contohnya MBT dan MBTS.

5. Bahan penggiat

Fungsi bahan penggiat adalah menambah cepat kerja bahan pencepat reaksi. Jadi, meskipun bahan ini tidak termasuk vital, tetapi cukup menentukan dalam proses pengolahan karet. Contoh bahan penggiat yang sering digunakan adalah seng oksida dan asam stearat.

6. Bahan antioksidan dan antiozonan

Fungsi bahan ini untuk melindungi karet dari kerusakan karena pengaruh oksigen maupun ozon yang terdapat diudara. Bahan anti oksidan yang sering


(42)

digunakan adalah turunan difenil amina contohnya Nonox OD.dari turunan fenol contohnya montaclere dan lonol. Anti ozonan yang paling banyak digunakan adalah turunan parafenilen diamina seperti Santoflex 13, Nonox DPPD dan UOP 88.

7. Bahan pelunak

Bahan pelunak berfungsi memudahkan pembuatan karet dan pemberian bentuk. Bahan pelunak yang banyak digunakan adalah minyak naftenik, minyak nabati, minyak aromatik, terpinus, lilin paraffin, faktis, damar, dan bitumen.

8. Bahan pengisi

Ada dua macam bahan pengisi dalam proses pengolahan karet, Pertama bahan pengisi yang tidak aktif, kedua bahan pengisi yang aktif atau yang menguatkan. Contoh bahan pengisi yang tidak aktif adalah kaolin, tanah liat, kalsium karbonat, magnesium karbonat, barium sulfat dan barit. Bahan pengisi aktif yaitu karbon hitam, silika, aluminium silika dan magnesium silikat.

9. Bahan pewarna

Jenis karet tertentu membutuhkan warna dalam pengolahannya. Untuk keperluan inilah bahan pewarna diberikan.

10. Bahan pencegah pravulkanisasi

Fungsi bahan ini mencegah terjadinya pravulkanisasi yang tidak diinginkan pada bagian ekstruder mesin acuan injeksi. Contohnya adalah Santogard PVI dan Vulcalent A.


(43)

11. Bahan pewangi

Bau karet yang khas serta bau bahan kimia yang tidak enak dapat dihilangkan dengan menambahkan bahan pewangi, tetapi ada beberapa jenis yang menggunakannya. contohnya yaitu Rodo 10. (Tim penulis PS,2009)

2.6.4. Pengolahan lateks pekat

Prinsip pembuatan lateks pekat berdasarkan pada perbedaan berat jenis antara pertikel karet dengan serum. Serum mempunyai berat jenis lebih besar daripada partikel karet, berat jenis serum 1,024 sedangkan partikel karet hanya 0,904. Akibatnya, partikel karet akan naik ke permukaan dan serum akan terkumpul dilapisan bawah dalam proses pembuatan lateks.

Ada dua macam lateks pekat yang biasa dijual dipasaran. Yang pertama adalah creamed lateks atau di Indonesia dikenal dengan nama lateks dadih. Sedangkan yang kedua adalah centrifuged latex atau disebut lateks pusingan.

I. Pengolahan creamed lateks

Pembuatan creamed lateks, getah yang sudah disadap dibawa ke tempat pengolahan didalam tangki-tangki, lalu ditambahkan gas ammonia sebanyak 4-7 g per liter lateks. Sesampainya ditempat pengolahan, lateks langsung disaring dan ditentukan kadar karet kering (KKK) nya. Barulah ditambahkan bahan pemekat/pengental atau creaming agent.

Bahan pemekat yang banyak digunakan sekarang adalah ammonium alginate. Bila digunakan ammonium alginate, dosisnya 60 mL larutan alginate 1% perliter lateks. Lateks lalu diaduk-aduk sampai rata. Pengadukan yang tidak rata bisa


(44)

menurunkan mutu lateks pekat. Setelah diaduk, lateks didiamkan selama 4-6 hari sampai menjadi lateks pekat.

Lateks pekat yang telah jadi dikumpulkan dalam tangki. Hasil ini diaduk lagi dengan merata. Setiap liter creamed lateks yang siap diangkut perlu ditambah 7-10 g gas ammonia.

II. Pembuatan lateks pusingan

Lateks pusingan atau centrifuged lateks juga membutuhkan penambahan gas ammonia pada lateks kebun seperti pada pembuatan creamed lateks, tetapi jumlah yang ditambahkan lebih sedikit, cukup 2-3 g gas ammonia untuk setiap liter lateks. Lateks yang telah diberi gas ammonia dibawa ke pabrik atau tempat pengolahan.Penambahan 2-3 g gas ammonia memungkinkan lateks tahan disimpan selama 24 jam terjadi prakoagulasi. Pengendapan selama 24 jam diperlukan agar kotoran-kotoran dan magnesium ammonium fosfat mengendap. Magnesium ammonium fosfat muncul karena penambahan ammonium pada bahan lateks.

