2.  TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Nila Oreochromis sp
Ikan  nila  berbentuk  agak  pipih,  pada  badan  dan  ekor  terdapat  garis-garis vertikal,  sedangkan  pada  sirip  punggung  dan  sirip  dubur  garisnya  memanjang.
Ikan  nila  memiliki  sirip  punggung,  sirip  dubur,  dan  sirip  perut  yang  masing- masing  mempunyai  jari-jari  lunak  dan  jari-jari  keras  yang  tajam  seperti  duri
Suyanto 1994.  Bentuk tubuh ikan nila dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1.  Ikan nila Oreochromis sp. Klasifikasi ikan nila menurut Saanin 1984 sebagai berikut :
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Osteichtyes
Subkelas : Acanthopterygii
Ordo : Percomorphi
Subordo : Percoidea
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis sp
Ikan nila merupakan ikan omnivora  yang sangat tahan terhadap perubahan lingkungan.  Ikan ini dapat hidup di lingkungan air tawar, payau, dan asin.  Nilai
pH  air  tempat  hidup  ikan  nila  berkisar  antara  6-8,5.    Namun  pertumbuhan optimalnya pada pH 7-8.  Suhu optimal ikan nila berkisar berkisar antara 25-35
C. Air yang kaya plankton merupakan sumber makanan ikan nila.  Ikan nila mampu
tumbuh  cepat  hanya  dengan  pakan  yang  mengandung  protein  sebanyak  20-25 Suyanto 1994.  Komposisi kimia ikan nila setiap 100 g daging dapat dilihat pada
Tabel 1. Tabel 1.  Komposisi kimia ikan nila setiap 100 g daging.
Senyawa kimia Jumlah
Air 79,44
Protein 12,52
Lemak 2,57
Abu 1,26
Sumber : Suyanto 1994. Pada  perairan  air  tawar,  ikan  nila  dapat  hidup  di  perairan  yang  dalam  dan
luas, maupun di kolam yang sempit dan dangkal.  Nila juga dapat hidup di sungai yang tidak terlalu deras alirannya, danau, waduk, rawa, sawah, tambak air payau,
atau di dalam jaring terapung di laut.  Di daerah tropis ikan nila dapat hidup dan tumbuh  dengan  baik  sepanjang  tahun  pada  lokasi  sampai  ketinggian  500  meter
di atas permukaan air laut Suyanto 1994.
2.2.  Deskripsi dan Komposisi Daun Jambu Biji
Jambu  biji  termasuk  ke  dalam  Divisi  Spermatophyta,  Sub  Divisi Angiospermae,  Kelas  Dicotyledonae,  Bangsa  Myrtales,  dan  dalam  Suku
Myrtaceae.    Daun  jambu  biji  bertulang  menyirip,  berbintik,  berbentuk  bundar telur  agak  menjorong  atau  agak  bundar  sampai  meruncing,  panjang  helai  daun
6  cm  sampai  14  cm,  lebar  3  cm  sampai  6  cm,  panjang  tangkai  3  mm  sampai 7 mm; daun yang muda berbulu, daun yang tua permukaan atasnya menjadi licin.
Daun  jambu  biji  mempunyai  morfologi  tunggal,  bulat  telur,  ujung  tumpul, pangkal  membulat,  tepi  rata,  berhadapan,  panjang  6-14  cm,  lebar  3-6  cm,
pertulangan menyirip dan mempunyai warna daun hijau kekuningan ataupun hijau
Syamsuhidayat  dan  Hutapea  1991.    Jambu  biji  dikenal  dengan  nama  Psidium guajava InggrisBelanda, jambu biji Indonesia, jambu klutuk, bayawas, tetokal,
tokal  Jawa,  jambu  klutuk,  jambu  batu  Sunda,  dan  jambu  bender  Madura Heyne 1987.  Morfologi daun jambu biji dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2.  Daun jambu biji Psidium guajava. Daun  jambu  biji  merupakan  bagian  dari  pohon  jambu  biji  yang  biasa
digunakan  sebagai  ramuan  obat  tradisional  untuk  penyembuhan  penyakit  diare, radang  lambung,  sariawan,  keputihan,  dan  diabetes  militus.    Daun  jambu  biji
mengandung senyawa aktif saponin, flavonoid, minyak atsiri, tanin, eugenol, dan triterpenoid.    Senyawa  polifenol  yang  mendominasi  daun  jambu  biji  ialah
flavonoid  1,4 dan tanin BPOM 2004.  Syamsuhidayat dan Hutapea 1991 menyatakan  daun  jambu  biji  mengandung  saponin,  flavonoid,  tanin  serta
mengandung  minyak  atsiri.    Dalam  penelitian  terhadap  daun  kering  jambu  biji yang digiling halus diketahui kandungan taninnya mencapai 17,4 persen.  Makin
halus  serbuk  daunnya,  makin  tinggi  kandungan  taninnya.    Rebusan  daun  jambu biji  pada  konsentrasi  10  mempunyai  kemampuan  dalam  menghambat
pertumbuhan  bakteri  Escherichia  coli  dan  konsentrasi  2  menghambat Staphylococcus aureus Winarno 1998.
