Rekayasa proses ekstraksi minyak biji Kamandrah dengan pengempaan dan pengembangannya sebagai larvasida nabati pencegah penyakit Demam Berdarah Dengue

(1)

REKAYASA PROSES EKSTRAKSI MINYAK

BIJI KAMANDRAH (

Croton tiglium

L.) DENGAN

PENGEMPAAN DAN PENGEMBANGANNYA

SEBAGAI LARVASIDA NABATI PENCEGAH

PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

NOOR ROUFIQ AHMADI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

PERNYATAAN MENGENGAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul : “Rekayasa proses ekstraksi minyak biji kamandrah (Croton tiglium L.) dengan pengempaan dan pengembangannya sebagai larvasida nabati pencegah penyakit demam berdarah dengue”

merupakan karya saya dengan arahan dari gagasan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau di kutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

Noor Roufiq Ahmadi NRP. F. 361060171


(3)

ABSTRACT

Noor Roufiq Ahmadi. Extraction Process Engineering Kamandrah (Croton tiglium L.) Seed Oil with Expression and Biolarvacide Development Of Dengue Fever Preventive. Under direction of DJUMALI MANGUNWIDJAJA, ONO SUPARNO, and DYAH ISWANTINI PRADONO.

Kamandrah (Croton triglium L.) is one of many medicinal plants found in the some parts of Indonesia. Kamandrah seeds produce oil that can be used as biolarvacide. The objectives of this research were to study larvacidal activity of the ingredients contained in the seed extract of kamandrah; to get optimum conditions of kamandrah seed extraction using pressing method; to provide processing technology of larvacide production; and to analyze the financial feasibility of the product. The results of proximate analysis of kamandrah seed oil showed that it contained 6.29% water, 3.6% ash, 53.73% fat, 11.98% protein, 8.25% crude fiber, and 16.15% carbohydrates (by difference). Kamandrah fruits harvested at the age of 42 days after flowering (fully brown rind colour) were the most effective as larvacide against A. aegepty larvae. The yield of oil was 20.42% and the LC50 value was as much as 132.67 ppm (24 hours) and 70.08 ppm (48 hours). The acid number of the oil was 8.76 mg KOH/g oil; free fatty acid level was 4.36 mg KOH/g oil; peroxide number was 3.59 meq O/100g; refractive index was 1.4783; specific gravity was 0.9466 g/ml and colour values were 73.03, 64.13, and 3.26 for L*, a* and b*, respectively. The two major unsaturated fatty acids components in kamandrah oil were oleic acid (42.33%) and linoleic acid (2.03%). The results of GC-MS analysis with NIST library search showed that the active ingredients predicted as insecticide were piperidine and 1,4-naphthoquinone while the result of identification with a library pest.l showed the the active ingredients were butacarboxim compound, 2,3,6-trichlorphenol, dnoc, and propamocarb. Based on optimization of kamandrah seed extraction process, the optimum conditions to obtain the optimum yield, LC50 and LC90 values using canonical analysis were heating temperature of 85oC, pressure of 10.54 Pa, and heating time of 15 minutes. The response values for yield, LC50 and LC90 at this optimum condition were 29%, 41,85 ppm, and 87,51 ppm, respectively. The results of product design for the plant-derived (vegetable) larvacide made from kamandrah oil showed that the best form was sustained released granules, which was non-irritating to eyes and skin, with LC50 values of 1,039 ppm (24 hours) and 718 ppm (48 hours). Financial analysis showed that the larvacide produced from oil extract of kamandrah seed was feasible to be developed and produced with NPV of Rp. 25.509.663.712, IRR of 32.9%, Net B/C ratio of 1.4 and PBP of 5.9 years.

Keywords : Croton tiglium L., age of harvest, active ingredients, LC, larvacide, expression, oil extraction, financial analysis


(4)

RINGKASAN

NOOR ROUFIQ AHMADI. Rekayasa Proses Ekstraksi Minyak Biji Kamandrah (Croton tiglium L.) dengan Pengempaan dan Pengembangannya sebagai Larvasida Nabati Pencegah Penyakit Demam Berdarah Dengue. Dibimbing oleh DJUMALI MANGUNWIDJAJA, ONO SUPARNO, dan DYAH ISWANTINI PRADONO.

Indonesia terkenal kaya akan keanekaragaman hayati, termasuk jenis tumbuhan yang mengandung bahan aktif insektisida. Tanaman kamandrah (Croton tiglium L.) merupakan salah satu tanaman obat yang banyak terdapat di Kalimantan dan wilayah lain di Indonesia. Berdasarkan kearifan lokal di masyarakat biji C. tiglium L. banyak memanfaatkan sebagai obat pencahar, racun ikan, obat kembung dan pembunuh jentik nyamuk, daunnya sebagai obat penurun panas, sedangkan ranting/dahan dan batang sebagai pengusir nyamuk.

Kandungan biji kamandrah hasil analisis proksimat adalah kadar air 6,29%, kadar abu 3,6%, kadar lemak 53,73%, kadar protein 11,98%, serat kasar 8,25%, dan karbohidrat (by difference) 16,15%. Semakin tua umur buah kamandrah berdampak kepada peningkatan rendemen minyak dan kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam biji kamandrah akan semakin tinggi pula, ditunjukkan dengan penurunan nilai LC50 dan LC90 daripada pengamatan 24 jam dan 48 jam pada buah muda ke buah tua, yaitu berturut-turut dari 385,480 ppm menjadi 132,669 dan dari 189,18 ppm menjadi 70,08 ppm.

Hasil analisis minyak kamandrah dengan GC menunjukkan 16 puncak, dari 16 puncak tersebut yang teridentifikasi sebagai asam lemak ada 6 puncak selebihnya tidak teridentifikasi. Dua komponen asam lemak tidak jenuh tertinggi adalah asam oleat 42,33% dan asam linolieat 2,03%, diikuti asam stearat 13,33%, asam miristat 5,02%, asam palmitat 3,81% dan asam laurat 1,02%.

Hasil analisis GC-MS dengan penelusuran Library Pest.1 pada minyak kamandrah menunjukan komponen utama yang diprediksi sebagai bahan aktif insektisida terlihat pada waktu retensi (RT) 10,043 dengan bobot molekul (BM) 190,077 adalah senyawa 3-(methyltio) butanone o-methyl-carbomoyloxime (Butacarboxim) dengan rumus molekul C7H14N2O2S dari golongan oxime carbamate. Pada RT 10,043; 11,548 dan 12,924 dengan BM 216,004 adalah senyawa O,O-dimethylthioethyl phosphorothioate (I) dan O,O-dimethyl S-2-methylthioethyl phosphorothioate (II) (Demephion) dengan rumus molekul C5H13O3PS2 dari golongan aliphatic organothiophosphate. Pada RT 15,549; 15,617 dan 15,942 dengan BM 195,925 adalah senyawa 2,3,6-trichlorophenol dengan rumus melekul C6H3Cl3O dari golongan phenol. Pada RT 15,942 dengan BM 198.027 adalah senyawa 4,6-dinitro-o-cresol atau 2-methyl 4,6-dinitrophenol (dnoc) dengan umus melekul C7H6N2O5 dari golongan dinitrophenol. Hasil identifikasi dengan NIST menunjukkan komponen utama minyak kamandrah adalah 1,4-naphthoquinone yang terdeteksi pada RT 14,54, BM 292.058 dengan rumus molekul C10H6O2 sedangkan senyawa piperidine, 1-(1-oxo-3-phenyl-2-propynyl) muncul pada RT 11,83 dengan BM 213,115 dan rumus molekul C14H15NO.

Optimasi proses ekstraksi dengan pengempaan hidrolik, dilakukan terhadap tiga peubah, yaitu (1) suhu pengempaan (X1), lama pemanasan (X2) dan tekanan


(5)

pengempaan (X3) dengan respon yang diamati adalah rendemen minyak, nilai LC50 dan LC90. Pencarian peubah optimum ini menggunakan Response Surface Methodology (RSM). Nilai titik optimum yang diperoleh dari program DX 7.1.5 yang diperoleh dari hasil analisis kanonik adalah suhu pemanasan 85oC, tekanan pengempaan 10,54 MPa dan lama pemanasan 15 menit. Respon pada kondisi optimum ini adalah untuk rendemen sebesar 29%, nilai LC50 41,85 ppm, dan LC90 87,51 ppm.

Metode yang digunakan dalam pengembangan teknologi proses larvasida adalah metode sintesis proses. Dari hasil pemilihan proses ekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut air, ekstraksi dengan pelarut etanol dan ekstraksi dengan metode pengempaan, menunjukkan metode pengempaan merupakan metode yang paling baik untuk dikembangkan, karena menghasilkan rendemen yang paling optimum dan berpotensi sebagai larvasida. Dari hasil perancangan proses diperoleh rancangan proses ekstraksi dengan pengempaan dan proses pengembangan produk akhir dalam bentuk granula. Aplikasi penggunaan produk akhir larvasida nabati dari minyak biji kamandrah dalam bentuk granula yang sustain released tidak menunjukkan perubahan warna dari air dan produk langsung mengendap pada dasar wadah, tidak bersifat iritasi pada kulit dan mata. Analisis finansial terhadap produk akhir yang dihasilkan menunjukkan bahwa produk akhir ekstrak minyak sebagai bahan larvasida nabati berbahan baku biji kamandrah dinyatakan layak dikembangkan dengan nilai NPV Rp. 25.509.663.712, IRR 32,9%, Net B/C ratio 1,4 dan PBP selama 5,9 tahun. Kata kunci : Croton tiglium L., umur panen, LC, RSM, pengempaan, sintesis


(6)

@ Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan nama untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjuan suatu masalah;

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

REKAYASA PROSES EKSTRAKSI MINYAK

BIJI KAMANDRAH (

Croton tiglium

L.) DENGAN

PENGEMPAAN DAN PENGEMBANGANNYA

SEBAGAI LARVASIDA NABATI PENCEGAH

PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

NOOR ROUFIQ AHMADI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(8)

Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr. drh. Upik Kusumawati Hadi, M.S. 2. Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA

Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Prof. Dr. Agus Kardinan, M.Sc. 2. Prof. Dr. Ir. Erliza Noor


(9)

(10)

PRAKATA

Alhamdu lillahi rabbil alamin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan pertolongan dan rahmat-Nya maka disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bantuan berbagai pihak banyak penulis terima selama proses penyelesaian disertasi ini, karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang tulus serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA., selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Ono Suparno, S.TP., M.T. dan Dr. Ir. Dyah Iswantini Pradono, M.Agr. masing-masing selaku anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu, pikiran serta keikhlasannya dalam membimbing dan memberikan arahan, masukan serta dorongan sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. 2. Bapak Dr. Ir. Machfud, MS., Bapak Prof. Dr. Ir. Irawadi Djamaran, Bapak Dr.

