KORELASI ANTARA KEBIASAAN BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR GEOGRAFI SISWA KELAS X MAN BANDING AGUNG OKU SELATAN TAHUN PELAJARAN 2012-2013

(1)

(2)

ABSTRAK

PEMETAAN ARAHAN FUNGSI PEMANFAATAN LAHAN UNTUK KAWASAN FUNGSI LINDUNG DI KECAMATAN GISTING

KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN 2013

Oleh Fitrianti

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi pemanfaatan lahan dalam kawasan fungsi lindung di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus tahun 2013 berdasarkan arahan fungsi pemanfaatan lahannya. Penelitian ini menggunakan metode survei. Objek dalam penelitian ini adalah satuan wilayah untuk kawasan lindung di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus. Pengumpulan data dilakukan dengan cara dokumentasi, observasi, dan interpretasi citra. Analisis data yang digunakan adalah overlay dan scoring.

Hasil dalam penelitian ini: (1) Kecamatan Gisting memiliki tiga kelas arahan pemanfaatan lahan berdasarkan fungsi utamanya yaitu kawasan lindung seluas 140,34 Ha (4,32%), kawasan penyangga seluas 2.806,76 Ha (86,27%), dan kawasan budidaya seluas 306,15 Ha (9,41%), (2) Terjadi ketidaksesuaian pemanfaatan lahan dengan arahan fungsi pemanfaatan lahannya untuk kawasan lindung seluas 82,17 Ha (2,52%) dari seluruh luas penggunaan lahan di Kecamatan Gisting.

Kata kunci: Pemetaan, Arahan Fungsi Pemanfaatan Lahan, Sistem Informasi Geografi.


(3)

(4)

(5)

(6)

v

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Masalah Penelitian ... 9

C.Tujuan Penelitian ... 9

D.Kegunaan Penelitian ... 10

1. Manfaat Teoritis ... 10

2. Manfaat Secara Praktis ... 10

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ... 12

A.Tinjauan Pustaka ... 12

1. Pengertian Lahan ... 12

2. Pemanfaatan Lahan... 13

3. Arahan Fungsi Pemanfaatan Lahan ... 14

4. Kawasan Fungsi Lindung ... 18

5. Peta dan Pemetaan ... 20

B.Kerangka Pikir ... 24

III. METODE PENELITIAN ... 25

A.Metode Penelitian ... 25

B.Waktu dan Tempat Penelitian ... 25

C.Bahan dan Alat Penelitian ... 25

1. Bahan Penelitian ... 26

2. Alat Penelitian ... 26

a. Perangkat keras (Hardware) ... 26

b. Perangkat lunak (Software) ... 26

c. Alat lapangan yang digunakan ... 27

D.Objek Penelitian ... 27


(7)

vi

1. Dokumentasi ... 29

2. Observasi ... 29

3. Interpretasi Citra ... 30

G.Teknik Analisis Data ... 30

H.Bagan Alur Penelitian ... 33

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 34

A.Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 34

1. Letak Astronomis, Letak Administratif, dan Luas Wilayah ... 34

2. Keadaan Fisik Daerah Penelitian ... 37

a. Iklim ... 37

b. Hidrologi ... 40

c. Keadan geologi ... 40

d. Kemiringan lereng ... 43

e. Jenis tanah ... 45

1) Tanah regosol ... 46

2) Tanah latosol ... 46

f. Curah hujan ... 49

g. Penggunaan lahan ... 50

1) Hutan sekunder... 52

2) Permukiman ... 52

3) Perkebunan rakyat ... 53

4) Ladang/tegalan ... 54

5) Semak belukar ... 55

3. Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk ... 55

a. Jumlah penduduk ... 55

b. Kepadatan penduduk ... 57

c. Rasio jenis kelamin (sex ratio) ... 60

B.Pembahasan ... 61

1. Satuan Lahan ... 61

2. Arahan Fungsi Pemanfaatan Lahan ... 65

3. Kesesuaian Antara Penggunaan Lahan dalam Kawasan Lindung dengan Arahan Fungsi Pemanfaatan Lahannya... 68

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 77

A.Simpulan ... 77

B.Saran ... 77


(8)

vii (2003-2012) ... 82 2. Data Hari Hujan Bulanan Kecamatan Gisting 5 Tahun Terakhir

