ANALISIS GERAKAN KELUARGA BERENCANA DI DESA ONAN RUNGGU III KECAMATAN SIPAHUTAR KABUPATEN TAPANULI UTARA.

(1)

ANALISIS GERAKAN KELUARGA BERENCANA

DI DESA ONAN RUNGGU III KECAMATAN

SIPAHUTAR KABUPATEN

TAPANULI UTARA

Diajukan Untuk

Mempertahankan Meja Hijau

Oleh :

DONALD SIREGAR

NIM. 3123331013

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Donald Siregar, NIM.3123331013, Analisis Gerakan Keluarga Berencana di Desa Onan Runggu III Kecamatan Sipahutar Kabupaten Tapanuli Utara. Skripsi, Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan, 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Keadaan gerakan KB ditinjau dari faktor umur, (2) pendidikan, (3) pekerjaan, (4) kebudayaan dan (5) kualiats pelayanan akseptor KB di Desa Onan Runggu III.

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Onan Runggu III 2016, Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu-ibu PUS yang aktif mengikuti program KB dan telah menikah minimal selama 5 tahun serta sudah memiliki anak yang berjumlah 412 Orang. Sampel ditentukan sebesar 10 % dari jumlah populasi Pasangan Usia Subur yaitu 41 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik komunikasi langsung kemudian dianalisis dengan menggunakan tehnik analisis deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Keadaan Gerakan KB di Desa Onan Runggu III ditinjau dari faktor umur sebagian besar (53,66%) PUS melangsungkan pernikahan pada usia 15-19 tahun dengan jumlah anak yang dilahirkan 3-8 orang. (2) Ditinjau dari faktor pendidikan mayoritas (90,24%)PUS berpendidikan SD, SMP dan SMA melahirkan anak lebih dari 2 orang. (3) Ditinjau dari pekerjaan suami sebagian besar suami dari ibu-ibu PUS (68,29 %) bekerja sebagai petani dengan jumlah anak yang dimiliki 3-8 orang dan pada umumnya (68,29 %) PUS juga bekerja sebagai petani dengan mempuyai anak yang dilahirkan lebih dari 2. (4) ditinjau dari fakor budaya sebaian besar (90,24%) PUS memiliki pandangan faktor keturunan (garis keturunan ayah), anak sebagai faktor ekonomi dan anak banyak anak banyak rezeki dengan jumlah anak yang dilahirkan lebih dari 2 orang (5) Ditinjau dari kualitas pelayanan akseptor KB yang mempengaruhi terhadap ketidak berhasilan gerakan KB yakni: (a)Sebagi bsar (58,54%) PUS kurang tepat dalam pemilihan metode kontrasepsi yang kurang tepat dalam bentuk pil dan 65,85% PUS mennggunakn alat berdasarkan pemilihan sendiri dengan jumlah anak yang dilahirkan lebih dari 2 orang. (b) sebagian besar (65,85%) PUS memperole informasih yang kurang. Degan jumah anak yang dilahirkan 3-8 orang. (c) pada umumnya (90,24%) PUS belum sesuai daam mengikuti cara KB denga jumlah anak yang dilahirkan 3-8 orang. (d) 65,85% PUS memilih alat interpersonal yang kurang baik dengan jumlah anak yang dilahirkan 3-8 orang. (e) 65,85% PUS belum sepenuhnya memperoleh alat kontasepsi dengan jumlah anak yag 3-8 orang. (f) sebagian besar (65,85) PUS kurang puas dalam ketetapan kontrasepsi pelayana akestor KB dengan jumlah anak yang dilahirkan 4-8 orang.di Desa Onan runggu III kecamatan sipahutar.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul: Analisis Gerakan Keluarag Berencana di Desa Onan Runggu III Kecamatan Sipahutar Kabupaten Tapanuli Utara. Penyususnan skripsi ini di maksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Geografi Fakultas Iilmu Sosial Universitas Negeri Medan.

Dalam penulisan skripsi ini penulis tidak terlepas dari berbagai hambberkat bantuan dari berbagai pihak maka dapat teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof.Syawal Gultom, M.Pd, selaku Rektor Universitas Negeri Medan.

2. Ibu Dra. Nurmala Berutu,M.Pd selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan. 3. Bapak Drs. Ali Nurman,M.Si selaku Ketua Jurusan Pendidikan Geografi.

4. Ibu Dra. Tumiar Sidauruk,M.Si selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Geografi

5. Bapak Drs.W Lumbantoruan, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak memberikan arahan, saran dan masukkan serta waktu dalam penulisan skripsi ini.

6. Drs.Mbina Pinem, M.Si, Mahara Sintong, ST M.Si, Drs.Nahor Simanukalit M.Si, Dra.Tumiar Sidauruk, M.Si, Mona Adria Wirda, M.Pd selaku dosen penguji, yang sudah sangat banyak membantu dalam penyususnan skripsi ini.

7. Bapak Jonner Simanjuntak selaku Kepala Desa Onan Runggu III Kecamatan Ssipahutar Kabupaten Tapanuli Utara.

8. Bapak dan ibu dosen Jurusan Pendidikan Geografi lainnya yang telah mengajari penulis sesuai dengan bidangnya selama perkuliahan.


(7)

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak yang turut membantu semoga Tuhan memberikan balasan dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, terutama bagi mahasiswa Jurusan Pendidikan Geografi.

Medan, Agustus 2016

Penulis

DONALD SIREGAR NIM 3123331013


(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

PERSETUJUAN PEMBINGBING ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan masalah ... 4

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

A. Kerangka Teoritis ... 7

B. Penelitian Yang Relevan ... 29

C. Kerangka Berfikir ... 32

BAB III METODELOGI PENELITIAN ... 35

A. Lokasi Penelitian ... 35

B. Populasi dan Sampel ... 35

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 36

D. Tehnik Pengumpulan Data ... 37

E. Tehnik Analisis Data ... 38 F.


(9)

BAB IV DESKRISP DAERAH PENELITIAN ... 39

A. Kondisi Fisik... 39

B. Keadaan Non ... 45

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Hasil Penelitian ... 55

B. Pembahasan ... 73

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

A. Kesimpulan ... 81

B. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masalah penduduk di Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar, pertambahan penduduk yang terus meningkat dan penyebaran penduduk yang tidak merata. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 berjumlah 239.400.901 jiwa dan pada tahun 2015 berjumlah 274.964.408 jiwa (BPS, 2015). Jumlah pertambahan penduduk dari periode 2010-2015 adalah 35.563.507. Hal ini berarti pertambahan penduduk rata-rata 7.112.701 per tahun, dan penyebarannya tergolong tidak rata, dimana penduduk di perkotaan lebih padat dibandingkan dengan penduduk di pedesaan.

Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan tidak diatur serta dibatasi, akan berdampak negatif terhadap bidang kehidupan sosial, ekonomi, maupun politik yang pada akhirnya akan menghambat kegiatan pembangunan nasional. Permasalahan kependudukan yang dihadapi Indonesia melahirkan sebuah konsep pembangunan berwawasan kependudukan. Upaya pemerintah untuk mengatasi ledakan penduduk ini, yaitu dengan suatu program yang dikenal dengan istilah Gerakan Keluarga Berencana. Untuk menjalankan tugas ini pemerintah membentuk suatu lembaga suatu lembaga yaitu Badan Kependudukan dan Keluarga Berencanan Nasional (BKKBN).

Keluarga Berencana (KB) di Indonesia dimulai sejak 23 Desember 1957 yang pada masa itu disebut dengan Program Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), setelah itu diubah menjadi Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) yang dibentuk pada tanggal 17 oktober 1968. Kegiatan keluarga berencana telah ditingkatkan menjadi suatu gerakan nasional. Sesuai dengan perkembangan pelaksanaannya dibutuhkan penyempurnaan


(11)

organisasi sehingga pada 29 Juni 1970 diubah menjadi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional dan sesuai dengan UU No 52 tahun 2009 diubah lagi menjadi Gerakan Keluarga Nasional.

Tujuan Gerakan Keluarga Berencana ini adalah untuk mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan kebijakan guna mendorong terlaksananya pembangunan nasional dan daerah yang berwawasan kependudukan serta mewujudkan penduduk tumbuh seimbang melalui pelembagan keluarga kecil bahagia dan sejahtera dengan motto “ Dua anak cukup, laki-laki dan perempuan sama saja”. Walaupun telah dilaksanakan gerakan KB namun pada kenyatannya belum sesuai dengan yang diharapkan (Aputra, 2004).

Gerakan keluarga berencana merupakan usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai alat kontrasepsi. Untuk mengatasi permasalahan laju penduduk ini maka pemerintah berupaya untuk meningkatkan program keluarga berencana (KB). Sasaran program KB adalah pasangan usia subur yaitu suami dan isteri. Sekarang ini program gerakan keluarga berencana nasional mempunyai paradigma baru dengan visi yang diubah menjadi keluarga berkualitas tahun 2015. Keluarga berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Pinem, 2009). KB dapat dilaksanakan jika pasangan usia subur mau berpartisispasi dalam menggunakan alat kontrasepsi sebagai upaya untuk mewujudkan program keluarga berencana.