Eng. Taufik Djatna, S.TP., M.Si., Ibu Dr. Titi Candra Sunastri, S.TP., M.Si., dan Ibu. Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA, selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Teknologi Industri Pertanian, SPs-IPB yang telah membantu selama penulis menempuh pendidikan di Program Studi Teknologi Industri Pertanian. 3. Dr. drh. Upik Kusumawati Hadi, MS dan Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA selaku

penguji dalam ujian tertutup, serta Prof. Dr. Agus Kardinan, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Erliza Noor selaku penguji dalam ujian terbuka yang telah memberikan masukan dan saran dalam perbaikan disertasi ini.

4. Kepala Badan Litbang Pertanian Jakarta dan Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Samarinda atas ijin dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan jenjang pendidikan S3.

5. Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanane Pertanian Bogor, Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri Sukabumi dan Kepala Balai Penelitian Tanaman Obat dan Rempah Bogor atas fasilitas yang diberikan.


(11)

6. Yayasan Toyota Astra dan Yayasan Supersemar atas bantuan biaya penelitian dalam rangka menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana.

7. Ayah Mertua Drs. H. M. Hadad EA., APU dan Ibu Mertua Hj. Maladewi dengan rasa hormat penulis persembahan ucapan terima kasih yang tulus dari lubuk hati yang paling dalam atas segala do’a dan pengorbanan yang tiada tara baik materi dan moril untuk penyelesaian studi penulis.

8. Ayahhanda tercinta Haetami Rasyid (Alm) dan Ibunda Siti Djahirotun serta adikku Riqki Kurniawan, Ridwan Wahyudi dan Khiqmah Sulistiyowati atas do’a dan motivasinya yang diberikan selama ini.

9. Istri tercinta Hj. Floristina Howara, anakku Ariq Rabbani dan Firyal Nida Rabbani yang selalu sabar dan memberikan dukungan serta motivasi baik dalam suka dan duka.

10. Seluruh rekan kuliah di Program Studi Teknologi Industri Pertanian atas dukungan, kebersamaan dan semangat saling menguatkan untuk menyelesaikan pendidikan ini dengan sebaik-baiknya.

11. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan masukan dalam penelitian hingga tersusunnya disertasi ini.

Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembangunan agroindustri di Indonesia dan pengembangan ilmu pengetahuan serta masyarakat luas.

Bogor, Januari 2012


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Daerah Istimewa Yogyakarta tanggal 30 Agustus 1974 sebagai anak pertama dari pasangan Haetami Rasyid, BA (Alm) dan Siti Djahiratun, S.Ag. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 118 Pontianak pada tahun 1986. Selanjutnya penulis mengikuti pendidikan menengah di SMP Negeri 10 Yogyakarta (lulus tahun 1989) dan Sekolah Menengah Teknologi Industri Yogyakarta (lulus tahun 1992). Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Stiper Yogyakarta, lulus pada tahun 1998. Pada tahun 2001, penulis diterima di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Program Pascasarjana UGM dan menamatkannya pada tahun 2004 atas Bea Siswa PAATP. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB diperoleh pada tahun 2006.

Penulis bekerja sebagai Peneliti Muda di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian sejak tahun 1999 dan di tempatkan di Samarinda. Bidang penelitian yang menjadi tanggungjawab peneliti ialah pascapanen.

Sejak mengikuti program S3, sebuah artikel telah diterbitkan dengan judul Pengaruh tingkat kematangan buah terhadap aktivitas larvasida dan sifat fisiko-kimia minyak kamandrah (Croton tiglium L.) pada jurnal Littri 17(4):164-169, Desember 2011. Artikel lain berjudul Optimasi proses ekstrasi minyak biji kamandrah (Croton tiglium L.) dengan pengempaan dan identifikasi kandungan bahan aktifnya sebagai larvasida nabati pencegah penyakit deman berdarah dengue akan diterbitkan pada jurnal Teknologi Industri Pertanian pada tahun 2012. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.


(13)

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xviii

DAFTA TABEL ... xx

DAFTAR GAMBAR ... xxii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiv

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 5

1.3 Manfaat Penelitian ... 5

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Penyakit Deman Berdarah Dengue ... 7

2.2 Nyamuk Aedes ... 9

2.3 Insektisida Nabati ... 13

2.4 Larvasida Kimia Untuk Nyamuk ... 16

2.5 Tanaman Kamandrah (Croton tiglium L.) ... 17

2.6 Ekstraksi Dengan Pengempaan ... 21

2.7 Metode Permukaan Respon (Response Surface Methodology) ... 27

2.8 Pengembangan Teknologi Proses Produksi Larvasida ... 30

3 BAHAN DAN METODE ... 37

3.1 Waktu dan Tempat ... 37

3.2 Bahan dan Alat ... 37

3.3 Metode Penelitian ... 38

3.3.1 Isolasi dan Karakterisasi Larvasida dalam Minyak Biji Kamandrah ... 39

3.3.2 Optimasi Proses Ekstraksi Minyak Biji Kamandrah dengan Pengempaan ... 42

3.3.3 Perancangan Teknologi Proses Produk Larvasida dari Biji Kamandrah ... 45

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49

4.1. Isolasi dan Karakterisasi Larvasida dalam Minyak Biji Kamandrah ... 50

4.1.1 Penentuan Kandungan Proksimat Biji Kamandrah ... 50

4.1.2 Pengaruh Tingkat Kematangan Buah Terhadap Aktivitas Larvasida dan Sifat Fisiko-Kimia Minyak Kamandrah ... 52

4.1.3 Identifikasi Komponen Asam Lemak Minyak Kamandrah denganGasChromatography (GC) ... 56

4.1.4 Identifikasi Senyawa Aktif Minyak Kamandrah dengan Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) ... 58


(15)

Halaman

4.1.5 Identifikasi Gugus Fungsional Minyak Kamandrah

Dengan Spektrofotometer FTIR ... 67

4.2. Optimasi Proses Ekstraksi Minyak Biji Kamandrah dengan Pengempaan ... 69

4.2.1 Model yang Sesuai Untuk Respon Minyak Kamandrah ... 69

4.2.2 Model yang Sesuai Untuk Respon LC50 dan LC90 ... 74

4.3. Perancangan Teknologi Proses Produk Larvasida dari Biji Kamandrah ... 84

4.3.1 Proses Ekstraksi Senyawa Aktif dari Biji Kamandrah ... 85

4.3.2 Penentuan Produksi Akhir Ekstrak Minyak Biji Kamandrah ... 88

4.3.3 Perancangan Proses ... 92

4.3.4 Analisis Kelayakan Finansial Terhadap Produk ... 95

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 103

5.1. Kesimpulan ... 103

5.2. Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 105


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Penggunaan tradisional dan efek farmakologi beberapa spesies Croton . 19 2 Rendemen minyak dari beberapa biji-bijian pada berbagai kondisi

proses pengempaan ... 23

3 Rendemen minyak dari beberapa biji-bijian satu famili Euphorbiaceae pada berbagai kondisi proses pengempaan ... 24

4 Rendemen ekstrak biji Croton tiglium L. Pada berbagai perlakuan ekstraksi ... 27

5 Kondisi dan spesifikasi operasi alat GC-MS ... 41

6. Peubah bebas dan taraf yang digunakan pada proses ekstraksi biji kamandrah dengan pengempaan ... 43

7 Matrik Box-Behkan yang mengandung 17 percobaan dengan 3 peubah percobaan dalam kode unit ... 44

8 Hasil analisis proksimat biji kamandrah ... 50

9 Rendemen dan nilai LC50 dan LC90 pengamatan 24 dan 48 jam terhadap minyak kamandrah berbagai tingkatan kematang buah ... 53

10 Sifat fisiko-kimia minyak kamandrah berbagai tingkata kematangan buah ... 54

11 Komposisi asam lemak minyak biji kamandrah ... 57

12 Data hasil analisis GC-MS terhadap minyak kamandrah berdasarkan data base pert.1 ... 60

13 Data hasil analisis GC-MS terhadap minyak kamandrah berdasarkan data base NIST ... 64

14 Kriteria keputusan untuk penentuan produk akhir larvasida ... 90

15 Nilai calon produk untuk setiap kriteria ... 91

16 Beberapa parameter proses ekstraksi sebagai bahan larvasida ... 94

17 Kriteria kelayakan investasi pendirian industri larvasida nabati dari minyak kamandrah ... 100

18 Hasil analisis sensitivitas pendirian industri larvasida yang bersumber dari ekstrak biji kamandra ... 101


(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Jumlah kasus deman berdarah dengue (a) dan angka kesakitan

(insidens Rate = IR) (b) di Indonesia tahun 2011 ... 8

2 Nyamuk Aedes aegypti (kiri) dan Aedes albopictus (kanan) ... 10

3 Infeksi virus dengan melalui vektor nyamuk A aegypti ... 11

4 Siklus hidup nyamuk A aegypti ... 11

5 Profil tanaman kamandrah ... 18

6 Digram alir pelaksanaan penelitian ... 38

7 Diagram alir proses ekstrakasi minyak biji kamandrah dengen pengempaan... 44

8 Diagram alir proses ekstrakasi senyawa aktif dengan metode pengempaan ... 47

9 Penambakan (a) buah dan (b) biji Kamandrah ... 49

10 Buah Tanaman Kamandrah berbagai tingkat kematangan ... 52

11 Hasil kromatogram GC minyak biji kamandrah ... 57

12 Kromatogram GC dari minyak biji kamandrah metode 1 (a), metode II (b) dan motode (c) ... 59

13 Fragmentasi ion analisis dengan GC-MS dari minyak biji kamandrah berdasarkan database pest.1 ... 63

14 Struktur senyawa insektisida miyak biji kamandrah berdasarkan database Pest.1 ... 63

15 Fragmentasi ion analisis dengan GC-MS dari minyak biji kamandrah berdasarkan database NIST ... 66

16 Strukutur senyawa insektisida dari minyak biji kamandrah berdasarkan database NIST ... 66

17 Struktur senyawa piperidine, 1-[5-(1,3-benzodioxol-5-yl)-1-oxo-2,4-pentadienyl]-, (E,E) ... 66

18 Beberapa contoh senyawa piperidine ... 67

19 Spektrum infra merah minyak biji kamandrah ... 68

20 Plot residual uji kenormalan respon rendemen minyak kamandrah terhadap suhu pemanasan, lama pemanasan dan tekanan pengempaan ... 71

21 Respon permukaan rendemen minyak kamandrah pada lama pemanasan (a) 15 menit, (b) 30 menit, dan (c) 45 menit ... 72

22 Plot kontur respon rendeman minyak berdasarkan faktor perlakuan pada lama pemanasan (a) 15 menit, (b) 30 menit, dan (c) 45 menit... 73


(18)