(2008-2012). ... 83 3. Data Atribut dalam Program SIG ... 84 4. Citra SRTM Resolusi 60 meter ... 85


(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan banyak digunakan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, selain itu lahan juga digunakan sebagai tempat tinggal manusia. Food Agricultural Organi-zation dalam Setya Nugraha (2007:3) menyatakan bahwa lahan ialah bagian dari bentangalam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi bahkan keadaan vegetasi alami (natural vegetati-on) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa lahan memiliki sifat atau karakteristik yang spesifik. Sifat-sifat lahan (land characteristics) adalah atribut atau keadaan unsur-unsur lahan yang dapat diukur atau diperkirakan, seperti tekstur tanah, struktur tanah, kedalaman tanah, jumlah curah hujan, distribusi hujan, temperatur, drainase tanah, jenis vegetasi, dan sebagainya.

Setiap lahan yang terbentang di permukaan bumi memiliki peruntukannya masing-masing, seperti untuk lahan pertanian, lahan bukan pertanian, lahan permukiman, kawasan hutan lindung, dan sebagainya sesuai dengan pemanfaatan-nya. Pemanfaatan lahan diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya


(10)

baik materiil maupun spirituil (Arsyad dalam Setya Nugraha, 2007:7). Pemanfaatan lahan juga dapat diartikan sebagai pemberian perlakuan oleh manusia terhadap lahan untuk dimanfaatkan dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan lahan harus disesuaikan dengan kemampuan tanah dan pemberian perlakuan harus disesuaikan dengan syarat-syarat yang diperlukan, agar tanah dapat berfungsi dengan baik tanpa harus mengurangi tingkat kesuburannya, sehingga kebutuhan hidup dapat terpenuhi. Agar pemanfaatan lahan sesuai dengan kemampuan tanah dan tidak terjadi kerusakan lingkungan, maka perlu adanya suatu perencanaan tata guna lahan.

Perencanaan tata guna lahan (land use planning) merupakan suatu proses perenca-naan terhadap pengguperenca-naan/pemanfaatan lahan dan alternatif pola tata guna lahan dengan mempertimbangkan faktor pengembangannya, baik fisik, sosial, budaya, maupun ekonomi. Perencanaan tata guna lahan ini memiliki tujuan diantaranya adalah untuk melakukan penentuan pilihan dan penerapan salah satu pola tata guna lahan yang terbaik dan sesuai dengan kondisi yang ada sehingga diharapkan dapat mencapai suatu sasaran tertentu (Riyadi dan Deddy Supriady, 2003:164). Perencanaan tata guna lahan pada setiap daerah dapat disusun dalam suatu peren-canaan penataan ruang berupa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). RTRW adalah peraturan yang mengatur rencana struktur dan pola tata ruang wilayah. RTRW disusun oleh setiap negara, Provinsi, dan kabupaten/kota. RTRW yang disusun oleh kabupaten disebut dengan RTRW Kabupaten. RTRW Kabupaten disusun dan dibuat untuk mengatur rencana struktur dan pola tata ruang wilayah kabupaten tersebut.


(11)

Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung dan merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Lampung Selatan. Kabupaten Tanggamus memiliki RTRW yang disusun oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Tanggamus. RTRW Kabupaten Tanggamus terdiri atas rencana struk-tur ruang wilayah dan rencana pola ruang.

Rencana struktur ruang wilayah tersusun atas konstelasi pusat-pusat kegiatan yang berhierarki satu sama lain yang dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wila-yah kabupaten. Sistem wilawila-yah kabupaten dibagi menjadi hierarki perkotaan dan pedesaan serta dibangun sistem prasarana wilayah seperti jaringan transportasi, sedangkan untuk rencana pola ruang meliputi pola ruang kawasan lindung dan pola ruang kawasan budidaya. RTRW yang telah disusun dengan baik, dalam pelaksaan di lapangan terkadang tidak sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Hal ini terbukti dengan kondisi pemanfaatan lahan di Kabupaten Tangga-mus yang terdiri atas hutan sekunder, permukiman, perkebunan, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering/semak, semak belukar, tambak, dan tubuh air. Pertanian lahan kering campur semak merupakan jenis pemanfaatan lahan yang mendominasi di Kabupaten Tanggamus, dengan prosentase 62%. Untuk jenis pemanfaatan lahan sawah memiliki prosentase 5% dari total luas daratan. Peman-faatan lahan yang luasnya terkecil adalah lahan tambak sebesar 1%. Mengenai RTRW Kabupaten Tanggamus, dapat dilihat pada Gambar 1.


