Profil kadar zinc plasma pada penderita ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus di RSUP Haji Adam Malik Medan

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Luka

Luka merupakan suatu gangguan intergritas kulit, membran mukosa dan jaringan organ. Luka didefinisikan juga sebagai gangguan anatomi dan fungsi kulit normal yang terjadi akibat cedera jaringan ataupun proses patalogis yang mengakibatkan diskontinuitas epitel, dengan atau tanpa hilangnya jaringan ikat yang mendasarinya.4,6,9 Luka dapat disebabkan oleh trauma mekanis, suhu, kimiawi, dan radiogenik.9 Luka diklasifikasikan berdasarkan kedalaman luka, cara penyembuhan luka, dasar dari patalogis luka serta berdasarkan durasi dari luka.22,23 Klasifikasi yang sering digunakan secara umum yang dapat mewakili seluruh jenis luka yang ada adalah klasifikasi luka sebagai luka akut dan luka kronis.4,23,24

2.1.1 Luka akut

Luka akut pada umumnya merupakan luka yang disebabkan trauma, luka bakar ataupun melalui proses pembedahan dengan proses penyembuhan lukanya seperti yang diharapkan dalam waktu tertentu untuk mencapai pemulihan intergritas anatomi dan fungsional dari kulit.4,23,24 Proses penyembuhan luka pada luka akut merupakan proses dinamis yang kompleks dan merupakan interaksi terkoordinasi yang melibatkan empat tahap utama yaitu koagulasi, inflamasi, proliferasi sel dan perbaikan matriks serta epitelisasi dan remodeling yang mengarah pada perbaikan morfologi dan fungsional dari jaringan yang terluka.4,9,25,26 Proses dinamis dari penyembuhan pada luka akut biasanya sembuh dalam waktu 3 minggu atau 2-4 minggu.4,25,26


(2)

2.1.2 Luka kronis

Luka kronis didefinisikan sebagai luka yang telah gagal memperbaiki integritas anatomi dan fungsional dari kulit melalui proses yang teratur dan tepat waktu.24,25 Luka kronis berbeda dengan luka akut dalam proses biologis yang terlibat, dimana pada luka kronis terdapat gangguan dalam proses penyembuhan luka dan waktu yang diperlukan untuk proses penyembuhan lebih lambat dibandingkan waktu yang dibutuhkan oleh luka akut dalam proses penyembuhannya. Gangguan dalam proses penyembuhan ini dapat terjadi pada satu atau lebih dalam tahapan atau fase-fase proses penyembuhan luka, sehingga penyembuhan menjadi tertunda atau gagal sembuh.25,26,27 Pada kasus luka kronis, luka biasanya tidak sembuh dalam waktu 3 bulan meskipun telah mendapat pengobatan yang adekuat atau belum sembuh spontan dalam waktu 12 bulan.4,26 Luka kronis juga didefinisikan oleh berbagai literatur lainnya sebagai luka yang telah terjadi selama 3-6 bulan dan tidak menunjukkan 60-70% adanya pertumbuhan granulasi jaringan sehat.27 Beberapa contoh luka kronis termasuk luka tekanan/ulkus dekubitus, ulkus diabetikum, ulkus venosum, luka akibat radiasi dan luka yang disebabkan oleh golongan jamur. Luka kronis yang terbanyak dijumpai saat ini adalah ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus.7,28

2.1.2.1 Ulkus Diabetikum

Ulkus diabetikum adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronis berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat insufisiensi vaskular dan neuropati dengan bentuk yang paling sering dijumpai pada kaki penderita diabetes melitus sehingga sering


(3)

dikenal sebagai kaki diabetik.29,30 Diabetes melitus (DM) merupakan suatu sindrom klinis kelainan metabolik yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin ataupun keduanya.31 Hiperglikemia akan menimbulkan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang apabila tidak dikendalikan akan menyebabkan komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskular jangka panjang berupa makroangiopati dan mikroangiopati.29,30

Berdasarkan penelitian Rony Sibuea di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2009, proporsi penderita DM tipe-1 sebanyak 2 orang (66,7%) dengan komplikasi dan 1 orang (33,3%) tidak dengan komplikasi, selanjutnya dari 134 orang penderita DM tipe-2, sebanyak 115 orang (85,8%) ada komplikasi dan 19 orang (14,2%) tidak ada komplikasi.32

Ulkus diabetikum (UD) disebabkan adanya tiga faktor risiko yaitu perubahan struktur dan anatomi, patofisiologi disertai pengaruh lingkungan. Beberapa faktor risiko tersebut menyebabkan terjadinya UD dalam dua mekanisme yaitu mekanisme internal dan mekanisme eksternal. Mekanisme internal berhubungan dengan keadaan hiperglikemia yang menyebabkan neuropati perifer, penyakit vaskular perifer, dan penurunan sistem imunitas yang dapat mengganggu proses penyembuhan luka sehingga berkembang menjadi UD.33 Sedangkan mekanisme eksternal berhubungan dengan bentuk deformitas yang disebabkan neuropati sensorik, motorik dan otonom bersama dengan keterbatasan gerakan sendi dan perubahan struktural dan dengan trauma kronis yang kesemuanya meningkatkan kejadian UD.34 Patogenesis terjadinya UD dapat dilihat pada gambar 2.1.