Halaman

23 Plot residual uji kenormalan respon LC50 minyak kamandrah terhadap suhu pemanasan, lama pemanasan dan tekanan

pengempaan ... 76 24 Respon permukaan nilai LC50 minyak kamandrah pada tekanan

pengempaan (a) 7,9 MPa, (b) 9,22 MPa, dan (c) 10,54 MPa ... 77 25 Plot kontur respon LC50 minyak kamandrah pada tekanan

pengempaan (a) 7,9 MPa, (b) 9,22 MPa, dan (c) 10,54 MPa ... 79 26 Plot residual uji kenormalan respon LC90 minyak kamandrah

terhadap suhu pemanasan, lama pemanasan dan tekanan

pengempaan ... 80 27 Respon permukaan nilai LC90 minyak kamandrah pada tekanan

pengempaan (a) 7,9 MPa, (b) 9,22 MPa, dan (c) 10,54 MPa ... 81 28 Plot kontur respon LC90 minyak kamandrah pada tekanan

pengempaan (a) 7,9 MPa, (b) 9,22 MPa, dan (c) 10,54 MPa ... 83 29 Teknologi proses untuk peningkatan nilai tambah hasil pertanian ... 85 30 Diagram alir proses ekstraksi senyawa aktif biji kamandrah dengan


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Prosedur analisis proksimat minyak biji kamandrah ... 115 2 Prosedur analisis sifat fisik dan kimia minyak biji kamandrah ... 118 3 Prosedur uji larvasida ... 122 4 Rendemen dan sifat fisiko-kimia minyak biji kamandrah pada berbagai

tingkat kematangan buah kamandrah ... 123 5 Analisis statistik pengaruh tingkat kematangan buah terhadap

rendemen minyak biji kamandrah (%) ... 124 6 Analisis statistik pengaruh tingkat kematangan buah terhadap bilangan

asam minyak biji kamandrah (mg KOH/g) ... 125 7 Analisis statistik pengaruh tingkat kematangan buah terhadap kadar

asam lemak bebas minyak biji kamandrah (mg KOH/g) ... 126 8 Analisis statistik pengaruh tingkat kematangan buah terhadap inseks

bias minyak biji kamandrah ... 127 9 Analisis statistik pengaruh tingkat kematangan buah terhadap bobot

jenis minyak biji kamandrah (g/ml) ... 128 10 Analisis statistik pengaruh tingkat kematangan buah terhadap bilangan

peroksida minyak biji kamandrah (meq O/mg minyak) ... 129 11 Analisis statistik pengaruh tingkat kematangan buah terhadap nilai L*

(derajat kecerahan) minyak biji kamandrah ... 130 12 Analisis statistik pengaruh tingkat kematangan buah terhadap nilai a*

(derajat kemerahan) minyak biji kamandrah ... 131 13 Analisis statistik pengaruh tingkat kematangan buah terhadap nilai b*

(derajat kekuningan) minyak biji kamandrah ... 132 14 Analisis probit pengaruh tingkat kematangan buah kamandrah umur

panen 22 HSP (warna kulit hijau kecoklatan) pengamatan 24 jam ... 133 15 Analisis probit pengaruh tingkat kematangan buah kamandrah umur

panen 22 HSP (warna kulit hijau kecoklatan) pengamatan 48 jam ... 133 16 Analisis probit pengaruh tingkat kematangan buah kamandrah umur

panen 33 HSP (warna kulit coklat kehijauan) pengamatan 24 jam... 137 17 Analisis probit pengaruh tingkat kematangan buah kamandrah umur

panen 33 HSP (warna kulit coklat kehijauan) pengamatan 48 jam... 149 18 Analisis probit pengaruh tingkat kematangan buah kamandrah umur

panen 42 HSP (warna kulit coklat penuh) pengamatan 24 jam ... 141 19 Analisis probit pengaruh tingkat kematangan buah kamandrah umur


(20)

Halaman

20 Data RSM pengaruh suhu pemanasan, lama pemanasan dan tekanan

respon terhadap rendemen, LC50 dan LC90 minyak biji kamandrah ... 145 21 Uraian jumlah kuadrat dari urutan model respon rendemen minyak biji

kamandrah ... 145 22 Ringkasan model secara statistik untuk respon rendemen minyak biji

kamandrah ... 146 23 Analisis keragaman respon rendemen minyak biji kamandrah ... 146 24 Uraian jumlah kuadrat dari urutan model respon LC50 minyak biji

kamandrah ... 147 25 Ringkasan model secara statistik untuk respon LC50 minyak biji

kamandrah ... 147 26 Analisis keragaman respon LC50 minyak biji kamandrah ... 148 27 Uraian jumlah kuadrat dari urutan model respon LC90 minyak biji

kamandrah ... 148 28 Ringkasan model secara statistik untuk respon LC90 minyak biji

kamandrah ... 149 29 Analisis keragaman respon LC90 minyak biji kamandrah ... 149 30 Hasil spektrum infra merah minyak biji kamandrah ... 150 31 Data hasil analisis total ion chomatogram GC-MS terhadap minyak biji

kamandrah database pert 1 metode I ... 151 32 Data hasil analisis total ion chomatogram GC-MS terhadap minyak biji

kamandrah database pert 1 metode II ... 153 33 Data hasil analisis total ion chomatogram GC-MS terhadap minyak biji

kamandrah database pert 1 metode III ... 153 34 Data hasil analisis total ion chomatogram GC-MS terhadap minyak biji

kamandrah database NIST metode I ... 154 35 Data hasil analisis total ion chomatogram GC-MS terhadap minyak biji

kamandrah database NIST metode II ... 156 36 Data hasil analisis total ion chomatogram GC-MS terhadap minyak biji

kamandrah database NIST metode III ... 158 37 Data hasil analisis total ion chomatogram GC-MS terhadap minyak biji

kamandrah database Wilay metode I ... 159 38 Data hasil analisis total ion chomatogram GC-MS terhadap minyak biji

kamandrah database Wilay metode II ... 162 39 Data hasil analisis total ion chomatogram GC-MS terhadap minyak biji

kamandrah database Wilay metode III ... 166 40 Data hasil analisis total ion chomatogram GC-MS terhadap minyak biji


(21)

Halaman

41 Data hasil analisis total ion chomatogram GC-MS terhadap minyak biji

kamandrah database Drug metode II ... 170

42 Data hasil analisis total ion chomatogram GC-MS terhadap minyak biji kamandrah database Drug metode III ... 172

43 Diagram alir neraca masa proses ekstraksi minyak biji kamandrah dengan pengempaan dan formulasi larvasida nabati ... 173

44 Diagram alir rancangan proses produksi larvasida nabati dari minyak biji kamandrah ... 174

45 Perkiraan biaya investasi industri larvasida nabati ... 175

46 Perhitungan penyusutan bangunan, mesin dan peralatan, fasilitas dan kendaran ... 177

47 Rincian biaya lain-lain ... 180

48 Rincian biaya administrasi ... 180

49 Rincian biaya tetap ... 181

50 Rincian biaya tidak tetap ... 181

51 Rincian biaya tenaga kerja ... 182

52 Rincian total nilai buku dan penyusutan ... 183

53 Harga pokok produksi ... 183

54 Proyeksi penjualan produk ... 184

55 Proyeksi arus kas ... 184

56 Perkiraan rugi laba ... 185

57 Kriteria investasi ... 186

58 Perhitungan break event point (BEP) ... 187

59 Penerimaan proyek untuk penurunan harga jual 10% ... 188

60 Perkiraan rugi laba untuk penurunan harga jual 10% ... 189

61 Perkiraan arus kas untuk penurunan harga jual 10% ... 190

62 Kriteria investasi untuk penurunan harga jual 10% ... 191

63 Penerimaan proyek untuk kenaikan bahan baku, input, dan utilitas sebesar 10% ... 192

64 Perkiraan rugi laba untuk kenaikan bahan baku, input, dan utilitas sebesar 10% ... 193

65 Perkiraan arus kas untuk kenaikan bahan baku, input, dan utilitas sebesar 10% ... 194

66 Kriteria investasi untuk kenaikan bahan baku, input, dan utilitas sebesar 10% ... 195


(22)

Halaman

67 Perkiraan rugi laba untuk kenaikan bahan baku, input, dan utilitas

sebesar 15% ... 196 68 Perkiraan arus kas untuk kenaikan bahan baku, input, dan utilitas

sebesar 15% ... 197 69 Kriteria investasi untuk kenaikan bahan baku, input, dan utilitas


(23)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara tropis yang paling besar di dunia. Iklim tropis menyebabkan adanya penyakit tropis yang disebabkan oleh nyamuk, seperti malaria, filariasis, chikungunya, dan deman berdarah dengue (DBD) sering terjangkit di masyarakat. Penyebab utama munculnya epidemi berbagai penyakit tropis tersebut adalah perkembangbiakan dan penyebaran nyamuk sebagai vektor penyakit yang tidak terkendali. Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh vektor nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Gubler 1998).

Di Indonesia penyakit DBD pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun 1968 dengan jumlah penderita 58 orang; 24 di antaranya meninggal (42,3%). Pada tahun 2011, tercatat kasus penyakit deman berdarah yang terjadi di seluruh Indonesia berjumlah 49.868 kasus (IR 21 per 100.000 penduduk), menurun cukup jauh (66,43%) jika dibandingkan dengan kejadian pada tahun 2010 di mana terdapat 148.560 kasus (IR 62.5 per 100.000 penduduk). Sementara untuk angka kematian (CFR) akibat penyakit DBD hanya terdapat sedikit penurunan, yaitu di tahun 2010 sebesar 0,87% dan di tahun 2011 sebesar 0,80% (Kemeskes 2012).

Untuk mengatasi masalah penyakit DBD telah banyak usaha dilakukan antara lain dengan cara terapi spesifik dan pengembangan vaksin, tetapi sampai saat ini hasilnya masih belum memuaskan. Alternatif yang paling memberi harapan untuk pemberantasan penyakit DBD adalah memutus mata rantai penyebaran nyamuk pada stadium larva dengan menggunakan insektisida/larvasida (Carvalho et al. 2003). Saat ini telah banyak insektisida yang digunakan oleh masyarakat, sayangnya insektisida tersebut membawa dampak negatif pada lingkungan karena kandungan senyawa-senyawa kimia yang berbahaya, baik terhadap manusia maupun sekelilingnya. Oleh karena itu perlu dikembangkan insektisida baru yang tidak menimbulkan bahaya dan lebih ramah lingkungan, hal ini diharapkan dapat diperoleh melalui penggunaan bioinsektisida. Bioinsektisida adalah suatu insektisida yang bahan dasarnya berasal dari tanaman yang mengandung bahan kimia (bioaktif) yang toksik terhadap serangga namun mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan


(24)

relatif aman bagi manusia. Selain itu insektisida/larvasida nabati juga bersifat selektif (Moehammadi 2005).

