1
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan fungsional  adalah  makanan  atau  bahan pangan yang dapat memberikan  manfaat tambahan bagi kesehatan manusia di samping fungsi gizi
dasar pangan tersebut. Komponen pangan fungsional dapat berupa  suatu komponen gizi makro yang memiliki efek fisiologis spesifik seperti pati resisten
dan asam lemak n-3 atau suatu komponen gizi mikro yang asupannya lebih besar dari asupan harian atau tidak bernilai gizi seperti mikroorganisme dan komponen
bioaktif tanaman Roberfroid 2000. Permintaan konsumen terhadap pangan fungsional semakin meningkat dan
mendapat respon positif dari produsen. Produsen  makanan dan minuman fungsional di Amerika Serikat, Eropa dan Asia Pasifik dapat meraih keuntungan
72.3 milyar dan diperkirakan akan terus meningkat 5.7 per tahun dalam tahun 2007 sampai 2012. Pangan fungsional tersebut didominasi oleh pangan probiotik
dan prebiotik Datamonitor Newswire 2008. Pada tahun 2007 jumlah produk makanan prebiotik yang terlisensi lebih dari
400 macam serta lebih dari 20 perusahaan memproduksi oligosakarida dan serat sebagai prebiotik. Produsen  prebiotik di Eropa telah meraih keuntungan sebesar
€87 juta dan naik menjadi €179.7 juta pada tahun 2010 FAO 2007. Peningkatan pertumbuhan pasar prebiotik dalam lima hingga sepuluh tahun mendatang
membuka kesempatan bagi ahli teknologi pangan untuk senantiasa mengkaji sumber-sumber prebiotik baru yang dapat bermanfaat bagi status kesehatan
manusia. Prebiotik  adalah suatu unsur makanan  yang mempunyai pengaruh
menguntungkan bagi manusia dan secara selektif menstimulasi pertumbuhan dan atau aktivitas metabolik dari satu atau sejumlah terbatas bakteri probiotik dalam
kolon, sehingga memperbaiki kesehatan. Probiotik adalah bakteri hidup yang diberikan sebagai suplemen makanan yang mempunyai pengaruh menguntungkan
bagi  kesehatan baik pada manusia maupun  binatang, dengan memperbaiki
2 keseimbangan mikroflora intestinal Gibson   Roberfroid 1995; Roberfroid
2007. Mikroflora yang digolongkan  sebagai probiotik diantaranya adalah yang memproduksi asam laktat yaitu laktobasili  dan bifidobakteria  serta  bakteri  jenis
lain.  Beberapa produk komersial prebiotik  adalah  FOS fruktooligo  sakarida, inulin, GOS galaktooligosakarida, laktulosa dan laktitol. Bahan-bahan lain yang
memenuhi kriteria prebiotik yaitu  xilosa, soya rafinosa dan stakiosa kedelai, serta manosa Collin  Gibson 1999; FAO 2007.
Sekelompok bahan yang  dalam beberapa tahun terakhir memperoleh perhatian besar karena berpotensi sebagai kandidat prebiotik  adalah  pati resisten
resistant  starchRS.  Menurut  Sajilata  et al.  2006 RS adalah pati yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan pada usus kecil sehingga dapat mencapai
usus besar dan dapat difermentasi oleh mikroflora pada usus besar. Kondisi demikian akan mampu menstimulasi pertumbuhan mikroflora probiotik seperti
Lactobacillus spp dan  Bifidobacteria  dan dapat menurunkan pH usus sehingga
mencegah pertumbuhan bakteri patogen seperti Escherichia coli,  Salmonella  sp, Staphylococcus aureus
, dan Clostridium  sp.  RS pati jagung  yang dimodifikasi secara kimiawi terbukti dapat menstimulasi pertumbuhan bifidobakteria.
