spesifik pada manusia dan umur yang panjang Part et al. 1987. Nyamuk Aedes dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya, oleh karenanya nyamuk Aedes yang telah menghisap virus dengue
menjadi penular infektif sepanjang hidupnya Depkes RI 2005. Infeksi virus dengue melalui vektor nyamuk A. aegypti ditunjukkan pada
Gambar 3, dimana komponen pada siklus transmisi adalah : -
Inang vertebrata mengembangkan tingkat infeksi yang menyediakan sumber infeksi kepada vektor.
- Inang antropoda atau vektor mampu melakukan transmisi.
- Satu atau lebih inang vertebrata terinfeksi setelah digigit vektor.
Gambar 3. Infeksi virus dengue melalui vektor nyamuk A. aegypti
Sumber : Mullen and Vurden 2002
Untuk dapat memberantas nyamuk A. aegypti secara efektif terdapat 3 perilaku nyamuk yang perlu diketahui, yaitu : perilaku mencari darah, istirahat
dan berkembang biak. Perilaku mencari darah dilakukan pada saat setelah kawin di mana nyamuk betina memerlukan darah untuk bertelur. Nyamuk betina
menghisap darah manusia setiap 2-3 hari sekali dan pada pagi hari sampai dengan sore, lebih disukai pada jam 08.00 - 12.00 dan 15.00 - 17.00. Untuk memperoleh
Manusia
Nyamuk Ae. aegypti
Nyamuk Ae. aegypti
Manusia terinfeksi
Terinfeksi pada vektor
Manusia sebagai inang dan sumber
Manusia sebagai inang dan sumber
Inkubasi ekstrinsik
Transmisi vektor
Terinfeksi pada vektor
Belum terinfeksi
darah yang cukup nyamuk betina lebih sering menggigit lebih dari 1 orang. Perilaku istirahat nyamuk A. aegypti adalah setelah kenyang menghisap darah,
nyamuk betina perlu beristirahat 2-3 hari untuk mematangkan telurnya. Tempat istirahat yang paling disukai adalah tempat-tempat yang lembab, dan kurang
terang seperti kamar mandi, WC, dapur, di dalam rumah seperti baju yang digantung, kelambu dan tirai, di luar rumah seperti pada tanaman hias di halaman
rumah. Penyebaran A. aegypti yang kosmopolit dan menjangkau daerah yang
sangat luas erat kaitannya dengan perkembangan sistem transportasi dan perkembangan pemukiman penduduk akibat didirikannya rumah-rumah baru
yang dilengkapi dengan sarana pengadaan air untuk keperluan sehari-hari. Penyebaran spesies nyamuk ini di Indonesia bermula dari kota-kota pelabuhan ke
kota-kota di pedalaman termasuk ke desa-desa, diakibatkan oleh transportasi yang mengangkut tempat-tempat penampungan air hujan seperti drum, kaleng, ban
bekas, dan benda-benda lainnya yang mengandung larva Ae. aegypti. Untuk berkembang biak, nyamuk dewasa bertelur di air dengan meletakan telurnya di
dinding tempat air, hari 1-2 telur menjadi jentik, dalam kondisi yang sesuai akan berkembang dalam waktu 6-8 hari, dan berubah menjadi pupa kepompong. Pupa
nyamuk berbentuk seperti komo dan dalam waktu kurang lebih dua hari, dari pupa akan muncullah nyamuk dewasa Hadi dan Koesharto 2006. Jadi total siklus
hidup bisa diselesaikan dalam waktu 9-12 hari Gambar 4. Kajian ilmiah terkini mendapatkan bahwa nyamuk A. aegypti dewasa yang
bertelur akan menurunkan virusnya secara langsung kepada keturunannya. Apabila dewasa kelak, ia tidak perlu menggigit manusia yang ada terinfeksi virus
untuk menjadi pembawa virus dengue. Masalah lain yang mengkhawatirkan bahwa telur A. aegypti dapat bertahan hingga enam bulan lamanya sekalipun
berada di tempat yang kering dan bukannya di dalam air. Apabila telur tersebut terkena air dalam waktu tertentu, ia tetap akan membiak menjadi jentik-jentik
Widodo 2007.
Gambar 4. Siklus hidup nyamuk A. aegypti
Sumber : Hadi dan Koesharto 2006
2.3 Insektisida Nabati
Insektisida nabati yaitu insektisida yang didapatkan dari tanaman. Beberapa insektisida nabati yang umum dan masih digunakan yaitu piretrum,
nikotin, rotenon, limonene atau d-limonene dan azadirachtin.
2.3.1 Piretrum
Insektisida nabati yang masih dipakai diantaranya piretrum merupakan yang terbesar untuk mengendalikan berbagai serangga hama permukiman.
Piretrum berasal dari ekstrak bunga Chrysanthemum cinerariaefolium. Bubuk
bunga tersebut pertama kali digunakan manusia pada awal abad 19 untuk mengendalikan tuma kutu manusia semasa Perang Napoleon. Piretrum bekerja
dengan melumpuhkan knockdown serangga secara cepat dan sifat ini sangat
dikenal pada industri aerosol insektisida rumah tangga.
Piretrin adalah insektisida kontak dan nyaris tidak meninggalkan residu pada permukaan terbuka, karena piretrin cepat terurai jika terpapar cahaya.