Ada beberapa jenis atau varietas jambu biji yang banyak dikenal masyarakat Parimin 2005  antara lain :
a.  Jambu biji kecil Jambu biji kecil atau jambu biji menir adalah salah satu jenis jambu biji yang
unik  dan  menarik.    Jenis  jambu  biji  ini  memiliki  ukuran  daun  sekitar  4  cm dan  lebar  sekitar  1  cm.    Warna  daunnya  hijua  tua  dengan  bentuk  bulat
panjang.  Buahnya serba kecil dengan bobot maksimal 12 gbuah.  Rasa buah manis, sedikit asam dan beraroma harum.
b.  Jambu biji sukun Jambu  biji  sukun  merupakan  salah  satu  jenis  jambu  biji  tanpa  biji  triploid.
Jambu  biji  ini  buahya  berbentuk  simetris  atau  persegi  panjang.    Jambu  biji sukun  memiliki  bobot  buah  rata-rata  400-500  gbuah.    Warna  daunnya  hijau
dan berbentuk kipas dengan panjang 10-11 cm dan lebar 7-8 cm.  Rasa buah manis dan segar.
c.  Jambu biji bangkok Jambu biji bangkok mulai populer pada tahun 1980.  Buahnya berukuran besar
dengan  bobot  sekitar  500-1.200  gbuah.    Daging  buah  tebal,  berwarna  putih. Kulit buah berwarna hijau muda mengkilap bila sudah matang.
d.  Jambu biji variegata Jambu  biji  variegata  memiliki  daun  berwarna  hijau  tua  polos  tanpa  belang-
belang  merah.    Tanaman  ini  merupakan  hasil  mutasi  tanaman  dari  varietas jambu  biji  Kampuchea.    Buah  berbentuk  bulat  simetris  dengan  diameter
sekitar 4 cm.  Bobot buah sekitar 15-18 gbuah. e.  Jambu biji australia
Jambu  biji  Australia  memilki  ciri  yang  unik,  yaitu  batang,  daun,  maupun buahnya  berwarna  merah  tua.    Daunnya  berbenuk  bulat  memanjang
dengan  ukuran  12-13  cm  dan  lebar  6-7  cm.    Daging  buah  berwarna  putih, berbiji banyak, dan rasanya manis.
f.  Jambu biji brasil Jambu biji Brasil memilki ukuran buah kecil dan berwarna kemerahan setelah
matang.    Batangnya  seperti  jambu  biji  pada  umumnya.    Daunnya  berwarna hijau  mengkilap,  bentuknya  seperti  kipas,  dan  letaknya  saling  berhadapan.
Panjang  daun  sekitar  3-5,5  cm  dan  lebar  2,5  cm.    Kulit  buahnya  berwarna merah mengkilap dan dagingnya putih.
g.  Jambu biji merah getas Jambu  biji  merah  getas  merupakan  hasil  temuan  Lembaga  Penelitian  Getas,
Salatiga,  Jawa  Tengah  pada  tahun  1980-an.    Jambu  biji  ini  merupakan  hasil silangan antara jambu pasar minggu yang berdaging merah dengan jambu biji
bangkok.    Jambu  biji  mrah  getas  memilki    keunggulan  antara  lain  daging buahnya  merah  menyala  atau  merah  cerah,  tebal,  berasa  manis,  harum  dan
segar.  Ukuran buahnya cukup besar dengan ukuran 400 gbuah.  Daun jambu biji  merah  getas  berwarna  hijau  tua.    Panjang  daun  sekitar  6-14  cm.