Kadar amilosa yang tinggi berperan dalam  meningkatkan kadar RS3 yang terbentuk akibat proses retrogradasi. Tepung jagung dengan kadar amilosa 25
memiliki  kadar RS  sebesar 3g100g berat kering,  sedangkan tepung jagung dengan kadar amilosa 70 memiliki kadar RS  sebesar 20  g  100  g berat kering
Sajilata et al. 2006. Pisang merupakan bahan pangan berpati yang mengandung amilosa sekitar 10
-  15. Pisang menjadi salah satu komoditas pertanian dari 17 komoditas yang diprioritaskan oleh Departemen Pertanian dalam pembangunan pertanian lima tahun
2005  –  2010. Selain itu, pisang juga sebagai salah satu komoditas yang menjadi mandat prioritas PuslitbangBalai Besar di bawah Badan Litbang Pertanian serta
memiliki prospek untuk pengembangan agroindustri. Salah satu jenis pisang lokal Indonesia adalah pisang var agung semeru Musa paradisiaca formatypica yang
banyak dibudidayakan di Kabupaten Lumajang Propinsi Jawa Timur  dengan tingkat produksi dapat mencapai lebih dari 57 ribu ton per tahun RPJMD
3 Lumajang 2009. Pisang  var agung semeru adalah  jenis pisang plantain  yang
perlu  diolah  terlebih dahulu sebelum dikonsumsi seperti dikukus, digoreng, dikolak, diolah menjadi keripik dan bentuk olahan lainnya. Pisang  plantain
memiliki kandungan pati lebih banyak sehingga baik untuk dikembangkan menjadi tepung pisang sebagai bentuk produk setengah jadi intermediet product
yang dapat diolah lebih lanjut menjadi produk pangan. Pengembangan tepung pisang menjadi pangan fungsional dapat berdasarkan
pertimbangan  kandungan  RS  yang banyak ditemukan pada buah pisang  mentah. RS tersebut merupakan RS tipe II RS2 yang bersifat mudah rusak selama proses
pengolahan terutama pemanasan basah yang menyebabkan gelatinisasi pati sehingga struktur granula pati rusak dan kehilangan  sifat resistennya terhadap
enzim pencernaan. Oleh karena itu dilakukan upaya meningkatkan kandungan RS yang bersifat lebih stabil selama proses pengolahan. Soto et al. 2004 melaporkan
bahwa proses retrogradasi berulang pada pati pisang mampu  meningkatkan  pati resisten tipe III  RS3 yang bersifat lebih stabil selama pengolahan.
Kadar RS pada pisang cavendish Musa cavendishii  yang sudah tua tetapi belum matang hanya sebesar 1.51 ± 0.1 berat kering. Kadar RS akan meningkat
sebesar dua kali jika pati pisang dihidrolisis dengan asam dan meningkat sebesar 7 – 10 kali jika pati pisang dipanaskan pada suhu 121
o
C selama 1 jam Saguilan et al
.  2005.  Soto  et al. 2007  juga melaporkan bahwa kadar  RS meningkat pada pati  pisang jenis plantain  dengan adanya pemanasan  yang dikombinasi dengan
pendinginan  retrogradasi.  Menurut Sajilata et al. 2006 pati  teretrogradasi RS3  cenderung sulit dicerna dalam saluran pencernaan, akan tetapi dapat
digunakan oleh mikroflora usus sebagai sumber energi bagi pertumbuhannya. Modifikasi proses secara fermentasi terkendali sudah dilakukan dengan
menggunakan kultur bakteri asam laktat BAL  tunggal yaitu Lactobacillus fermentum
, L. plantarum kik dan kultur campuran kedua BAL tersebut. Kadar RS tepung pisang lebih tinggi pada fermentasi tunggal selama 48 jam dengan
menggunakan kultur L. plantarum kik. Modifikasi proses pada irisan pisang mentah  juga dilakukan secara fermentasi spontan selama 24 jam yang
dikombinasi dengan satu siklus pemanasan  bertekanan  121
o
C,  15 menit  yang
4 diikuti pendinginan 4
o
C,  24 jam.  Modifikasi tersebut  mampu meningkatkan kadar RS3 sekitar 2 kali lipat Jenie et al. 2009.