(4)

Gambar 2.1. Patogenesis terjadinya ulkus diabetikum Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 34


(5)

2.1.2.2 Ulkus Dekubitus

Ulkus dekubitus merupakan dekstruksi jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan diantara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu yang lama sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi jaringan lokal dan mengakibatkan hipoksia jaringan. Dekstruksi jaringan dapat terjadi akibat penekanan pada salah satu sisi tubuh selama lebih dari 2 jam.2,35

Ulkus dekubitus dapat disebabkan kombinasi dari faktor-faktor eksternal (tekanan, friksi, gesekan dan kelembaban) dan faktor-faktor internal (demam, malnutrisi, anemia dan disfungsi endotelial). Faktor predisposisi yang paling sering menyebabkan terbentuknya ulkus dekubitus adalah immobilisasi dan gangguan sensasi nyeri akibat penyakit ataupun trauma yang menyebabkan ketidak mampuan pasien mengubah posisi secara mandiri untuk dapat menghilangkan tekanan tersebut.2

Tekanan pada jaringan yang normal adalah antara 12 hingga 32 mmHg. Tekanan lebih dari batasan tersebut dapat mengganggu sirkulasi oksigenasi pada jaringan. Immobilisasi pasien diatas tempat tidur dapat mempunyai tekanan diatas 150 mmHg terutama pada area penonjolan kulit dan dengan durasi waktu yang lama dapat menyebabkan kematian jaringan setempat.35

2.2 Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka merupakan suatu respon tubuh normal terhadap cedera untuk pemulihan yang tepat pada fungsi dan bentuk yang normal.5 Penyembuhan luka sering diklasifikasikan sebagai penyembuhan luka akut (normal) dan penyembuhan yang terhambat (abnormal). Penyembuhan luka akut adalah proses normal dan teratur yang terjadi segera setelah adanya cedera pada jaringan dan biasanya hanya memerlukan intervensi yang minimal, serta selesai dengan tertutupnya luka dalam waktu 2-12 minggu. Sedangkan penyembuhan yang


(6)

terhambat dari luka kronis sering memerlukan berbagai intervensi untuk memperbaiki dan mencapai proses penyembuhan menjadi penyembuhan luka yang normal.4,7,26

2.2.1 Penyembuhan luka akut

Penyembuhan luka akut didefinisikan sebagai proses dinamis kompleks yang melibatkan interaksi antara sitokin-sitokin, unsur-unsur darah, matriks ekstraselular dan sel-sel yang mengarah kepada perbaikan morfologi dan fungsional dari jaringan yang terluka.4,7 Proses penyembuhan luka akut ini dibagi dalam tiga fase yang berlangsung saling tumpang tindih melibatkan fase inflamasi, proliferasi dan remodeling.4-10 Sel-sel yang terlibat dan pengaruhnya terhadap proses penyembuhan luka dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2. Pengaruh sel-sel utama dalam proses penyembuhan luka Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 4


(7)

2.2.1.1 Fase inflamasi

Tahap inflamasi ini secara bersamaan akan membentuk mekanisme hemostatik dan tanda-tanda kardinal inflamasi klinis seperti rubor (kemerahan), Kalor (panas), tumor (pembengkakan), dolor (nyeri), dan functio laesa (hilangnya fungsi). Respon awal ditandai sebagai saat terjadinya kerusakan jaringan, pelepasan fibrin dan kaskade koagulasi yang didominasi oleh platelet. Platelet akan melepaskan substansi proinflamasi seperti adenosin difosfat, tissue growth factor beta (TGF-β), platelet derived growth factors (PDGF).7,9,25,36 Faktor pertumbuhan ini akan menstimulasi sejumlah faktor kemotaksis yang akan menarik netrofil, monosit dan fibroblas ke lokasi luka. Jaringan yang cedera ini, juga akan mengaktifkan fosfolipase A dan mengkatalisasi asam arakidonat menghasilkan prostaglandin dan tromboksan yang dikenal sebagai eikosanoid. Eikosanoid akan mempengaruhi aktivasi dari platelet, permeabilitas vaskular dan kemotaksis selular yang keseluruhannya akan mempengaruhi proses penyembuhan luka.17

Tahap kedua pada fase inflamasi ini, leukosit menggantikan platelet sebagai sel yang mendominasi. Leukosit polimorfonuklear (PMN) merupakan sel yang predominan untuk tiga hari pertama setelah cedera jaringan dan mencapai puncak sekitar 48 jam. Leukosit ini yang akan memulai kegiatan bakterisidal.4,6,7,9,36 Selain PMN, inflamasi juga diatur sebagian besar oleh molekul sitokin-sitokin yang mempunyai efek meningkatkan atau menghambat aktivitas sel-sel inflamasi.25 Sel T-helper akan menginduksi interleukin-2 (IL-2) untuk meningkatkan respon imunogenik terhadap luka. PMN akan berkurang setelah 24-36 jam. Selanjutnya monosit yang merupakan leukosit mononuklear


(8)

akan mengalami transformasi menjadi makrofag jaringan yang akan mengeliminasi bakteri, memfagosit, serta mencerna sisa-sisa jaringan dan memproduksi IL-1, Tumor necrosis factor alpha (TNF-α) dan basic fibroblast growth factor (bFGF).25,26,36 IL-1 akan menstimulasi proliferasi sel-sel inflamatori dan angiogenesis melalui replikasi sel endotelial sedangkan bFGF akan menjadi faktor kemotaksis dan mitogenik untuk sel-sel fibroblas, sel-sel endotel, dan sintesis matriks ekstraselular selama proses pembentukan jaringan granulasi.25,36 Selain itu, TNF-α akan menstimulasi produksi protease oleh fibroblas dan menginduksi terjadinya apoptosis fibroblas.25 Proses penyembuhan luka pada fase inflamasi dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 fase inflamasi

Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 5

2.2.1.2 Fase proliferasi

Pada fase ini, jumlah sel inflamasi pada luka akan menurun sehingga menyebabkan fibroblas, sel endotel dan keratinosit akan mengambil alih sintesis


(9)

faktor-faktor pertumbuhan. Setelah 2-3 hari terbentuknya luka, fibroblas akan bermigrasi dari margin atas matriks fibrinosa selama fase inflamasi.5 Fibroblas merupakan tipe sel yang dominan, dan mencapai puncaknya pada 1-2 minggu.25 Selama minggu pertama, fibroblas yang dipengaruhi oleh makrofag akan mensintesis IGF-1, b-FGF, TGF-β dan PDGF, keratinosit growth factor (KGF),

connective tissue growth factor (CTGF). Fibroblas akan memproduksi

glikosaminoglikan dan proteoglikan sebagai substansi dasar untuk pembentukan jaringan granulasi berupa matriks ekstraselular seperti kolagen dan fibronektin.4,5 Keratinosit akan mensintesis TGF-β, TGF-α, IL-1. Sel endotel juga akan menghasilkan bFGF, PDGF, faktor angiogenik, vascular endothelial cell growth factor (VEGF).25 Tahap proliferasi untuk pembentukan jaringan granulasi ditandai dengan adanya degradasi matriks ekstraselular, angiogenesis, dan epitelisasi. Proses re-epitelisasi dimulai dengan migrasi keratinosit dari tepi luka dan dari apendiks epidermal keratinosit untuk menutup luka hingga sempurna.5 Pada saat keratinosit bermigrasi, keratinosit akan menghasilkan matrix metalloproteinase

(MMP). MMP merupakan suatu enzim yang dapat memecahkan protein matriks ekstraselular sehingga sel keratinosit dapat bermigrasi untuk penutupan luka yang sempurna.5,25,36,37

MMP dan berbagai enzim lain berperan penting dalam migrasi sel pada fase remodelling ini melalui degradasi bekuan fibrin, faktor pertumbuhan, sitokin-sitokin dan reseptor pada permukaan sel serta komponen matriks ekstraselular dengan merusak pembentukan granulasi pada luka .25,27,36 Proses ini berlangsung terus disertai terbentuknya deposit jaringan granulasi hingga luka tertutup. Ekspansi endotelial memberikan kontribusi untuk angiogenesis sebagai


(10)

proses pembentukan pembuluh darah yang baru disebut neovaskularisasi. Neovaskularisasi ini memfasilitasi pembentukan jaringan granulasi, gerakan fibroblas, penyediaan nutrisi dan sitokin-sitokin yang diperlukan.4,36 Proses penyembuhan luka pada fase proliferasi dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 fase proliferasi

Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 5

2.2.1.3 Fase remodelling/maturasi

Dalam enam minggu pertama, produksi kolagen baru akan mendominasi proses penyembuhan luka. Kolagen ditempatkan secara acak pada jaringan granulasi luka akut. Remodelling kolagen menjadi struktur yang lebih teratur terjadi selama proses maturasi disertai peningkatan kekuatan regangan luka. Pada fase awal perbaikan luka, jaringan granulasi mengandung sejumlah besar kolagen tipe III yang merupakan kumpulan kecil pada dermis orang dewasa. Pada fase ini


(11)

kolagen tipe III secara bertahap diganti kolagen tipe I dengan bantuan metaloproteinase, khususnya kolagenase dengan perbandingan sekitar 4:1. Pada proses remodelling, proses migrasi sel sangat tergantung pada MMP.10

Degradasi dari bekuan fibrin dan matriks disertai pengendapan jaringan granulasi akan terus berlangsung hingga luka tertutup. Penurunan asam hialuronat dan peningkatan kondroitin sulfat akan mengurangi proliferasi dan migrasi fibroblas dan meningkatkan diferensiasi fibroblas dalam fase maturasi pada proses penyembuhan luka. Luka akhirnya ditutup oleh migrasi sel-sel epitel yang berasal dari tepi luka, mengisi defek sampai terjadi kontak dengan epitel lain dari sisi berlawanan hingga mendekati kondisi awal jaringan dengan jaringan parut yang halus dan kontraksi yang minimal.4,25 Proses penyembuhan luka pada fase

remodelling dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5. Fase remodelling


(12)

2.2.2 Penyembuhan luka yang terhambat

Proses penyembuhan yang tidak terjadi secara normal pada luka kronis ditandai adanya gangguan pada matriks ekstraselular, kegagalan pada tahap re-epitelisasi, dan adanya fase inflamasi yang memanjang.7,25 Banyak faktor intrisik dan ekstrinsik yang juga berperan dalam kegagalan penyembuhan luka kronis misalnya; penyakit kronis, insufisiensi vaskular, diabetes, defek neurologik, defisiensi nutrisi, imunokompromais, usia lanjut dan faktor ekstrinsik seperti; tekanan, infeksi, dan edema.7

Stagnasi fase inflamasi pada proses penyembuhan telah ditunjukkan pada satu penelitian dengan membandingkan pola sitokin pada luka akut dan luka kronis. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada luka kronis tampak adanya gambaran peningkatan dari sitokin-sitokin proinflamasi yang dapat mengakibatkan fase inflamasi yang memanjang pada proses penyembuhan luka.

Kegagalan pada fase re-epitelisasi ditunjukkan dari kegagalan epidermis untuk bermigrasi pada seluruh jaringan luka. Terjadi hiperproliferasi pada tepi luka sehingga mengganggu migrasi dari sel normal pada dasar luka yang mungkin dapat terjadi akibat hambatan apoptosis pada fibroblas dan sel keratinosit. 7,36

Fibroblas yang diperoleh dari suatu luka kronis menunjukkan respon penurunan pada aplikasi eksogen faktor pertumbuhan seperti PDGF dan TGF. Dalam keadaan luka kronis, terdapat banyak sel-sel yang tidak responsif terhadap sinyal dari faktor pertumbuhan untuk bermigrasi ke area luka dalam proses penutupan luka. Pada luka kronis juga tampak ekspresi berlebihan dari molekul-molekul matriks ekstraselular dikarenakan disfungsi dan disregulasi selular sehingga dapat menyebabkan gangguan migrasi sel, peningkatan degradasi faktor pertumbuhan, mencegah luka memasuki fase proliferasi yang keseluruhannya menyebabkan kegagalan proses penutupan luka.7,35,37


(13)

2.3 Zinc

Zinc merupakan elemen transisi logam dengan nomor atom 30. Setelah zat besi, zinc adalah biometal kedua yang terbanyak di dalam tubuh.15 Bentuk bebas dari zinc, merupakan kationik divalen yang secara fisiologis tidak memicu reaksi oksidasi-reduksi (transfer elektron kimia). Oleh karenanya zinc relatif tidak toksik pada tubuh.15,38 Zinc terdapat di semua organ, jaringan, dan cairan.Sekitar 85-90 % dari total zinc pada tubuh kita, ditemukan di otot rangka, tulang dan gigi dan sisanya ditemukan di hati dan kulit.15 Pada kulit, zinc ditemukan sekitar 20 % dari total tubuh dengan konsentrasi 5-6 kali lebih besar di epidermis dibandingkan di dermis.16 Plasma mengandung 0,1% dari seluruh total zinc dalam tubuh. Serum mengandung 70% zinc bebas yang berikatan dengan albumin.39

Zinc adalah trace element esensial dalam tubuh manusia yang sangat penting bagi kesehatan dan zinc diperlukan untuk fungsi normal dari semua sistem kehidupan. Zinc sangat penting untuk stabilisasi dan fungsi sejumlah enzim dalam tubuh yang semuanya memerlukan zinc untuk dapat berfungsi dengan baik. Beberapa enzim tersebut diantaranya bertanggung jawab dalam sintesis protein, katabolisme protein, metabolisme energi, sintesis DNA dan RNA.40

Fungsi zinc secara fisiologis meliputi pertumbuhan/ proliferasi sel, maturasi seksual/reproduksi, adaptasi mata dalam gelap/ night vision,

penyembuhan luka dan imunitas/daya tahan tubuh.17 Fungsi biokimiawi zinc

dalam sistem selular dapat dibagi dalam 3 kategori yaitu katalitik, struktural dan regulatori.41 Fungsi zinc sebagai katalitik adalah ketergantungan lebih dari 200 enzim yang berbeda terhadap zinc, dimana enzim tersebut hanya dapat dapat bekerja mengkatalisis reaksi-reaksi kimia yang penting dalam tubuh jika berikatan


(14)

dengan zinc. 38,41 Contoh enzim zinc yang berfungsi katalitik adalah enzim matriks metaloproteinase, karbonik anhidrase, alkohol dehidrogenase dan lain-lain.38 Fungsi zinc dalam struktural adalah berupa peranan zinc dalam komponen

metallo-enzyme dalam mempertahankan struktur protein dan membran sel.

Sebagai contoh, enzim zinc yang sangat penting dalam aktifitasnya sebagai antioksidan adalah superoksida dismutase dan metallothionein.38,41 Fungsi zinc

dalam regulatori adalah peran ikatan enzim zinc dalam regulasi ekspresi gen, dimana zinc bekerja sebagai faktor transkripsi, mediator dari aktifitas hormon dan transmisi dari impuls-impuls syaraf dan sebagai contoh metalloenzym yang berperan adalah DNA polimerase yang berfungsi dalam replikasi DNA dan RNA polimerase yang berfungsi dalam transkripsi RNA. 38,39,41

Zinc tidak dapat dihasilkan didalam tubuh manusia.42. Makanan merupakan sumber utama dari zinc. Kemampuan tubuh dalam menyimpan sediaan

zinc juga terbatas. Sumber makanan yang tinggi kandungan zinc anatara lain kerang, daging merah, hati, daging ayam, telur, susu dan ikan. Zinc juga terdapat di biji-bijian, kacang-kacangan, sereal, kacang kedelai.42,43 Penyerapan zinc

dipengaruhi oleh Fitat (inositol heksafosfat), kalsium, fosfor, tembaga, magnesium dan besi dengan cara menginhibisi absrobsi zinc, karenanya sebaiknya makanan yang mengandung unsur-unsur tersebut dapat diberikan sekurangnya empat jam setelah pemberian makanan ataupun suplemen yang mengandung zinc. Pemberian bersama vitamin D dapat meningkatkan bioavailabilitas zinc.39 Pada manusia, diet vegetarian atau menghindari makanan daging merah merupakan faktor risiko untuk terjadinya defisiensi dalam tubuh.15,43 Defisiensi zinc juga dapat terjadi pada orang-orang yang merokok lebih dari 20 batang perhari (perokok berat). Al-Timimi et al. (2010) mengadakan penelitian di Irak pada 254


(15)

orang normal dalam kelompok usia 20-61 tahun, dijumpai secara signifikan defisiensi zinc pada perokok berat dibandingkan pada non-perokok hal ini dapat disebabkan efek tobacco chelating pada rokok yang dapat menghambat absorbsi dari zinc.44

Absorbsi zinc sebagian besar terjadi di duodenum dan yeyunum. Sel mukosa halus dapat mensekresi zinc dan menyalurkannya ke dalam darah. Zinc

sebagian besar disekresi oleh usus halus dan sedikit dalam empedu yang kemudian dapat direabsorbsi kembali untuk proses regulasi keseimbangan (homeostasis) kadar zinc. Ekresi zinc terutama melalui feses dan sebagian dapat diekskresikan melalui urin dan permukaan kulit (deskuamasi, rambut dan keringat). Konsentrasi zinc dalam serum berfluktuasi sebanyak sekitar 20% selama 24 jam. Konsentrasi yang tinggi dijumpai setelah tubuh menerima makanan, kemudian setelah 4 jam konsentrasi zinc akan menurun secara progresif dan akan meningkat lagi pada saat tubuh menerima makanan kembali.39

Kadar zinc yang normal dalam plasma adalah antara 70-125 mg/dl, ekuivalen dengan 11-19 Mmol/l.45,46 Dosis yang direkomendasikan oleh

Recommended daily amounts (RDA) adalah 15 mg/hari untuk pria dewasa dan 12

mg/hari untuk wanita dewasa.42 Defisiensi zinc dapat diterapi dengan zinc sulfat sebesar 30 mg -150 mg per-hari.47 Beberapa studi penelitian mendapatkan hasil pengobatan pada defisiensi zinc dengan dosis 50-100 mg yang dapat ditoleransi oleh tubuh.42 Tanda dan gejala defisiensi zinc antara lain diare, intoleransi glukosa, hipospermia, gangguan kemotaksis, rabun senja, depresi, apatis dan gangguan proses penyembuhan luka.8


(16)

2.4 Peran Zinc dalam Penyembuhan Luka Kronis

Zinc terletak di matriks intraselular dan ekstraselular pada jaringan epidermis dan dermis dalam bentuk protein kompleks dimana zinc berfungsi sebagai stabilisator membran sel, ko-faktor esensial, mitosis, migrasi dan maturasi dari sel.16 Zinc sebagai ko-faktor dalam sejumlah faktor transkripsi dan sistem enzim termasuk matriks metaloproteinase (MMP), enzim superoksida dismutase (SOD), metallothionein (MT), alkalin fosfatase. MMP menghidrolisis hampir semua struktur protein dari matriks ekstraselular (ECM), seperti kolagen dan elastin.38 MMP akan memperbanyak auto-debridement dan migrasi keratinosit selama penyembuhan luka. Resistensi zinc terhadap apoptosis epitel dalam meningkatkan epitelisasi adalah dengan melalui peran zinc dalam stabilisasi membran sel dan sitoproteksi terhadap reaktive oxygen species (ROS) dan toksin bakteri melalui aktivitas antioksidan zinc dengan MT dan superoksida dismutase (metalloenzyme).8,12,38 MT, merupakan protein pengikat dengan berat molekul yang rendah dan mengandung 30% sistein. Ikatan protein dengan trace element

sangat penting dalam distribusi zinc pada area target untuk metabolisme dan ekskresi. MT berperan dalam penyimpanan dan transportasi zinc.15,16 Didalam sel, 30-40% zinc berikatan dengan protein dalam inti, 50% terletak dalam sitoplasma, dan sisanya dalam membran sel.15 Zinc intraselular mengandung kompleks MT. MT akan mengatur intraselular zinc untuk enzim, molekul gen-regulasi dan penyimpanan zinc. Banyak peristiwa biokimia dan molekular dalam proses penyembuhan luka akan dapat dipercepat dengan penambahan suplemen zinc

melalui regulasi MT dan MMP.38 Salah satu bukti dari peran zinc dalam proses penyembuhan luka didapat melalui gambaran metalloenzyme zinc seperti alkalin


(17)

fosfatase, RNA dan DNA polimerase serta MMP. Alkalin fosfastase merupakan penanda sensitif bagi pembuluh darah di dermis dan tahap awal proses inflamasi dan proliferasi jaringan ikat. Alkalin fosfatase dalam metabolisme adenosin monofosfat berperan untuk menekan proses inflamasi. Polimerase DNA sebagai penanda adanya proliferasi sel dalam suatu proses penyembuhan luka.16 Fungsi

zinc dalam tahapan proses penyembuhan luka dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6. Fungsi zinc dalam tahapan proses penyembuhan luka Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 38

Zinc merupakan mikronutrien esensial yang diperlukan pada proses biologis seperti pertumbuhan, perkembangan, fungsi neurologis, reproduksi dan juga imunitas.48 Pentingnya zinc dalam faktor imunitas, ditandai dengan adanya efek disfungsi imunitas berupa atrofi timus, limfopenia, gangguan imunitas spesifik, inflamasi kronis.48,49 Perubahan status zinc mempengaruhi beberapa jenis


(18)

sel imunitas yang terlibat dalam imunitas bawaan seperti sel natural killer,sel mast, eosinofil, basofil dan sel-sel fagositosis (makrofag, netrofil) dan imunitas yang didapat berupa pengenalan antigen spesifik limfosit terhadap antigen selama infeksi virus ataupun imunisasi dan perkembangan imunitas memori.48 Zinc juga mempengaruhi sitokin-sitokin yang memfasilitasi hubungan antar sel. Defisiensi

zinc mempengaruhi aktivitas biologis dan produksi sitokin-sitokin seperti IL-1, IL-2, IL-3, IL-4, IL-6, IFN-ᵧ, TNF-α.48,49 Penelitian lainya juga menunjukkan defisiensi zinc pada manusia dapat disertai ketidak seimbangan fungsi Th1 dan Th2 dalam sel yang menyebabkan gangguan regulasi sistem tubuh terhadap infeksi.48 Pemberian suplemen zinc pada individu yang rentan, dapat mencegah penurunan sistem imunitas tubuh dan secara substansial dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi.38 Peranan zinc dalam sel-sel imun dapat dilihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7. Peranan zinc dalam sel-sel imun Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 49


(19)

2.5. Kerangka Teori

Gambar 2.8 Kerangka Teori

Zinc

menurun

Fase inflamasi memanjang

Proses penyembuhan luka terhambat Fase Proliferase

memendek

Remodelling

terhambat Alkalin Posfatase RNA Polimerase &

DNA Polimerase

Matriks Metaloproteinase Stress Oksidatif meningkat Superoksida Dismutase (SOD)

Metalotionein (MT)

Imunitas menurun

Infeksi meningkat

Luka Kronis

Ulkus Dekubitus Ulkus Diabetikum

Ulkus akibat radiasi Ulkus dari golongan

jamur

Tekanan terus menerus (oksigenasi jaringan terganggu) Gesekan dan kelembaban (jangka panjang) serta malnutrisi

Hiperglikemia Insufisiensi vaskular neuropati

Ulkus venosum

Faktor ekstrinsik/sistemik

Penyakit kolagen vaskular, usia tua, diabetes penyakit hati, alkoholisme, penyakit ginjal, uremia, obat-obatan, kelainan darah, defisiensi nutrisi ( protein, karbohidrat, vitamin, trace element (zinc,

fe, Mg Cu)

Faktor intrinsik/lokal

Infeksi, benda asing, iskemia/hipoksia, merokok, radiasi, trauma,kanker, insufisiensi arteri, insufisiensi vena, hipertermia, edema.


(20)

2.6. Kerangka Konsep

Gambar 2.9 Kerangka Konsep

Luka Kronis

Ulkus Dekubitus

Kadar Zinc Plasma


(1)

orang normal dalam kelompok usia 20-61 tahun, dijumpai secara signifikan defisiensi zinc pada perokok berat dibandingkan pada non-perokok hal ini dapat disebabkan efek tobacco chelating pada rokok yang dapat menghambat absorbsi dari zinc.44

Absorbsi zinc sebagian besar terjadi di duodenum dan yeyunum. Sel mukosa halus dapat mensekresi zinc dan menyalurkannya ke dalam darah. Zinc

sebagian besar disekresi oleh usus halus dan sedikit dalam empedu yang kemudian dapat direabsorbsi kembali untuk proses regulasi keseimbangan (homeostasis) kadar zinc. Ekresi zinc terutama melalui feses dan sebagian dapat diekskresikan melalui urin dan permukaan kulit (deskuamasi, rambut dan keringat). Konsentrasi zinc dalam serum berfluktuasi sebanyak sekitar 20% selama 24 jam. Konsentrasi yang tinggi dijumpai setelah tubuh menerima makanan, kemudian setelah 4 jam konsentrasi zinc akan menurun secara progresif dan akan meningkat lagi pada saat tubuh menerima makanan kembali.39

Kadar zinc yang normal dalam plasma adalah antara 70-125 mg/dl, ekuivalen dengan 11-19 Mmol/l.45,46 Dosis yang direkomendasikan oleh

Recommended daily amounts (RDA) adalah 15 mg/hari untuk pria dewasa dan 12

mg/hari untuk wanita dewasa.42 Defisiensi zinc dapat diterapi dengan zinc sulfat sebesar 30 mg -150 mg per-hari.47 Beberapa studi penelitian mendapatkan hasil pengobatan pada defisiensi zinc dengan dosis 50-100 mg yang dapat ditoleransi oleh tubuh.42 Tanda dan gejala defisiensi zinc antara lain diare, intoleransi glukosa, hipospermia, gangguan kemotaksis, rabun senja, depresi, apatis dan gangguan proses penyembuhan luka.8


(2)

2.4 Peran Zinc dalam Penyembuhan Luka Kronis

Zinc terletak di matriks intraselular dan ekstraselular pada jaringan epidermis dan dermis dalam bentuk protein kompleks dimana zinc berfungsi sebagai stabilisator membran sel, ko-faktor esensial, mitosis, migrasi dan maturasi dari sel.16 Zinc sebagai ko-faktor dalam sejumlah faktor transkripsi dan sistem enzim termasuk matriks metaloproteinase (MMP), enzim superoksida dismutase (SOD), metallothionein (MT), alkalin fosfatase. MMP menghidrolisis hampir semua struktur protein dari matriks ekstraselular (ECM), seperti kolagen dan elastin.38 MMP akan memperbanyak auto-debridement dan migrasi keratinosit selama penyembuhan luka. Resistensi zinc terhadap apoptosis epitel dalam meningkatkan epitelisasi adalah dengan melalui peran zinc dalam stabilisasi membran sel dan sitoproteksi terhadap reaktive oxygen species (ROS) dan toksin bakteri melalui aktivitas antioksidan zinc dengan MT dan superoksida dismutase (metalloenzyme).8,12,38 MT, merupakan protein pengikat dengan berat molekul yang rendah dan mengandung 30% sistein. Ikatan protein dengan trace element