(12)

(13)

Kecamatan Gisting merupakan salah satu dari 20 kecamatan yang ada di Kabupa-ten Tanggamus, terletak di sebelah timur ibukota KabupaKabupa-ten Tanggamus, tepatnya di sekitar kaki Gunung Tanggamus. Luas Kecamatan Gisting ialah 32,53 km² yang terdiri atas 8 pekon definitif dan I pekon persiapan. Secara topografis, Kecamatan Gisting memiliki ketinggian antara 600-1.100 m di atas permukaan laut. Titik terendah berada di Pekon Banjarmanis dan titik tertinggi terletak di Pekon Gisting Atas.

Curah hujan di Kecamatan Gisting terjadi sepanjang tahun. Curah hujan terbanyak terjadi antara bulan Desember sampai Februari. Rata-rata curah hujan sepanjang tahun ialah 1.750-2.000 mm sedangkan suhu udara berkisar antara 25-30°C. Penduduk Kecamatan Gisting berjumlah 36.006 jiwa dengan kepadatan penduduk 1.107 jiwa per km². Sumber mata pencaharian penduduk yang utama adalah pertanian yang terdiri atas pertanian tanaman padi sawah, tanaman hortikultura, palawija, pertanian peternakan, dan tanaman perkebunan. Sehingga terdapat banyak macam pemanfaatan lahan (Kecamatan Gisting dalam angka, 2011:12).

Dalam RTRW Kabupaten Tanggamus, Kecamatan Gisting direncanakan menjadi daerah perkotaan sebagai pusat kegiatan lokal promosi yang berfungsi untuk permukiman, perdagangan jasa, dan agropolitan/kawasan pendukung pertanian. Lahan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus memiliki potensi yang sangat baik sebagai daerah pertanian. Lahan memiliki arti ekonomi yang sangat penting bagi masyarakat di Kecamatan Gisting dalam pemenuhan kebutuhan hidup, karena kegiatan perekonomian bagi masyarakat bertumpu pada sektor pertanian,


(14)

di mana lahan merupakan tempat aktivitas pertanian. Oleh karena itu, Kecamatan Gisting merupakan kawasan yang potensial untuk pengembangan wilayah pertanian dan perlu mendapatkan perhatian khusus sebagai salah satu wilayah agropolitan.

Lahan yang telah dimanfaatkan di Kecamatan Gisting dapat dilihat pada Tabel 1 dan untuk penggunaan lahan eksisting di Kecamatan Gisting dapat dilihat pada Gambar 2.

Tabel 1. Penggunaan lahan di Kecamatan Gisting tahun 2009.

No Penggunaan Lahan Luas

(Ha) Persentase

1 Hutan sekunder 58,17 1,78

2 Permukiman 225,77 6,93

3 Perkebunan rakyat 22,09 0,75

4 Ladang/tegalan 2.881,45 88,57

5 Semak belukar 65,77 2.02

Jumlah 3.253,25 100,00

Sumber: Peta penggunaan lahan Kecamatan Gisting tahun 2009.

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa lahan di Kecamatan Gisting banyak digunakan sebagai ladang/tegalan, hasil dari pemanfaatan lahan sebagai ladang/ tegalan tersebut dapat menjadi salah satu potensi bagi daerah ini. Potensi-potensi Kecamatan Gisting saat ini baik yang sudah digali maupun belum digali merupa-kan modal dasar bagi pengembangan wilayah Kecamatan Gisting. Untuk melaku-kan pengembangan pertanian tersebut dibutuhmelaku-kan pemanfaatan lahan yang optimal. Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin mening-kat, maka pemanfaatan lahan untuk pemenuhan kebutuhan hidup juga akan meningkat sedangkan jumlah lahan tetap.