Ketidak berhasilan keluarga berencana dipengaruhi beberapa faktor yakni, umur pasangan usia subur (15- 49 tahun), pendidikan (SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi), pekerjaan (pertanian dan non pertanian), budaya ( faktor keturunan, banyak anak banyak


(12)

rejeki, anak sebagai faktor ekonomi, kualitas pelayanan akseptor KB (pilihan metode kontrasepsi, kualitas pemberian informasi, kemampuan teknis petugas, hubungan interpersonal, mekanisme pelayanan ketetapan konstelasi pelayanan akseptor KB, dan strategi penerapan pelaksanaan gerakan keluarga berencana. (BKKBN, 2016)

Keadaan penduduk ini di Sumatera Utara juga mengalami pertambahan penduduk, pada tahun 2010 jumlahnya 12.982.204 jiwa, dan pada tahun 2015 berjumlah 13.766.851 jiwa (BPS Sumut, 2015). Hal ini menunjukkan bahwa pertambahan penduduk selama periode 2010-2015 adalah 784.647 atau 156.929 jiwa per tahun. Keadaan ini juga berlaku disetiap kabupaten diantaranya Kabupaten Tobasa, Humbang Hasundutan, Samosir, Dairi, Simalungun, Batubara, dan Tapanuli Utara. Di Kabuapten Tapanuli Utara jumlah penduduknya pada tahun 2015 berjumlah 290.864 jiwa diantaranya Pasangan Usia Subur (PUS) berjumlah 58.716 KK, yang terdiri dari 32.796 KK yang aktif KB dan yang tidak aktif KB 25.920 KK (BKKBN, 2015). Kondisi demikian juga terjadi diberbagai Kecamatan diantaranya di Kecamatan Pangaribuan, Garoga, Tarutung, Siborong-borong, Parmonangan, Pahae Jae, Siatas Barita dan Sipahutar.

Desa Onan Runggu III salah satu desa di Kecamatan Sipahutar. Gerakan Keluarga Berencana sudah ada sejak tahun 1970 hingga berlangsung sampai sekarang. Jumlah penduduk Desa Onan Runggu III pada tahun 2015 adalah 2.515 jiwa atau 527 KK. Dari jumlah KK yang ada terdapat 412 pasangan usia subur (PUS) dengan perincian yakni peserta KB aktif 332 pasangan usia subur dan yang tidak aktif KB 80 pasangan usia subur, serta banyak usia PUS yang memiliki anak lebih dari dua orang (PPKBD, 2015). Hal ini berkaitan dengan faktor agama, umur, pendidikan, pekerjaan, kebudayaan, dan kualitas pelayanan akseptor KB. Sehubungan dengan ini perlu dianalisis Gerakan Keluarag Berencana di Desa Onan Runggu III Kecamatan Sipahutar Kabupaten Tapanuli Utara.


(13)

B. Identifikasi Masalah

Sesuai latar belakang masalah dalam penelitian ini, maka identifikasi masalah pada gerakan keluarga berencana meliputi faktor agama, umur, pendidikan, pekerjaan, kebudayaan, dan kualitas pelayanan apsektor (memberi informasi) di Desa Onan Runggu III Kecamatan Sipahutar Kabupaten Tapanuli Utara.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah maka masalahnya dibatasi pada gerakan keluarga berencana di Desa Onan Runggu III mencakup faktor agama, umur, pendidikan, pekerjaan, kebudayaan, dan kualitas pelayanan apsektor.

D. Perumusan masalah

Sesuai dengan pembatasan masalah dalam penelitian ini, maka masalahnya dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana keadaan gerakan keluarga berencana di Desa Onan Runggu III di tinjau dari faktor umur?

2. Bagaimana keadaan gerakan keluarga berencana di Desa Onan Runggu III di tinjau dari faktor pendidikan?

3. Bagaimana keadaan gerakan keluarga berencana di Desa Onan Runggu III di tinjau dari faktor pekerjaan?

4. Bagaimana keadaan gerakan keluarga berencana di Desa Onan Runggu III di tinjau dari faktor kebudayaan?

5. Bagaimana keadaan gerakan keluarga berencana di Desa Onan Runggu III di tinjau dari faktor kualitas pelayanan akseptor KB?


(14)

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan yang hendak dicapai antara lain:

1. Untuk mengetahui keadaan gerakan keluarga berencana di Desa Onan Runggu III di tinjau dari faktor umur?

2. Untuk mengetahui keadaan gerakan keluarga berencana di Desa Onan Runggu III di tinjau dari faktor pendidikan?

3. Untuk mengetahui keadaan gerakan keluarga berencana di Desa Onan Runggu III di tinjau dari faktor pekerjaan?

4. Untuk mengetahui keadaan gerakan keluarga berencana di Desa Onan Runggu III di tinjau dari faktor kebudayaan?

5. Untuk mengetahui keadaan gerakan keluarga berencana di Desa Onan Runggu III di tinjau dari faktor kualitas pelayanan akseptor KB?

F. Manfaat Penelitian

Setelah peneliti selesai melakukan penelitian diharapkan hasilnya dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara padaumumnya melalui Dinas Kependudukan dan khususnya Desa Onan Runggu III Kecamatan Sipahutar dalam membuat kebijakan untuk mengatasi masalah pertambahan penduduk melalui Gerakan Keluarga Berencana.

2. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat khususnya masyarakat di Desa Onan Runggu III pentingnya pelaksanaan Gerakan Keluarga Berencana.


(15)

4. Sebagai bahan referensi dan perbandingan bagi peneliti dalam penelitian yang sama pada objek yang berbeda.


(16)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritis 1. Pengertian KB

Konsep keluarga berencana telah banyak dikemukakan para ahli. Menurut Hartanto (2004), Keluarga berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objek tertentu, yaitu: (1) menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, (2) mendapat kelahiran yang diingikan, (3) mengatur interval dintara kehamilan, (4) menentukan jumlah anak dalam keluarga.

Sesuai dengan (BKKBN,2015) keluarga berencana adalah upaya untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas melalui promosi, perlindungan, dan bantuan dalam mewujudkan hak-hak reproduksi serta penyelenggaraan pelayanan, pengaturan dan dukungan yang diperlukan untuk membentuk keluarga dengan usia kawin yang ideal, mengatur jumlah, jarak, dan usi ideal melahirkan anak, mengatur kehamilan dan membina ketahanan serta kesejahteraan anak. Selanjutnya Mukti (2000) menyatakan keluarga berencana adalah sebagai upaya ikhtiar untuk memberikan jaminan kesehatan, untuk sang anak maupun ibu, jaminan pendidikan merupakan bekal yang sangat berharga untuk kehidupan kelak dalam masyarakat, untuk memenuhi kesejahtraan dan kemakmuran keluarga lahir dan batin.

Selanjutnya Marjo (1998) mengatakan keluarga berencana adalah menjarangkan/ mengatur kehamilan dengan harapan perhitungan keseimbangan ekonomi, baik untuk pendidikan anak-anak dan lain-lain, dan hal ini dilakukan dengan menggunakan alat kontrasepsi. Selanjtnya Hartanto (2004) mengemukakan keluarga berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objek tertentu, yaitu:


(17)

(1) menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, (2) mendapatkan kelahiran yang diinginkan, (3) mengatur interval diantara kehamilan, (4) menentukan jumlah anak dalam keluarga. Berdasarkan UU No 52 Tahun 2009, keluarga berencana adalah suatu program masyarakat yang menghimpun dan mengajak segenap potensi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam melembagakan dan membudayakan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

2. Tujuan dan Sasaran Gerakan Keluarga Berencana a. Tujuan Gerakan KB

Tujuan gerakan keluarga berencana secara umum adalah mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk. Menurut Aputra (2004) Tujuan Gerakan Keluarga Berencana (KB) adalah menurunkan tingkat kelahiran dengan mengikut sertakan seluruh lapisan potensi yang ada, mengembangkan usaha-usaha untuk membantu meningkatkan kesejahtraan ibu dan anak, memperpanjang harapan hidup, menurunkan tingkat kematian bayi dan anak balita serta memperkecil kematian ibu karena resiko kehamilan dan persalinan, meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap maslah kependudukan yang menjurus ke arah penerimaan, penghayatan dan pengalaman NKKBS sebagai cara hidup yang layak dan bertanggung jawab.

Berdasarkan Undang-Undang No. 52 tahun 2009 tujuan gerakan KB mencakup 2 hal, antara lain: Mewujudkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan kebijakan kependudukan guna mendorong terlaksananya pembangunan nasional dan daerah yang


(18)

peduduk tumbuh seimbang melalui pelembagaan keluarga kecil bahagaia sejahtera. (htt p://sofiatussholeha.blogspot.co.id/program-kb-di-indonesia.html, diakses 03 mei 2016)

b. Sasaran Gerakan KB

Sasaran KB adalah orang yang dapat berperan sebagai objek maupun subjek dalam gerakan keluarga berencana terutama pasangan usia subur yang berusia 15-49 tahun. Menururt Handayani (2010) sasaran KB yaitu sasaran langsung dan tidak langsung. Sasaran langsung yakni pasanga usia subur yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kelahiran dengan cara penggunaan kontrasepsi secara berkelanjutan, dan sasaran tidak langsung yakni pelaksana dan pengelola KB dengan cara menurunkan tingkat kelahiran melalui pendekatan kebijaksanaan kependudukan terpadu dalam rangka mencapai keluarga yang bekualitas, keluarga sejahtera.

Selanjutnya Aputra (2004) mengatakan sasaran gerakan KB adalah generasi muda yang dapat berperan sebagai subjek maupun secara objek dalam gerakan KB. Untuk mempertajam sasaran gerakan KB dibedakan dalam sasaran awal dan sasaran akhir.