Kulit buah berwarna hijau muda sampai hijau kekuningan bila telah matang. h.  Jambu biji susu
Jambu biji berasal dari pasar minggu.  Bentuk buahnya jambu biji susu bulat dan  meruncing  di  bagian  dekat  tangkai  buah.    Warna  daunnya  hijau  tua.
Panjang  daun  sekitar  5-11  cm  dan  lebar  4-5  cm.    Bobot  buah  sekitar 300 gbuah dengan diameter 7,5 cm.
i.  Jambu biji khemer Jambu biji khemer memilki benuk buah bulat panjang dan melancip di bagian
tangkainya,  kulit  buah  berwarna  hijau  kekuningan,  dan  daging  buahnya bberwarna merah.  Bobot buah jambu biji khemer sekitar 350 gbuah.
j.  Jambu biji bangkok epal Jambu  bangkok  epal  atau  epal  biji  banyak  dikenal  di  Malaysia.    Bobot
buahnya  hanya  400  gbuah.    Permukaan  kulit  buahnya  halus,  rata,  dan  licin. Warna buah saat matang hijau kekuning-kuningan.
k.  Jambu biji pasar minggu Merupakan  hasil  seleksi  kultivar  jambu  biji  kebun  rakyat  pada  tahun
1920-1930.  Bobot buah jambu sekitar 150-200 gbuah.  Bentuk buahnya agak lonjong  seperti  alpukat.    Daging  buahnya  merah,  berasa  manis,  bertekstur
lembut, dan beraroma harum. 2.3.  Senyawa Antimikroba
Mikroorganisme  dapat  menyebabkan  bahaya,  berkemampuan  menginfeksi dan menimbulkan penyakit serta merusak bahan  pangan.  Mikroorganisme dapat
disingkirkan,  dihambat  atau  dibunuh  secara  fisik  maupun  kimia.    Zat  antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau bahkan mematikan bakteri
dengan cara mengganggu metabolisme mikroba tersebut Pelczar dan Chan 1988. Antibakteri  ini  hanya  digunakan  jika  mempunyai  sifat  toksisitas  artinya  dapat
membunuh  bakteri  yang  menyebabkan  penyakit  tetapi  tidak  beracun  bagi penderitanya.    Berdasarkan  aktivitasnya,  zat  antibakteri  dibedakan  menjadi  dua
jenis  yaitu  yang  memiliki  aktivitas  bakteriostatik  menghambat  pertumbuhan bakteri dan yang memiliki aktivitas bakterisidal membunuh bakteri.  Beberapa
zat antibakteri bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah dan bakterisida pada konsentrasi  tinggi  Schunack,  Mayer,  Haake  1990.      Beberapa  kelompok  bahan
antibakteri  adalah  fenol,  alkohol,  halogen,  logam  berat,  detergen,  aldehida  dan kemosterilisator gas Pelczar dan Chan 1988.
Senyawa fenol digunakan sebagai bakteriostatik atau bakterisida tergantung dari kadar konsentrasi.  Apabila digunakan dalam konsentrasi yang tinggi, fenol
bekerja dengan merusak membran sitoplasma secara total dengan mengendapkan protein  sel,  akan  tetapi,  bila  dalam  konsentrasi  0,1-2,  fenol  merusak  membran
sitoplasma  yang  menyebabkan  kebocoran  metabolit  penting  dan  menginaktifkan sejumlah sel bakteri Wisley dan Wheeler 1993 diacu dalam Inayati
b
2007. Senyawa  antibakteri  bekerja  dengan  cara  merusak  dinding,  merubah
permeabilitas  sel,  mendenaturasi  protein  sel,  menghambat  kerja  enzim  dan menghambat  sintesis  asam  nukleat  dan  protein.    Hal  ini  sesuai  pendapat  Pelczar
dan  Chan  1988,  yaitu  bahwa  zat-zat  anti  mikrobial  merusak  mikroba  dengan berbagai cara, yaitu dengan merusak dinding sel, merusak membran plasma yang
mengakibatkan  terhambatnya  pertumbuhan  sel  atau  matinya  sel,  mendenaturasi protein  dan  asam-asam  nukleat,  menghambat  kerja  enzim,  menghambat  sintesis