Lateks dapat dimasukkan kedalam alat pemusing atau centrifugal machine setelah dibiarkan selama 24 jam. Mesin pemusing harus dijalankan dengan kecepatan yang sesuai dan suara harus halus. Proses pemusingan memisahkan lateks kebun menjadi 2 bagian yang berlainan. Lateks pekat atau cream akan keluar dari bagian atas dan lateks encer atau skim akan keluar dari bagian bawah. Kemudian ditambahkan ammonia hingga kadarnya menjadi 7-10 g perliter lateks.

Penambahan gas ammonia memungkin lateks pekat tahan disimpan dalam waktu yang cukup lama. Bila akan dikirim ke negara pembeli atau ke tempat yang


(45)

jauh, biasanya lateks dimasukkan kedalam drum yang bagian dalamnya telah diolesi dengan zat yang tahan lateks dan ammonia. (Tim penulis PS,2009)

2.6.5. Pengolahan karet remah (crumb rubber)

Karet remah atau crumb rubber adalah produk karet alam yang relatif baru. Dalam perdagangan dikenal dengan nama karet spesifikasi teknis. Karena penentuan kualitas dan penjenisannya dilaksanakan secara teknis dengan analisi yang mutakhir.

a. Pengolahan karet remah (spesifikasi teknis) dengan bahan baku lateks

Ada beberapa proses dasar yang dilalui dalam pengolahan karet remah dengan bahan baku lateks, yaitu penerimaan dan penyaringan lateks, penggumpalan atau koagulasi, pembutiran, atau granulasi, pengeringan dan pembungkusan. Mula-mula lateks yang dikirim ke tempat pengolahan disaring dan dikumpulkan dalam bak atau tangki. Kemudian, dilakukan penggumpalan dalam bak atau tangki-tangki tersebut sehingga menghasilkan bongkahan-bongkahan atau koagulum. Pemotongan koagulum merupakan langkah yang harus dilalui sebelum dilakukan proses pembutiran. Mesin pembutiran yang biasa digunakan adalah mesin pelletiser yang mempunyai banyak pisau berputar. Hasil yang diperoleh dicuci hingga bersih kemudian dimasukkan kedalam mesin pengering. Biasanya pengeringan menggunakan mesin dan ban berjalan. Hasil akhir dari karet remah didinginkan sebelum dikemas. Berat akhir diperoleh melalui penimbangan. Ukuran bandela biasanya (28 x 17 x 7) inci, sekitar (72 x 36 x 18) cm. Berat yang ditetapkan untuk setiap bandela adalah 33 kg. Setelah dikempa, bongkah dibungkus dengan lembaran plastik polyethylene. Lembaran plastik


(46)

ini harus memiliki ketebalan 0,03 mm, titik cair 108oC dan berat jenis 0,92. Bungkus ini disertai tanda jenis mutu, tanda pengenal SIR, dan pabrik yang memproduksinya.

Diagram 2.1. Pengolahan karet remah dari lateks

b. Pengolahan karet remah dengan bahan baku gumpalan mutu rendah

Ada pabrik yang membuat karet spesifikasi teknis dan bahan koagulum lateks atau lateks yang telah mengalami proses koagulasi. Biasanya koagulum lateks yang diolah ini bermutu rendah, contohnya slabs karet rakyat, lump kebun, lump mangkok, scraps, unsmoked sheet, dan lain-lain.

Lateks segar dari kebun

saringan

Bak koagulasi

(ditambah bahan koagulan dan pemutih warna)

Pembutiran

(dikerjakan dengan mesin pisau berputar atau pelletiser)

pencucian

Pengeringan

(dengan mesin pengering dan ban berjalan)


(47)

Bahan koagulum lateks yang bermutu rrendah ini terlebih dahulu disortir, Setelah itu bahan ini dimasukkan kedalam tangki-tangki air pembersih. Selanjutnya, bahan dibersihkan lagi dengan messin hammermill. Pada mesin ini pencucian diikuti dengan pemotongan lalu digiling dengan mesin penggilingan crepe. Hasil yang keluar dari mesin penggilingan crepe dimasukkan kedalam mesin pelletiser atau mesin dengan pisau berputar. Disini bahan mengalami proses pembutiran.

Sesuai proses pembutiran, bahan mengalami perlakuan kimiawi. Larutan asam fosfat atau asam amino digunakan untuk merendamnya. Terakhir, bahan dikeringkan dan diikuti oleh proses pengepakan seperti pada karet remah yang dibuat dari bahan lateks.

Diagram 2.2. Pengolahan karet remah dari karet rakyat bermutu rendah.