Namun demikian, dalam ruangan yang tertutup dan gelap, residu piretrin mampu bertahan hingga 2 mingguan. Piretrin juga dikenal mempunyai koefisien suhu
negatif, seperti halnya DDT, yang artinya semakin aktif pada suhu rendah. Dalam melumpuhkan serangga, piretrin membuat serangga teriritasi dan menjadi aktif
yang membuat serangga keluar dari persembunyiannya flushing action.
Di Indonesia sebelum maraknya penggunaan piretroid, piretrin digunakan sebagai bahan aktif lingkaran anti nyamuk. Bahkan ampas dari sisa ekstraksi
tanaman, yang dikenal sebagai pyrethrum marc, hingga kini masih digunakan sebagai campuran anti nyamuk bakar karena memberikan aroma harum yang khas
dan disukai konsumen. Alasan pengusaha berpaling dari piretrin adalah karena harganya yang relatif mahal dibandingkan insektisida sintetik organik, seperti
piretroid. Proses ”peracunan” piretrin terjadi dalam dua tahap, yaitu eksitasi
excitation dan kemudian blokade saraf. Eksitasi mengakibatknan terjadinya knockdown
pada serangga. Beberapa serangga mampu pulih setelah ”terkena” knockdown
karena mereka mampu mendetoksifikasi piretrin secara cepat untuk mencegah terjadinya tahap blokade saraf. Jika piretrin tidak didetoksifikasi oleh
serangga, piretrin akan larut dalam lapisan lemak di sekitar serabut saraf dan mengakibatkan blokade saraf dan akhirnya mati. Piretrin adalah racun akson
seperti pada DDT dan piretroid yang mempengaruhi sistem saraf pusat dan saraf tepi serangga. Awalnya merangsang sel saraf untuk terjadinya pelepasan berulang
repetitive discharge yang membuat serangga lumpuhparalisis. Pengaruh ini disebabkan oleh kerja piretrum dalam celah natrium Na yang merupakan celah
sempit untuk masuknya ion-ion natrium Na ke akson yang mengakibatkan eksitasi. Hal ini terjadi pada tali saraf serangga yang terdiri atas ganglia dan
sinaps.
2.3.2 Nikotin
Nikotin adalah suatu alkaloid yang berasal dari ekstrak tanaman tembakau. Alkaloid adalah suatu senyawa heterosiklik yang mengandung nitrogen dan
mempunyai sifat-sifat fisiologi yang menarik. Contoh alkaloid yang lain adalah kafein kopi dan teh, morfin opium, kokain daun koka, dan kuinin kina.
Nikotin sebagai insektisida adalah racun kontak yang baik karena kemampuannya untuk menembus integumen serangga bertubuh lunak seperti aphid dan ulat
Lepidoptera. Nikotin lebih banyak dipakai di industri pertanian. Nikotin bekerja dengan mimikmeniru asetilkholin pada persimpangan
neuromuskular binatang yang mengakibatkan kejang, konvulsi dan kematian
secara cepat. Pada serangga kejadiannya sama, namun hanya terjadi di ganglia pada sistem saraf pusat.
2.3.3 Rotenon
Rotenon dihasilkan dari akarrhizome dari dua genus tanaman legume kacang-kacangan yaitu Derris elliptica dari Asia Tenggara dan Lonchocarpus
spp dari Amerika Selatan. Orang awam mengenal rotenon sebagai racun ikan dan di Indonesia ada satu produk yaitu Fishfree
®
5 WP untuk mengendalikan ikan liar mujair, kerapu dan bandeng pada tambak udang.
Rotenon biasa digunakan untuk reklamasi kolam untuk kolam pemancingan atau taman burung, yaitu dengan mengendalikan ikan yang ada,
kemudian digantikan dengan spesies ikan yang dikehendaki. Pada dosis yang disarankan misalnya 0.5 ppm, rotenon merupakan peptisida yang selektif untuk
membunuh ikan, namun tidak toksik terhadap organisme makanan ikan yang ada serta terurai secara cepat.
Sebagai insektisida, rotenon adalah racun kontak dan perut, yang membunuh serangga secara perlahan yang diikuti dengan aktifitas berhenti makan
stop feeding action. Rotenon banyak digunakan untuk pengendalian serangga di taman dan kebun di sekitar rumah. Rotenon bekerja dengan menghambat enzim
pernafasan, bekerja antara NAD
+
suatu koenzim yang terlibat dalam oksidasi dan reduksi dalam proses metabolisme dan koenzim Q suatu koenzim pernafasan
yang bertanggung jawab untuk membawa elektron pada rantai transportasi elektron yang mengakibatkan kegagalan pada fungsi-fungsi pernafasan.
2.3.4. Limonene atau d-Limonene Senyawa ini termasuk anggota baru dalam insektisida nabati. Limonene
d-limonene digolongkan dalam minyak esensial tanaman atau dikenal juga sebagai floral atau scented plant chemical, yang diekstrak dari kulit jeruk dan
efektif untuk mengendalikan hama pada hewan piaraan termasuk tungau, pinjal, dan caplak tetapi tidak toksik terhadap hewan berdarah panas. Pada minyak jeruk
citrus oil terkandung beberapa bahan yang bersifat insektisida, namun limonene d-limonene merupakan yang terpenting dan bagian terbesar dalam minyak kulit
jeruk. Limonene d-limonene bekerja mirip dengan piretrin, yaitu bekerja pada
sistem saraf tepi namun tidak menghambat enzim kholinesterase.