asam  nukleat  dan  protein.      Johnson  1994  diacu  dalam  Inayati
b
2007 menambahkan  bahwa  aktivitas  kerja  senyawa  antimikroba  dalam  menghambat
atau  membunuh  mikroba  dipengaruhi  oleh  pH,  stabilitas  senyawa  antimikroba, lingkungan mikroba, jumlah mikroorganisme yang ada, dan aktivitas metabolime
mikroorganisme.    Banyak  faktor  dan  keadaan  yang  dapat  mempengaruhi  kerja antibakteri,  antara  lain  konsentrasi  antibakteri,  jumlah  bakteri,  spesies  bakteri,
adanya bahan organik, suhu, dan pH lingkungan Pelczar dan Chan 1988. Konsentrasi minimum yang dibutuhkan untuk menghambat bakteri dikenal
sebagai  konsentrasi  hambat  tumbuh  minimum  KHTM.    Sifat  antibakteri  dapat berbeda  satu  dengan  yang  lainnya,  ada  yang  berspektrum  luas  bila  menghambat
atau  membunuh  bakteri  gram  positif  dan  gram  negatif,  berspektrum  sempit  bila menghambat  atau  membunuh  bakteri  gram  positif  atau  gram  negatif  saja,  dan
berspektrum terbatas bila efektif terhadap spesies bakteri tertentu Todar 1997.
Flavonoid  merupakan  senyawa  yang  dapat  larut  dalam  air  dan  berperan sebagai  faktor  pertahanan  alam.  Menyatakan  bahwa  etanol  70  dapat
mengekstrak  flavonoid.    Steroid  terdapat  pada  lapisan  malam  lilin  daun  dan buah  yang  berfungsi  sebagai  pelindung  atau  menolak  serangga  dan  serangan
mikroba  Harborne  1987.    Menurut  Zhu  et  al  2000  diacu  dalam Sugiharti 2007 steroid dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif.
Alkaloid menurut Harborne 1987 merupakan senyawa  yang mengandung satu  atau  lebih  atom  nitrogen,  biasanya  dalam  bentuk  gabungan,  sebagai  bagian
dari sistem siklik.  Alkaloid dapat beracun bagi manusia dan banyak mempunyai kegiatan  fisiologis  yang  menonjol  sehingga  dapat  digunakan  secara  luas  dalam
pengobatan.    Alkaloid  biasanya  tidak  berwarna,  bersifat  optis  aktif,  berbentuk kristal dan hanya sedikit yang berupa cairan pada suhu kamar.
Menurut  Jouvenaz,  Blum,  Macconnell  1972  dan  Karou  2006  senyawa alkaloid  dapat  menghambat  pertumbuhan  bakteri  gram  positif  dan  gram  negatif,
namun  demikian  mekanisme  penghambatan  senyawa  alkaloid  terhadap  bakteri belum  jelas,  Karou  2006  menyatakan  bahwa  senyawa  alkoloid  menyebabkan
lisis sel dan perubahan morfologi bakteri. Tanin merupakan senyawa oligomer kompleks dari satuan berulang dengan
gugus  fenolik  bebas.    Tanin  mengandung  gugus  hidroksi  fenolik  dan  gugus  lain yang  cocok  seperti  karboksil  untuk  memebentuk  kompleks  yang  stabil  dengan
protein dan makromolekul lain secara efektif dalam kondisi yang sesuai Horvarth 1981 diacu dalam Inayati
a
2007.  Tanin mudah larut dalam pelarut polar, seperti air, dioksan, aseton, alkohol; sedikit larut dalam pelarut etil asetat, dan tidak larut
dalam  pelarut  non-polar  seperti  eter,  kloroform,  dan  benzena  Desphande, Cheriyan,  Stalunkhe  1986.    Kristal  tanin  berwarna  putih-kuning  sampai  coklat
muda bila terkena cahaya matahari, dan berwarna cokelat tua apabila teroksidasi. Tanin  terdapat  pada  bagian  daun,  batang,  dan  akar  pada  suatu  tanaman.    Pada
daun  tanaman,  tanin  biasanya  berada  di  dalam  vakuola  dan  lapisan  lilin permukaan daun Foo dan Forter 1980.