(Tim penulis PS,2009) Slab,scrap,lump mangkok,dan lain-lain

Sortasi,pencucian, dan pemotongan

Pembersihan (dengan mesin hammermill lalu dicuci)

Penggilingan crepe

Pembutiran(dengan mesin pisau berputar atau pelletiser)

Perlakuan kimia (perendaman dalam larutan asam fosfat)

Pengeringan pengepakan


(48)

2.7. Analisa kualitas karet remah

Tiap jenis kualitas karet remah mempunyai standar tertentu. Klasifikasi kualitas dilaksanakan menurut cara-cara baru dengan penggolongan berdasarkan ciri-ciri teknis. Yang menjadi dasar dalam spesifikasi teknis adalah kadar beberapa zat dan unsur-unsur tertentu yang terdapat dalam karet, yang berpengaruh terhadap sifat-sifat akhir produk yang dibuat dari karet. Unsur-unsur dalam penetapan kualitas secara spesifikasi teknis adalah:

a) Kadar kotoran (dirt content)

Kadar kotoran menjadi dasar pokok dan kriterium terpenting dalam spesifikasi, karena kadar kotoran sangat besar pengaruhnya terhadap ketahanan retak dan kelenturan barang-barang dari karet. (setyamidjaja,1993)

Kotoran adalah benda asing yang tidak larut dan tidak dapat melalui saringan 325 mesh. Adanya kotoran didalam karet yang relativ tinggi dapat mengurangi sifat dinamika yang unggul dari vulkanisat karet alam antara lain kalor timbul dan ketahanan retak lenturnya. Kotoran tersebut juga menggangu pada pembuatan vulkanisat tipis. (SNI 06-1903-2000)

b) Kadar abu (ash content)

Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk melindungi konsumen terhadap penambahan bahan-bahan pengisi kedalam karet pada waktu pengolahan. (setyamidjaja,1993)

Abu didalam karet terjadi dari Oksida, Karbonat dan Fosfat dari Kalium, Magnesium, Kalsium, Natrium dan beberapa unsure lain dalam jumlah yang


(49)

berbeda-beda. Abu dapat pula mengandung silikat yang berasal dari karet atau benda asing yang jumlah kandungannya bergantung pada pengolahan bahan mentah karet.

Abu dari karet memberika sedikit gambaran mengenai jumlah bahan mineral didalam karet. Beberapa bahan mineral didalam karet yang meninggalkan abu dapat mengurangi sifat dinamika yang unggul seperti kalor timbul (heat build-up) dan ketahanan retak lentur (flex cracking resistance) dari vulkanisat karet alam.

(SNI 06-1903-2000)

c) Kadar zat menguap (volatile content)

Penentuan kadar zat menguap ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa karet yang disajikan cukup kering. (setyamidjaja,1993)

Zat menguap didalam karet sebagian besar terdiri dari uap air dan sisanya adalah zat-zat lain seperti serum yang mudah menguap pada suhu 100oC . Kadar zat menguap adalah bobot yang hilang dari potongan uji setelah pengeringan. Adanya zat yang mudah menguap didalam karet, selain dapat menyebabkan bau busuk, memudahkan tumbuhnya jamur yang dapat menimbulkan kesulitan pada waktu mencampurkan bahan-bahan kimia kedalam karet pada waktu pembuatan kompon tersebut terutama untuk pencampuran karbon black pada suhu rendah.

(SNI 06-1903-2000)

d) Penetapan Plasticity Retention Index

Penentuan plasticity retention index (PRI) adalah cara pengujian yang sederhana dan cepat untuk mengukur ketahanan karet terhadap degradasi oleh oksidasi pada suhu tinggi. Pengujian ini meliputi plastisitas Wallace dari potongan uji sebelum


(50)

dan sesudah pengusangan didalam oven dengan suhu 140oC. Suhu dan waktu pengusangan diatur sedemikian rupa sehingga dapat memberikan perbedaan yang nyata dari berbagai jenis karet mentah. (SNI 06-1903-2000)

e) Uji pengeras dalam penyimpanan yang dipercepat (accelerated Storage Hardening Test)

Pengerasan karena penyimpanan (storage hardening) menunjukkan kecenderungan meningkatnya viskositas karet alam selama penyimpanan akibat terbentuknya ikatan silang (cross links) antar molekul karet ikatan silang ini umumnya disebabkan oleh reaksi kondensasi gugusan aldehida yang terdapat secara alamiah didalam molekul karet dan kemungkinan adanya sejumlah kecil gugusan peroksida didalam karet.