(15)

(16)

Oleh karena itu, dibutuhkan pemanfaatan lahan yang optimal agar kebutuhan penduduk yang semakin meningkat dapat terpenuhi dengan jumlah lahan yang tetap. Pemanfaatan lahan yang optimal adalah pemanfaatan lahan yang disesuai-kan dengan arahan dan kemampuan lahan tersebut, namun, pada kenyataannya tidaklah demikian. Permasalahan umum yang hampir terjadi di setiap wilayah ialah tidak sesuainya pemanfaatan lahan dengan arahan fungsi kawasannya, khususnya untuk kawasan hutan lindung. Penduduk mulai merambah hutan lindung untuk kegiatan pertanian, hal ini disebabkan karena pertambahan penduduk yang terus meningkat setiap tahun sedangkan jumlah lahan tetap, sehingga untuk mempertahankan hidup mereka menjadikan hutan lindung sebagai lahan pertanian. Kondisi demikian juga terjadi di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung.

Pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan arahan dan kemampuannya ini disebabkan karena informasi arahan fungsi kawasan yang terbatas. Keterbatasan informasi arahan tersebut dikarenakan proses pengumpulan data yang tidak mudah. Dalam penetapan arahan untuk pemanfaatan lahan, diperlukan data-data spasial, seperti kemiringan lereng, jenis tanah, dan curah hujan sedangkan untuk evaluasi pemanfaatan lahan yang sesuai dengan arahan pemanfaatannya dibutuhkan data penggunaan lahan. Dalam proses pengumpulan dan manipulasi data untuk memperoleh zonasi arahan pemanfaatan lahan melalui peta-peta tematik membutuhkan proses yang cukup rumit dan memakan waktu yang cukup panjang, oleh karena itu dibutuhkan suatu sistem pengolahan data dalam bentuk

digital yaitu berupa Sistem Informasi Geografi (SIG). Pemanfaatan sistem infor-masi geografi dapat mempermudah pengolahan data karena SIG bekerja dengan


(17)

sistem komputer (digital), selain itu dengan menggunakan SIG akan mempermudah dalam mengupdate perubahan data, karena data pemanfaatan lahan dari waktu ke waktu tentunya mengalami perubahan. Dengan perkembangan SIG sekarang ini, dan adanya informasi arahan fungsi kawasan diharapkan pemanfaa-tan lahan khususnya kawasan lindung di Kecamapemanfaa-tan Gisting Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung sesuai dengan arahan fungsi pemanfaatan lahannya. Untuk membuktikan hal tersebut, maka diperlukan penelitian ini, yaitu “Pemetaan Arahan Fungsi Pemanfaatan Lahan untuk Kawasan Fungsi Lindung di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus”.

B. Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah apakah pemanfaatan lahan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus tahun 2013, khususnya kawasan fungsi lindung sesuai dengan arahan fungsi pemanfaatan lahannya?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan evaluasi pemanfaatan lahan dalam kawasan lindung di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus tahun 2013 berdasarkan arahan fungsi pemanfaatan lahannya.


(18)

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini dapat diuraikan menjadi dua, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis.

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk menambah pengetahuan serta lebih mendukung teori-teori yang ada sehubungan dengan masalah yang diteliti.

b. Sebagai dasar untuk mengadakan penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Secara Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai suplemen bahan ajar pada mata pelajaran Geografi di SMA kelas XII program IPS semester 1 pada pokok bahasan Peta dan Pemetaan.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan masukan bagi pihak Perencana Pembangunan Daerah Kabupaten Tanggamus dalam usaha perencanaan pengembangan pertanian di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi melalui penyajian data SIG kepada para Perencana Pembangunan Daerah Tanggamus khususnya Kecamatan Gisting.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini, yaitu:

1. Ruang lingkup objek penelitian adalah lahan untuk kawasan lindung di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung.


(19)

2. Ruang lingkup tempat penelitian adalah Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung.

3. Ruang lingkup waktu penelitian yaitu tahun 2013.

4. Ruang lingkup ilmu penelitian adalah Geografi Tanah dan Sistem Informasi Geografi.

Tejoyuwono dalam I Gede Sugiyanta (2007:4), mendefinisikan Geografi Tanah adalah mempelajari agihan jenis tanah di muka daratan dan faktor-faktor yang menentukan agihan tersebut.

