Evaluasi desain kandang rumah katak di TNGGP

penyesuaian. Pada malam pertama pengamatan ke-6 individu tersebut berhasil diamati, namun pada malam berikutnya semua individu katak ditemukan telah dalam keadaan mati sehingga pengamatan tidak bisa dilanjutkan. Sedangkan pada katak jantan dengan beban 5 dari 6 individu yang diamati pada malam pertama ditemukan telah dalam keadaan mati sehingga pengamatan tidak bisa dilanjutkan. Di bawah ini adalah beberapa dokumentasi tentang permasalahan diatas: a b c d Gambar 18 1. Salah satu katak yang berada dilantai 2. Katak yang telah diserang oleh semut 3. Katak jantan tanpa dengan beban yang telah mati 4. Katak jantan dengan beban yang telah mati

4.2.4 Evaluasi desain kandang rumah katak di TNGGP

Rumah katak di TNGGP berfungsi sebagai sarana pendidikan dan konservasi khususnya untuk jenis R. margaritifer. Konsep dan desain rumah katak TNGGP merupakan yang pertama dibangun di Indonesia. Sehingga referensi dan pengalaman dalam desain konstruksinya pun sangat sedikit. Sehingga ada potensi munculnya dampak konstruksi dan desain terhadap kesejahteraan katak yang ada di dalamnya. Dampak yang muncul jika kesejahteraan katak tersebut tidak dipenuhi beragam mulai dari stres rendah sampai dengan kematian. Stres atau ketidaknyamanan satwa akan mempengaruhi penampakan visual seperti menjadi lebih kurus atau warna yang berbeda Blecha 2000. Apabila hal ini terjadi maka tujuan dari pembangunan rumah katak tidak akan tercapai. Kesejahteraan hewan animal welfare didefinisikan sebagai sebuah perhatian terhadap penderitaan dan kepuasan hewan Gregory 1998. Dallas 2006 menambahkan bahwa kesejahteraan hewan mengacu kepada kualitas hidup, kondisi dan perawatanperlakuan terhadap hewan. Sedangkan menurut UU No.6 Tahun 1967 kesejahteraan hewan diartikan dengan usaha manusia dalam memelihara hewan yang meliputi pemeliharaan lestari hidup hewan dengan perlindungan yang wajar. Lund et al. 2006 menempatkan ilmu kesejahteraan hewan sebagai kombinasi ilmu alam dengan ilmu sosial yang multidisiplin. Dallas 2006 mengemukakan 5 prinsip yang dapat diukur untuk menentukan tingkat kesejahteraan hewan yang dikenal dengan istilah 5 indikator kebebasan five dreedom. Adapun lima prinsip kebebasan satwa akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Bebas dari rasa haus dan lapar freedom from hunger and thirsty Kebutuhan akan makan dan minum merupakan kebutuhan dasar bagi semua makhluk hidup. Sehingga pemenuhan akan kebutuhan tersebut mutlak untuk dipenuhi. Jika terdapat gangguan terhadap pemenuhan kebutuhan akan makan dan minum pada satwa yang kita kelola maka maka kesehatan dari satwa tersebut akan terganggu. Magnen 1985 dalam Islahuddin 2009 menyatakan bahwa satwa membutuhkan akses yang mudah terhadap makanan dan minuman untuk menjaga kesehatan hewan. Pada penelitian tidak dilakukan inventarisasi terhadap potensi pakan yang terdapat di dalam kandang secara khusus. Namun selama pengamatan dengan mudah ditemui serangga nyamuk, belalang, jangkrik, kupu-kupu, serangga kecil seperti lalat dan lain-lain yang terdapat di dalam kandang. Umumnya katak merupakan pemakan serangga insectivorous Wells 2007, Rahman 2010. Dari penelitian Rahman 2010 diketahui bahwa preferensi pakan dari R.margaritifer adalah jenis dari family Insekta, Arachanida dan Gastropoda. Katak merupakan satwa yang oportunis, artinya katak tidak memperhatikan jenis pakan tetapi akan memakan serangga apa saja yang terlihat di hadapannya Rahman 2010, Hofrichter 2000, Wells 2007. Secara garis besar pemenuhan akan makan dan minum bisa dipenuhi di dalam rumah katak karena terdapat beberapa fasilitas penunjang yaitu lampu khusus penarik serannga dan air yang selalu mengalir di dalamnya. Pengelola sebaiknya melakukan pemeriksaan terhadap lampu dan saluran air tersebut secara berkala agar berfungsi secara optimal. 