Accelerated Storage Hardening Test (ASHT) merupakan cara yang dipercepat yaitu dengan pengujian plastisitas Wallace dari potongan uji sebelum dan sesudah penyimpanan dalam waktu singkat dengan kondisi yang dapat mempercepat reaksi pengerasan. (SNI 06-1903-2000)

f) Penentuan kadar nitrogen

Nitrogen terdapat didalam karet terutama berasal dari protein dan dapat digunakan sebagai petunjuk besarnya kadar protein. Walaupun banyaknya nitrogen bergantung pada jenis protein, diperkirakan kadar protein = 6,25 x kadar nitrogen. Tetapi tidak dapat dianggap sebagai kadar protein yang sebenarnya.Karet skim mengandung kadar nitrogen yang tinggi. Nitrogen ditetapkan dengan cara semi mikro Kjeldhal. Karet dioksidadi dengan pemanasan oleh campuran katalis dan asam sulfat pekat, yang merubah senyawaan nitrogen menjadi hidrogensulfat. Setelah suasana


(51)

dirubah menjadi basa ammonia dipisahkan dengan destilasi uap dan diikat oleh larutan standar asam borat, kemudian dititer dengan larutan standar asam sulfat.

(SNI 06-1903-2000)

g) Pengujian viskositas mooney

Viskositas dari karet pada umumnya diuji dengan alat “Mooney Viscometer” yang prinsip kerjanya adalah memutar sebuah rotor yang berbentuk silinder didalam karet tersebut. Makin besar viskositas karet, makin besar pula perlawanan yang diberikan oleh karet tersebut pada rotor.

(SNI 06-1903-2000)

2.8. Manfaat karet

Sebenarnya manfaat karet dalam kehidupan manusia sangatlah banyak, mencakup hampir seluruh aspek kehidupan manusia, dari kesehatan, hiburan, transportasi, komunikasi, pendidikan, hingga industri.

Karet dapat diolah menjadi aneka jenis barang yang sangat luas penggunaannya. Aneka jenis barang tersebut diantaranya sebagai berikut:


(52)

a. Sepatu karet b. Ban sepeda c. Ban mobil d. Sabuk V

e. Sabuk pengangkut

f. Pipa karet g. Kabel

h. Pembungkus logam i. Bantalan karet j. Rolkaret


(53)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Alat

− Timbangan analitik − Lab mill

− Erlenmeyer − Oven

− Saringan 325 mesh − Pemanas infra red − Penjepit

− Botol penyemprot − Gunting

− Desikator − Talam alminium − Slide proyektor

3.2 Bahan

− Mineral terpentin − Curio Ts Solution 36% − Karet remah

3.3 Prosedur Kerja

− Pastikan semua peralatan yang digunakan untuk menganalisa kadar kotoran dalam keadaan layak dan aman untuk digunakan

− Ditimbang sampel 10 g ± 0,1 mg dan gunting kecil-kecil

− Disiapkan erlenmeyer yang telah dibersihkan diatas meja , lalu isi dengan mineral terpentin sebanyak 250 mL dan curio TS 1mL - 2mL 36% solution − Dimasukkan sampel kedalam erlenmeyer , tambahkan 2 bagian turpentine dan


(54)

− Dipanaskan terpentin beserta sample tersebut pada box infrared selama 2,5 - 3,5 jam pada suhu 120 ± 5oC sampai larut dengan baik (selama pemanasan guncang larutan beberapa kali)

− Ditimbang saringan yang telah disortir dengan slide proyektor dan dicatat nomor saringannya

− Dilakukan penyaringan dengan hati-hati

− Dibilas Erlenmeyer dengan minyak turpentine hangat pakai botol penyemprot untuk membersihkan kotoran yang tinggal didasar Erlenmeyer

− Dikeringkan saringan yang berisi kotoran selama 1 jam dengan temperature 100oC didalam oven pengering

− Didinginkan saringan beserta kotoran sampai suhu kamar didalam desikator − Ditimbang dan dicatat berat saringan yang berisi kotoran

− Dilakukan perlakuan yang sama untuk sampel no 18 , 27, dan 36 dan dicatat beratnya


(55)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Pengumpulan data-data dipabrik didukung dengan data dari laboratorium untuk memecahkan pokok permasalahan. Data yang didapatkan diperoleh selama pabrik beroperasi normal.

Tabel 4.1.1. Hasil analisa kadar kotoran pada karet remah yang berasal dari lump mangkok (SIR20)

Tgl produksi

Nomor Berat (gram) Berat

(kotoran/gram) % Dirt Pallet Contoh Gelas Saringan Saringan Contoh Kotoran

+ saringan 7 Januari

2011

1 9 217 36 17.6576 10.0018 17.6626 0.005 0.050 18 218 369 17.1517 10.0067 17.1574 0.0057 0.057 27 219 612 23.6437 10.0072 23,6487 0.0050 0.050 36 220 340 17.3238 10.0010 17.3296 0.0058 0.058 8 Januari

2011

45 1 61 17.4901 10.0057 17.4952 0.0051 0.051 54 2 300 13.8356 10.0087 13.8399 0.0043 0.043 63 3 691 21.7070 10.0064 21.7115 0.0045 0.045 72 4 306 14.1750 10.0082 14.1796 0.0046 0.046 10