Sementara lingkup sistem informasi geografi dalam penelitian ini adalah untuk menyajikan luaran (output) yang berupa peta arahan fungsi pemanfaatan lahan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus yang diperoleh dari data-data pemanfaatan lahan yang terdapat di Kecamatan Gisting Kabupetan Tanggamus.


(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Pustaka

Dalam rangka mendukung penelitian ini, dikemukakan beberapa teori menurut para ahli yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Pengertian Lahan

Lahan merupakan daratan yang memiliki karakteristik alami seperti iklim, topo-grafi, geologi, tanah serta hidrologi dan dipengaruhi oleh aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Malingreau (1977) dalam Muryono (2005:6) mengemukakan bahwa

“Lahan merupakan suatu daerah di permukaan bumi yang ciri-cirinya mencakup semua pengenal yang bersifat cukup mantab dan dapat diduga berdasarkan daur dari biosfer, tanah, air, populasi manusia pada masa lampau dan masa kini sepanjang berpengaruh atas penggunaan lahan pada masa kini dan masa yang akan datang.”

Menurut Sitanala dalam I Gede Sugiyanta (2003:8) lahan dapat diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya, sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan, termasuk di dalamnya juga hasil kegiatan manusia di masa lampau dan sekarang. Lahan memiliki sifat atau karakteristik yang spesifik. Lahan juga memiliki unsur-unsur yang dapat diukur atau diperkirakan, seperti tekstur tanah, struktur tanah,


(21)

kedalaman tanah, jumlah curah hujan, distribusi hujan, temperatur, drainase tanah, serta jenis vegetasinya. Dalam lahan terbayang apa yang terkandung di dalamnya dan bagaimana keadaan tanahnya, serta menggambarkan bagaimana daya dukung dari lingkungan fisis dan biotik terhadap kehidupan manusia.

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa lahan merupakan material dasar yang merupakan bagian dari suatu lingkungan dan memiliki karakteristik baik dari keadaan tanah, iklim, distribusi hujan serta vegetasinya yang dapat digunakan oleh manusia dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidupnya.

2. Pemanfaatan Lahan

Pemanfaatan lahan merupakan penggunaan ataupun pemanfaatan lingkungan alam oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Definisi peman-faatan lahan yang lebih lengkap adalah sebagai berikut:

“Pemanfaatan lahan adalah segala macam campur tangan manusia baik secara permanen ataupun secara siklis terhadap suatu kumpulan sumber daya alam dan sumber daya buatan yang secara keseluruhannya disebut lahan, dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhannya baik kebendaan maupun spiritual ataupun kedua-duanya” (Malingreau, 1978:6).

Pemanfaatan lahan di permukaan bumi selalu dinamis dan berkembang seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Pertambahan penduduk menyebabkan meningkatkan jumlah pemanfaatan lahan, baik digunakan sebagai lahan permukiman, lahan pertanian, lahan bukan pertanian, dan sebagainya. Lahan yang merupakan obyek penelitian keadaanya kompleks dan tidak merupakan suatu unsur fisik atau sosial ekonomi yang berdiri sendiri. Tetapi merupakan hasil


(22)

interaksi dari lingkungan biofisisnya. Berhasilnya suatu peningkatan produksi pertanian bergantung pada perencanaan pemanfaatan lahan yang sesuai dengan kemampuan lahannya (Jamulyo dan Sunarto, 1996:1). Contoh tipe pemanfaatan lahan adalah sebagai berikut:

a) Perladangan

b) Tanaman semusim campuran, tanah darat tidak intensif c) Tanaman semusim campuran, tanah darat intensif d) Sawah satu kali setahun, tidak intensif

e) Sawah dua kali setahun, intensif

f) Perkebunan rakyat (karet, kopi atau coklat, jeruk), tidak intensif g) Perkebuanan rakyat, intensif

h) Hutan produksi alami

i) Hutan produksi, tanaman pinus, dan sebagainya j) Padang penggembalaan tidak intensif

k) Hutan lindung.