1) Sasaran awal

a) Organisasi kepemudaan.

Organisasi kepemudaan meliputi perkumpulan pemuda yang tumbuh dan berkembang berdasarkan kepentigan pembinaan generasi muda pada khususnya dan masyarakat pada umumnya seperti antara lain KNPI, Pramuka, Karang Taruna, OSIS, Remaja Mesjid dan Lembaga Kemahasiswaan.

b) Instansi pemerintah

Instansi pemerintah meliputi Depertemen Lembaga Pemerintah lainnya baik secara langsung ataupun tidak langsung mempunyai kaitan dengan kegiatan gerakan KB,


(19)

seperti antara lain: Depertemen pendidikan & Kbudayaan, Depertemen Sosial, Depertemen Tenaga Kerja, Kantor Menteri Pemuda dan Olahraga, dan Badan Koordinasi Penyelenggaraan dan Pembinan Generasi Muda.

c) Instusi masyarakat

Instusi masyarakat meliputi organisasi yang tumbuh dan berkembang berdasarkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat sendiri, yang mempunyai kaitan langsung ataupun tidak langsung dengan seperti antara lain: PKK, LKKNU.

2) Sasaran Akhir

a) Pasangan suami istri yang hidup bersama dalam satu rumah atau tidak, dimana istri berumur antara 20-45 tahun.

b) Seluruh generasi muda dengan prioritas sasaran yang berusia antara 15 – 24 tahun.

3. Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera

Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) merupakan tujuan dari program Keluarga Berencana Nasional. Pengertian norma dapat kita artikan dengan aturan atau tatacara, sedangkan keluarga kecil adalah keluarga yang memiliki dua orang anak saja (laki-laki atau perempuan sama saja). Bahagia dalam arti yang memenuhi kebutuhan hidup sesuai dengan tingkat perekonomiannya kehidupan dan sejahtera dalam arti yang mempunyai kehidupan sosial ekonomi baik (http://bkkbn.go.id/default.aspx, di akses 03 mei 2016)

Menurut BKKBN (2010) Pelembagaan dan pembudayaan NKKBS di masyarakat memberikan norma:


(20)

a) Norma jumlah anak yang sebaiknya dimiliki 2 (dua) anak. b) Norma jenis kelamin anak, laki-laki atau perempuan sama saja.

c) Norma saat yang tepat seorang wanita untuk melahiran umur 20 -30 tahun. d) Norma pemakaian alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan.

e) Norma usia yang tepat untuk menikah, untuk wanita 20 tahun. f) Norma menyusui anak sampai umur 2 tahun.

Salah satu faktor yang banyak berpengaruh terhadap perencanaan besarnya keluarga adalah menentukan besarnya jumlah anak yang diinginkan. Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam usaha menentukan jumlah anak yang diinginkan antara lain:

1) Anak, sebagai fitrah Tuhan, perlu mendapat perawatan yang sebaik-baiknya. Perawatan anak yang tidak sekedar cukup makan tetapi harus terpenuhi pula cukup kasih sayang, kesehatan, pendidikan dan bimbingan dari kedua orang tua.

2) Setelah melahirkan anak, seorang ibu memerlukan waktu yang cukup untuk mengembalikan kesehatannya. Menurut kesehatan waktu ideal yang diperlukan untuk menggembalikan kesehatannya paling sedikit 3 tahun.

3) Setelah persalinan, seorang ibu menyusui bayinya. Dibandingkan dengan susu kaleng, air susu ibu ibu (ASI) adalah yang paling sempurna untuk sang bayi. Hal ini disebabkan karena susu ibu padat gizi tetapi juga praktis dan dijamin kebersihannya. Selain itu dekapan ibu pada waktu anak menyusui akan mempercepat hubungan kasih sayang antara ibu dan bayi/ anak. Bila ibu yang sedang hamil kembali, zat makanan dari ibu terpaksa dibagi dua untuk bayi dan untuk zanin yang sedang dikandung. Selain itu, besar kemungkinan air susu ibu akan terhenti.

4) Perlu diingat pula bahwa kemampuan seseorang untuk memperoleh penghasilan relatif terbatas. Oleh karena itu biaya kehidupan keluarga kecil relatif lebih ringan dibandingkan dengan keluarga besar.


(21)

5) Seorang ibu yang melahirkan pada usia yang terlalu muda akan berakibat kurang baik bagi ibu maupun bagi bayi yang dilahirkannya. Hal ini dikarenakan pada usia muda seorang ibu secara mental dan fisiknya belum siap untuk mengasuh anak. Demikian halnya juga kurang baik bagi seorang ibu melahirkan pada usia lanjut.

Dari segi kesehatan, usia terbaik bagi seorang ibu untuk melahirkan adalah 20 tahun – 30 tahun. Bila seorang malahirkan sebelum 20 tahun atau sesudah tiga puluh tahun, maka resiko kematian ibu melahirkan jauh lebih tinggi dari pada persalinan yang terjadi pada 20 – 30 tahun. Berdasarkan pertimbangan kependudukan dan kesehatan dapat dikatakan bahwa jumlah anak yang dilahirkan paling ideal adalah 2 (dua) (Aputra, 2004). Untuk mencapai NKKB bukanlah hal yang mudah karena daerah dan suku-suku tertentu di Indonesia berlaku aturan yang mengikat atau mempunyai nilai-nilai yang harus dilakukan atau dijalankan sehingga berpengaruh terhadap penerimaan ide-ide baru yang berasal dari luar kebiasaan, misalnya dalam arti nilai anak. Penilaian yang berbeda-beda akan berpengaruh kepada jumlah anak yang diinginkan. Bila sebuah keluarga mempunyai anak laki-laki dianggap mempunyai nilai tambah, penerimaan ide dengan mempunyai anak cukup dengan dua orang saja akan sulit diterima sehingga menghambat tercapainya NKKBS (http://bkkbn.go.id/default.aspx, di akses 03 mei 2016)

5. Faktor-faktor Ketidakberhasilan Gerakan Keluarga Berencana

Faktor ketidak berhasilan gerakan keluarga berencana dipengaruhi oleh faktor, umur pasangan usia subur (15- 49 tahun), pendidikan (SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi), pekerjaan (pertanian dan non pertanian), budaya ( faktor keturunan, banyak anak banyak rejeki, anak sebagai faktor ekonomi, kualitas pelayanan akseptor KB (pilihan metode kontrasepsi, kualitas pemberian informasi, kemampuan teknis petugas, hubungan


(22)

interpersonal, mekanisme pelayanan ketetapan konstelasi pelayanan akseptor KB, strategi penerapan pelaksanaan gerakan keluarga berencana). (BKKBN, 2016)

a. Umur

Umur adalah satuan waktu yang mengukur rentang waktu keberadaan suatu mahluk hidup dibumi, dalam suatu tahapan /periode tertentu , umur manusia dikatakan 15 tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur dihitung. Oleh karena umur diukur dari tarik lahir hingga semasa kini, dalam hal ini usia PUS yang sudah menikah yakni 15-49 tahun dimana pasangan (laki-laki dan perempuan) sudah cukup matang dalam segala hal terlebih organ reproduksinya sudah berfungsi dengan baik yang hidup bersama dalam satu rumah, yang dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan gerakan KB.

Menururt Sudjarwo (2009) menyebutkan umur adalah tingkat kematangan seseorang terjadi sebagai hasil dari perkembangan mental, emosional serta pertumbuhan fisik dalam kurun waktu tertentu atau lamanya waktu hidup dari sejak ia dilahirkan. Umur PUS yakni usia 15-49 tahun, dapat menjadi salah satu faktor ketidak berhasilan gerakan KB. Saat ini banyak sekali PUS yang menikah pada usia muda atau bisa disebut pernikahan dini yakni antara 15-19 tahun. Semakin muda usia PUS pada pernikahan, maka akan semakin besar pula kesempatan memiliki banyak anak karena masa reproduksinya yang panjang akan berpeluang melahirkan banyak anak sehingga tingginya angka fertilitas bagi PUS yang menikah diusia muda disamping mengancam kesehatan ibu dan anak yang nantinya dikarenakan belum memiliki persiapan yang cukup matang saat proses persalinan. Usia pernikahan sudah tertuang pada norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera NKKBS dalam BKKBN yakni usia wanita menikah yang tepat dan ideal yakni pada saat berusia 21 tahun dan melahirkan pada usia berkisar 21-30 tahun (http://bkkbn.go.id/default.aspx, di akses 03 mei 2016).


(23)

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang di perlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Sebagaimana tercantum dalam UU RI No.20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 tentang sistem pendidikan nasional di jelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (Bagong, 2010).

Menurut Pidarta (2007) tujuan pendidikan adalah membuat manusia menjadi lebih sempurna dan mampu meningkatkan hidupnya dari kehidupan alamiah menjadi berbudaya atau untuk membudayakan manusia. Dalam hal yang sama Zuriah (2007) mengemukakan pendidikan pada umumnya untuk mengadakan perubahan mendasar, karena membawa perubahan individu sampai ke akar-akarnya. Pendidikan kembali akan merobohkan tumpukan pasir jahiliah (kebodohan), membersihkan kemudian menggantikannya dengan bangunan nilai-nilai baru yang lebih baik, kokoh (dewasa), dan bertanggung jawab. Secara lebih khusus lagi, tujuan pendidikan (edukasi) dalam mengadakan perubahan (transformasi) masyarakat, tampak sebagai berikut:

1) Menjaga generasi sejak masa kecil dari berbagai penyelewengan ala jahiliah. Mengembangkan pola hidup, perasaan dan pemikiran mereka sesuai fitrah, agar mereka menjadi fondasi yang kukuh dan sempurna di masyarakat.


