Unit Analisis Pemilihan Narasumber

b. Subjek yang diselidiki terdiri atas satu unit yang dipandang sebagai kasus. c. Diperlihatkan kebulatan dan keseluruhan kasus, termasuk bila diperlukan kebulatan siklus hidup kasus dan keseluruhan interaksi faktor-faktor dalam kasus itu. d. Hasil penelitiannya adalah suatu generalisasi dari pola-pola kasus yang tipikal dari individu, kelompok, lembaga, dan sebagainya. e. Studi kasus lebih menekankan menyelidiki variabel yang cukup banyak pada jumlah unit yang kecil. f. Studi kasus cenderung menghasilkan kesimpulan dari situasi kekhususan yang dapat atau tidak dapat diterapkan pada situasi yang lebih umum. g. Studi kasus menghasilkan penelitian yang bersifat khusus, tidak dapat dibuat rampadan generalisasi. Jika ingin membuat generalisasi, harus menggunakan sampel yang lebih besar.

3.2. Unit Analisis

Penelitian kualitatif memiliki ciri khas dalam menetukan sampel penelitian. Sampel penelitian tergantung dari faktor-faktor teknik pengambilan sampelnya berupa purvose sampel atau sampel bertujuan. Menurut Sarantos dalam Poerwandari, 1998: 53 prosedur pengambilan sampel dalam penelitian kualitatif umumnya menampilkan beberapa karakteristik, yaitu: a. Diarahkan tidak pada jumlah sampel yang besar, melainkan pada kasus-kasus tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian. b. Pengambilan sampel tidak ditentukan secara kaku sejak awal tetapi dapat berubah, baik dalam jumlah maupun karakteristik sampelnya. c. Pengambilan sampel tidak diarahkan pada keterwakilan dalam arti jumlah atau peristiwa acak melainkan pada kecocokan konteks. Unit analisis dalam penelitian ini lebih berfokus untuk mengetahui akar dari konflik yang terjadi dalam upaya mentransformasikan kondisi konflik ke kondisi damai melalui aspek triggers pemicu konflik, pivotal factors of root causes faktor inti atau penyebab dasar, mobilizing factors faktor yang memobilisasi, aggravating factors faktor yang memperburuk serta melihat dan memahami konflik dari aspek dampak psikologis dan trauma yang ditimbulkan, juga aspek motivasi dan harapan untuk berintegrasi pasca konflik pada masyarakat Lampung Selatan yang mengalami konflik kerusuhan pada tahun 2010 hingga tahun 2012 dan khususnya pada warga dari kedua desa yang terlibat konflik tanggal 27 Oktober 2012 sampai dengan 29 Oktober 2012, yaitu Desa Balinuraga dan Desa Agom. Perdamaian yang diharapkan adalah consesual peace, yang terwujud melalui kesepakatan bersama dari kelompok yang bertikai, ditengah spektrum penyelesaian konflik berdasarkan aspek-aspek formalitas dalam kerangka proses untuk menciptakan konsensus dan meningkatkan kelangsungan penyelesaian konflik melalui hubungan yang kolaboratif.

3.3. Pemilihan Narasumber

Sumber utama data penelitian diambil dari individu korban konflik kerusuhan antara Etnik Lampung dan Etnik Bali. Sedangkan data tambahan diperoleh dari aparat pemerintahan, tokoh kedua kelompok yang bertikai dan sumber-sumber publikasi yang memuat tentang konflik yang terjadi. Dalam upaya untuk memberikan informasi yang valid, maka subjek pada penelitian ini sebanyak dua orang dan merupakan individu yang terlibat langsung dalam konflik kerusuhan satu orang mewakili Etnik Lampung dan satu orang mewakili Etnik Bali. Subjek dipilih dengan kriteria sebagai berikut: 1 Individu yang terlibat langsung dalam konflik kerusuhan di Lampung Selatan tahun 2012, 2 Memahami konflik secara keseluruhan, 3 Usia minimal 40 tahun, karena masa ini merupakan masa dewasa tengah yang memandang paruh kehidupan sebagai sebuah krisis dan diyakini secara psikologis individu tersebut berada diantara masa lalu dan masa depan yang berusaha mengatasi kesenjangan yang mengancam kontinuitas kehidupan. Pengalaman emosi pada masa ini lebih kompleks, transisi, dan secara psikologi menyakitkan karena banyaknya aspek kehidupan dipertaruhkan Santrock, 2002: 85. Serta mampu memberikan informasi sesuai dengan tujuan penelitian. Penelitian ini juga melibatkan minimal dua orang informan untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Neuman 2006: 71 menyatakan bahwa seorang informan dalam penelitian lapangan adalah seorang anggota yang menceritakan atau menginformasikan tentang data yang dibutuhkan oleh peneliti. Informan yang ideal memiliki empat karakteristik: 1. Informan secara total familiar dengan budaya 2. Secara individual dilibatkan dalam lapangan. 3. Individu tersebut dapat menyediakan waktu dengan peneliti karena wawancara membutuhkan banyak waktu. 4. Informan bersifat non-analitik yakni tidak memberikan informasi yang penuh analisis dan interpretasi.

3.4. Pengumpulan Data