3. Arahan Fungsi Pemanfaatan Lahan

Luntungan dalam Listumbinang Halengkara (2012:32) menjelaskan bahwa arahan fungsi pemanfaatan lahan merupakan kajian potensi lahan untuk peruntukan suatu kegiatan ke dalam suatu kawasan tertentu berdasarkan fungsi utamanya. Arahan fungsi pemanfaatan lahan juga dapat diartikan sebagai upaya untuk menata pemanfaatan lahan pada suatu kawasan sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini tujuan dari arahan fungsi pemanfaatan lahan adalah untuk mencapai keseimbangan antara kemampuan lahan dengan jenis pemanfaatan dan teknologi


(23)

yang digunakan sebagai upaya untuk melindungi kelangsungan fungsi dan manfaat sumber daya alam di suatu wilayah. Artinya, apabila penggunaan lahan pada masing-masing kawasan tidak sesuai dengan fungsi utamanya maka perlu dilakukan tindakan arahan fungsi pemanfaatan lahan dengan menerapkan tindakan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah secara vegetatif dan mekanik yang bertuju-an untuk mengembalikbertuju-an dbertuju-an menjaga fungsi utama kawasbertuju-annya.

Arahan fungsi pemanfaatan lahan berdasarkan Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (BRLKT, 1994) ditetapkan berdasarkan tiga parameter, yaitu:

a. Kemiringan lereng

Kemiringan Lereng ialah bentuk dari variasi perubahan permukaan bumi secara global, regional atau dikhususkan dalam bentuk suatu wilayah tertentu. Variabel yang digunakan dalam pengidentifikasian kemiringan lereng adalah sudut kemi-ringan lereng, titik ketinggian di atas permukaan laut dan bentang alam berupa bentukan akibat gaya satuan geomorfologi yang bekerja. Sehingga dapat disim-pulkan bahwa kemiringan lereng merupakan beda tinggi antara dua tempat, yang dibandingkan dengan daerah yang relatif lebih rata atau datar.

Kemiringan lereng dapat berpengaruh terhadap penentuan fungsi kawasan. Sema- kin curam lereng pada suatu kawasan, maka kawasan tersebut tidak boleh dijadi-kan sebagai kawasan budidaya, karena pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dapat menyebabkan tingkat erosi yang tinggi pada kawasan yang memiliki lereng curam.


(24)

b. Jenis tanah

Jenis tanah dibentuk pada lingkungan fisiografis dan proses yang sama. Faktor fisiografis seperti batuan induk alami, topografi, drainase, iklim, dan vegetasi. Jenis tanah akan memengaruhi jenis penggunaan lahan yang cocok untuk suatu tanaman dan dapat menjadi salah satu parameter yang dapat menentukan arahan fungsi pemanfaatan lahan. Jenis tanah yang dapat memberikan hasil maksimal terhadap penggunaannya merupakan jenis tanah yang memiliki tingkat kesuburan yang tinggi. Namun terdapat kemungkinan tanah yang mempunyai kesuburan yang tinggi tetapi hasil produksinya rendah, hal ini disebabkan karena faktor produksi lainnya menghambat pertumbuhan tanaman. Jenis tanah tertentu mem-punyai potensi kesuburan yang tinggi, tetapi karena tidak dilakukan perbaikan tingkat kesuburannya, maka hanya diperoleh hasil dengan aras sedang (Rachman Sutanto, 2005:182).

Jenis tanah digunakan sebagai salah satu parameter dalam menentukan arahan fungsi kawasan berdasarkan resistensi tanah terhadap erosi oleh aliran air. Jika pada suatu daerah terdapat jenis tanah yang sangat peka terhadap erosi, maka daerah pemanfaatan lahan di daerah tersebut tidak dibenarkan sebagai kawasan budidaya.

c. Curah hujan

Curah hujan merupakan jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, runoff, dan infiltrasi. Curah hujan dibatasi sebagai tinggi air hujan (dalam mm) yang diterima di permukaan sebelum


(25)

mengalami aliran permukaan, evaporasi, dan peresapan/perembesan ke dalam tanah. Jumlah hari hujan umumnya dibatasi dengan jumlah hari dengan curah hujan 0,5 mm atau lebih. Jumlah hari hujan dapat dinyatakan per minggu, dekade, bulan, tahun atau satu periode tanam (tahap pertumbuhan tanaman). Intensitas hujan adalah jumlah curah hujan dibagi dengan selang waktu terjadinya hujan (Handoko, 1993). Curah hujan berperan sebagai media angkut dalam proses erosi. Peluang terjadinya erosi dipengaruhi oleh besar kecilnya curah hujan, semakin tinggi curah hujan, maka peluang untuk terjadi erosi semakin besar, dan sebaliknya.