(24)

2) Karena pendidikan berjalan seiring dengan perkembangan anak-anak, maka pendidikan akan sangat memengaruhi jiwa dan perkembangan anak serta akan menjadi bagian dari kepribadiannya untuk kehidupannya kelak kemudian hari.

Menurut UU No. 20 tahun 2003 Bab VI pasal 31 ayat 1 jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal. Pendidikan formal adalah jalur yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Menurut Pidarta (2007) jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang akan dikembangkan. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

a) Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan dasar. Pendidikan dasar terdiri dari Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidayah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan pendidikan dasar bentuk lainnya yang sederajat.

b) Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah merupakan lanjutan dari pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Sekolah menengah umum (SMU) atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah dalam hubungan kebawah berfungsi sebagai lanjutan dan


(25)

perluasan pendidikan dasar, dan dalam hubungan keatas mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan tinggi ataupun memasuki lapangan pekerjaan.

c) Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yaitu program pendidikan diploma, sarjana, magister dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik yang dapat menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan teknologi dan kesenian.

Semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi pula ilmu pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat dijadikan sebagai modal pembangunan nasional khususnya dalam bidang kependudukan yakni dalam penentuan jumlah anak. Sebab semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi pula pola fikir terhadap penentuan jumlah anak. Pendidikan juga berpengaruh terhadap kemampuan masyarakat masyarakat untuk memahami dan melaksanakan peraturan yang ada khususnya dalam bidang kependudukan. Pemahaman dan pengetahuan tentang pentingnya pelaksanan gerakan keluarga berencana akan mempengaruhi tindakan masyarakat dalam melaksanakan gerakan tersebut. Dengan kata lain pendidikan berpengaruh terhadap pandangan serta partisipasi masyarakat tentang pelaksanaan gerakan keluarga berencana.

c. Pekerjaan

Menurut Daldoeni (1987) pekerjaan merupakan aktivitas manusia untuk memperoleh taraf hidup yang layak dimana antara daerah yang satu dengan daerah lainnya berbeda sesuai dengan taraf kemampuan penduduknya dan keadaan demografinya, baik itu pekerjaan pokok maupun pekerjaan sampingan. Jenis-jenis pekerjaan meliputi dua golongan yaitu pertanian dan non pertanian.


(26)

Pertanian mencakup: perikanan, peternakan, perkebunan, meliputi: mengolah lahan (berladang) buruh tani, peternak, tambak, penggrap, pengemudi traktor, karyawan kebun dan lain sebagainya.

2) Non pertanian terdiri dari:

a) Industri melipti buruh kasar industri, buruh pengerajin, operasi mesin, buruh pengolahan hasil pertanian meliputi: pengolahan hasil pertanian, tekstil, batik, jahit, industri plastik, industri makanan dan minuman dan lain sebagainya.

b) Pedagang/ pengusaha penjual meliputi pemilik toko baju, toko roti, toko perabot, toko emas, pedagang keliling, kios, kedai, warung, glosir dan lain sebagainya.

c) Jasa meliputi pelayan rumah makan, belah ikan, pembantu rumah tangga, penjahit, tukang becak, salon, , tukang kebn, jasa keamanan, dan lain sebagainya.

d) Profesional meliputi: Guru, TNI, bidan, dokter, arsitek, perawat. (Daldjoeni, 1987).

Status pekerjaan dapat berpengaruh terhadap keikutsertaan dalam KB karena adanya faktor pengaruh lingkungan, pekerjaan yang mendorong seseorang untuk ikut dalam ber-KB, sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi status dalam pemakaian alat kontrasepsi. Kondisi ekonomi yang lemah akibat jenis pekerjaan yang disandang akan mempengaruhi daya beli termasuk kemampuan membeli alat kontrasepsi, sehingga dapat diketahui bahwa keluarga miskin pada umumnya yang memiliki penghasilan yang rendah karena jenis pekerjaannya yang disandang cenderung memiliki banyak anak. Penghasilan yang tidak memadai menjadikan PUS yang berada pada ekonomi lemah atau ekonomi kelas bawah membuat mereka pasif dalam gerakan KB karena tidak memiliki akses untuk ikut serta dalam gerakan KB, sehingga tingkat partisipasi PUS terhadap pembinaan ketahanan keluarga, terutama pembinaan tumbuh kembang anak masih rendah (Aputra, 2004).


(27)

d. Adat Istiadat atau Kebudayaan

Secara umum, budaya adalah suatu cara atau pola hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang, yang diwariskan dari generasi-generasi yang terbentuk dari unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat-istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni yang menyeluruh dan bersifat kompleks, abstrak, luas serta turut menentukan perilaku komunikatif. Berarti cara hidup yang dimiliki oleh sekelompok orang yang diwarskan kepada generasi berikutnya (www.wikipedia.com, diakses 17 april 2016).

Selanjutnya menurut Koentjaraningrat (2000) mengemukakan ada 3 wujud kebudayaan yaitu: (1) Wujud kebudayaan sebagai salah satu komplek dari gagasan-gagasan nilai, norma dan peraturan, (2) wujud kebudayaan sebagai suatu komplek aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat, (3) wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Dengan demikian makna adat istiadat adalah wujud kebudayaan dari keinginan yang dicita-citakan, sehingga adat istiadat merupakan tata kelakuan manusia yaitu suatu jaringan dari gagasan, norma, peraturan, dan sebagainya. Tetapi dalam masyarakat sehari-hari ketiga wujud kebudayaan itu tidak terpisahkan oleh sebab adat istiadat mengatur dan memberi arahan pada kelakuan manusia dalam masyarakat.

Bagi suku batak adat istiadat masih tetap diperthankan terutama di daerah asal Tapanuli Utara baik dalam hal upacara pernikahan, meninggal dunia, maupun dalam menginginkan atau melahirkan anakdalam jumlah yang besar.Jumah anak yang lahir disebapkan yaitu : faktor keturunan, banyak anak banyak rezeki, anak sebagai faktor ekonomi.


(28)

Suku batak masih sangat kuat dalam mempertahankan garis keturunan tentang nilai-nilai (garis keturunan ayah) dan inilah yang paling utama. Oleh karena itu dalam pemilihan jenis kelamin anak dalam setiap keluarga tetap berlangsung hingga sekarang. Jika dalam suatu keluarga tidak mempunyai anak laki-laki, maka tidak jarang ibu akan terus melahirkan anak sampai anak laki-lakinya dilahirkan. Bila ada anak sudah menikah (berkeluarga) tidak mempunyai anak laki-laki atau seorang ibu tidak melahirkan anak laki-laki orangtua atau saudaranya akan menganjurkan supaya yang bersangkutan menikah lagi kepada perempuan lain dengan harapan mempunyai anak laki-laki karena merupakan kebahagian tersendiri bagi orang batak jika dapat mempertahankan garis keturunan (tarombo, silsilah) seiring dengan itu maka pepatah batak mengatakan yakni maranak 17, marboru 16 atau mempunyai anak laki-laki 17 orang dan perempuan 16 oran. Hal ini menunjukkan bahwa anak adalah harta kekayaan yang paling berharga (anakhonhido hamoraon di au) terutama sebagai generasi penerus.Namun demikian sudah ada pergeseran setelah mengalami kemajuan dimana pandangan yang mengharuskan adanya anak laki-laki menunjukkan kecendrungan kearah keluarga besar yang tidak menguntungkan. Banyak anak banyak rejeki. Selain itu anak merupakan titipan Tuhan yang harus dijaga dan disyukuri keberadaannya, karena didalam diri setiap anak mendatangkan rezekinya masing-masing yang datang dari Tuhan YME karena adanya tuntutan kebutuhan yang mengalir dalam diri setiap anak sehingga Tuhan akan menambah rezeki yang berlimpah bagi keluarga yang memiliki banyak anak, semakin banyak jumlah anak maka akan semakin bertambah pula rezeki orang tuanya, sama halnya seperti anggapan orangtua pada suku etnis batak tentang jumlah anak, mereka menganggap bahwa setiap anak yang dilahirkan menambah rezeki di dalam keluarga tersebut, Hal itu juga berlaku di keluarga batak toba (Tapanuli Utara) walaupun jumlahnya relatif kecil.Selain itu anak dipandang sebagai tenaga kerja yang dapat membantu meningkatkan ekonomi keluarga, sehingga mempunyai banyak anak akan menambah banyak pendapatan yang akan diperoleh.


(29)

Hal ini telah diungkapkan dalam pepatah batak yakni “maranak 17 dan marboru 16” atau “ mempunyai anak laki-laki 17 dan anak perempuan 16”. Anggapan ini bagi orangtua terutama di daerah pedesaan Tapanuli Utara anak mempunyai nilai yang tinggi bagi keluarga. Anak dapat memberikan kebahagiaankepada orang tuanya, selain itu anak merupakan jaminan diharitua dan dapat membantu ekonomi keluarga.(Sihombing, 1989).

e. Kualitas Pelayanan Akseptor KB

Mengingat jumlah penduduk Indonesia tergolong dalam jumlah yang besar maka pemerintah melalui BKKBN (1989) telah melakukan Gerakan Keluaraga Berencana untuk menekankan jumlah ideal ke arah caturwarga ataupun keluarga dengan 2 anak. Dua anak dalam keluarga yang artinya dua-duanya laki atau dua-duanya perempuan atau satu laki-laki satu perempuan ama saja. Adapun gerakan keluarga berencana yang dilaksanakan yakni kualitas pelayanan akseptor Keluarga Berencana.