Indonesia terkenal kaya akan keanekaragaman hayati, termasuk jenis tumbuhan yang mengandung bahan aktif insektisida. Namun, pemanfaatan tumbuhan sebagai obat-obatan dan insektisida hanya 10% dari 300.000 jenis tumbuhan yang ada (Heyne 1987). Kamandrah (Croton tiglium L.) merupakan tanaman obat yang banyak ditemukan di daerah Kalimantan dan daerah lain di Indonesia. Berdasarkan kearifan lokal masyarakat banyak memanfaatkan biji C. tiglium L. sebagai obat pencahar (Siagian dan Rahayu 1999; Saputera 2008), racun ikan (Heyne 1987; Anonim 1995), obat kembung dan pembunuh jentik nyamuk, daunnya sebagai obat penurun panas, sedangkan ranting/dahan dan batang sebagai pengusir nyamuk (Siagian dan Rahayu1999; Iswantini 2007). Di negara China, tanaman C. tiglium L. dimanfaatkan obat gangguan pencernaan, radang usus, rematik, sakit kepala, radang dinding lambung dan nyeri lambung (Qui 1996; Wang et al. 2002; Morimura 2003; Tsai et al. 2004; Wang et al. 2008), sedangkan di Bangladesh, daunnya digunakan sebagai obat nyeri dan bengkak; buah sebagai obat asma, gangguan empedu; biji untuk obat pembersih perut dan sembelit (Rahmatullah et al. 2010). Tanaman ini bila diekspolasi dan dimanfaatkan tidak menutup kemungkinan dapat menjadi produk bahan baku industri farmasi dan insektisida, sehingga mempunyai nilai tambah dalam pengembangan agroindustri di daerah asalnya.

Biji C. tiglium mengandung senyawa phorbol 13-decanoate dan phorbol ester yaitu 4-deoxy-4α-phorbol diester, phorbol monoesters dan 4-deoxy-4α -phorbol monoester (Marshall and Kinghorn 1984). Menurut Goel et al. (2007) phorbol ester bersifat toksis pada hewan dengan target utama pada sel membran, yaitu dengan cara menempel pada reseptor membran fosfolipid dan mengaktivasi enzim protein kinase. Hasil ekstrak petrolium eter atau pengepresan biji yang dikenal dengan minyak kroton bersifat jauh lebih toksis dan mengandung phorbol 12 tiglate 13-decanoate (phorbol ester) yang penggunaannya sebagai pestisida cukup efektif (Duke 1983). Minyak kroton bersifat seperti racun insektisida nikotin sulfat (Deshumkh and Borle 1975), bersifat aktif sebagai moluskisida terhadap sejenis keong mas Oncomelania quadrasi (Mashiguchi et al. 1977), dan


(25)

bersifat lebih efektif dari insektisida Derris extract (List and Horhammer 1979). Sediaan biji C. tiglium dilaporkan aktif terhadap beberapa jenis serangga termasuk kepik Dysdercus koenigii, kutu daun Lipaphis erysimi, lalat rumah Musca domestica, ulat bawang Spodoptera exigua dan ulat grayak Spodoptera litura (Grainge and Ahmad 1998). Thamrin (2002) menyatakan bahwa ekstrak biji kamandrah cukup ampuh membunuh jentik nyamuk A. aegypti hingga 84% dengan LD50 sebesar 0,06%. Ekstrak heksan dan etanol biji kamandrah mengandung senyawa metabolik sekunder golongan alkaloid, flavonoid dan saponin, seperti 9,12-octadecadienoic acid (bahan pemutih) dan tertadecanoic acid (bahan laksatif)(Saputera et al. 2006).

Hasil penelitian Iswantini et al. (2007) bahwa bagian tanaman kamandrah yaitu daun, batang, dan biji dalam bentuk serbuk yang diekstrak dengan air dan etanol, serta minyak yang diekstrak dengan pengempaan menunjukkan bahwa bagian dari biji yaitu minyak yang diperoleh dengan proses ekstraksi dengan pengempaan dari biji berpotensi paling tinggi sebagai insektisida/larvasida terhadap larva nyamuk A. aegypti instar 3. Hasil identifikasi komponen minyak kamandrah dengan GC-MS menunjukkan bahwa spektrum masa (Z)-13-Octadecenal dan cis-9-Hexadecenal berfungsi sebagai feromone, serta salah satu senyawa piperine yang merupakan suatu golongan alkaloid sejenis piperidine yang diduga sebagai larvasida/insektisida (Iswantini et al. 2007, Riyadhi 2008).

Senyawa golongan piperidine dapat membunuh nyamuk A. aegypti dan menunjukan aktivitas sebagai larvasida adalah 2-ethyl-piperidine (Pridgeon et al. 2007); 1-undec-10-enyl-piperidine,2-ethyl-1-undec-10-enoyl-piperidine dan piperine [(E,E)-1-piperoyl-piperidine] (Pridgeon et al. 2007); dan pipernonaline ekstrak Piper longum (Yang et al. 2002). Senyawa golongan piperine dan piperidine juga digunakan sebagai insektisida (Majeed et al. 2005). Sejalan dengan hasil penelitian Iswantini et al. (2008) menyatakan bahwa minyak biji kamandrah memiliki aktivitas larvasida lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak buah lada, ini menunjukkan bahwa ada senyawa dominan lain selain senyawa piperine dalam minyak kamandrah yang diprediksi sebagai larvasida. Minyak biji kamandrah hasil budidaya di Kalimantan Tengah mempunyai potensi yang lebih tinggi sebagai larvasida terhadap larva nyamuk A. aegypti instar 3 dibandingkan


(26)

dengan hasil budidaya di Bogor yang ditunjukkan dengan nilai LC50 dan LC90 secara berturut-turut 25,98 ppm dan 164,80 ppm (Iswantini et al. 2009). Menurut Komalamirsa et al. (2005) bahwa aktivitas larvasida ekstrak C. tiglium L. yang ditanam di Thailand memiliki nilai LC50 60,87 ppm dan LC90 263,66 ppm pada larva A. aegypti instar 3 dan 4. Penggunaan konsentrasi minyak biji kamandrah 0,3-0,5% dapat menghambat penetasan telur (ovisida) dan menurunkan jumlah peletakan telur pada ovitrap (anti-oviposisi) nyamuk A. aegypti dan A. albopictus (Iswantini et al. 2008; Astuti 2008).

Minyak biji kamandrah dapat diekstrak dengan cara rendering, mekanis, atau menggunakan pelarut (Hui 1996). Salah satu cara ekstraksi yang umum digunakan adalah ekstraksi secara mekanis dengan menggunakan pengempaan hidrolik (hydrolic pressing). Saputera et al. (2008) melakukan optimasi proses ekstraksi biji kamandrah dengan pelarut etanol menghasilkan rendemen 18,6% yang diperoleh pada nisbah bahan/pelarut 1:6,91 g/ml, waktu maserasi 6,21 hari. Ying et al. (2002) melakukan ekstraksi dengan maserasi biji Croton tiglium L. dengan petrolium eter menghasilkan rendemen 11,2%, sedangkan menggunakan etanol menghasilkan rendemen 12,67% (Wu et al. 2007). Nilai tersebut lebih rendah dari pada hasil penelitian Iswantini et al. (2008) yang menyatakan bahwa ekstraksi biji kamandrah dengan cara pengempaan akan menghasilkan rendemen 16-21,22%. Pengempaan mekanis ini sesuai untuk memisahkan minyak dari bahan yang kadar minyak tinggi (30-70%) (Ketaren 1986). Kamandrah mempunyai minyak yang cukup tinggi yaitu 53-56% (Quisumbing 1951); 50-60% (Eckey 1954). Dua tahapan yang perlu dilakukan pada ekstraksi mekanis adalah tahap perlakuan pendahuluan dan tahap pengempaan. Tahap pendahuluan terdiri atas pembersihan bahan, pengeringan, pengecilan ukuran, dan pemanasan. Tujuan dari pemanasan adalah untuk mengkoagulasi protein dalam bahan dan menurunkan viskositas minyak, sehingga minyak mudah keluar. Selain itu, dengan pemanasan dapat menyebabkan afinitas minyak dengan permukaan bahan menjadi berkurang sehingga pada saat pengempaan minyak dapat diperoleh semaksimal mungkin .

Meskipun tanaman kamandrah berpotensi untuk dijadikan sebagai larvasida, namun pemanfaatannya masih terbatas sebagai tanaman perdu dan


(27)

hingga saat ini belum terdapat penelitian terhadap kamandrah sebagai larvasida. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan ketertarikan penelitian terhadap flora asli Indonesia seperti kamandrah yang akhirnya menjadi salah satu alternatif pemanfaatannya menjadi tanaman yang mempunyai nilai tambah secara ekonomi.

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberi informasi tentang karakteristik senyawa bioaktif biji kamandrah dan pengembangan teknologi proses ekstraksi minyak biji kamandrah menggunakan pengempaan hidrolik sebagai bahan larvasida, sehingga pada akhirnya akan dapat meningkatkan nilai tambah dari produk yang dihasilkan.

1.2 Tujuan Penelitian

1. Mendapatkan larvasida dalam minyak biji kamandrah.

2. Mendapatkan proses optimum untuk ekstraksi minyak biji kamandrah dengan pengempaan.

3. Mendapatkan rancangan teknologi proses produksi larvasida dan analisis kelayakannya.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan diperoleh informasi khasiat tanaman kamandrah sebagai larvasida nabati dan peningkatan nilai tambah dalam pengembangan teknologi proses produksi larvasida dari ekstrak biji kamandrah sebagai komoditas unggulan daerah.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

1. Isolasi dan karakterisasi larvasida dalam minyak biji kamandrah, meliputi : a. Karakteristik kandungan proksimat biji kamandrah.

b. Penentuan efikasi larvasida dan sifat fisiko-kimia minyak kamandrah pada berbagai tingkat kematangan buah kamandrah.

c. Identifikasi komponen asam lemak, senyawa aktif, dan gugus fungsional minyak kamandrah dengan GC, GC-MS dan FTIR.

2. Optimasi proses ekstraksi minyak biji kamandrah dengan pengempaan. 3. Perancangan teknologi proses produksi larvasida dari biji kamandrah.


(28)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Deman Berdarah Dengue

Penyakit Demam Berdarah (DB) dan Deman Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk A. aegypti dan A. albopictus (Gubler 1998). Deman dengue sudah dikenal sejak abad 18 terutama di daerah tropis dan sub tropis. Penyakit ini ditemukan pertama kali di Manila (Filipina) pada tahun 1950 dan meluas ke beberapa negara di Asia Tenggara. Di Thailand terjadi pada tahun 1958, kemudian masuk ke India pada tahun 1963, di Indonesia tahun 1969, Myanmar pada tahun 1970, tahun 1971 penyakit ini meluas ke Pasifik Barat seperti Melanesia, Polinesia dan Papua Nugini pada tahun 1972-1973 (Prasittisuk et al. 1998).

Kasus DBD mewabah di Indonesia pada tahun 1968 di Surabaya dan sekarang menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia. Pada tahun 2011, tercatat kasus penyakit deman berdarah terjadi di seluruh Indonesia berjumlah 49.868 kasus (IR 21 per 100.000 penduduk), menurun cukup jauh (66,43%) jika dibandingkan dengan kejadian pada tahun 2010 di mana terdapat 148.560 kasus (IR 62.5 per 100.000 penduduk). Sementara untuk angka kematian (CFR) akibat penyakit DBD hanya terdapat sedikit penurunan, yaitu di tahun 2010 sebesar 0,87% dan di tahun 2011 sebesar 0,80% (Kemeskes 2012). Kasus DBD tertinggi terjadi di propinsi Jawa Timur (3.152 kasus), di ikuti propinsi Jawa Tengah (2.345 kasus), Sumatera Utara, DKI Jakarta dan Bali, dengan angka kesakitan (IR) terjadi di propinsi Bali (56,16), di ikuti propinsi DI Aceh (31,90), DKI Jakarta, DI Yogyakata dan Sumatera Utara (Gambar 1).

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue yang termasuk famili genus Flavivirus (famili Flaviviridea) dimana sekitar 70 jenis virus termasuk di dalamnya. Lebih dari 50% Flavivirus berhubungan dengan penyakit manusia dan beberapa diantaranya sangat penting antara lain virus dengue (DEN) type 1-4, virus yellow fever (YF), virus japanese encephalitis (JE) dan virus tick borne encephalitis (TBE). Virus dengue dewasa terdiri dari genom single standard RNA yang dikelilingi oleh suatu ikosahedral atau isometrik nukleokapsid dengan diameter sekitar 30 nm. Nukleokapsid diselubungi oleh sebuah selubung lemak


(29)

3,1 52 2,3 45 2,0 66 1,9 54 1,9 49 1,4 19 660

495 478 425

373 353 327

203 198 171 145 138 98

45 42 39 19 18 12

-500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 J A T IM J A T E N G S U M U T D K I J K T B A L I D .I . A C E H D .I . Y O G Y A B A N T E N L A M P U N G S U M B A R S U L S E L N .T .B N .T .T . S U L T E N G K A L T IM B E N G K U L U S U L U T R IA U J A M B I K A L T E N G K A L B A R K A L S E L S U L T R A B A B E L G O R O N T A L O PROVINSI J U M L A H K A S U S D B D (a) 56. 16 31. 90 23. 18 19. 14 15. 88 10. 16 8.9 6 8.7 0 8.3 2 7.7 8 7.1 4 7.1 3 6.8 6 6.1 2 5.9 0 5.3 2 4.8 9 3.3 0 2.5 4 2.1 7 1.6 3 1.3 1 1.0 3 0.9 9 0.9 1 -10 20 30 40 50 60 B A L I D .I . A C E H D K I J K T D .I . Y O G Y A S U M U T B E N G K U L U S U M B A R N .T .B J A T IM S U L T E N G J A T E N G L A M P U N G N .T .T S U L U T K A L T IM B A N T E N S U L S E L J A M B I R IA U K A L T E N G B A B E L G O R O N T A L O K A L S E L K A L B A R S U L T R A PROVINSI A N G K A K E S A K IT A N (I R ) (b)

Gambar 1. Jumlah kasus demam berdarah dengue (a) dan angka kesakitan (Insidens Rate = IR) (b) di Indonesia tahun 2011

Sumber : Subdit Arbovirosis, Ditjen PP&PL Kemenkes (2012)

dengan ketebalan sekitar 10 nm, sehingga seluruh virion adalah sekitar 50 nm (Henchal and Putnak 1990). Virus dengue merupakan virus RNA untai tunggal, terdiri dari empat jenis serotipe, yakni DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4 (Jawetz 1982). Struktur antigen keempat serotipe ini sangat mirip satu dengan yang lain,


(30)

namun antibodi terhadap masing-masing serotipe tidak dapat saling memberikan perlindungan silang. Variasi genetik yang berbeda pada keempat serotipe ini tidak hanya menyangkut antar serotipe, tetapi juga di dalam serotipe itu sendiri tergantung waktu dan daerah penyebarannya.

Keempat serotipe tersebut dapat ditemukan di berbagai daerah Indonesia. Di Indonesia pengamatan virus dangue ini dilakukan sejak tahun 1975 dan di beberapa rumah sakit menunjukkan keempat serotipe ini bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe yang dominan adalah serotipe 3. Orang yang tinggal di daerah endemik dapat tertular oleh empat jenis virus sepanjang waktu. Infeksi dengan satu serotipe virus akan menghasilkan reaksi kekebalan yang lama terhadap virus itu, tetapi tidak terhadap serotipe yang lain (Hadi 2011). Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan gejala klinis yang bervariasi, yakni pada serangan pertama menyebabkan panas (Dengue Fever), serangan berikutnya bisa menyebabkan panas disertai pendarahan (Dengue Haemorrhagic Fever) atau gejala yang disertai shock (Dengue shock syndrome) (WHO 1986). Sampai saat ini mekanisme respons imun pada infeksi oleh virus dengue masih belum jelas, karena banyak faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue. Faktor-faktor tersebut diantaranya : inang (host), lingkungan (environment) dan faktor virusnya sendiri. Faktor host adalah kerentanan (susceptibility) dan respon imun. Faktor lingkungan (environment) adalah kondisi geografi (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban, dan musim); serta kondisi demografi (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, dan sosial ekonomi penduduk).

2.2 Nyamuk Aedes

Nyamuk Aedes tergolong kedalam filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo Diptera dan famili Culicidae. Di Indonesia, khususnya di pulau Jawa telah ditemukan 11 sub genera diantara sub genus tersebut yang paling penting adalah sub genus Stegomyia, karena pada sub genus tersebut terdapat spesies A. aegypti dan A. albopictus (vektor sekunder) yang merupakan vektor penyakit demam berdarah (Ramalingan 1974). Di Bantul, Sleman (Yogyakarta) dan Pontianak A. albopictus berperan sebagai vektor (Gubler el al. 1978).


(31)

Nyamuk A. aegypti selain menularkan penyakit demam berdarah juga sebagai vektor penyakit Chikungunya. Penyakit Chikingunya ini pada tahun 1982 menjadi kasus KLB di beberapa propinsi di Indonesia. Penyakit ini mewabah lagi pada tahun 2001 sampai dengan Februari 2003 mencapai 3.918 kasus tanpa kematian (Kusriastuti 2003). Menurut Oda et al. (1983) nyamuk A. aegypti yang di koleksi dari Utan Kayu Utara Jakarta berdasarkan hasil pengamatan ternyata ada yang mengandung virus Chikungunya.

A. aegypti bersifat antropofilik (senang sekali kepada manusia) dan hanya nyamuk betina yang menggigit (Gambar 2). Nyamuk betina biasanya menggigit di dalam rumah, kadang-kadang di luar rumah dan di tempat yang agak gelap. Pada malam hari nyamuk beristirahat dalam rumah pada benda-benda yang digantung, seperti pakaian, pada dinding rumah dan sebagainya. Nyamuk ini mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biter), yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dan dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan karena nyamuk A. aegypti sangat sensitif dan mudah terganggu. Keadaan ini sangat dapat berkembang biak secara propagatif agar dapat menjadi infektif (masa tunas ekstrinsik). Kemudian nyamuk akan tetap infektif selama hidupnya. Nyamuk betina dapat terbang sejauh 2 kilometer, tetapi kemampuan normalnya adalah kira-kira 50 meter (Horsfall 1955). Virus dengue dapat ditularkan secara transovarial dari nyamuk betina A. aegypti melalui telur hingga keturunannya (Rosen etal. 1983).

Gambar 2. Nyamuk A.aegypti (kiri) dan A. albopictus (kanan)

Sumber : Hadi dan Koesharto (2006)

Penentuan nyamuk Aedes sebagai vektor dapat dilihat dari frekuensi kontak dengan manusia, kepadatan yang tinggi, mobilitas yang tinggi, inang


(32)

spesifik pada manusia dan umur yang panjang (Part et al. 1987). Nyamuk Aedes dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya, oleh karenanya nyamuk Aedes yang telah menghisap virus dengue menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya (Depkes RI 2005).

Infeksi virus dengue melalui vektor nyamuk A. aegypti ditunjukkan pada Gambar 3, dimana komponen pada siklus transmisi adalah :

- Inang vertebrata mengembangkan tingkat infeksi yang menyediakan sumber infeksi kepada vektor.

- Inang antropoda atau vektor mampu melakukan transmisi. - Satu atau lebih inang vertebrata terinfeksi setelah digigit vektor.

Gambar 3. Infeksi virus dengue melalui vektor nyamuk A. aegypti

Sumber : Mullen and Vurden (2002)

Untuk dapat memberantas nyamuk A. aegypti secara efektif terdapat 3 perilaku nyamuk yang perlu diketahui, yaitu : perilaku mencari darah, istirahat dan berkembang biak. Perilaku mencari darah dilakukan pada saat setelah kawin di mana nyamuk betina memerlukan darah untuk bertelur. Nyamuk betina menghisap darah manusia setiap 2-3 hari sekali dan pada pagi hari sampai dengan sore, lebih disukai pada jam 08.00 - 12.00 dan 15.00 - 17.00. Untuk memperoleh

Manusia

Nyamuk

Ae. aegypti

Nyamuk

Ae. aegypti

Manusia

terinfeksi

Terinfeksi pada vektor

Manusia sebagai inang dan sumber

Manusia sebagai inang dan sumber

Inkubasi ekstrinsik

Transmisi vektor Terinfeksi pada

vektor Belum terinfeksi


(33)

darah yang cukup nyamuk betina lebih sering menggigit lebih dari 1 orang. Perilaku istirahat nyamuk A. aegypti adalah setelah kenyang menghisap darah, nyamuk betina perlu beristirahat 2-3 hari untuk mematangkan telurnya. Tempat istirahat yang paling disukai adalah tempat-tempat yang lembab, dan kurang terang seperti kamar mandi, WC, dapur, di dalam rumah seperti baju yang digantung, kelambu dan tirai, di luar rumah seperti pada tanaman hias di halaman rumah.

Penyebaran A. aegypti yang kosmopolit dan menjangkau daerah yang sangat luas erat kaitannya dengan perkembangan sistem transportasi dan perkembangan pemukiman penduduk akibat didirikannya rumah-rumah baru yang dilengkapi dengan sarana pengadaan air untuk keperluan sehari-hari. Penyebaran spesies nyamuk ini di Indonesia bermula dari kota-kota pelabuhan ke kota-kota di pedalaman termasuk ke desa-desa, diakibatkan oleh transportasi yang mengangkut tempat-tempat penampungan air hujan seperti drum, kaleng, ban bekas, dan benda-benda lainnya yang mengandung larva Ae. aegypti. Untuk berkembang biak, nyamuk dewasa bertelur di air dengan meletakan telurnya di dinding tempat air, hari 1-2 telur menjadi jentik, dalam kondisi yang sesuai akan berkembang dalam waktu 6-8 hari, dan berubah menjadi pupa (kepompong). Pupa nyamuk berbentuk seperti komo dan dalam waktu kurang lebih dua hari, dari pupa akan muncullah nyamuk dewasa (Hadi dan Koesharto 2006). Jadi total siklus hidup bisa diselesaikan dalam waktu 9-12 hari (Gambar 4).

Kajian ilmiah terkini mendapatkan bahwa nyamuk A. aegypti dewasa yang bertelur akan menurunkan virusnya secara langsung kepada keturunannya. Apabila dewasa kelak, ia tidak perlu menggigit manusia yang ada terinfeksi virus untuk menjadi pembawa virus dengue. Masalah lain yang mengkhawatirkan bahwa telur A. aegypti dapat bertahan hingga enam bulan lamanya sekalipun berada di tempat yang kering dan bukannya di dalam air. Apabila telur tersebut terkena air dalam waktu tertentu, ia tetap akan membiak menjadi jentik-jentik (Widodo 2007).


(34)

Gambar 4. Siklus hidup nyamuk A. aegypti

Sumber : Hadi dan Koesharto (2006)

2.3 Insektisida Nabati

Insektisida nabati yaitu insektisida yang didapatkan dari tanaman. Beberapa insektisida nabati yang umum dan masih digunakan yaitu piretrum, nikotin, rotenon, limonene atau d-limonene dan azadirachtin.

2.3.1 Piretrum

Insektisida nabati yang masih dipakai diantaranya piretrum merupakan yang terbesar untuk mengendalikan berbagai serangga hama permukiman. Piretrum berasal dari ekstrak bunga Chrysanthemum cinerariaefolium. Bubuk bunga tersebut pertama kali digunakan manusia pada awal abad 19 untuk mengendalikan tuma (kutu) manusia semasa Perang Napoleon. Piretrum bekerja dengan melumpuhkan (knockdown) serangga secara cepat dan sifat ini sangat dikenal pada industri aerosol insektisida rumah tangga.

Piretrin adalah insektisida kontak dan nyaris tidak meninggalkan residu pada permukaan terbuka, karena piretrin cepat terurai jika terpapar cahaya. Namun demikian, dalam ruangan yang tertutup dan gelap, residu piretrin mampu bertahan hingga 2 mingguan. Piretrin juga dikenal mempunyai koefisien suhu negatif, seperti halnya DDT, yang artinya semakin aktif pada suhu rendah. Dalam melumpuhkan serangga, piretrin membuat serangga teriritasi dan menjadi aktif yang membuat serangga keluar dari persembunyiannya (flushing action).


(35)

Di Indonesia sebelum maraknya penggunaan piretroid, piretrin digunakan sebagai bahan aktif lingkaran anti nyamuk. Bahkan ampas dari sisa ekstraksi tanaman, yang dikenal sebagai pyrethrum marc, hingga kini masih digunakan sebagai campuran anti nyamuk bakar karena memberikan aroma harum yang khas dan disukai konsumen. Alasan pengusaha berpaling dari piretrin adalah karena harganya yang relatif mahal dibandingkan insektisida sintetik organik, seperti piretroid.

Proses ”peracunan” piretrin terjadi dalam dua tahap, yaitu eksitasi (excitation) dan kemudian blokade saraf. Eksitasi mengakibatknan terjadinya knockdown pada serangga. Beberapa serangga mampu pulih setelah ”terkena” knockdown karena mereka mampu mendetoksifikasi piretrin secara cepat untuk mencegah terjadinya tahap blokade saraf. Jika piretrin tidak didetoksifikasi oleh serangga, piretrin akan larut dalam lapisan lemak di sekitar serabut saraf dan mengakibatkan blokade saraf dan akhirnya mati. Piretrin adalah racun akson seperti pada DDT dan piretroid yang mempengaruhi sistem saraf pusat dan saraf tepi serangga. Awalnya merangsang sel saraf untuk terjadinya pelepasan berulang (repetitive discharge) yang membuat serangga lumpuh/paralisis. Pengaruh ini disebabkan oleh kerja piretrum dalam celah natrium (Na) yang merupakan celah sempit untuk masuknya ion-ion natrium (Na) ke akson yang mengakibatkan eksitasi. Hal ini terjadi pada tali saraf serangga yang terdiri atas ganglia dan sinaps.

2.3.2 Nikotin

Nikotin adalah suatu alkaloid yang berasal dari ekstrak tanaman tembakau. Alkaloid adalah suatu senyawa heterosiklik yang mengandung nitrogen dan mempunyai sifat-sifat fisiologi yang menarik. Contoh alkaloid yang lain adalah kafein (kopi dan teh), morfin (opium), kokain (daun koka), dan kuinin (kina). Nikotin sebagai insektisida adalah racun kontak yang baik karena kemampuannya untuk menembus integumen serangga bertubuh lunak seperti aphid dan ulat (Lepidoptera). Nikotin lebih banyak dipakai di industri pertanian.

Nikotin bekerja dengan mimik/meniru asetilkholin pada persimpangan neuromuskular binatang yang mengakibatkan kejang, konvulsi dan kematian


(36)

secara cepat. Pada serangga kejadiannya sama, namun hanya terjadi di ganglia pada sistem saraf pusat.

2.3.3 Rotenon

Rotenon dihasilkan dari akar/rhizome dari dua genus tanaman legume (kacang-kacangan) yaitu Derris elliptica dari Asia Tenggara dan Lonchocarpus spp dari Amerika Selatan. Orang awam mengenal rotenon sebagai racun ikan dan di Indonesia ada satu produk yaitu Fishfree® 5 WP untuk mengendalikan ikan liar (mujair, kerapu dan bandeng) pada tambak udang.

Rotenon biasa digunakan untuk reklamasi kolam untuk kolam pemancingan atau taman burung, yaitu dengan mengendalikan ikan yang ada, kemudian digantikan dengan spesies ikan yang dikehendaki. Pada dosis yang disarankan (misalnya 0.5 ppm), rotenon merupakan peptisida yang selektif untuk membunuh ikan, namun tidak toksik terhadap organisme makanan ikan yang ada serta terurai secara cepat.

Sebagai insektisida, rotenon adalah racun kontak dan perut, yang membunuh serangga secara perlahan yang diikuti dengan aktifitas berhenti makan (stop feeding action). Rotenon banyak digunakan untuk pengendalian serangga di taman dan kebun di sekitar rumah. Rotenon bekerja dengan menghambat enzim pernafasan, bekerja antara NAD+ (suatu koenzim yang terlibat dalam oksidasi dan reduksi dalam proses metabolisme) dan koenzim Q (suatu koenzim pernafasan yang bertanggung jawab untuk membawa elektron pada rantai transportasi elektron) yang mengakibatkan kegagalan pada fungsi-fungsi pernafasan.

2.3.4. Limonene atau d-Limonene

Senyawa ini termasuk anggota baru dalam insektisida nabati. Limonene (d-limonene) digolongkan dalam minyak esensial tanaman atau dikenal juga sebagai floral atau scented plant chemical, yang diekstrak dari kulit jeruk dan efektif untuk mengendalikan hama pada hewan piaraan termasuk tungau, pinjal, dan caplak tetapi tidak toksik terhadap hewan berdarah panas. Pada minyak jeruk (citrus oil) terkandung beberapa bahan yang bersifat insektisida, namun limonene (d-limonene) merupakan yang terpenting dan bagian terbesar dalam minyak kulit jeruk. Limonene (d-limonene) bekerja mirip dengan piretrin, yaitu bekerja pada sistem saraf tepi namun tidak menghambat enzim kholinesterase.


(37)

2.3.5. Azadirachtin

Ekstraksi biji tanaman mimba (Azadirachta indica) menghasilkan minyak neem yang mengandung bahan aktif azadirachtin. Azadirachtin bekerja baik sebagai insektisida, fungisida, bakterisida ataupun sebagai zat pengatur tumbuh serangga. Azadirachtin bekerja dengan mengganggu pergantian kulit dengan menghambat metabolisme atau biosintesis ekdison, suatu hormon yang berperan dalam proses ganti kulit serangga.

2.4. Larvasida Kimia Untuk Nyamuk

Larvasida yang digunakan untuk membunuh atau mengganggu habitat pertumbuhan larva nyamuk pada umumnya berupa bahan kimia. Larvasida digunakan dengan tujuan untuk mengurangi populasi nyamuk di daerah sekitarnya. Larvasida digunakan ketika musim nyamuk bertelur. Larvasida biasa digunakan pada penampungan air dimana airnya digunakan bagi kebutuhan sehari-hari terutama untuk minum dan masak. Oleh sebab itu, larvisida yang digunakan harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : efektif pada dosis rendah, tidak bersifat racun bagi manusia, tidak menyebabkan perubahan rasa, warna dan bau pada air yang diperlakukan, dan efektivitasnya lama. Beberapa larvasida dengan kriteria seperti tersebut di atas, sebagian telah digunakan secara luas (operasional) dan sebagian lainnya masih dalam tahap uji laboratorium atau uji lapangan skala kecil. Berikut ini beberapa jenis larvasida yang beredar di pasaran (Suwasono 1997).

2.4.1 Temephos/Abate(C16H20O6P2S3)

Temephos terbukti efektif terhadap larva A. aegypti dan daya racunnya rendah terhadap mamalia. Pada program penanggulangan vektor DBD di Indonesia, temephos sudah digunakan sejak 1976 dalam bentuk (formulasi) butiran pasir (sand granules) dengan dosis 1 ppm. Menurut US Environmental protection, temephos tidak digunakan dalam air yang diminum, karena dapat menginhibisi cholinesterase pada manusia.

2.4.2 Methoprene (C19H34O3)

Larvasida ini termasuk jenis penghambat tumbuh serangga (insect growth regulator). Methoprene bekerja dengan menghambat proses metamorphosis


(38)

serangga. Pada uji lapangan terbukti berhasil menekan kepadatan nyamuk Aedes aegypti selama sebulan. Methoprene dapat digunakan pada air yang di minum dengan dosis tidak boleh lebih dari 1 mg/l (WHO 1986).

2.4.3 Diflubenzuron(C14H9ClF2N2O2)

Larvasida jenis ini memiliki sifat toksik yang rendah pada manusia, namun pada hewan uji diflubenzuron berpengaruh pada haemoglobin. Larvasida jenis ini dapat digunakan pada air minum.

2.5 Tanaman Kamandrah (Croton tiglium L.)

Klasifikasi dari tanaman C. tiglium adalah divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledoneae, bangsa Euphorbiales, suku Euphorbiaceae, marga Croton, jenis C. tiglium, sedangkan nama umum/dagang adalah cerakin. Tanaman kamandrah merupakan salah satu tanaman obat yang banyak terdapat di wilayah Indonesia, sehingga tanaman ini ada yang menamakannya simalakian (Sumatera Barat), ceraken (Jawa), roengkok (Sumatera Utara), semoeki (Ternate), dan kowe (Tidore). Di daerah Kalimantan, biji tanaman kamandrah banyak dimanfaatkan masyarakat, karena dipercaya mempunyai khasiat sebagai pencahar. Dengan memakan bijinya, maka biasanya akan cepat buang air besar, akan tetapi kelebihannya tidak menimbulkan mules pada perut (Saputera 2008). Di daerah Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Pulau Komodo, serbuk dari biji kamandrah biasa digunakan nelayan untuk meracuni ikan di perairan, sehingga ikan mudah ditangkap tetapi masih dapat di konsumsi (Pet 1997).

Tanaman kamandrah berupa tanaman semak dengan tinggi tanaman sekitar 2-3 m. Bentuk batang tegak, bulat, berambut dan berwarna hijau, dengan daun tunggal, berseling dan lojong. Bentuk tepi daun bergerigi dengan ujung yang runcing. Panjang daun sekitar 3-5 cm, dengan lebar daun sekitar 1-4 cm. Bentuk tangkai silindris dengan panjang 2-3 cm, bentuk pertulangan menyirip dan berwarna hijau. Bunga tanaman kamandrah majemuk dengan bentuk bulir, berada di ujung batang dengan klopak membulat, memiliki banyak benang sari dengan mahkota berbentuk corong. Buah tanaman kamandrah berbentuk bulat dengan diameter sekitar 0,5 cm dan berwarna hijau, akar tanaman kamandrah adalah akar tunggang (Gambar 5).