Januari 2001

81 5 678 23.3306 10.0067 23.3349 0.0043 0.043

90 6 395 18.2571 10.0080 28.2629 0.0048 0.048 99 7 53 17.43.43 10.0064 17.4389 0.0044 0.044 108 8 545 23.9116 10.0071 23.9183 0.0067 0.067


(56)

Tabel 4.1.2. Hasil analisa kadar kotoran pada karet remah yang berasal dari lateks (SIR 3)

Tgl produksi

Nomor Berat (gram) Berat

(kotoran/gram) % Dirt Pallet Contoh Gelas Saringan Saringan Contoh Kotoran

+ saringan 7

Januari 2011

1 9 25 111 23.4868 10.0053 23.4874 0.0006 0.006

18 6 703 24.3150 10.0026 24.3158 0.0008 0.008 27 7 167 21.7142 10.0031 21.7150 0.0008 0.008 36 8 31 22.2883 10.0070 22.2890 0.0007 0.007 8

Januari 2011

45 9 564 24.7676 10.0054 24.7681 0.0005 0.005

54 30 267 16.5194 10.0060 16.5200 0.0006 0.006 63 1 376 20.8466 10.0031 20.8470 0.0004 0.004 72 2 263 17.1318 10.0081 17.1328 0.0005 0.005 10

Januari 2001

81 3 428 22.9850 10.0099 22.7857 0.0007 0.007

90 4 832 22.6660 10.0070 22.6666 0.0006 0.006 99 5 47 21.9848 10.0008 21.9853 0.0005 0.005 108 6 240 18.8747 10.0011 18.8752 0.0005 0.005


(57)

4.2. Pembahasan

Kadar kotoran adalah suatu parameter yang sangat penting dalam meningkatkan mutu atau kualitas dari karet. Bila kadar kotoran melebihi ambang batas yang telah ditentukan , maka akan mempengaruhi kualitas dari karet tersebut, oleh karena itu Indonesia telah menetapkannya dalam Standard Indonesian Rubber (SIR) sebesar 0,20% untuk SIR 20 dan sebesar 0,03% untuk SIR 3.

Kadar kotoran ditentukan dari sejumlah kotoran yang tertampung diatas saringan 325 mesh yang berasal dari sejumlah tertentu sampel karet yang dilarutkan dalam terpentin mineral. Zat-zat pengotor yang terkandung didalam karet adalah batu, pasir, daun, batang karet, dan juga berasal dari mesin-mesin di pabrik.

Dari hasil analisa kadar kotoran selama melakukan praktek kerja lapangan pada sampel yang berasal dari lateks(SIR 3) dan sampel yang berasal dari lump mangkok (SIR 20) diperoleh kadar kotoran yang rendah dan tidak melewati parameter yang telah ditentukan. Jika dari hasil analisa diperoleh kadar kotoran yang tinggi,maka karet harus diolah kembali dengan mengulang kembali proses pengolahannya dari awal, dengan dicampurkan dengan bahan baku lainnya.


(58)

4.2.1. Perhitungan dari analisa karet remah

Rumus perhitungan

Dirt Content =

100%

Dimana : M0 = Berat sampel

M1 = Berat saringan

M2 = Berat saringan + kotoran

• Penentuan kadar kotoran dari karet remah yang berasal dari lump mangkok a. Pada sampel nomor 9

Dik : M0 = 10.0018 g M1 = 17.6576 g M2 = 17.6626 g Dit : % Dirt Content

Dirt Content = 100%

= 100%

= 100%

= 0.050 %

b. Pada sampel nomor 18 Dik : M0 = 10.0067 g

M1 = 17.1517 g M2 = 17,1574 g Dit : % Dirt Content


(59)

Dirt Content = 100%

= 100%

= 100%

= 0.057% c. Pada sampel nomor 27

Dik : M0 = 10.0072 g M1 = 23.6437 g M2 = 23.6487 g Dit : % Dirt Content

Dirt Content = 100%

= 100%

= 100%

= 0.050% d. Pada sampel nomor 36

Dik : M0 = 10.0010 g M1 = 17.3238 g M2 = 17.3296 g Dit : % Dirt Content

Dirt Content = 100%

= 100%


(60)

= 0.058%

• Penentuan kadar kotoran karet remah yang berasal dari latex a. Pada sampel nomor 9

Dik : M0 = 10.0053 g M1 = 23.4868 g M2 = 23.4874 g Dit : % Dirt Content

Dirt Content = 100%

= 100%

= 100%

= 0.006%

b. Pada sampel nomor 18 Dik : M0 = 10.0026 g M1 = 24.3150 g M2 = 24.3158 g Dit : % Dirt Content