Kualitas pelayanan akseptor KB yang dimaksud adalah mutu pelayanan yang memungkinkan Akseptor KB secara sadar dan bebas memilih cara mengendalikan kelahiran yang dinginkan, aman dan terjangkau serta memenuhi kebutuhan dan mampu memberikan kepuasan pada klien termasuk antaralain ketanggapan, perhatian dan keramahan yang tulus dan waktu tunggu yang tidak terlalu lama (BKKBN, 2014). Komponenkualitas pelayanan akseptor terbagi menjadi tujuh, antara lain:

1) Pilihan metode Kontrasepsi

Pilihan metode kontrasepsi sangat diharapkan dan dibutuhkan oleh pengguna layanan Akseptor KB memiliki hak untuk menentukan sendiri jenis kontrasepsi apa yang akan dipakainya. Hal ini harus didukung oleh ketersediaan sejumlah metode kontrasepsi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Banyak alasan akan pentingnya ketersediaan metode


(30)

kontrasepsi untuk mengukur kualitas pelayanan akseptor KB. Alasan itu adalah karena adanya tujuan yang berbeda dalam pemakaian alat kontrasepsi bagi PUS, ada yang ingin mengatur jarak dan ada yang ingin membatasi kelahiran. PUS yang ingin mengatur jarak kelahiran anak berikutnya, berarti mereka masih menginginkan kehadiran anaknya lagi meskipun tidak saat ini. Mereka tentunya tidak ingin mengkuti KB dengan melakukan sterilisasi atau mereka akan ragu-ragu menggunakan alat konrasepsi hormonal, karena khawatir bila kesuburannya tidak segera pulih pada saat mereka ingin menambah anak lagi. Kebebasan dalam menentukan ketersediaan kontrasepsi yang dipakainya sangat diperlukan oleh calon peserta KB. Alasan lainnya, para pemakai alat kontrasepsi dimungkinkan memiliki ketentraman terhadap alat kontrasepsi tertentu sesuai kondisi fisik maupun biologisnya, sehingga dalam penggunaan jenis alat kontrasepsi yang digunakan akseptor KB perlu meminta rekomendasi dari petugas kesehatan atau bidan.

2) Kualitas Pemberian Informasi

Informasi yang diberikan kepada pemakaian pelayanan akseptor KB haruslah mencakup informasi tentang macam atau jenis alat kontrasepsi yang tersedia dengan penjelasan tentang cara penggunaannya, efek sampingnya, harganya ataupun informasi lain yang sangat terkait dengan hal tersebut. Pelayanan KB yang berkualitas merupakan pelayanan kepada akseptor KB dengan memberikan informasi secara terbuka dan rasional serta diikuti pelayanan oleh tenaga profesional dengan jaringan pelayanan yang memiliki sistem rujukan yang dapat diandalkan (Iskandar, 1994).

3) Kemampuan teknis petugas

Dwiyanto (1996) mengatakan bila petugas pelayanan akseptor KB kurang memiliki kemampuan dalam menjalankan tugasnya, maka lambat laun masyarakat tentu akan meninggalkan tempat pelayanan tersebut. Upaya yang dapat memberikan keputusan


(31)

maksimal pada pemakaian pelayanan (akseptor) KB, berupa pemilikan kemampuan teknis petugas pelayanan, kemampuan petugas dalam hal mempengaruhi dan merangkul masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi dalam gerakan KB untuk mengikuti sosialisasi/ penyuluhan yang dilakukan oleh petugas kesehatan menjadi alat untuk memperkenalkan kepada masyarakat tentang pentingnya ber-KB demi meningkatkan mutu dan kesejahteraan keluarga melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, meningkatkan kesejahteraan keluarga kecil bahagia dan sejahtera sesuai tujuan BKKBN sehingga masyarakat turut serta dalam memberikan partisipasinya terhadap gerakan KB, sehingga menjadi pemicu semnagt akseptor dalam ber-KB sehingga menjadi salah satu faktor keberhasilan KB dalam hal kemampuan teknis.

4) Hubungan Interpersonal

Menurut Vera (1993) hubungan interpersonal antara petugas dan pemakai pelayanan (akseptor) KB, hal ini dimaksudkan sebagai pengukur sejauh mana petugas mampu menjalin hubungan baik dengan pemakai pelayanan KB. Ketepatan waktu, sikap responsif dan menghargai pemakai pelayanan (akseptor) KB menjadi faktor penting dalam ikut mendukung keberlangsungan pemakai kontrasepsi. Pelayanan kontrasepsi yang aman tentunya menuntut kemampuan petugas penyedia pelayanan untuk mengetahui kontradikasi dari calon peserta KB dan kemudian membantu memilih alat kontrasepsi yang sesuai. Hal ini tidak akan mungkin terjadi bila petugas penyedi pelayanan tidak membangun hubungan interpersonal yang baik dengan pemakaian pelayanan. Baik tidaknya hubungan petugas petugas kesehatan kepada akseptor KB sebagai pengguna layanan akan menjadi salah satu indikator yang dapat menentukan berhasil tidaknya gerakan KB, baik dalam bentuk keramah tamahan maupun sifat terbuka, ketepatan waktu, antusias dan sikap menghargai petugas kesehatan sehingga dapat membuat para akseptor KB tidak ragu-ragu serta pasif dalam penggunaan alat kontrasepsi.


(32)

5) Mekanisme Pelayanan

Mekanisme tindak lanjut yang mendorong keberhasilan keberlangsungan pemakaian kontrasepsi. Mekanisme tidak lanjut ini tentu saja perlu didukung oleh pemberian kontrasepsi. Mekanisme tindak lanjut ini tentu saja perlu didukung oleh pemberian informasi yang tepat dan jelas. Adanya informasi yang jelas ditambah dengan tetap memberikan upaya tidak lanjut, maka pemakai pelayanan KB akan merasa mantap dengan alat kontrasepsi yang dipakainya dan diharapkan akan berlanjut keberlangsungan pemakainya. Hal ini berkaitan juga dengan ketersediaan alat kontrsepsi yang digunakan dengan penyedia layanan alat kontrasepsi. Ketersediaan dalam memperoleh alat kontrasepsi sehingga fungsi penyedia layanan oleh petugas kesehatan kepada akseptor KB juga menjadi salah satu tolak ukur keinginan akseptor KB untuk tetap melanjutkan penggunaan alat kontrasepsi karena semakin sulit daya jangkau atau ketersediaan dalam memperoleh alat kontrasepsi maka akan semakin rendah pula keinginan PUS dalam ber-KB atau berdampak kepada keberlangsungan pemakainya.

6) Ketepatan Konstelasi Pelayanan Ekseptor KB

Konstelasi pelayanan yang tepat merupakan suatu kondisi dimana pelayanan yang ditawarkan dapat diterima dan mampu membuat pemakai pelayanan tersebut merasa puas sesuai dengan kebutuhannya. Betapapun sulitnya kebutuhan pelayanan tersebut dipenuhi, waktu dan tempat pelayanan yang ditawarkan (Zaidi, 1996). Semakin tinggi tingkat kepuasan pengguna layanan (akseptor KB) yang diberikan petugas kesehatan maka akan semakin mantap pula keputusannya dalam ber-KB terutama dalam penentuan jumlah anak yang dilahirkan, karena hal tersebut sangat mempengaruhi keikut sertaan PUS dalam menjalankan gerkan KB apabila pelayanan yang diberikan sesuai harapan akseptor KB karena berhasil tidaknya gerakan KB tegantung juga pada penyedia layanan atau petugas kesehatan dalam


(33)

memuaskan akseptor KB sebagai pengguna layanan harus tepat pada sasaran sehingga sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

Komponen-komponen dalam kerangka kerja ini merupakan suatu sistem, kualitasnya saling berkaitan yang sering kali dipengaruhi oleh kebijakan program dan faktor-faktor yang melatar belakanginya, model menejemen operasional dan keterbatasan sumber daya manusia. Keenam kompnen tersebut juga mewakili jenis intervensi yang perlu dilakukan, yaitu metode yang perlu ditambahkan, informasi yang dapat ditambahkan dan dimutahirkan, lebih banyak protokol medis yang perlu ditambahkan dalam program.

7) Strategi Penerapan Pelaksanaan Gerakan Keluarga Berencana

Pelaksanaan gerakan keluarga berencana di Indonesia adalah untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera yang merupakan sumber daya manusia dengan cara mengendalikan kelahiran. Dalam rangka menjamin terkendalinya pertumbuhan penduduk Indonesia dengan mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera dan diharapkan akan membentuk pola tingkah laku kelahiran tiap-tiap keluarga yang menguntungkan bagi pengendalian jumlah kelahiran masyarakat bangsa Indonesia pada umumnya.