(39)

Gambar 5. Profil tanaman kamandrah

Sumber : Koleksi kotak pamer Balittro Bogor

Minyak kamandrah dapat dihasilkan dari biji kamandrah melalui proses ekstraksi dengan menggunakan mesin pengepres minyak. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui kadar lemak yang terdapat pada biji kamandrah adalah lemak 40,01%, protein 26,69%, serat 8,45%, abu 3,14% dan karbohidrat 15,51% (Saputera et al 2006).

Dzulkarnain (1989) melaporkan bahwa biji C. tiglium dari famili Euphorbiaceae mengandung minyak yang sangat berbahaya, setetes minyak (0,05 gram) dapat menyebabkan diare, sedangkan dosis lebih besar sedikit lagi fatal bagi manusia. Bijinya juga mengandung crotin yang merupakan suatu fitotoksin protein, fraksi resinnya mengakibatkan radang kulit. Di sekitar Maluku dan Sulawesi Selatan, bahan ini pernah diberitakan digunakan sebagai obat KB, tetapi


(40)

sebenarnya yang terjadi adalah abortus atau bila digunakan pada masa implantasi maka kerjanya sebagai anti implantasi, karena adanya kontraksi yang kuat pada usus dan juga uterus.

Lectin dari C. tiglium dapat menginhibisi haemaglutination dan haemolysis sel darah merah pada kelinci (Kalyan and Sen 1983). Yuningsih dan Laba (2007) melaporkan telah melakukan uji efek toksik dari beberapa tanaman beracun di antaranya daun lelatang (Acalypha indica), biji karet (Ficus elastica), biji kapok (Ceiba petandra), biji jarak (Ricinus communis), daun tembakau (Nicotiana tabacum), daun Strychnuos nux vomica, akar/batang tuba (Derris eliptica), daun tikusan (Clauseva exavata), umbi gadung, kulit batang ceremai, batang kipahit (Pierasma javanica ), biji kamandrah (C. tiglium) dan biji picung (Pangium edule). Dari berbagai ekstrak tanaman yang diuji, ekstrak yang paling toksik adalah ekstrak biji kamandrah dan ekstrak biji picung. Secara patologi anatomis ekstrak tanaman beracun tersebut menyebabkan pembendungan dan perdarahan umum pada paru-paru, jantung dan hati dan sebagian besar dari area mukosa lambung hanya berupa selaput tipis yang berwarna transparan karena mengalami atrofi (Yuningsih 2007). Salatino et al. (2007) melaporkan bahwa tanaman dari genus croton memiliki bioaktifitas anti-hypertensive, anti-inflammatory, antimalarial, antimicrobial,antispas-modic, antiulcer, antiviral dan myorelaxant. Adapun penggunaan secara tradisional dan efek farmakologi dari bagian tanaman dari beberapa spesies Croton dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Penggunaan tradisional dan efek farmakologi beberapa spesies Croton

Spesies Penggunaan Tradisional Bagian Tanaman Yang Berpegaruh

dan Komponen Terisolasi Rujukan

Croton arboreous

Anti-inflamasi Four sesquiterpenes → Anti-inflamasi Aguilar-Guadarrama et al.

2004

Croton cajucara Diabetes, hiperkolesterole mia, pencernaan

gangguan, gangguan hati, penurunan berat badan

Minyak volatil kulit → penyembuhan usus lambung a, b) ; anti-leishmanial c); ekstrak kulit dengan air → penurunan berat badan dan sensitivitas yang lebih tinggi dari adiposit untuk isoprenalin dan adrenalind); trans-crotonin, trans –

asam dehydrocrotonin, aleuritolic asetil → dan efek hipoglikemik hipolipidemik e, f) ; trans-dehydrocrotonin → anti-estrogen, antikanker g) ; linalool

→ anti-bakteri dan anti jamur h)

a) Hiruma-Lima et al 1999 b)

Hiruma-Lima et al. 2002

c) Rosa et al. 2003 d)

Grassi-Kassisse et al. 2003

e)

Maciel et al. 2000

f) Barbosa et al. 2004 g)

Grynberg et al. 1999

h) Alviano et al. 2005

Croton celtidifolius

Peradangan, leukemia, bisul, rematik


(41)

Tabel 1. Lanjutan

Spesies Penggunaan Tradisional Bagian Tanaman Yang Berpegaruh

dan Komponen Terisolasi Rujukan

Croton eluteria

Bronkitis, demam, malaria, pencernaan, hipertension

Ekstrak kulit kayu → stimulasi sekreksi lambung

Appendino et al. 2003

Croton kongensis Dismenore Diterpenes Secokaurane → sitotoksik, Anti-mikobakteri dan anti-malarial

Thongtan et al. 2003

Croton lechleri Hemostatik, penyembuhan luka, pencahar

Getah merah → anti-inflamasia),

anti-virus b,c) antibakteri, anti-leukemiad) ;

SP-303 → anti virus: RSVe) , lesi genital dan dubur elamin simpleksf)

a)Risco et al. 2003 b)Ubillas. 1994 c)

Jones. 2003

d)Rossi. 2003 e)

Barnard et al. 1993

f)Orozco-Topete et al. 1997

Croton celtidifolius

Peradangan, leukemia, bisul, rematik

Kulit → anti-inflamasi dan anti-oksidan Nardi et al. 2003

Croton eluteria Bronkitis, demam, malaria, pencernaan, hipertension

Ekstrak kulit kayu → stimulasi sekreksi lambung

Appendino et al. 2003

Croton kongensis Dismenore Diterpenes Secokaurane → sitotoksik, Anti-mikobakteri dan anti-malarial

Thongtan et al. 2003

Croton lechleri Hemostatik, penyembuhan luka, pencahar

Getah merah → anti-inflamasia), anti-virus b,c) antibakteri, anti-leukemiad) ;

SP-303 → anti virus: RSVe) , lesi

genital dan dubur elamin simpleksf)

a)

Risco et al. 2003

b)Ubillas. 1994 c)Jones. 2003 d)

Rossi. 2003

e)Barnard et al. 1993 f)

Orozco-Topete et al. 1997

Croton macrostachys

Pencahar, diabetes Biji dan akar → pencahar Mazzanti et al. 1987

Croton malambo Nyeri, rematik, peradangan, diare, diabetes, usus lambung

Ekstrak kulit → antinociceptive, anti-inflamasi

Suárez et al. 2003

Croton nepetaefoilius

Stomachic, perut kembung, kolik usus

Minyak volatil → antispasmodica,b,c) cineole, methyleugenol → myorelaxant dan antispasmodicd)

a)

Magalhães et al. 1998

b)Magalhães et al. 2003 c)

Magalhães et al. 2004

d)Magalhães et al. 2003

Croton oblongifolius

Pembesaran hati, demam dan cacing

Tembak ekstrak → anti-hepatotoksik a);

diterpenes → cytotoxicb,c,d)

a)Ahmed et al. 2002 b)

Sommit et al. 2003

c)

Roengsumran et al. 1999

d) Roengsumran et al. 2004

Croton palanostigma

Usus inflamasi, luka-penyembuhan, usus lambung

Taspine → cytotoxica,b) a) Itokawa et al. 1991 b)

Chen et al. 1994

Croton schiedeanus

Hipertensi Ekstrak etanol dan air a,b) quercetin-3,7-dimetil eter → vasorelaxant dan anti-hipertensic)

a)

Guerrero et al. 2001

b) Lahlou et al. 1999 c)

Guerrero et al. 2002

Croton tonkinensis

Perut sakit, dispepsia, lambung dan usus duodenum, lepra, psoriasis, urtikaria

Sitotoksik diterpenes Giang et al. 2005

Croton sublyratus Anthelmintik dan masalah dermatologi

Plaunotol → anti-usus peptikum a,b); antikankerc); anti bakterid)

a)

Ushiyama et al. 1987

b) Koga et al. 2002 c)

Kawai et al. 2005


(1)

Lampiran 64. Perkiraan laba rugi untuk kenaikan bahan baku, input dan utilitas sebesar 10%

No Deskripsi Total Tahun ke (x Rp 1000,-)

Ke-0 Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6 Ke-7 Ke-8 Ke-9 Ke-10

1 Penerimaan

Penjualan Larvasida 0 50,587,200 56,910,600 63,234,000 63,234,000 63,234,000 63,234,000 63,234,000 63,234,000 63,234,000 63,234,000

Total 0 50,587,200 56,910,600 63,234,000 63,234,000 63,234,000 63,234,000 63,234,000 63,234,000 63,234,000 63,234,000

2 Biaya produksi

a. Biaya Variabel

Bahan baku, input dan utilitas 0 24,195,706 27,220,169 30,244,632 30,244,632 30,244,632 30,244,632 30,244,632 30,244,632 30,244,632 30,244,632 Tenaga kerja langsung 0 106,500 106,500 106,500 111,293 111,293 111,293 116,301 116,301 116,301 121,534

b. Biaya tetap

Tenaga kerja tak langsung, 0 199,800 199,800 199,800 208,791 208,791 208,791 218,187 218,187 218,187 228,005 Penyusutan 0 190,143 190,143 190,143 190,143 166,383 190,143 190,143 190,143 190,143 166,383 Pemeliharaan 0 31,745 31,745 31,745 31,745 31,745 31,745 31,745 31,745 31,745 31,745 Biaya administrasi 0 96,181 96,181 96,181 96,181 96,181 96,181 96,181 96,181 96,181 96,181 Pajak bumi dan bangunan 0 8,936 8,936 8,936 8,936 8,936 8,936 8,936 8,936 8,936 8,936 Biaya pemasaran dan promosi 0 120,000 120,000 100,000 100,000 100,000 100,000 100,000 100,000 100,000 100,000

Total biaya produksi 0 24,949,011 27,973,474 30,977,938 30,991,721 30,967,961 30,991,721 31,006,125 31,006,125 31,006,125 30,997,417

Laba Operasi 0 25,638,189 28,937,126 32,256,062 32,242,279 32,266,039 32,242,279 32,227,875 32,227,875 32,227,875 32,236,583

Bunga kredit investasi 0 5,114,151 4,261,792 3,409,434 2,557,075 1,704,717 852,358 0 0 0 0

Laba sebelum pajak 0 20,524,038 24,675,333 28,846,629 29,685,204 30,561,322 31,389,920 32,227,875 32,227,875 32,227,875 32,236,583

Pajak penghasilan (%)

1. Laba sampai dengan Rp.50 juta 0 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 2. Laba Rp.50 juta s/d Rp.100 juta 0 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 3. Laba di atas Rp.100 juta 0 6,127,211 7,372,600 8,623,989 8,875,561 9,138,397 9,386,976 9,638,363 9,638,363 9,638,363 9,640,975 Total Pajak 0 6,139,711 7,385,100 8,636,489 8,888,061 9,150,897 9,399,476 9,650,863 9,650,863 9,650,863 9,653,475