2. Bebas dari rasa tidak nyaman Freedom from discomfort Rasa ketidaknyamanan yang muncul pada katak disebabkan oleh keadaan lingkungan yang memiliki perbedaan ekstrim dari keadaan lingkungan alamiahnya di alam. Untuk memenuhi prinsip ini dapat dilakukan dengan cara menyediakan tempat yang sesuai seperti penyediaan tempat berlindung, vegetasi yang cukup, air yang terus mengalir. Islahuddin 2009 menyatakan bahwa satwa harus memiliki kebebasan untuk bergerak tanpa kesusahan untuk berbalik, berputar, merawat dirinya, bangun, berbaring, meregangkan tubuh dan anggota badannya. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam rumah katak adalah kapasitas katak yang boleh dimasukkan Odendaal 1998. Penulis tidak menemukan literatur yang menjelaskan berapa jumlah katak yang sesuai dengan ukuran rumah katak yang ada. Pada pelaksanaannya, seringkali pengelola memasukkan katak dalam jumlah yang sangat banyak lebih dari 20 individu. Mengingat ukuran kandang yang relatirf kecil, tentu jumlah tersebut sangat banyak sehingga tidak perlu dilakukan. 3. Bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit Freedom from pain, injury and disease Pada penelitian tidak dilakukan kegiatan yang secara khusus memeriksa sakit atau pun penyakit yang di alami oleh katak yang terdapat dalam rumah katak. Namun pada pengamatan diluar kegiatan penelitian teramati adanya katak yang mengalami luka dan lesi pada bagiam kepala, punggung dan telapak tangan bagian dalam katak. Luka dan lesi yang terdapat pada tubuh katak disebabkan oleh besi rangka dan dinding kawat penyusun konstruksi rumah katak. Katak-katak yang terdapat di dalam rumah katak berusaha untuk keluar dari kandang melalui lubang-lubang kecil yang terdapat di sela-sela besi rangka dan dinding. Tidak semua lubang yang ada bisa ditembus oleh katak, namun karena dilakukan berulang dengan mengganti lubang yang ada beberapa katak berhasil lolos keluar kandang. Namun bagi katak yang telah melakukan upaya tersebut namun gagal keluar, terdapat lesi dan luka pada bagian kepala dan punggung karena dorongan terhadap besi dan kawat tersebut. Lesi pada bagian telapak tangan disebabkan oleh beberapa dinding kawat ada agak tajam terutama pada bagian perpotongan. 4. Bebas mengekspresikan perilaku normal Freedom to express normal behavior Semua satwa memiliki perilaku khas yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan hidup dan ekologinya. Ketika satwa yang biasanya hidup secara alami di alam ditangkap lalu dimasukkan kedalam kandang, maka kesempatan hewan untuk mengekspresikan perilaku alaminya akan berkurang. Pengetahuan tentang perilaku dan ekologi suatu satwa yang akan dikandangkan mutlak dipahami terlebih dahulu untuk memenuhi prinsip ini. Pada keadaan yang ekstrim, hewan mungkin akan berprilaku yang tidak normal jika tidak bisa menyesuaikan dengan kondisi yang ada dalam kandang. R. margaritifer merupakan katak pohon yang sangat jarang beraktivitas di lantai hutan. Sehingga enrichment kondisi kandang yang ada tidak bisa dilepaskan dari pengelolaan vegetasi yang ada. Adanya atap kawat pada rumah katak telah membatasi pergerakan vertikal katak. Berdasarkan pengalaman pengamatan di lapangan seringkali katak ditemukan pada ketinggian yang lebih dari 4 m. Dari hasil penelitian diketahui bahwa beberapa katak berusaha