Mekanisme  penghambatan  tanin  terhadap  bakteri  menurut  Brannen  dan Davidson 1993 diacu dalam Inayati
b
2007 adalah dengan cara bereaksi dengan membran  sel,  inaktivasi  enzim-enzim  essensial,  dan  destruksi  atau  inaktivasi
fungsi material genetik. Hemingway dan Karchesy 1989 menyatakan tanin dapat menyembuhkan  penyakit  diare  dengan  menciutkan  dinding  sel  perut  yang  rusak
karena asam atau bakteri. Tanin  digolongkan  dalam  dua  kelas  yaitu  tanin  terkondensasi
proantosianin  dan  tanin  terhidrolisis.    Jenis  tanin  terkondensasi    sering  disebut proantosianidin karena bila direaksikan dengan asam panas, beberapa ikatan C-C
penghubung  antar  satuan  terputus  dan  dibebaskan  monomer  antosianidin Harborne  1987.    Menurut  Ribereau  1972  diacu  dalam  Inayati
a
2007  reaksi tersebut menghasilkan senyawa bernama flobalen tanin merah.  Proantosianidin.
adalah  polimer  flavan-3-ol  atau  katekin  yang  tidak  rentan  terhadap  hidrolisis. Tanin  terkondensasi  memilki  BM    20.000  dan  terdapat  dalam  bentuk  yang
kompleks Reed 1995 diacu dalam Inayati
a
2007. Proantosianidin  disebut  sebagai  tanin  terkondensasi  karena  secara
biosintesis  dapat  dianggap  terbentuk  secara  kondensasi  katekin  tunggal galokatekin yang membentuk dimer lalu oligomer.  Beberapa aktivitas dari tanin
terkondensasi  adalah  menurunkan  permeabilitas  membran,  dan  menghambat aktivitas enzim destruktif Haslam 1989 diacu dalam Inayati
a
2007. Tanin  terhidrolisis  dengan  BM  500-5.000,  mudah  dihidrolisis  baik  secara
kimia maupun dengan enzim.  Jenis tanin ini  merupakan ester dari gula sederhana dengan  satu  atau  lebih  polifenol  asam  karboksilat  sehingga  mudah  dihidrolisis
dengan asam, basa dan enzim.  Tanin terhidrolisis lebih rentan terhadap hidrolisis enzimatik  dan  non  enzimatik  dibandingkan  dengan  proantosianidin.    Menurut
produk  hidrolisisnya,  tanin  terhidrolisis  diklasifikasikan  menjadi  galotanin  dan elagitanin.    Galotanin  merupakan  gabungan  asam  galat  dan  glukosa  sedangkan
elagitanin  merupakan  gabungan  asam  elagat  dan  glukosa  Haslam  1989 diacu dalam Inayati
a
2007 Flavonoid  terdapat  dalam  tumbuhan  sebagai  campuran,  jarang  sekali
dijumpai  hanya  flavonoid  tunggal  dalam  jaringan  tumbuhan.    Di  samping  itu, sering  terdapat  campuran  yang  terdiri  atas  flavonoid  yang  berbeda  kelas.
Flavonoid dapat larut dalam air dan dapat diekstraksi dengan alkohol.  Beberapa flavonoid tanaman memilki bermacam-macam aktivitas biologis, seperti antivirus,
antifungi,  antipembengkakan,  dan  sitotoksik,  antioksidan,  dan  antibakteri
Sakanaka  et  al  1986  diacu  dalam  Inayati
a
2007.    Flavonoid  yang  termasuk senyawa  fenol  dan  bersifat  agak  asam  akan  berubah  warna  jika  ditambah  basa
atau amonia sehingga mudah dideteksi Markham 1998.  Flavonoid berdasarkan kelarutannya  dapat  terbagi  dua  yaitu  flavonoid  yang  bersifat  kurang  polar
contohnya  :  flavonones  dan  aglycone  serta  flavonoid  yang  bersifat  lebih  polar contohnya : flavonoid glikosida Marston dan Hostettmann 2006.
Flavonoid  merupakan  golongan  senyawa  fenolik  alami  yang  paling  besar, selain  fenol  sederhana,  fenilpropanoid,  dan  kuinon  fenolik  Harborne  1987.