Laba Bersih Setelah Pajak 0 14,384,327 17,290,233 20,210,140 20,797,143 21,410,425 21,990,444 22,577,013 22,577,013 22,577,013 22,583,108

1

9


(2)

Lampiran 65. Perkiraan arus kas rugi untuk kenaikan bahan baku, input dan utilitas sebesar 10%

No Deskripsi Total Tahun ke (x Rp 1000,-)

Ke-0 Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6 Ke-7 Ke-8 Ke-9 Ke-10

Cash Inflow

1 Penerimaan 0 50,587,200 56,910,600 63,234,000 63,234,000 63,234,000 63,234,000 63,234,000 63,234,000 63,234,000 63,234,000 2 Penyusutan 0 190,143 190,143 190,143 190,143 166,383 190,143 190,143 190,143 190,143 166,383

3 Nilai Sisa 0 0 0 0 0 13,200 0 0 0 0 155,083

4 Modal sendiri 32,126,584 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

5 Kredit investasi 32,126,584 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Sub Total 64,253,169 50,777,343 57,100,743 63,424,143 63,424,143 63,413,583 63,424,143 63,424,143 63,424,143 63,424,143 63,555,466

Cash Outflow

1 Biaya produksi 0 24,949,011 27,973,474 30,977,938 30,991,721 30,967,961 30,991,721 31,006,125 31,006,125 31,006,125 30,997,417

2 Investasi 2,325,904 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

3 Angsuran kredit 0 5,682,390 5,682,390 5,682,390 5,682,390 5,682,390 5,682,390 0 0 0 0

4 Bunga (18 %) 0 5,114,151 4,261,792 3,409,434 2,557,075 1,704,717 852,358 0 0 0 0

5 Pajak penghasilan (%) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

a. Laba sampai dengan

Rp.50 juta 0 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000

b. Laba Rp.50 juta s/d

Rp.100 juta 0 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500

c. Laba di atas Rp.100

juta 0 6,787,094 8,114,968 9,448,842 9,700,415 9,963,250 10,211,830 10,463,216 10,463,216 10,463,216 10,465,829

Sub Total 2,325,904 42,545,146 46,045,124 49,531,103 48,944,101 48,330,818 47,750,799 41,481,841 41,481,841 41,481,841 41,475,745


(3)

Lampiran 66. Kriteria investasi untuk kenaikan bahan baku, input dan utilitas sebesar 10%

No Cash Flow DF i=18% Present

value

NPV kumulatif

DF i=15%

Present

value DF i=40%

Present value

0 -61,927,265 1.00 (61,927,265) (61,927,265) 1.00

-61,927,265 1.00 -61,927,265 1 8,232,198 0.85 6,976,439 (54,950,826) 0.87 7,158,433 0.71 5,880,141 2 11,055,619 0.72 7,939,973 (47,010,853) 0.76 8,359,636 0.51 5,640,622 3 13,893,040 0.61 8,455,733 (38,555,120) 0.66 9,134,900 0.36 5,063,061 4 14,480,043 0.52 7,468,645 (31,086,475) 0.57 8,279,011 0.26 3,769,274 5 15,082,766 0.44 6,592,816 (24,493,659) 0.50 7,498,800 0.19 2,804,405 6 15,673,345 0.37 5,805,901 (18,687,757) 0.43 6,776,019 0.13 2,081,582 7 21,942,302 0.31 6,888,238 (11,799,519) 0.38 8,248,924 0.09 2,081,546 8 21,942,302 0.27 5,837,490 (5,962,030) 0.33 7,172,978 0.07 1,486,818 9 21,942,302 0.23 4,947,025 (1,015,004) 0.28 6,237,372 0.05 1,062,013

10 22,079,721 0.19 4,218,650 3,203,646 0.25 5,457,769 0.03 763,332

NPV 3,203,646 12,396,578 -31,294,471

IRR 22.1%

Net B/C 1.1

PBP 9.2

1

9


(4)

Lampiran 67. Perkiraan laba rugi untuk kenaikan bahan baku, input dan utilitas sebesar 15%

No Deskripsi

Total Tahun ke (x Rp 1000,-)

Ke-0 Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6 Ke-7 Ke-8 Ke-9 Ke-10

1 Penerimaan

Penjualan jamu pencahar 0 50,587,200 56,910,600 63,234,000 63,234,000 63,234,000 63,234,000 63,234,000 63,234,000 63,234,000 63,234,000

Total 0 50,587,200 56,910,600 63,234,000 63,234,000 63,234,000 63,234,000 63,234,000 63,234,000 63,234,000 63,234,000

2 Biaya produksi

a. Biaya Variabel

Bahan baku, input dan utilitas 0 25,295,510 28,457,449 31,619,388 31,619,388 31,619,388 31,619,388 31,619,388 31,619,388 31,619,388 31,619,388 Tenaga kerja langsung 0 106,500 106,500 106,500 111,293 111,293 111,293 116,301 116,301 116,301 121,534

b. Biaya tetap

Tenaga kerja tak langsung, 0 199,800 199,800 199,800 208,791 208,791 208,791 218,187 218,187 218,187 228,005 Penyusutan 0 190,143 190,143 190,143 190,143 166,383 190,143 190,143 190,143 190,143 166,383 Pemeliharaan 0 31,745 31,745 31,745 31,745 31,745 31,745 31,745 31,745 31,745 31,745 Biaya administrasi 0 96,181 96,181 96,181 96,181 96,181 96,181 96,181 96,181 96,181 96,181 Pajak bumi dan bangunan 0 8,936 8,936 8,936 8,936 8,936 8,936 8,936 8,936 8,936 8,936 Biaya pemasaran dan promosi 0 120,000 120,000 100,000 100,000 100,000 100,000 100,000 100,000 100,000 100,000

Total biaya produksi 0 26,048,816 29,210,755 32,352,694 32,366,477 32,342,717 32,366,477 32,380,881 32,380,881 32,380,881 32,372,173 Laba Operasi 0 24,538,384 27,699,845 30,881,306 30,867,523 30,891,283 30,867,523 30,853,119 30,853,119 30,853,119 30,861,827

Bunga kredit investasi 0 5,114,151 4,261,792 3,409,434 2,557,075 1,704,717 852,358 0 0 0 0

Laba sebelum pajak 0 19,424,233 23,438,053 27,471,873 28,310,448 29,186,566 30,015,164 30,853,119 30,853,119 30,853,119 30,861,827

Pajak penghasilan (%)

1. Laba sampai dengan Rp.50

juta 0 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000

2. Laba Rp.50 juta s/d Rp.100

juta 0 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500

3. Laba di atas Rp.100 juta 0 5,797,270 7,001,416 8,211,562 8,463,134 8,725,970 8,974,549 9,225,936 9,225,936 9,225,936 9,228,548 Total Pajak 0 5,809,770 7,013,916 8,224,062 8,475,634 8,738,470 8,987,049 9,238,436 9,238,436 9,238,436 9,241,048

Laba Bersih Setelah Pajak 0 13,614,463 16,424,137 19,247,811 19,834,813 20,448,096 21,028,115 21,614,683 21,614,683 21,614,683 21,620,779

9


(5)

Lampiran 68. Perkiraan arus kas rugi untuk kenaikan bahan baku, input dan utilitas sebesar 15%

No Deskripsi Total Tahun ke (x Rp 1000,-)

Ke-0 Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6 Ke-7 Ke-8 Ke-9 Ke-10

Cash Inflow

1 Penerimaan 0 50,587,200 56,910,600 63,234,000 63,234,000 63,234,000 63,234,000 63,234,000 63,234,000 63,234,000 63,234,000

2 Penyusutan 0 190,143 190,143 190,143 190,143 166,383 190,143 190,143 190,143 190,143 166,383

3 Nilai Sisa 0 0 0 0 0 13,200 0 0 0 0 155,083

4 Modal sendiri 32,126,584 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

5 Sub Total 32,126,584 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Sub Total 64,253,169 50,777,343 57,100,743 63,424,143 63,424,143 63,413,583 63,424,143 63,424,143 63,424,143 63,424,143 63,555,466

Cash Outflow

1 Biaya produksi 0 26,048,816 29,210,755 32,352,694 32,366,477 32,342,717 32,366,477 32,380,881 32,380,881 32,380,881 32,372,173

2 Investasi 2,325,904 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

3 Angsuran kredit 0 5,682,390 5,682,390 5,682,390 5,682,390 5,682,390 5,682,390 0 0 0 0

4 Bunga (18 %) 0 5,114,151 4,261,792 3,409,434 2,557,075 1,704,717 852,358 0 0 0 0

5 Pajak

penghasilan (%) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

a. Laba sampai dengan Rp.50

juta 0 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000

b. Laba Rp.50 juta s/d Rp.100

juta 0 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500

c. Laba di atas

Rp.100 juta 0 6,787,094 8,114,968 9,448,842 9,700,415 9,963,250 10,211,830 10,463,216 10,463,216 10,463,216 10,465,829

Sub Total 2,325,904 43,644,951 47,282,405 50,905,859 50,318,857 49,705,574 49,125,555 42,856,597 42,856,597 42,856,597 42,850,501

Cash Flow

-61,927,265 7,132,393 9,818,339 12,518,284 13,105,287 13,708,010 14,298,589 20,567,546 20,567,546 20,567,546 20,704,965

1

9


(6)

Lampiran 69. Kriteria investasi untuk kenaikan bahan baku, input dan utilitas sebesar 15%

No Cash Flow DF i=18% Present value NPV

kumulatif DF i=5% Present value DF i=30%

Present value

0 -61,927,265 1.00 (61,927,265) (61,927,265) 1.00 -61,927,265 1.00 -61,927,265

1 7,132,393 0.85 6,044,401 (55,882,864) 0.95 6,792,755 0.77 5,486,456

2 9,818,339 0.72 7,051,378 (48,831,486) 0.91 8,905,523 0.59 5,809,668

3 12,518,284 0.61 7,619,014 (41,212,472) 0.86 10,813,765 0.46 5,697,899

4 13,105,287 0.52 6,759,561 (34,452,911) 0.82 10,781,752 0.35 4,588,525

5 13,708,010 0.44 5,991,897 (28,461,013) 0.78 10,740,584 0.27 3,691,966

6 14,298,589 0.37 5,296,648 (23,164,365) 0.75 10,669,827 0.21 2,962,327

7 20,567,546 0.31 6,456,668 (16,707,698) 0.71 14,616,971 0.16 3,277,774

8 20,567,546 0.27 5,471,752 (11,235,945) 0.68 13,920,925 0.12 2,521,365

9 20,567,546 0.23 4,637,078 (6,598,867) 0.64 13,258,024 0.09 1,939,511

10 20,704,965 0.19 3,955,983 (2,642,884) 0.61 12,711,053 0.07 1,501,900

NPV (2,642,884) 51,283,913 -24,449,874

IRR 17.9%

Net B/C 0.96