Magnet Permanen Hubungan Antara Ukuran Partikel Pada Pembuatan Bonded Permanen Magnet Nd-Fe-B Terhadap Struktur Mikro dan Sifat Magnet

baik terhadap efek temperatur dan waktu, serta memiliki ketahanan yang tinggi terhadap pengaruh demagnetisasi. Pada prinsipnya, suatu kemagnetan permanen haruslah memiliki karakteristik minimal dengan sifat kemagnetan remanen Br dan koersivitas intrinsik J Hc serta temperatur curie Tc yang tinggi. Pada tahun 1950-an, dikembangkan magnet permanen kelas keramik dengan formula MOFe 2 O 3 6 dimana M adalah Barium atau Stronsium yang kemudian dikenal sebagai magnet ferit. Bila dibandingkan dengan magnet Alnico, magnet ferit memiliki energi dan remanen yang lebih rendah tetapi memiliki koersivitas yang jauh lebih tinggi. Pada tahun 1970-an untuk pertama sekali ditemukan magnet kelas logam tanah jarang rare earth permanent magnets. Fasa magnetik SmCo 5 dan Sm 2 Co 17 memiliki polarisasi total J s dan medan anisotropi H A yang sangat tinggi sehingga berpeluang memiliki remanen dan koersivitas yang tinggi, sebagai keharusan untuk mendapatkan magnet permanen dengan nilai BH max yang tinggi. Beberapa sifat kemagnetan dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Sifat kemagnetan intrinsik fasa magnetik dari magnet Fasa Temperatur Curie � � ℃ Polarisasi Total � T Medan Anisotropi � � ��. � −1 Energi Produk Maksimum BH max kJ.m -3 BaFe 12 O 19 450 0,50 1,10 50 Sr Fe 12 O 19 450 0,48 1,50 46 SmCo 5 720 1,14 20-35 260 Sm 2 Co 17 840 1,25 5,20 312 Nd 2 Fe 14 B 312 1,60 5,40 512 Sumber: Azwar Manaf, 2013 Perkembangan magnet kelas ini mengalami kesulitan dikarenakan harga Co yang sangat mahal seperti ketersediaan unsur Sm yang terbatas dibumi sehingga popularitas magnet ini pada kalangan industri pemakaian menjadi menurun.Namun ditahun 1980-an, ditemukan magnet permanen logam tanah jarang baru berbasis fasa magnetik RE 2 Fe 14 B. Unsur RE dapat membentuk fasa RE 2 Fe 14 B yang sangat berpeluang untuk memiliki energi yang paling tinggi. Azwar Manaf, 2013.

2.4 Kurva Histerisis

Sifat-sifat magnet suatu bahan dapat diperlihatkan dalam kurva histerisis yaitu kurva hubungan intensitas magnet H terhadap medan magnet B. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2 yaitu kurva histerisis untuk ferromagnetik dan ferrimagnetik. Gambar 2.2. Kurva Histerisis untuk Ferromagnetik dan Ferrimagnetik. Pada dasarnya kurva tersebut mempresentasikan suatu proses magnetisasi dan demagnetisasi oleh suatu medan magnet luar yang digunakan untuk memagnetisasi ditingkatkan dari nol, maka magnetisasi atau polarisasi dari magnet bertambah besar dan mencapai tingkat saturasi pada suatu medan magnet luar tertentu. Dengan melakukan sederetan proses magnetisasi yaitu pada penurunan medan magnet luar menjadi nol dan meneruskannya pada arah yang bertentangan serta meningkatkan besar medan magnet luar pada arah tersebut dan menurunkannya kembali ke nol kemudian membalikkan arah seperti semula. Maka magnetisasi atau polarisasi dari magnet permanen membentuk suatu loop. Spaldin, 2003 Bahan yang mencapai saturasi untuk harga H rendah disebut dengan magnet lunak, sedangkan bahan yang saturasinya terjadi pada harga H tinggi disebut magnet keras. Sesudah mencapai saturasi ketika intensitas magnet H diperkecil hingga mencapai H = 0, ternyata kurva B tidak melewati jalur kurva semula. Pada harga H = 0, medan magnet atau rapat fluks B mempunyai harga Br ≠ 0 seperti yang ditunjukkan pada kurva histerisis pada gambar 2.3. Harga Br ini disebut dengan induksi remanen atau remanensi bahan. Gambar. 2.3 Kurva Histerisis Material Magnetik Remanen atau ketertambatan adalah sisa medan magnet B dalam