Menumbuhkan, menggerakkan, membimbing dan mengembangkan berbagai institusi, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat di dalam pengelolaan dan pelaksanaan gerakan KB Nasional yang mengarah kepada pelembagaan dan pembudayaan Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS). Strategi penerapan pelaksanaan gerakan keluarga berencana antara lain:

a) Mengkoordinasikan berbagai kegiatan serta menggerakkan dan mengarahkan semua potensi jajaran gerakan KB Nasioanal, baik dilingkungan intern BKKBN maupun


(34)

extern BKKBN, untuk memperkuat dan memanfaatkan peranan instusi masyarakat agar menjadi instusi yang dinamis dan mandiri.

b) Merangsang dan mengarahkan peran serta dan tanggung jawab masyarakat di dalam pengelolaan dan pelaksanaan gaerakan KB Nasional melalui wadah instusi masyarakat. c) Meningkatkan upaya memperkuat lini lapangan khususnya pada tingkat kecamatan

kebawah dengan meningkatkan kemampuan manajemen operasional bagi para pengelola program.

d) Meningkatkan pelaksanaan Gerakan KB Nasional dengan memperkuat pelayanan bersama masyarakat, dengan ditingkatkan partisipasi masyarakat lewat jalur institusi masyarakat yang ada untuk menjaga wahana dan jaringan pelayanan pelaksanaan KB Nasional sampai pada tingkat keluarga.

e) Meningkatkan koordinasi dengan semua unit pelaksanaan baik pemerintah, swasta maupun masyarakat dalam proses pembangunan masyarakat yang ber-NKKBS sebagai upaya mempercepat proses terpenuhinya kebutuhan masyarakat.

f) Mengembangkan sistim pembinaan institusi masyarakat dan isntiusi formal (sosialisasi) sebagai dasar bagi pelembagaan pembudayaan NKKBS, yang dilakukan secara berjenjang sampai pada tingkat administrasi pemerintah yang terendah dan diarahkan untuk dapat beradaptasi setiap kegiatan program dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat.

g) Meningkatkan pembinaan kesempatan-kesempatan dalam hal alih peran program oleh masyarakat.

h) Memantapkan koordinasi pelaksanaan gerakan KB Nasional pada setiap tingkatan wilayah yang diarahkan dalam upaya untuk memantapkan instituti masyarakat sebagai pelaksana kegiatan gerakan KB, sehingga institusi dapat mengambil alih pengelolaan


(35)

gerakan KB pada lingkungannya dan memantapkan institusi masyarakat sebagai wadah untuk memproses pembudayaan NKKBS.

Setelah mereka menegerti dan mempunyai pengetahuan yang cukup, pasangan usia subur (PUS) akan menilai dan merasakan apa untung dan ruginya tentang gagasan pelaksanaan gerakan KB Nasional bagi diri mereka sendiri dan bagi bangsa dan negara. Kemudian hasil penilaian tersebut akan menimbulkan sikap selanjutnya bahwa pelaksanaan gerakan KB memang menguntungkan bagi dirinya, dan dapat membantu dalam cita-cita hidup yaitu kesejahteraan.

B. Penelitian Relevan

Mirnawati (2011) dengan judul penelitian: Analisis Ketidak Berhasilan Keluarga Berencana di Desa Tanjung Barus Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo. Penelitian menunjukkan, (1) tingkat pendidikan PUS umumnya tamatan SMP, dan usia PUS berada antara 20-29 tahun dengan jumlah anak 4-5 orang, (2) persepsi PUS tentang pembatas jumlah kelahiran anak tidak tepat, karena mereka beranggapan bahwa banyak anak merupakan jaminan dihari tua, anggapan bahwa anak laki-laki itu lebih penting dari anak perempuan, keluarga besar akan memberi beban yang besar terhadap keluarga, adanya keinginan untuk menambah anak jika anak laki-laki tidak ada, bahwa setiap anak adalah pemberian Tuhan sehingga tidak dibatasi jumlahnya, anggapan bahwa anak adalah segala-galanya dan menjadi prioritas utama.

Karolina (2011) dengan judul penelitin: Keadaan Gerakan Keluarga Berencana di Desa Indra Yaman Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara. Penelitian ini menunjukkan, (1) Sebagian besar PUS melangsungkan pernikahan pada usia 15-19 tahun dengan jumlah anak yang dilahirkan lebih dari 2 orang. (2) pada umumnya PUS yang berpendidikan SD, SMP, SMA, dengan jumlah anak yang dilahirkan lebih dari 2 orang, (3) Sebagian besar suami dari


(36)

ibu-ibu PUS bekerja pada sektor non pertanian dengan jumlah anak yang dilahirkan lebih dari 2 orang anak, (4) Pada umumnya budaya lama memiliki pengaruh dalam pola pikir PUS tentang nilai dan jumlah anak dengan alasan keluarga besar keluarga bahagia ,banyak anak banyak rejeki, anak sebagai faktor ekonomi dan anak sebagai tempat sandaran hidup dihari tua (5) Kualitas pelayanan akseptor KB yang mempengaruhi terhadap ketidak berhasilan gerakan KB yakni: pemilihan metode kontrasepsi yang kurang tepat.

Muslina (2012), dengan judul penelitian: Faktor-faktor Ketidak Berhasilan Program KB di Desa Reddeup Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara. Penelitian menunjukkan, (1) sebagian besar PUS menyatakan faktor agama sangat mempengaruhi mereka dalam mengikuti program KB, dan hasil kesepakatan ulama (ijma) tidak mempengaruhi PUS dalam menjalankan program KB sebanyak. (2) Faktor adat sitiadat ternyata sangat mempengaruhi PUS (banyak anak namyak rejeki, kelarga besar keluarga bahagia, dan anak tempat sandaran dimasa tua), dalam menjalankan program KB, hal ini dinyatakan oleh sebagian besar responden (banyak anak banyak rezeki, keluarga besar keluarga bahagia dan anak tempat sandaran hidup dimasa tua, (3) Usia pernikahan, sebagian besar PUS, menikah pada usia muda yaitu 15 – 20 tahun.

Yusnita (2011) dengan judul penelitian: Studi Pelaksana Gerakan KB Bagi Keluarga Etnis Melayu di Kelurahan Lalang Kecamatan Medan Sunggal. Penelitian menunjukkan, (1) Keluarga etnis melayu di Kelurahan Lalang Kecamatan Medan Sunggal menganggap penting kehadiran seorang anak, hal ini dapat dilihat dari tidak melakukan penundaan anak pertama oleh responden. Kehadiran anak penting bagi keluarga etnis melayu, sebelum memiliki anak laki-laki ataupun perempuan responden memilih untuk menambah jumlah anak, meskipun tidak terlalu memaksakan, Pandangan keluarga etnis melayu teradap gerakan kelarga berencana dapat diinterpretasikan positif, karena menurut keluarga etnis melayu gerakan KB tidak bertentangan dengan adat istiadat yang dijawab 63 respoden dan tidak bertetangan


(37)

dengan sosial ekonomi yang dijawab 56 responden (88,89 %), pelaksanaan Gerakan Keluarga Berencana bagi keluarga etnis melayu dikelurahan Lalang kecamatan Medan Sunggal dapat dikatakan baik, hal ini dapat dilihat dari peserta KB yang berjumlah 42 orang (66,67 %)

Fitri (2011) dengan judul penelitian: Persepsi pasangan usia subur (PUS) tentang pembatasan jumlah kelahiran anak di Desa Cinta Rakyat Keamatan Percut Sei Tuan, dengan hasil penelitian: (1) Persepsi pasangan Usia Subur (PUS) tentang pembatasan jumlah kelahiran anak ternyata kurang tepat, hal ini ditunjukkan oleh persepsi PUS tentang jumlah anak yang diinginkan dalam keluarga rata-rata adalah lebih dari 4 orang, tesponden menganggap bahwa jumlah anak banyak merupakan jaminan baru tua, harta yang dapat dibanggakan (2) Persepsi PUS tentang nilai dan kedudukan anak yaitu jumlah anak yang banyak akan memberi ketentraman dimasa tua, teman dimasa tua , mampu meningkatkan ekonomi keluarga , hal ini merupakan faktor pendorong responden memiliki anak banyak di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Percut Sei Tuan.

C. Kerangka Berfikir

Program gerakan keluarga berencana mempunyai tujuan ganda yaitu meningkatkan kesejahtraan ibu dan anak serta mewujudkannya keluarga kecil bahagia dan sejahtera sebagai dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran serta untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk.

Keluarga kecil dan bahagia yang dimaksud disini adalah keluarga yang memiliki jumlah anak hanya 2 orang saja dari pasangan usia subur laki-laki dan peremuan sama saja, namun pada kenyatannya tidak semua tujuan gerakan keluarga berencana ini berjalan dan terlaksana dengan baik disetiap wilayah atau daerah dan sesuai apa yang diharapkan oleh pemerintah khususnya Dinas Badan Kependudukan melaui gerakan KB, karena ada saja hambatan-hambatan yang menyebabkan ketidakberhasilan gerakan KB.


(38)

Gerakan keluarga berencana di Desa Onan Runggu III Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara belum terlaksanan dengan baik yang ditunjukkan dengan banyaknya PUS yang berusia 15-49 tahun yang memiliki anak lebih dari dua orang anak, hal ini dimungkinkan karena berbagai faktor yang menjadi penyebab ketidakberhasilan gerakan gerakan KB, yang ditinjau dari faktor: (1) Umur, karena semakin muda pasangan usia subur melangsungkan pernikahan pertama maka semakin panjang pula masa reproduksinya untuk melahirkan dan memiliki banyak anak. (2)Pendidikan juga berpengaruh terhadap ketidakberhasilan gerakan KB, karena semakin tinggi tinggi tingkat/jenajng pendidikan seseorang maka akan semakin luas pula pengetahuan yang dimilikinya sehingga dapat menerima dan menjalankan segala peogram pemerintah demi kesejahtraan bersama. (3) Pekerjaan juga yang turut serta mempengaruhi kemampuan dalam membeli dan memilih alat konrasepsi yang digunakan. (4) adat istiadat/ budaya juga sangat berperan penting didalam mempengaruhi pola pikir masyarakat, khususnya masayarakat etnis batak seperti di daerah Tapanuli menghendaki adanya anak laki-laki pada keluarga pada keluarga mereka, dan jika anak laki-laki belum lahir maka keluarga tersebut akan terus menambah jumlah anak mereka. (5) Kualitas pelayanan akseptor KB yang juga turut serta menentukan berhasil tidaknya suatu gerkan KB, yaitu dalam hal pilihan metode kontrasepsi, kualitas pemberian informasi, kemampuan teknis petugas, hubungan interpersonal, mekanisme pelayanan. Sehingga dengan mengkaji dan meneliti beberapa faktor yang menjadi hambatan dalam gerakan keluarga berencana tersebut maka akan diketahui bagaimana gerakan keluarga berencana di Desa Onan Runggu III Kecamatan Sipahutar Kabupten Tapanuli Utara. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat skema kerangka berfikir pada gambar 1 berikut:


(39)

Gambar 1: Kerangka Berfikir Gerakan Keluarga Berencana

Faktor-Faktor Penyebab Gerakan Keluarga Berencana

Umur

15-49 (thn)

Pendidikan

- Pendidikan Dasar - Pendidikan Menengah - Perguruan Tinggi

Pekerjaan

- Pertanian -Nonpertanian

Kebudayaan

- Faktor Keturunan

- Banyak anak banyak rezeki

- Anak sebagai faktor ekonomi --keluarga kecil Kualitas Pelayanan Akseptor KB

- Pilahan meode kontrasepsi - Kualitas pmberian informasi - Kemampuan teknis petugas - Hubungan interpersonal - Mekanisme pelayanan

Gerakan Keluarga Berencana di Desa Onan Runggu III Kecamatan Sipahutar Kabupaten Tapanuli Utara


(40)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Gerakan keluarga berencana di Desa Onan Runggu III ditinjau dari faktor umur bahwa sebagian besar (53,66 %) menikah pada umur 15 – 19 tahun dengan jumlah anak lebih dari 2 orang, dan hanya sebagian kecil (9,76%) berada pada kelompok umur 25 - 29 tahun dengan jumlah anak yang dilahirkan 1- 2 orang.

2. Gerakan keluarga berencana di Desa Onan Runggu III ditinjau dari faktor pendidikan formal pada umumnya PUS berpendidikan (90,24 %) berpendidikan SD,SMP,SMA yang memiliki anak lebi dari 2 orang dan sebagian kecil (9,76%) berpendidikan tinggi (PT) dengan jumlah anak 1 – 2 orang.

3. Gerakan keluarga berencana di Desa Onan Runggu III Kecamatan Sipahutar ditinjau dari faktor pekerjaan suami bahwa sebagian besar (68,29%) suami dari ibu-ibu PUS memiliki pekerjaan disektor pertanian mempunyai anak lebih dari dua orang dan 9,76 %. Ibu-ibu PUS bekerja sebagai guru mempunyai anak 2 orang. Disamping itu sebagian besar (68,29 %) pekerjaan isteri sebagai petani dengan jumlah anak yang dilahirkan 3 – 8


(41)

orang dan 9,76 % bekerja sebagai pedagang dengan anak yang dilahirkan 1

– 2 orang.

4. Gerakan keluarga berencana di Desa Onan Runggu III Kecamatan Sipahutar ditinjau dari faktor budaya bahwa yakni (75,60 %) PUS memiliki pandangan faktor keturunan atau berdasarkan garis keturunan ayah dan (9,76 %) memiliki pandangan keluarga kecil yakni memiliki anak 1 – 2 orang.

5. Kualitas Pelayanan Akseptor KB

Gerakan keluarga berencana di Desa Onan Runggu III Kecamatan Sipahutar ditinjau dari faktor kualitas pelayanan dalam hal pilihan jenis alat kontrasepsi sebagian besar (58,54%) PUS yang menggunakan alat kontrasepsi dan 65,85 % PUS menggunakan alat berdasrkan pilihan diri sendiri dengan jumlah anak 4 – 8 orang. Ditinjau dari kualiats pemberian informasi sebagian besar (65,85%) PUS memperoleh informasi tentang alat kontrasepsi kurang jelas dengan jumlah anak lebih dari 2 orang. Dalam hal kemampuan teknis petugas sebagian besar (65,85%) PUS mengikuti sosialisasi/penyuluhan gerakan KB 1-3 kali dalam setahun dan mempunyai anak lebih dari 2 orang.

Dalam hal hubungan interpersonal sebagian besar (65,85%) PUS memperoleh informasi kurang baik dengan jumlah anak lebih dari 2 orang. Ditinjau dari mekanisme pelayanan berdasarkan ketersediaan alat kontrasepsi bahwa sebagian besar (65,85 %) PUS sangat kesulitan dalam memperoleh alat kontrasepsi dengan jumlah anak yang dilahirkan lebih dari 2 orang. Dan dalam hal dari ketepatan konstelasi pelayanan akseptor KB bahwa sebgian


(42)

besar (65,85%) PUS kurang puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan dengan jumlah anak yang dilahirkan lebih dari 2 orang.

B. Saran

Sesuai dengan kesimpulan, maka diperoleh beberapa kesimpulan antara lain:

1. Gerakan keluarga berencana ditinjau dari faktor umur belum berhasil, oleh karena itu sudah sewajarnya generasi muda agar tidak melakukan pernikahan pada usia muda dimasa yang akan datang dan meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya KB agar dapat memperkecil angka kelahiran dan pembangunan negara kita bisa berjalan dengan baik dengan semakin kecilnya angka kelahiran.

2. Gerakan keluarga berencana ditinjau dari faktor pendidikan belum berhasil, sehubungan dengan itu sudah selayaknya pemerintah memperhatikan dan memfasilitasi anak sekolah tertentu yaitu SD dan SMP agar dapat melanjut pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.

3. Gerakan keluarga berencana ditinjau dari faktor pekerjaan belum berhasil, oleh karena itu sudah selayaknya pemerintah memperluas lapangan pekerjaan dan memberikan bantuan modal maupun bibit unggul bagi para petani agar menghasilakan hasil pertanian yang bagus dan mampu meningkatkan perekonomian serta kesejahteraan bagi masayarakat, karena dengan meningkatkannya pendapatan maka kemampuan untuk membali alat kontrasepsi akan terpenuhi.


(43)

4. Gerakan keluarga berencana ditinjau dari faktor budaya belum berhasil, oleh karena itu disarankan kepada masyarakat kiranya dapat mengubah pola fikir terhadap pandangan tentang budaya yang mengatakan anak sebagai faktor keturunan atau garis keturunan ayah (mengikuti pepatah

batak yang mengatakan “Anakkon hido hamoraon di au” atau “ Anakku

adalah kekayaanku”, “ Maranak 17, Marboru 16” atau “ Memiliki anak laki-laki 17 orang dan anak perempuan 16 orang), banyak anak banyak rezeki, anak sebagai faktor ekonomi dengan pola fikir yang menyatakan dua anak cukup, laki-laki perempuan sama saja.

5. Gerakan keluarga berencana ditinjau dari faktor kualitas pelayanan akseptor KB belum sesuai dengan tujuan KB, Oleh karena itu disarankan kepada Dinas Kesehatan, BKKBN, perangkat desa, PPKBD dan petugas kesehatan diharapkan mampu bekerjasama melakukan peningkatan mutu kualitas pelayanan akseptor KB, baik dalam hal metode kontrasepsi yang tepat dan efektif, meningkatkan kualitas pemberian informasi tentang alat, dampak, jenis-jenis serta penggunaan alat kontrasepsi, kemampuan teknis petugas yang harus ditingkatkan melalui kegiatan sosialisasi/penyuluhan yang harus lebih rutin, menjalin hubungan interpersonali yang baik (ramah tamah), ketersediaan alat kontrasepsi harus diperluas dan memberikan pelayanan kesehatan yang memuaskan kepada para akseptor KB, karena itu semua merupakan tindakan dan sikap yang krusial sebagai tolak ukur keberhasilan akseptor KB dalam keikutsertaan dan partisipasinya dalam


(44)

ber-KB sehingga dapat menjamin keberlangsungannya dalam ber-KB dimasa yang akan datang.


(45)

DAFTAR PUSATAKA

Aputra. 2004. Buku Sumber Pendidikan KB. Jakarta:BKKBN

Badan Pusat Statistik Tapanuli Utara. 2015. Tapanuli Utara Dalam Angka 2015. Tapanuli Utara: BPS

Badan Pusat Statistik Tapanuli Utara. 2015. Kecamatan Sipahutar Dalam Angka 2015. Tapanuli Utara: BPS

Bagong. 2010. Masalah Sosial Anak. Jakarta : Kencana Prenada Media Group BKKBN. 1998. Gerakan Keluarga Berencana Nasional. Jakarta : BKKBN

BKKBN Sumatera Utara. 2014. Profil Kependudukan Provinsi Sumatera Utara. Medan :BKKBN

Daldjoeni, N. 1987.Geografi Kota dan Desa. Bandung: PT Alumni

Fitri, Nurma. 2011. Persepsi Pasangan Usia Subur (PUS) Tentang Pembatasan Jumlah kelahiran Anak di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Percut Sei Tuan. Skripsi. Medan : Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.

Hartanto, Hanafi. 2004. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

Http://sofiatussholeha.blogspot.co.id/program-kb-di-indonesia.html (http://bkkbn.go.id/default.aspx,

Karolina. 2015. Keadaan Gerakan Keluarga Berencana di Desa Indra Yaman Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara. Skripsi. Medan: Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.

Mirnawati. 2011. Analisis Ketidak Berhasilan Keluarga Berencana di Desa Tanjung Barus Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo. Skripsi. Medan : Fakultas Il Pendidikan Geografi mu Sosial Universitas Negeri Medan.

Mukti Ali. 2000. Agama Keluarga Berencana dan Kependudukan. Jakarta: BKKBN

Muslina .2012. Faktor-faktor Keidak Berhasilan Program KB di Desa Reddeup Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara. Skripsi. Medan : Pendidikan Geografi: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.

Pidarta Made. 2007. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta


(46)

Sutarji. 2009. Karakteristik Demografi Dan Sosial Ekonomi. Jurnal Geografi. Semarang: Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial

Yusnita. 2011. Studi Pelaksana Gerakan KB Bagi Keluarga Etnis Melayu di Kelurahan Lalang Kecamatan Medan Sunggal. Skripsi. Medan : : Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.

Zuriah Nurul. 2007 . Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara

Word Population Data. Jumlah Penduduk Indonesia, (Online) (http://www.jumlah-penduduk-Indonesia. diakses 21 februari 2016).


(1)

orang dan 9,76 % bekerja sebagai pedagang dengan anak yang dilahirkan 1 – 2 orang.

4. Gerakan keluarga berencana di Desa Onan Runggu III Kecamatan Sipahutar ditinjau dari faktor budaya bahwa yakni (75,60 %) PUS memiliki pandangan faktor keturunan atau berdasarkan garis keturunan ayah dan (9,76 %) memiliki pandangan keluarga kecil yakni memiliki anak 1 – 2 orang.

5. Kualitas Pelayanan Akseptor KB

Gerakan keluarga berencana di Desa Onan Runggu III Kecamatan Sipahutar ditinjau dari faktor kualitas pelayanan dalam hal pilihan jenis alat kontrasepsi sebagian besar (58,54%) PUS yang menggunakan alat kontrasepsi dan 65,85 % PUS menggunakan alat berdasrkan pilihan diri sendiri dengan jumlah anak 4 – 8 orang. Ditinjau dari kualiats pemberian informasi sebagian besar (65,85%) PUS memperoleh informasi tentang alat kontrasepsi kurang jelas dengan jumlah anak lebih dari 2 orang. Dalam hal kemampuan teknis petugas sebagian besar (65,85%) PUS mengikuti sosialisasi/penyuluhan gerakan KB 1-3 kali dalam setahun dan mempunyai anak lebih dari 2 orang.

Dalam hal hubungan interpersonal sebagian besar (65,85%) PUS memperoleh informasi kurang baik dengan jumlah anak lebih dari 2 orang. Ditinjau dari mekanisme pelayanan berdasarkan ketersediaan alat kontrasepsi bahwa sebagian besar (65,85 %) PUS sangat kesulitan dalam memperoleh alat kontrasepsi dengan jumlah anak yang dilahirkan lebih dari 2 orang. Dan dalam hal dari ketepatan konstelasi pelayanan akseptor KB bahwa sebgian


(2)

besar (65,85%) PUS kurang puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan dengan jumlah anak yang dilahirkan lebih dari 2 orang.

B. Saran

Sesuai dengan kesimpulan, maka diperoleh beberapa kesimpulan antara lain:

1. Gerakan keluarga berencana ditinjau dari faktor umur belum berhasil, oleh karena itu sudah sewajarnya generasi muda agar tidak melakukan pernikahan pada usia muda dimasa yang akan datang dan meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya KB agar dapat memperkecil angka kelahiran dan pembangunan negara kita bisa berjalan dengan baik dengan semakin kecilnya angka kelahiran.

2. Gerakan keluarga berencana ditinjau dari faktor pendidikan belum berhasil, sehubungan dengan itu sudah selayaknya pemerintah memperhatikan dan memfasilitasi anak sekolah tertentu yaitu SD dan SMP agar dapat melanjut pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.

3. Gerakan keluarga berencana ditinjau dari faktor pekerjaan belum berhasil, oleh karena itu sudah selayaknya pemerintah memperluas lapangan pekerjaan dan memberikan bantuan modal maupun bibit unggul bagi para petani agar menghasilakan hasil pertanian yang bagus dan mampu meningkatkan perekonomian serta kesejahteraan bagi masayarakat, karena dengan meningkatkannya pendapatan maka kemampuan untuk membali alat kontrasepsi akan terpenuhi.


(3)

4. Gerakan keluarga berencana ditinjau dari faktor budaya belum berhasil, oleh karena itu disarankan kepada masyarakat kiranya dapat mengubah pola fikir terhadap pandangan tentang budaya yang mengatakan anak sebagai faktor keturunan atau garis keturunan ayah (mengikuti pepatah batak yang mengatakan “Anakkon hido hamoraon di au” atau “ Anakku adalah kekayaanku”, “ Maranak 17, Marboru 16” atau “ Memiliki anak laki-laki 17 orang dan anak perempuan 16 orang), banyak anak banyak rezeki, anak sebagai faktor ekonomi dengan pola fikir yang menyatakan dua anak cukup, laki-laki perempuan sama saja.

5. Gerakan keluarga berencana ditinjau dari faktor kualitas pelayanan akseptor KB belum sesuai dengan tujuan KB, Oleh karena itu disarankan kepada Dinas Kesehatan, BKKBN, perangkat desa, PPKBD dan petugas kesehatan diharapkan mampu bekerjasama melakukan peningkatan mutu kualitas pelayanan akseptor KB, baik dalam hal metode kontrasepsi yang tepat dan efektif, meningkatkan kualitas pemberian informasi tentang alat, dampak, jenis-jenis serta penggunaan alat kontrasepsi, kemampuan teknis petugas yang harus ditingkatkan melalui kegiatan sosialisasi/penyuluhan yang harus lebih rutin, menjalin hubungan interpersonali yang baik (ramah tamah), ketersediaan alat kontrasepsi harus diperluas dan memberikan pelayanan kesehatan yang memuaskan kepada para akseptor KB, karena itu semua merupakan tindakan dan sikap yang krusial sebagai tolak ukur keberhasilan akseptor KB dalam keikutsertaan dan partisipasinya dalam


(4)

ber-KB sehingga dapat menjamin keberlangsungannya dalam ber-KB dimasa yang akan datang.


(5)

DAFTAR PUSATAKA

Aputra. 2004. Buku Sumber Pendidikan KB. Jakarta:BKKBN

Badan Pusat Statistik Tapanuli Utara. 2015. Tapanuli Utara Dalam Angka 2015. Tapanuli Utara: BPS

Badan Pusat Statistik Tapanuli Utara. 2015. Kecamatan Sipahutar Dalam Angka 2015. Tapanuli Utara: BPS

Bagong. 2010. Masalah Sosial Anak. Jakarta : Kencana Prenada Media Group BKKBN. 1998. Gerakan Keluarga Berencana Nasional. Jakarta : BKKBN

BKKBN Sumatera Utara. 2014. Profil Kependudukan Provinsi Sumatera Utara. Medan :BKKBN

Daldjoeni, N. 1987.Geografi Kota dan Desa. Bandung: PT Alumni

Fitri, Nurma. 2011. Persepsi Pasangan Usia Subur (PUS) Tentang Pembatasan Jumlah kelahiran Anak di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Percut Sei Tuan. Skripsi. Medan : Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.

Hartanto, Hanafi. 2004. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

Http://sofiatussholeha.blogspot.co.id/program-kb-di-indonesia.html (http://bkkbn.go.id/default.aspx,

Karolina. 2015. Keadaan Gerakan Keluarga Berencana di Desa Indra Yaman Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara. Skripsi. Medan: Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.

Mirnawati. 2011. Analisis Ketidak Berhasilan Keluarga Berencana di Desa Tanjung Barus Kecamatan Barus Jahe Kabupaten Karo. Skripsi. Medan : Fakultas Il Pendidikan Geografi mu Sosial Universitas Negeri Medan.

Mukti Ali. 2000. Agama Keluarga Berencana dan Kependudukan. Jakarta: BKKBN

Muslina .2012. Faktor-faktor Keidak Berhasilan Program KB di Desa Reddeup Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara. Skripsi. Medan : Pendidikan Geografi: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.

Pidarta Made. 2007. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta


(6)

Sutarji. 2009. Karakteristik Demografi Dan Sosial Ekonomi. Jurnal Geografi. Semarang: Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial

Yusnita. 2011. Studi Pelaksana Gerakan KB Bagi Keluarga Etnis Melayu di Kelurahan Lalang Kecamatan Medan Sunggal. Skripsi. Medan : : Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.

Zuriah Nurul. 2007 . Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara

Word Population Data. Jumlah Penduduk Indonesia, (Online) (http://www.jumlah-penduduk-Indonesia. diakses 21 februari 2016).