Dirt Content = 100%

= 100%

= 100%


(61)

c. Pada sampel nomor 27 Dik : M0 = 10.0031 g M1 = 21.7142 g M2 = 21.7150 g Dit : % Dirt Content

Dirt Content = 100%

= 100%

= 100%

= 0.008% d. Pada sampel nomor 36

Dik : M0 = 10.0070 g M1 = 22.2883 g M2 = 22.2890 g Dit : %Dirt Content

Dirt Content = 100%

= 100%

=

100%


(62)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Hasil analisa dan pembahasan yang dilakukan selama praktek kerja lapangan di Pabrik karet PT.Bridgestone Sumatera Rubber Estate dapat diambil kesimpulan , yaitu :

1. Dari hasil perhitungan diperoleh kadar kotoran yang berbeda untuk setiap karet remah yang berasal dari bahan baku lump mangkok yaitu : 0,057%, 0,050%, 0,058%, 0,051%, 0,043%, 0,045%, 0,046%, 0,043%, 0,048%, 0,044%, 0,67%, nilai ini memenuhi standar kualitas mutu SIR 20.

2. Dari hasil perhitungan diperoleh kadar kotoran yang berbeda untuk setiap jenis karet remah yang berasal dari bahan baku lateks yaitu : 0,006%, 0,008%, 0,008%, 0,007%, 0,005%, 0,006%, 0,004%, 0,005%, 0,007%, 0,006%, 0,005%, 0,005%, nilai ini memenuhi standar kualitas mutu SIR 3

3. Untuk penentuan spesifikasi karet remah yang dihasilkan baik yang berasal dari lateks maupun yang berasal dari lump mangkok sudah memenuhi Standard Indonesian Rubber (SIR) yaitu dengan kadar kotoran maksimum 0,03% untuk bahan baku yang berasal dari lateks (SIR 3) dan maksimum 0,20% untuk bahan baku yang berasal dari lump mangkok (SIR 20).


(63)

5.2. Saran

1. Dalam melakukan analisa kadar kotoran pada karet remah SIR 20 dan SIR 3 , sebaiknya memperhatikan kebersihan alat yang digunakan. Sehingga hasil penimbangan yang diperoleh merupakan kadar kotoran dan kadar abu yang dianalisa.

2. Pada saat melakukan penyadapan , peralatan yang digunakan harus dalam kondisi yang baik dan dijaga kebersihannya.

3. Pada saat melakukan pemanasan pada box infrared sebaiknya Erlenmeyer dilakukan pengguncangan agar karet benar-benar larut dengan mineral terpentin dan Curio TS sol 36% supaya pada saat penyaringan yang tertinggal didalam saringan hanyalah kotoran yang terkandung dalam karet dan bukan yang berasal dari luar.


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2000. SNI 06-1903-2000 Standard Indonesian Rubber. Jakarta : Badan

Standardisasi Nasional

Setyamidjaja, D. 1993. Karet. Cetakan ke 13. Yogyakarta : Kanisius

Tim penulis PS. 2009. Panduan Lengkap Karet. Cetakan kedua. Jakarta : Penebar

Swadaya

Setiawan, D. H. 2008. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Cetakan pertama. Jakarta :

Agro Media Pustaka

Siregar, T. HS. 1995. Teknik Penyadapan Karet. Cetakan keenam. Yogyakarta : Kanisius


(65)

(66)

Standard Kerja Analisa Kadar Kotoran

1. Sebelum melakukan pekerjaan pastikan semua peralatan yang digunakan untuk menganalisa dirt content dalam keadaan layak dan aman untuk digunakan

2. Sampel untuk analisa dirt content digiling pada mesin gilingan yang telah diatur ketebalannya

Safety : Hati – hati tangan dapat masuk kedalam roll mil

3. Sampel ditimbang secara teliti pada neraca analitik

4. Sampel digunting kecil – kecil


(67)

5. Erlenmeyer yang bersih dipersiapkan diatas meja lalu diisi dengan mineral turpentine dan curio TS

6. Sampel yang telah dipotong kecil dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang telah berisi mineral turpentine dan curio TS

7. Sampel dipanaskan pada infra red box sambil diguncang sekali – sekali untuk mempercepat pelarutan


(68)

8. Saringan yang akan digunakan ditimbang dan dicatat nomor saringan dan sebelumnya dikeringkan didalam oven, didinginkan didalam desikator serta telah disortir dengan slide projector

9. Setelah sampel larut sempurna, biarkan kotoran mengendap didasar Erlenmeyer kemudian disaring dalam keadaan panas

Safety : Hati – hati terkena cairan turpentine panas

10. Erlenmeyer dan dinding bagian dalam saringan dibilas dengan turpentine hangat untuk membersihkan kotoran yang tinggal dengan menggunakan botol semprot


(69)

