BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat komunikasi antar manusia yang sangat penting, karena ia adalah sarana untuk menyampaikan tujuan dan maksud yang diinginkan. Oleh
sebab itu, bahasa harus dapat dipahami secara baik oleh penuturnya. Sehingga pembaca atau pendengar akan mudah untuk memahami apa yang diucapkan oleh
penutur . Dalam linguistik kalimat menjadi bahasan inti ilmu sintaksis. Namun, ia
tidak terlepas dari kajian semantik karena sudah pasti sebuah kalimat mengandung makna, dan makna sebagai objek studi semantik. Akan tetapi sayangnya para
penutur bahasa lebih cenderung memfokuskan pada masalah morfologi dan sintaksis yang strukturnya lebih jelas sehingga mudah dianalisis. Bahkan aliran
linguistik struktural yang menganut paham behaviorisme berpandangan bahwa semantik makna bukan merupakan bagian sentral melainkan periferal dari
bahasa. Namun, sejak tahun enam puluhan studi mengenai makna menjadi kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari studi linguistik, karena orang mulai
menyadari bahwa kegiatan berbahasa adalah kegiatan mengekspresikan lambang- lambang bahasa tersebut yang menyampaikan makna.
1
Ilmu semantik mengenal dua macam makna, yaitu makna konotatif dan makna denotatif. Makna denotatif adalah “makna kata atau kelompok kata yang
1
1
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia Jakarta: Rineka Cipta, 2002,h.2
didasarkan atas penunjukkan yang lugas pada sesuatu yang di luar bahasa atau yang didasarkan atas konvensi tertentu.” Makna ini bersifat objektif.
2
Sementara itu makna konotatif adalah “ makna sebuah kata atau kelompok kata yang
didasarkan atas perasaan dan pikiran yang ditimbulkan pada pembicara penutur dan pendengar komunikan
3
Pembedaan makna denotatif dan konotatif didasarkan pada ada dan tidak adanya “nilai rasa” pada sebuah kata. Setiap kata, terutama yang disebut kata
penuh mempunyai makna denotatif, tetapi tidak setiap kata itu mempunyai makna kontatif. Sebuah kata mempunyai makna konotatif apabila kata itu
mempunyai”nilai rasa”, baik fositif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi, tetapi dapat juga disebut konotasi, dan
dapat juga disebut konotasi netral, sedangkan makna denotatif sering juga disebut makna denotasial, makna konseptual, atau makna kongnitif.
4
Makna konotatif inilah yang banyak tidak dipahami secara baik dan benar.
Dalam penelitian ini, penulis akan meneliti salah satu makna yang ada di atas, yaitu makna konotasi atau makna konotatif. Berdasarkan defenisi di atas
dapat diketahui bahwa makna konotatif muncul berdasarkan atas nilai rasa yang dimiliki oleh satu kata. Nilai rasa yang terdapat dalam makna konotatif terdiri dari
2 macam, yaitu:1 nilai rasa negatif 2 nilai rasa positif. Kedua pembagian konotasi itu dapat dilihat dalam contoh penggalan
hadîts berikut:
2
Harimukti Kridalaksana, Kamus Linguistik,Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,1993,cet
3.h.40.
3
Kridalaksana, Kamus Linguistik,.h.117. 2
4
Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia,h.65.
لﺎﺟﺮ ا ﻦ ِءﺎﺴﻨ ا و
Dari kaum pria dan wanita
أ ﺎ ﺮﻗ نإ ﻬ ه
ﺄ ن
ﺮ ا أة
ﺻ ﺒﻨ اﺪﻬﻋ ﻓ ﺖﻗﺮ ﺘ ا ﻰ
و ﻪ ﻋ ﷲا
Bahwa orang Mekah gempar tentang Perempuan yang mencuri waktu Rasulullah menaklukkan kota mekah.
5
Kedua contoh di atas, kata
ءﺎﺴﻨ ا
diartikan sebagai wanita, sedangkan
kata
ةأﺮ ا
diartikan sebagai perempuan. Kata wanita dan perempuan memiliki denotasi yang sama akan tetapi kedua contoh tersebut memiliki nilai
rasa yang berbeda-beda. Kata wanita memiliki nilai rasa yang lebih tinggi atau positif, dan kata
wanita biasanya mengandung makna sebagai berikut: 1.
Berpendidikan lebih 2.
Modern dalam segala hal
sikap pandangan,pakain,dsb
3. Kurang keibuan
4. Malas ke dapur
5
H.A.Rajak dan H.Rais Lathief, Terjemahan Hadîts Sahîh Muslim, Jakarta: Penerbit pustaka Al-Husna, 1983, hal. 305
3
Sedangkan kata perempuan mempunyai nilai rasa yang lebih rendah atau negatif dari kata wanita. Ini terbukti dari tidak digunakannya kata Perempuan itu dalam
nama berbagai organisasi atau lembaga. Dan biasanya kata perempuan mengandung makna sebagai berikut:
Perempuan 1.
Pendidikan kurang 2.
Kurang modern 3.
Keibuan 4.
Suka kedapur Kedua contoh tersebut mengandung makna konotatif yang merupakan contoh dari
penggalan contoh hadis shahih muslim. Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu.
6
Seperti dalam penggalan hadîts berikut:
ﺐﻄﺧ ﻋ
Kata
ﺐﻄﺧ
diterjemahkan ceramah atau pidato, kata pidato atau ceramah dulu berkonotasi negatif karena kata ceramah tersebut brarti cerewet akan tetapi
sekarang kata pidato berkonotasi positif .
7
Setelah melihat contoh di atas, penulis tertarik untuk menganalisa makna konotatif dalam hadîts Sahîh Muslim. Penelitian ini penulis beri judul :
Makna Konotatif Dalam Buku Terjemahan Hadîts Sahîh Muslim. Analisis
Terhadap Terjemahan H.A razak dan H.Rais Lathief.
6
Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia ,h.66 4
7
Razak , Terjemahan Hadîts Sahîh Muslim, h. 313
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah