27
c. Aturan-aturan hukum pidana tidak boleh berlaku surut.
Pengertian tindak pidana merupakan suatu dasar dalam ilmu hukum terutama hukum pidana yang dimana ditujukan sebagai suatu istilah perbuatan yang
melanggar norma-norma atau aturan hukum yang berlaku di suatu negara. Oleh karena itu dapat dikatakan sebagai tindak pidana harus memenuhi syarat-syarat
seperti: a.
Harus ada suatu perbuatan, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang.
b. Perbuatan harus sesuai sebagaimana yang dirumuskan dalam undang-undang.
Pelakunya harus
telah melakukan
suatu kesalahan
dan harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya. c.
Harus ada kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan. Jadi perbuatan itu memang dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar ketentuan
hukum. d.
Harus ada ancaman hukumannya. Dengan kata lain, ketentuan hukum yang dilanggar itu mencantumkan sanksinya.
Berdasarkan syarat-syarat di atas, perbuatan yang dapat dikatakan suatu tindak pidana ialah perbuatan yang dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang
melanggar ketentuan hukum atau undang-undang yang berlaku dan disertai ancaman hukumannya untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
28
B. Teori Pemidanaan
Penggunaan istilah pidana itu sendiri diartikan sebagai sanksi pidana. Untuk pengertian yang sama, sering juga digunakan istilah-istilah yang lain, yaitu
hukuman, penghukuman, pemidanaan, penjatuhan pidana, pemberian pidana, dan hukuman pidana. Sudarto memberikan pengertian pidana sebagai penderitaan
yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Sedangkan Roeslan Saleh mengartikan pidana
sebagai reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan Negara pada pelaku delik itu.
22
Pidana mengandung unsur-unsur dan ciri-ciri, yaitu: 1.
Pidana itu pada hakikatnya merupakan suatu pengenaan dan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan.
2. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai
kekuasaan oleh yang berwenang. 3.
Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut Undang-Undang.
4. Pidana itu merupakan pernyataan pencelaan oleh negara atas diri seseorang
karena telah melanggar hukum.
23
Ada tiga golongan utama teori untuk membenarkan penjatuhan pidana: 1
Teori Absolut atau teori pembalasan vergeldingstheorien
22
Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta. 2012. hlm 186.
23
Ibid.,
29
Teori ini memberikan statement bahwa penjatuhan pidana semata-mata karena seseorang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana. Pidana
merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang telah melakukan kejahatan. Adapun yang menjadi dasar
pembenarannya dari penjatuhan pidana itu terletak pada adanya kejahatan itu sendiri, oleh karena itu pidana mempunyai fungsi untuk menghilangkan
kejahatan tersebut.
Menurut Johanes Andenaes, mengatakan bahwa tujuan utama dari pidana adalah untuk memuaskan tuntutan keadilan to satesfy the claims of justice,
sedangkan pengaruh-pengaruh lainnya yang menguntungkan adalah hal sekunder jadi menurutnya bahwa pidana yang dijatuhkan semata-mata untuk
mencari keadilan dengan melakukan pembalasan.
24
Lebih lanjut Immanuel Kant, mengatakan bahwa pidana mengkehendaki agar setiap perbuatan melawan hukum harus dibalas karena merupakan suatu
keharusan yang bersifat mutlak yang dibenarkan sebagai pembalasan. Oleh karena itu konsekuensinya adalah setiap pengecualian dalam pemidanaan yang
bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu selain pembalasan harus dikesampingkan.
Tokoh lain yang menganut teori absolut ini adalah Hegel, ia berpendapat bahwa pidana merupakan suatu keharusan logis sebagai konsekuensi dari
24
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Alumni. Bandung. 1998. hal 11.
30
adanya kejahatan. Kejahatan adalah pengingkaran terhadap ketertiban hukum suatu negara yang merupakan perwujudan dari cita-cita susila, maka pidana
merupakan suatu pembalasan. Lebih lanjut Hegel mengatakan bahwa tindak pidana itu harus ditiadakan dengan melakukan pemidanaan sebagai suatu
pembalasan yang seimbang dengan beratnya perbuatan yang dilakukan.
Hugo de Groot dengan mengikuti pendapat dari Phitagoras, menuliskan bahwa kita tidak seharusnya menjatuhkan suatu pidana karena seseorang telah
melakukan kejahatan, akan tetapi untuk mencegah supaya orang jangan melakukan kejahatan lagi.
25
2 Teori Relatif atau Tujuan doeltheorien
Menurut teori ini penjatuhan pidana bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan. Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai
tetapi hanya sebagai sarana melindungi kepentingan masyarakat. Lebih lanjut teori ini menjelaskan bahwa tujuan dari penjatuhan pidana adalah sebagai
berikut: a.
Teori menakutkan yaitu tujuan dari pidana itu adalah untuk menakut- nakuti seseorang, sehingga tidak melakukan tindak pidana baik terhadap
pelaku itu sendiri maupun terhadap masyarakat preventif umum.
25
Djoko Prakoso, Hukum Penitensir Di Indonesia, Armico, Bandung, 1988, hlm. 20.