sangat penting dalam distribusi zinc pada area target untuk metabolisme dan ekskresi. MT berperan dalam penyimpanan dan transportasi zinc.15,16 Didalam sel, 30-40% zinc berikatan dengan protein dalam inti, 50% terletak dalam sitoplasma, dan sisanya dalam membran sel.15 Zinc intraselular mengandung kompleks MT. MT akan mengatur intraselular zinc untuk enzim, molekul gen-regulasi dan penyimpanan zinc. Banyak peristiwa biokimia dan molekular dalam proses penyembuhan luka akan dapat dipercepat dengan penambahan suplemen zinc

melalui regulasi MT dan MMP.38 Salah satu bukti dari peran zinc dalam proses penyembuhan luka didapat melalui gambaran metalloenzyme zinc seperti alkalin


(3)

fosfatase, RNA dan DNA polimerase serta MMP. Alkalin fosfastase merupakan penanda sensitif bagi pembuluh darah di dermis dan tahap awal proses inflamasi dan proliferasi jaringan ikat. Alkalin fosfatase dalam metabolisme adenosin monofosfat berperan untuk menekan proses inflamasi. Polimerase DNA sebagai penanda adanya proliferasi sel dalam suatu proses penyembuhan luka.16 Fungsi

zinc dalam tahapan proses penyembuhan luka dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6. Fungsi zinc dalam tahapan proses penyembuhan luka Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 38

Zinc merupakan mikronutrien esensial yang diperlukan pada proses biologis seperti pertumbuhan, perkembangan, fungsi neurologis, reproduksi dan juga imunitas.48 Pentingnya zinc dalam faktor imunitas, ditandai dengan adanya efek disfungsi imunitas berupa atrofi timus, limfopenia, gangguan imunitas spesifik, inflamasi kronis.48,49 Perubahan status zinc mempengaruhi beberapa jenis


(4)

sel imunitas yang terlibat dalam imunitas bawaan seperti sel natural killer,sel mast, eosinofil, basofil dan sel-sel fagositosis (makrofag, netrofil) dan imunitas yang didapat berupa pengenalan antigen spesifik limfosit terhadap antigen selama infeksi virus ataupun imunisasi dan perkembangan imunitas memori.48 Zinc juga mempengaruhi sitokin-sitokin yang memfasilitasi hubungan antar sel. Defisiensi

zinc mempengaruhi aktivitas biologis dan produksi sitokin-sitokin seperti IL-1, IL-2, IL-3, IL-4, IL-6, IFN-ᵧ, TNF-α.48,49 Penelitian lainya juga menunjukkan defisiensi zinc pada manusia dapat disertai ketidak seimbangan fungsi Th1 dan Th2 dalam sel yang menyebabkan gangguan regulasi sistem tubuh terhadap infeksi.48 Pemberian suplemen zinc pada individu yang rentan, dapat mencegah penurunan sistem imunitas tubuh dan secara substansial dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi.38 Peranan zinc dalam sel-sel imun dapat dilihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7. Peranan zinc dalam sel-sel imun Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 49


(5)

2.5. Kerangka Teori

Gambar 2.8 Kerangka Teori

Zinc

menurun

Fase inflamasi

memanjang

Proses penyembuhan luka terhambat Fase Proliferase

memendek

Remodelling terhambat

Alkalin Posfatase RNA Polimerase &

DNA Polimerase

Matriks Metaloproteinase Stress Oksidatif meningkat Superoksida Dismutase (SOD)

Metalotionein (MT)

Imunitas menurun

Infeksi meningkat

Luka Kronis

Ulkus Dekubitus Ulkus Diabetikum

Ulkus akibat radiasi Ulkus dari golongan

jamur

Tekanan terus menerus

(oksigenasi jaringan

terganggu) Gesekan dan

kelembaban (jangka

panjang) serta malnutrisi

Hiperglikemia Insufisiensi vaskular neuropati

Ulkus venosum

Faktor ekstrinsik/sistemik

Penyakit kolagen vaskular, usia tua,

diabetes penyakit hati, alkoholisme,

penyakit ginjal, uremia, obat-obatan,

kelainan darah, defisiensi nutrisi ( protein,

karbohidrat, vitamin, trace element (zinc,

fe, Mg Cu)

Faktor intrinsik/lokal

Infeksi, benda asing, iskemia/hipoksia,

merokok, radiasi, trauma,kanker,

insufisiensi arteri, insufisiensi vena,


(6)

2.6. Kerangka Konsep

Gambar 2.9 Kerangka Konsep

Luka Kronis

Ulkus Dekubitus

Kadar Zinc Plasma