Fermentasi secara spontan selama 24 jam berperan dalam meningkatkan kandungan RS3 tepung pisang, akan tetapi memiliki kelemahan di antaranya ialah
jenis mikroba yang tumbuh dapat bervariasi dan sangat tergantung pada  kondisi dan lingkungan sehingga sulit dikontrol. Populasi awal BAL  yang rendah dapat
menyebabkan bakteri pembusuk serta bakteri patogen tumbuh lebih  cepat mendahului pertumbuhan BAL  Antara  et al. 2002.  Penggunaan kultur starter
indigenus  dari  bahan  aslinya  lebih  memudahkan dalam mengendalikan proses fermentasi serta memberikan hasil fermentasi yang lebih baik dan sesuai dengan
karakteristik produk yang diinginkan  Antara 2010.  Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menerapkan proses fermentasi terkendali
dengan menggunakan isolat BAL asal fermentasi spontan pisang dengan lama fermentasi yang optimal. Dalam upaya peningkatan RS tepung pisang, dilakukan
modifikasi proses yang meliputi kombinasi fermentasi pisang dengan siklus pemanasan bertekanan-pendinginan retrogradasi.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian adalah meningkatkan sifat prebiotik tepung pisang dengan  indeks glikemik rendah  melalui proses fermentasi  dan  siklus  pemanasan
bertekanan-pendinginan. Secara rinci tujuan dari penelitian adalah: 1.  Mengevaluasi  karakteristik fisikokimia tepung pisang modifikasi  secara
fermentasi spontan dan siklus pemanasan bertekanan-pendinginan dalam upaya meningkatkan pati resisten RS sebagai kandidat prebiotik terhadap.
2.  Mengidentifikasi fenotip dan genotip isolat bakteri asam laktat yang berperan selama  fermentasi spontan pisang var  agung semeru Musa paradisiaca
formatypica. 3.  Menentukan  lama fermentasi pisang  oleh  isolat BAL indigenus  dalam
pembuatan tepung pisang kaya RS.
5 4.  Mengevaluasi sifat prebiotik isolat RS dan indeks glikemik tepung pisang
modifikasi.
Manfaat Penelitian
Tepung pisang modifikasi yang dihasilkan dapat dikembangkan  sebagai pangan fungsional yang memiliki sifat prebiotik yang baik dan  nilai  indeks
glikemik rendah sehingga dapat dimanfaatkan bagi kesehatan pencernaan manusia dan sebagai pangan diet. Galur bakteri asam laktat yang diperoleh dari fermentasi
spontan pisang var agung semeru dapat digunakan sebagai stater dalam pembuatan tepung pisang modifikasi kaya RS sehingga proses fermentasi pisang
lebih terkendali.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian adalah: 1.  Proses modifikasi secara fermentasi spontan dan  siklus pemanasan
bertekanan-pendinginan  mempengaruhi  karakteristik fisikokimia tepung pisang.
2.  Bakteri asam laktat yang berperan selama fermentasi spontan memiliki karakteristik fenotip dan genotip yang spesifik.
3.  Fermentasi pisang menggunakan starter isolat BAL indigenus  dapat mempersingkat waktu fermentasi dalam pembuatan tepung pisang modifikasi
kaya RS. 4.  Proses modifikasi secara fermentasi dan siklus pemanasan bertekanan-
pendinginan mampu meningkatkan sifat prebiotik tepung pisang. 5.  Proses modifikasi secara fermentasi dan  siklus pemanasan bertekanan-
pendinginan mampu menurunkan nilai indeks glikemik tepung pisang.
6
Lingkup Penelitian
Penelitian  ini merupakan serangkaian penelitian untuk meningkatkan sifat prebiotik tepung pisang var agung semeru Musa paradisiaca formatypica
melalui  proses  modifikasi  secara  fermentasi dan siklus  pemanasan bertekanan- pendinginan retrogradasi. Penelitian ini meliputi: 1 upaya meningkatkan kadar
pati resisten  RS  tepung pisang melalui  modifikasi secara fermentasi  spontan yang dikombinasi dengan dua siklus pemanasan bertekanan  bertekanan-
pendinginan,  2  mengidentifikasi fenotip dan genotip BAL  asal fermentasi spontan pisang,  3  meningkatkan kadar RS tepung pisang melalui modifikasi
secara fermentasi oleh isolat  BAL  indigenus  pisang  yang dikombinasi dengan pemanasan bertekanan-pendinginan retrogradasi dalam pembuatan tepung
pisang  kaya RS,  4  mengisolasi RS tepung pisang yang dihasilkan serta mengevaluasi sifat prebiotiknya dan nilai  indeks glikemik tepung pisang
modifikasi. Diagram alir kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.1.