Berdasarkan peta-peta tersebut, maka dapat dilakukan cara tumpang susun

(overlay) untuk mendapatkan satuan lahan menurut klasifikasi dan nilai skornya. Penetapan arahan fungsi pemanfaatan lahan dilakukan dengan cara menjumlahkan skor dari ketiga faktor yang dinilai pada setiap satuan lahan. Jumlah skor tersebut akan mencerminkan kemampuan lahan untuk masing-masing satuan lahan (Prapto Suharsono, 1985:37).

Berdasarkan besarnya skor dan kriteria lainnya, maka arahan fungsi pemanfaatan lahan dari masing-masing satuan lahan dapat ditetapkan. Arahan fungsi peman-faatan lahan berdasarkan kriteria tersebut dibagi menjadi empat kawasan, yaitu: kawasan fungsi lindung, kawasan fungsi penyangga, kawasan fungsi budidaya tanaman tahunan, dan kawasan fungsi budidaya tanaman semusim dan permukiman.


(26)

4. Kawasan Fungsi Lindung

Kawasan fungsi lindung adalah suatu wilayah yang keadaan dan sifat fisiknya mempunyai fungsi lindung untuk kelestarian sumber daya alam, air, flora, dan fauna seperti hutan lindung, hutan suaka, hutan wisata, daerah sekitar sumber mata air dan alur sungai, serta kawasan hutan lindung lainnya. UU RI No. 26 2007 menyebutkan bahwa kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Setya Nugraha dkk (2006:62-69) menyebutkan bahwa:

“Kawasan lindung memiliki fungsi utama sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. Berdasarkan fungsinya tersebut, maka penggunaan lahan yang diperbolehkan adalah pengolahan lahan dengan tanpa pengolahan tanah (zero tillage) dan dilarang melakukan penebangan vegetasi hutan.”

Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa kawasan lindung memiliki fungsi sebagai pelindung kawasan yang berada disekitarnya sehingga penggunaan lahan yang dilaksanakan harus memiliki konservasi agar tidak terjadi kerusakan lingkungan. Suatu kawasan dapat ditetapkan sebagai kawasan fungsi lindung karena memiliki syarat dan ketentuan sebagai kawasan yang memiliki fungsi untuk melindungi kawasan disekitarnya.

BRLKT (1994) dalam Prapto Suharsono (1985:40) menetapkan syarat suatu kawasan dijadikan sebagai kawasan lindung sebagai berikut:

“Suatu satuan lahan ditetapkan sebagai kawasan fungsi lindung, apabila besarnya nilai skor arahan lahannya sama dengan atau lebih besar dari 175, atau memenuhi salah satu ataupun beberapa syarat sebagai berikut:


(27)

b. Jenis tanahnya sangat peka terhadap erosi (regosol, litosol, organosol, dan renzina), dengan kelerengan lapangan lebih dari 15%,

c. Merupakan jalur pengaman aliran/sungai yang sekurang-kurangnya 100 meter di kiri dan kanan aliran air/sungai,

d. Merupakan pelindung mata air, yaitu sekurang-kurangnya radius 200 meter di sekeliling mata air,

e. Mempunyai ketinggian (elevasi) 2000 meter di atas permukaan laut atau lebih, dan

f. Guna keperluan/kepentingan khusus dan ditetapkan sebagai kawasan lindung.”

Salah satu kawasan yang termasuk dalam kawasan fungsi lindung adalah hutan lindung. Hutan lindung merupakan kawasan yang harus dibina dan dipertahankan sebagai hutan dan di dalamnya tidak dibenarkan adanya kegiatan yang dapat mengakibatkan terganggunya fungsi kawasan tersebut sebagai kawasan hutan. Menurut Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007:92)

“Hutan lindung adalah hutan yang perlu dibina dan dipertahankan sebagai hutan dengan penutupan vegetasi secara tetap untuk kepentingan hidro-orologi, yaitu mengatur tata air, mencegah banjir dan erosi, memelihara keawetan dan kesuburan tanah, baik dalam kawasan hutan yang bersangkutan maupun kawasan sekitarnya yang dipengaruhi. Di dalam hutan lindung tidak boleh dilaksanakan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi tersebut.”

