Dasar Hukum Jaminan Fidusia

Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, maka yang menjadi objek jaminan fidusia menjadi jelas.

2. Dasar Hukum Jaminan Fidusia

Perkembangan dan penggunaan fidusia semakin meluas, terutama setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Selain benda bergerak, fidusia dapat pula dibebankan di atas tanah-tanah yang tidak dapat dijaminkan melalui hipotik, seperti hak pakai dan hak sewa. Mengenai hak pakai secara tegas Undang-Undang Pokok Agraria tidak mengaturnya walaupun memiliki nilai ekonomis yang tinggi untuk dijadikan sebagai jaminan hutang. 61 Seminar Nasional tentang Fidusia, menurut para ahli hukum mempermasalahkan apakah persoalan fidusia dibiarkan hidup dalam bentuk hukum tidak tertulis atau cukup hanya diatur dalam yurisprudensi atau dikukuhkan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Pengertian fidusia yang tercantum dalam Pasal 1 angka 8 membawa perubahan yuridis yang cukup berarti dalam perkembangan jaminan fidusia. Selanjutnya Pasal 12 dengan tegas mengatur bahwa satuan rumah susun dapat dijaminkan dengan ikatan fidusia, kalau tanah milik bersama di atas mana rumah susun itu berdiri berstatus Hak Pakai Milik Negara. Pengakuan fidusia juga diikuti oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Pemukiman dan Perumahan mengatur pemilikan rumah sebagai objek jaminan fidusia berdasarkan asas pemisahan horisontal terlepas dari hak atas tanahnya. Pengaturan jaminan fidusia 61 Parlindungan A.P, Komentar Atas Undang – Undang Pokok Agraria, Bandung : Mandar Maju, 1988 hal. 200. Universitas Sumatera Utara secara parsial dalam kedua Undang-Undang tersebut dirasakan kurang memadai dan belum sempurna untuk menjawab tantangan perkembangan hukum masyarakat khususnya dalam lalu lintas perkreditan. Memperhatikan keadaan seperti itu, maka kemudian diterbitkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Kehadiran Undang-Undang ini diharapkan dapat menjawab segala permasalahan hukum yang menyangkut lembaga jaminan fidusia. Penjelasan di atas menunjukkan bahwa sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia telah ada peraturan yang berkaitan dengan fidusia. Pertama, Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman yang menentukan bahwa rumah-rumah yang dibangun di atas tanah yang dimiliki oleh pihak lain dapat dibebani dengan jaminan fidusia. Kedua, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, mengatur mengenai hak milik atas satuan rumah susun yang dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani fidusia jika tanahnya tanah hak pakai atau tanah negara. Kedua peraturan dimaksud sudah tidak memadai lagi dan tidak memberikan jaminan kepastian hukum bila dilihat dari segi perkembangan penggunaan jaminan fidusia yang semakin meningkat. Kehadiran Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dimaksudkan untuk menampung kebutuhan masyarakat mengenai pengaturan jaminan fidusia sebagai salah satu sarana untuk membantu kegiatan usaha dan untuk memberi kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan. Universitas Sumatera Utara Dengan diundangkannya undang-undang jaminan fidusia memberikan kepastian hukum mengenai pemberian kredit dengan jaminan benda bergerak yang masih dalam penguasaan debitur atau pemberi fidusia. Undang-Undang tentang jaminan fidusia tersebut sangat lama ditunggu masyarakat perbankan bertujuan memberikan ketentuan hukum yang jelas dan lengkap mengenai lembaga jaminan fidusia sehingga dapat membantu dunia usaha untuk mendapatkan dana dari perbankan dengan jaminan benda bergerak yang masih dikuasai debitur. Menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan kreditur dan debitur dalam menyediakan pendanaan dengan jaminan fidusia. Dalam suatu Undang-Undang, kepastian hukum meliputi dua hal, yakni : pertama, kepastian perumusan norma dan prinsip hukum yang tidak bertentangan satu dengan yang lainnya baik dari pasal-pasal Undang-Undang itu secara keseluruhan maupun kaitannya dengan pasal-pasal lainnya yang berada di luar Undang-Undang tersebut. Kedua, kepastian dalam melaksanakan norma-norma dan prinsip-prinsip hukum undang-undang tersebut. Jika perumusan norma dan prinsip hukum itu sudah memiliki kepastian hukum tetapi hanya berlaku secara yuridis saja dalam arti hanya demi Undang-Undang semata-mata, berarti kepastian hukum itu tidak pernah menyentuh kepada masyarakatnya. Dengan perkataan lain, peraturan hukum yang demikian disebut dengan norma hukum yang mati doodregel atau hanya sebagai penghias yuridis dalam kehidupan manusia. 62 62 Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia, Bandung : Alumni, 2004 hal. 117-118 Universitas Sumatera Utara

3. Subjek dan Objek Jaminan Fidusia

Dokumen yang terkait

Kekuatan Eksekutorial Sertifikat Jaminan Fidusia Terhadap Objek Jaminan Dalam Kepailitan

5 41 117

Tanggung jawab debitur atas musnahnya benda jaminan fidusia dalam perjanjian kredit : analisis putusan MA nomor 2914K/Pdt/2001.

1 19 101

TANGGUNG JAWAB PEMBERI FIDUSIA/DEBITUR DALAM PERJANJIAN JAMINAN FIDUSIA ATAS MUSNAHNYA OBYEK FIDUSIA DI TANGAN DEBITUR KARENA OVERMACHT (Analisis Putusan MA Nomor : 2914 K/Pdt/2001).

0 3 9

SKRIPSI TANGGUNG JAWAB PEMBERI FIDUSIA/DEBITUR DALAM PERJANJIAN JAMINAN FIDUSIA ATAS MUSNAHNYA OBYEK FIDUSIA DI TANGAN DEBITUR KARENA OVERMACHT (Analisis Putusan MA Nomor : 2914 K/Pdt/2001).

0 3 10

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK | TRISNADEWI | Krettha Dyatmika 374 698 1 SM

0 0 15

BAB II PENGIKATAN JAMINAN FIDUSIA DALAM SUATU PERJANJIAN KREDIT BANK A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kredit - Tanggung Jawab Debitur Terhadap Musnahnya Benda Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Kredit Bank

0 0 54

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tanggung Jawab Debitur Terhadap Musnahnya Benda Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Kredit Bank

0 0 27

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK

0 0 13

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT DAN JAMINAN FIDUSIA A. Perjanjian Kredit 1. Pengertian Perjanjian Kredit - Tanggung Jawab Debitur Terhadap Musnahnya Benda Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Kredit Bank

0 2 55

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Tanggung Jawab Debitur Terhadap Musnahnya Benda Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Kredit Bank

0 1 11