Flavonoid tidak stabil terhadap  cahaya, oksidasi, dan perubahan kimia.   Sifat ini dapat  menyebabkan  struktur  flavonoid  berubah  sehingga  keaktifannya  dapat
menurun  bahkan  hilang  Funamaya  et  al  1993  diacu  dalam  Inayati
a
2007. Flavonoid dapat dipakai dalam berbagai pengobatan tradisional.  Flavonoid dapat
menghambat fosfodiesterase, aldoreduktase, monoamina oksidase, protein kinase, DNA  polimerase,  dan  lipooksigenase.    Flavonoid  sering  bertindak  sebagai
senyawa  pereduksi  yang  menghambat  banyak  reaksi  oksidasi,  baik  secara  enzim maupun  non-enzim.    Senyawa  polifenol  mempunyai  kemampuan  membentuk
kompleks dengan protein melalui ikatan hidrogen sehingga mampu menghambat
aktivitas kerja enzim Robinson 1995. 2.4.  Ekstraksi
Ekstraksi  adalah  peristiwa  pemisahan  zat  terlarut  solut  diantara  dua pelarut  yang  tidak  saling  bercampur  Adijuwana  dan  Nur  1989.  Ekstraksi  dapat
diartikan juga cara untuk memisahkan campuran beberapa zat menjadi komponen- komponen  yang  terpisah  Winarno,  Fardiaz  1973.    Ekstraksi  dapat  dilakukan
dengan dua cara  yaitu fase air aqueus phase dan fase organik organic phase. Ekstraksi  fase  air  menggunakan  air  sebagai  pelarut  sedangkan  ekstraksi  fase
organik  menggunakan  pelarut  organik  seperti  kloroform,  eter  dan  sebagainya. Kelarutan  zat  di  dalam  pelarut  tergantung  dari  kepolarannya.    Zat  yang  polar
hanya larut dalam pelarut polar, sedangkan zat yang non-polar hanya larut dalam pelarut non-polar.  Bahan-bahan organik tidak selalu larut dalam air, oleh karena
itu  dapat  dipisahkan  dengan  corong  pemisah.    Hal  lain  yang  harus  diperhatikan adalah selektivitas, kemampuan untuk mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk
diuapkan dan harga pelarut Harborne 1987.
Metode  ekstraksi  dapat  dikelompokkan  menjadi  dua  yaitu  ekstraksi sederhana  dan  ekstraksi  khusus.    Ekstraksi  sederhana  terdiri  dari  maserasi,
perkolasi,  reperkolasi,  evakolasi,  dan  dialokasi.    Ekstraksi  khusus  terdiri  dari sokletasi, arus balik dan ultrasonik Harborne 1987.  Penelitian ini menggunakan
metode  maserasi.    Tingkat  kepolaran  beberapa  jenis  pelarut    dapat  dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Tingkat titik didih dan kepolaran berbagai jenis pelarut. No
Pelarut Titik didih
o
C Polaritas E
o
C 1
Etanol 78,3
0,68 2
Aseton 56,2
0,47 3
Etil asetat 77,1
0,38 4
Heksana 68,7
5 Pentena
36,2 6
Diklorometana 40,8
0,32 7
Isopropanol 82,2
0,63 8
Air 100
0,73 9
Propilen Glikol 187,4
0,73 10
Dietil Eter 34,6
Sumber : Mukhopadhyay 2002 diacu dalam Sugiharti 2007. Maserasi  digunakan  untuk  mengekstrak  sampel  yang  relatif  tidak  tahan
panas.  Metode ini dilakukan hanya dengan merendam sampel dalam suatu pelarut dengan lama waktu tertentu, biasanya dilakukan selama sehari semalam 24 jam
tanpa  menggunakan  pemanas.    Kelebihan  metode  maserasi  diantaranya metodenya  sederhana,  tidak  memerlukan  alat-alat  yang  rumit  dan  relatif  murah
dan  metode  ini  dapat  menghindari  kerusakan  komponen  senyawa  karena  tidak menggunakan  panas  sehingga  baik  untuk  sampel  yang  tidak  tahan  panas.
Kelemahan metode ini diantaranya dari segi waktu dan penggunakan pelarut yang tidak efektif dan efisien karena jumlah pelarut yang digunakan relatif banyak dan
membutuhkan waktu yang lebih lama Meloan 1999 diacu dalam Sugiharti 2007.
2.5.   Proses Kemunduran mutu ikan