untuk mencapai tempat yang lebih tinggi dan berusaha untuk mencari jalan keluar di bagian atap rumah katak. Katak-katak tersebut berjalan menggunakan kedua tangan depan untuk bergantung bahkan ada yang satu tangan dalam waktu yang relatif lama, beberapa katak yang diduga sudah tidak kuat menahan beban bobot badannya terjatuh. Ditemukan ada katak yang jatuh tepat di sebuah batu, kejadian tersebut menyebabkan dia terdiam beberapa saat, di duga katak merasakan sakit akibat benturan. Sebaiknya dalam konstruksi rumah katak dimodifikasi sehingga katak tidak bisa sampai di bagian atap dan menghilangkan batu atau bagian yang keras di lantai untuk mencegah adanya katak yang jatuh dari atas. Pengayaan vegetasi dan kandang perlu dilakukan untuk yang memberikan kebebasan untuk bermain, karena perilaku bermain juga merupakan indikator penting kesejahteraan satwa Held Spinka 2011. 5. Bebas dari rasa takut dan stress Freedom from fear dan stress Menurut Moberg 2000 pengaruh stress pada kesejahteraan hewan tergantung pada besar kecilnya kerugian biologis yang ditimbulkan. Stres tidak hanya keadaan hewan san.at beradaptasi melebihi kemamuannya namun juga respons yang lemah terhadap rangsangan normal sehari-hari Duncan Fraser 2007. Stress yang terjadi pada katak di dalam rumah katak bisa disebabkan oleh ketidakmampuan katak beradaptasi dengan kondisi kandang setalah penangkapan dan akibat gangguan aktivitas manusia seperti pengunjung dan pengelola. Pengelola dan pengunjung sebaiknya tidak terlalu dekat dengan katak karena dikhawatir katak akan merasa tergannggu. Pada saat penelitian diketahui ada seorang pengunjung yang berusaha untuk menusuk katak yang tidur dengan ranting dari luar. Selain itu, bebarapa pengunjung dalam jumlah yang banyak juga diizinkan masuk ke dalam rumah katak untuk melihat katak dengan jelas dan berusaha untuk membangunkannya. Praktek seperti ini seharusnya dilarang pengelola karena akan mengganggu katak. Stres yang tinggi secara terus menerus bisa menyebabkan kematian pada satwa Wolfle 2000. Menurut Fraser 2009 stres bisa menyebabkan peningkatan aktivitas berjalanberlari, peningkatan frekuensi atau volume suara.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Waktu aktif Rhacophorus margaritifer dimulai dari pukul 18.00 hingga 05.00 WIB, namun waktu aktif bergeraknya dimulai dari pukul 18.00 hingga 23.00 WIB. 2. Penambahan beban dengan rasio 5 terhadap bobot badan pada R. margaritifer berpengaruh pada pergerakan vertikal pada katak jantan, dimana pergerakan vertikal katak menggunakan beban lebih rendah dari katak yang tidak menggunakan beban. 3. Penambahan beban dengan rasio 5 terhadap bobot badan pada R. margaritifer berpengaruh pada frekuensi bergerak katak. Penambahan beban pada katak jantan mengakibatkan penurunan frekuensi gerakan berjalan dan bergerak tidak berpindah. Penambahan beban pada katak betina menyebabkan peningkatan frekuensi gerakan berjalan. Namun jika jenis kelamin katak tidak diperhatikan maka penambahan beban menyebabkan penurunan frekuensi gerakan berjalan dan meningkatnya frekuensi gerakan bergerak tidak berpindah.

5.2 Saran

1. Jumlah sampel katak betina yang diamati lebih banyak dan sama dengan jumlah sampel katak jantan. 2. Waktu pengamatan lebih panjang sehingga mendapatkan data yang lebih baik. 3. Penelitian dilakukan menggunakan rasio beban terhadap beban yang berbeda sehingga diketahui korelasi penambahan beban terhadap pergerakan katak. 4. Penelitian dilakukan di dalam ruangan yang terkendali namun didesain sedemikian rupa hingga menyerupai habitat alami katak di alam.