Safety : Hati – hati tangan dapat terkena panas oven

Safety : Selalu pergunakan APD pada ruangan dirt content dan saat memanaskan saringan didalam oven seperti


(70)

Standard Proses Analisa Kadar kotoran

No Proses Item Standard Jumlah / Ukuran

Standard Foto

1 Penggilingan sampel

Penggilingan sampel bertujuan untuk mendapatkan ketebalan

sampel yang diinginkan

Berat sampel 20 – 25 gram Jumlah penggilingan 2 pass

Celah roll 0.33 mm

2 Penimbangan dan

pemotongan sampel

Sampel ditimbang kemudian dipotong kecil

kecil untuk mempercepat pelarutan

Berat sampel 10 gram ± 0.1 mg Jumlah potongan

sampel 12 – 15 potongan 3 Pengisian larutan

Larutan yang digunakan untuk melarutkan sampel karet berupa mineral turpentine dan curio TS di isi kedalam erlenmeyer

Volume mineral

turpentine 250 ml Volume curio TS 1 – 2 ml

4 Pemanasan sampel pada

box infrared

Pemasanan sampel dilakukan untuk mempercepat proses pelarutan

Lama pemanasan 1.5 – 2.5 jam Temperatur

pemanasan 120 ± 5

o

C

5 Pembilasan Erlenmeyer

Pembilasan erlenmeyer dilakukan dengan mineral turpentine hangat untuk membersihkan sisa kotoran yang melekat pada Erlenmeyer

Jumlah pembilasan 2 kali

Volume pembilasan 30 – 50 ml

6 Pengeringan sampel

Pengeringan sampel dilakukan dengan menggunakan oven untuk

mendapatkan berat kotoran kering

Lama pengeringan 1 jam Temperatur

pengeringan 90 – 100

o

C

7 Pendinginan sampel

Pendinginan sampel dilakukan di dalam desikator

Lama pendinginan ± 30 menit Temperatur

pendinginan ± 25

0

C

8 Perhitungan

Proses perhitungan untuk mendapatkan nilai dirt content

A = Berat saringan + kotoran

Dirt Content = x 100% B = Berat

A– B


(71)

saringan kosong

C = Berat contoh


(72)

Standar Peralatan Analisa Kadar kotoran

No Equipment Item Standard Jumlah / Ukuran

Standard Foto 1 Gilingan Laboratorium

Gilingan laboratorium digunakan untuk menipiskan sampel

Tegangan AC 380 V , 7.5 KW Diameter min x

panjang

min 150 mm x 300 mm Kecepatan putar roll 1 : 1

2 Gunting

Gunting digunakan untuk memotong sampel menjadi ukuran yang lebih

kecil

Panjang ±31 cm

Lebar ±8.5 cm

3 Neraca analitik

Neraca analitik digunakan untuk menimbang sampel

Model Sartorius BP / Precisa XT Max Capacity 220 / 210 gr

Accuracy 0.1 mg 4 Ultra sonic bath

Digunakan untuk membersihkan saringan

Merk Branson

Electricity 1.5 A, 300 watt

5 Oven

Digunakan untuk mengeringkan kotoran pada saringan

Type Memert oven 1 phase Temperatur > 100 0C

Electricity 220 V, 6.4 A, 1400W 6 Slide projector

Digunakan untuk menyortir saringan

Type Elmo CV - II Electricity 220 Volt, 150

watt 7 Desikator

Desikator digunakan untuk mendinginkan sampel dilengkapi dengan silica gel

Jenis silica gel Indicator warna biru Panjang x lebar x

tinggi

52 cm x 40 cm x 56 cm

8 Erlenmeyer

Digunakan untuk tempat larutan dan sampel yang kan dilarutkan

Kapasitas 500 ml Diameter

atas/bawah 5.4 cm / 9.7 cm

9 Pemanas Infra merah

Menggunakan lampu yang disusun baris da kolom untuk memanaskan sampel

Merk Philip

Tegangan / daya AC 220 V / 250 W

P :31 cm


(73)

10 Saringan

Digunakan untuk menyaring kotoran

Jenis bahan Stainless still

mesh 325 mesh

Diameter / tebal 30 mm / 2 – 3 mm Tinggi 13 – 15 cm

11 Botol Semprot

Digunakan untuk membersihkan kotoran pada Erlenmeyer

Jenis bahan plastik kapasitas 500 ml

12 Pemegang labu

Erlenmeyer

Digunakan untuk memegang labu Erlenmeyer pada saat

menyaring

Panjang 33 cm


(1)

8. Saringan yang akan digunakan ditimbang dan dicatat nomor saringan dan

sebelumnya dikeringkan didalam oven, didinginkan didalam desikator serta telah

disortir dengan slide projector

9. Setelah sampel larut sempurna, biarkan kotoran mengendap didasar Erlenmeyer

kemudian disaring dalam keadaan panas

Safety : Hati – hati terkena cairan turpentine panas

10. Erlenmeyer dan dinding bagian dalam saringan dibilas dengan turpentine hangat

untuk membersihkan kotoran yang tinggal dengan menggunakan botol semprot


(2)