7
Gambar 1.1 Diagram alir penelitian
Tahap I
Pengeringan dalam oven 50
o
C, 16 jam, penepungan dan pengayakan dengan mesh 80
Analisis komposisi kimia, pati, daya cerna, RDS, SDS, RS, sifat birefringence, kristalinitas
Identifikasi fenotip isolat BAL: morfologi dan biokimia dengan kit API 50CHL
Tahap III
Satu dan dua siklus retrogradasi: pemanasan bertekanan 121
o
C, 15 menit, pendinginan 4
o
C, 24 jam
Fermentasi terkendali selama 12 dan 24 jam dengan menggunakan BAL homofermentatif indigenus dan kombinasinya dengan dua siklus pemanasan bertekanan-pendinginan
Pisang var agung semeru umur panen 16 minggu dari masa pembungaan Pengupasan dan pemotongan pisang dengan ketebalan 5 mm
Fermentasi spontan suhu kamar, 24 jam
Pisang terfermentasi
Tahap IV Tahap II
Lama fermentasi terkendali terbaik
Identifikasi genotip isolat BAL berdasarkan sekuensing gen 16S rRNA
Isolasi dan evaluasi sifat prebiotik RS ketahanan terhadap asam lambung, indeks prebiotik, SCFA dan viabilitas probiotik dan
evaluasi indeks glikemik IG tepung pisang Isolasi BAL
Tanpa fermentasi spontan
Isolat BAL
Genus dan Strain
Tepung pisang kaya RS
RS dengan sifat prebiotik lebih baik dan tepung pisang dengan IG rendah
8
DAFTAR PUSTAKA
Antara NS. 2010. Peran bakteri asam laktat strain lokal untuk memperbaiki mutu dan keamanan  produk pangan lokal. [Orasi Ilmiah]. Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Udayana. Antara NS, Sujaya  IN, Yokota  A, Asano  K, Aryanta  WR, Tomita  F. 2002.
Identification and succession of lactic acid bacteria during fermentation of ‘urutan’, a Balinese indigenous fermented sausage. World J Microbiol
Biotechnol . 18: 255–262, 2002.
[DN] Datamonitor Newswire. 2008. Functional food. http:www.google.com. [13 Nov 2008].
[FAO] Food and Agricultural Organization. 2007. Technical meeting on preobitics.  http:www.fao.orgagagnagnsfilesPrebiotics_Tech_Meeting_
Report.pdf. Accessed on 22 November 2008. Gibson GR, Roberfroid M. 1995. Dietary modulating of the human colonic
microbiota: introducting the concept of prebiotics. J Nutr. 125: 1401-1412. http:www.ajcn.orgcgicontentfull6951052S  [12 Nov 2008].
Jenie BSL, Widowati  S, Nurjannah  S. 2009. Pengembangan Produk Tepung Pisang Dengan IG Rendah dan Sifat Prebiotik Sebagai Bahan Pangan
Fungsional. Laporan Akhir Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional Batch II. LPPM, IPB
[RPJMD] Kabupaten Lumajang. 2009. Rencana Pembangunan Jangka Kabupaten Menengah Daerah Kabupaten Lumajang 2010 - 2014.
Roberfroid M. 2000. Concepts and strategy of functional food science: the european perspective. Am J Clin Nutr. 71suppl:1660S–4S.
Roberfroid M. 2007. Prebiotics: The Concept Revisited. The Journal of Nutrition Effect of Probiotics and Prebiotics
.137:830S-837S  [01 Juni 2008] Saguilan AA, Flores-Huicochea E, Tovar J, Garcia-Suarez F, Guiterrez-Meraz F,
Bello-Perez  LA.  2005. Resistant starch rich-powders prepared by autoclaving of native and lintnerized banana starch: partial characterization.
J StarchStarke . 57:405-412.
Sajilata MG, Rekha SS, Puspha RK. 2006. Resistant starch a review. J Comprehensive Rev in Food Sci and Food Safety
. 5: 1-17. Soto RAG, Acevedo EA,  Feria  JS,  Villalobos  RR,  Bello-Perez  LA.  2004.
Resistant starch made from banana starch by autoclaving and debranching. J StarchStärke
. 56: 495–499. Soto RAG, Escobedo RM, Sanchez HH, Rivera MS,
Bello-Perez  LA . 2007. The
influence of time and storage temperature on resistant starch formation from autoclaved debranched banana starch. J Food Research Int. 40: 304–310.
9
2. TINJAUAN PUSTAKA