Safety : Hati – hati tangan dapat terkena panas oven

Safety : Selalu pergunakan APD pada ruangan dirt content dan saat memanaskan saringan didalam oven seperti


(3)

Standard Proses Analisa Kadar kotoran

No Proses Item Standard Jumlah / Ukuran

Standard Foto 1 Penggilingan sampel

Penggilingan sampel bertujuan untuk mendapatkan ketebalan

sampel yang diinginkan

Berat sampel 20 – 25 gram Jumlah penggilingan 2 pass

Celah roll 0.33 mm

2 Penimbangan dan

pemotongan sampel

Sampel ditimbang kemudian dipotong kecil

kecil untuk mempercepat pelarutan

Berat sampel 10 gram ± 0.1 mg

Jumlah potongan

sampel 12 – 15 potongan 3 Pengisian larutan

Larutan yang digunakan untuk melarutkan sampel karet berupa mineral turpentine dan curio TS di isi kedalam erlenmeyer

Volume mineral

turpentine 250 ml Volume curio TS 1 – 2 ml 4 Pemanasan sampel pada

box infrared

Pemasanan sampel dilakukan untuk mempercepat proses pelarutan

Lama pemanasan 1.5 – 2.5 jam

Temperatur

pemanasan 120 ± 5

o

C 5 Pembilasan Erlenmeyer

Pembilasan erlenmeyer dilakukan dengan mineral turpentine hangat untuk membersihkan sisa kotoran yang melekat pada Erlenmeyer

Jumlah pembilasan 2 kali

Volume pembilasan 30 – 50 ml

6 Pengeringan sampel

Pengeringan sampel dilakukan dengan menggunakan oven untuk

mendapatkan berat kotoran kering

Lama pengeringan 1 jam Temperatur

pengeringan 90 – 100

o

C

7 Pendinginan sampel

Pendinginan sampel dilakukan di dalam desikator

Lama pendinginan ± 30 menit Temperatur

pendinginan ± 25

0

C 8 Perhitungan

Proses perhitungan untuk mendapatkan nilai dirt content

A =

Berat

saringan + kotoran

Dirt Content = x 100%

B = Berat

A

– B


(4)

saringan kosong

C = Berat

contoh


(5)

Standar Peralatan Analisa Kadar kotoran

No Equipment Item Standard Jumlah / Ukuran

Standard Foto 1 Gilingan Laboratorium

Gilingan laboratorium digunakan untuk menipiskan sampel

Tegangan AC 380 V , 7.5 KW Diameter min x

panjang

min 150 mm x 300 mm Kecepatan putar roll 1 : 1 2 Gunting

Gunting digunakan untuk memotong sampel menjadi ukuran yang lebih

kecil

Panjang ±31 cm

Lebar ±8.5 cm

3 Neraca analitik

Neraca analitik digunakan untuk menimbang sampel

Model Sartorius BP / Precisa XT Max Capacity 220 / 210 gr

Accuracy 0.1 mg 4 Ultra sonic bath

Digunakan untuk membersihkan saringan

Merk Branson

Electricity 1.5 A, 300 watt 5 Oven

Digunakan untuk mengeringkan kotoran pada saringan

Type Memert oven 1 phase Temperatur > 100 0C

Electricity 220 V, 6.4 A, 1400W 6 Slide projector

Digunakan untuk menyortir saringan

Type Elmo CV - II Electricity 220 Volt, 150

watt 7 Desikator

Desikator digunakan untuk mendinginkan sampel dilengkapi dengan silica gel

Jenis silica gel Indicator warna biru Panjang x lebar x

tinggi

52 cm x 40 cm x 56 cm 8 Erlenmeyer

Digunakan untuk tempat larutan dan sampel yang kan dilarutkan

Kapasitas 500 ml Diameter

atas/bawah 5.4 cm / 9.7 cm 9 Pemanas Infra merah

Menggunakan lampu yang disusun baris da kolom untuk memanaskan sampel

Merk Philip

Tegangan / daya AC 220 V / 250 W

P :31 cm


(6)

10 Saringan

Digunakan untuk menyaring kotoran

Jenis bahan Stainless still

mesh 325 mesh

Diameter / tebal 30 mm / 2 – 3 mm Tinggi 13 – 15 cm 11 Botol Semprot

Digunakan untuk membersihkan kotoran pada Erlenmeyer

Jenis bahan plastik kapasitas 500 ml

12 Pemegang labu

Erlenmeyer

Digunakan untuk memegang labu Erlenmeyer pada saat

menyaring

Panjang 33 cm