Dari pengertian tersebut, terlihat bahwa kawasan hutan lindung harus dilindungi. Perlindungan terhadap kawasan hutan lindung memiliki tujuan sebagaimana yang dituangkan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 (1990) Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung bahwa perlindungan terhadap kawasan hutan lindung dilakukan untuk mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi, dan menjaga fungsi hidrologis tanah untuk menjamin ketersediaan unsur hara tanah, air tanah, dan air permukaan. Perlindungan terhadap kawasan hutan lindung sangat penting, karena jika terjadi kerusakan dalam kawasan hutan lindung, maka akan terjadi ketidakseimbangan antara kehidupan manusia dan


(28)

alam. Oleh karena itu, setiap orang diwajibkan untuk menjaga kawasan lindung agar kehidupan di muka bumi tetap seimbang dan generasi yang akan datang masih bisa merasakan apa yang masih bisa kita rasakan saat ini, yaitu bisa merasakan hijaunya hamparan bumi karena masih adanya kawasan lindung.

5. Peta dan Pemetaan

Suatu pendekatan yang digunakan dalam mengkaji sebuah gejala alam atau fenomena disebut dengan pendekatan keruangan. Pendekatan keruangan melihat sebuah objek atau fenomena dari sudut pandang lokasi. Suatu objek atau fenome-na dapat digambarkan pada sebuah bidang datar yang disebut dengan peta. Peta merupakan gambaran permukaan bumi yang dituangkan dalam selembar kertas atau media lain dalam bentuk dua dimensional. Melalui sebuah peta kita akan mudah melakukan pengamatan terhadap permukaan bumi yang luas, terutama dalam hal waktu dan biaya (Dedy Miswar, 2012:2). Selanjutnya ICA dalam Dedy Miswar (2012:2) mengemukakan peta merupakan suatu representasi atau gambaran unsur-unsur atau kenampakan-kenampakan abstrak yang dipilih dari permukaan bumi atau benda angkasa, dan umumnya digambarkan pada suatu bidang datar dan diperkecil dengan atau diskalakan.

Dari pengertian peta di atas dapat dikatakan bahwa peta merupakan gambaran dari permukaan bumi yang digambarkan dalam bidang datar dan diperkecil dengan skala. Sebagai gambaran fenomena geografikal peta memiliki kegunaan yang luas. Dedy Miswar (2012:5) menyebutkan bahwa

“Kegunaan peta antara lain untuk pelaporan (recording), peragaan (displaying),


(29)

Beberapa contoh kegunaan atau fungsi peta antara lain sebagai alat yang diperlukan dalam proses perencanaan wilayah, pada proses perencanaan wilayah peta sangat diperlukan sebagai survey lapangan, sebagai alat penentu desain perencanaan, dan sebagai alat untuk melakukan analisis secara keruangan.”

Selain itu peta juga diperlukan dalam kegiatan penelitian, terutama untuk penelitian yang berorientasi pada wilayah atau ruang tertentu di muka bumi, seperti hal yang dikemukakan oleh Dedy Miswar (2012:5)

“Peta diperlukan sebagai petunjuk lokasi wilayah, alat penentu lokasi pengambilan sampel di lapangan, sebagai alat analisis untuk mencari suatu

output dari beberapa input peta (tema peta berbeda) dengan cara tumpang susun beberapa peta (overlay), dan sebagai sarana untuk menampilkan berbagai fenomena hasil penelitian seperti peta kepadatan penduduk, peta daerah bahaya longsor, peta daerah genangan, peta ketersediaan air, peta kesesuaian lahan, peta kemampuan lahan dan sebagainya.”

Selanjutnya dalam situs http//:id.wikipedia.org.Sistem_informasi_Geografis.htm

menyebutkan bahwa peta memiliki fungsi dalam hal perencanaan wilayah, diantaranya:

a. Untuk bidang sumber daya, seperti kesesuaian lahan permukiman, pertanian, perkebunan, tata guna lahan, pertambangan dan energi, analisis daerah rawan bencana.

b. Untuk bidang perencanaan ruang, seperti perencanaan tata ruang wilayah, perencanaan kawasan industri, pasar, kawasan permukiman, penataan sistem dan status pertahanan.

c. Untuk bidang manajemen atau sarana-prasarana suatu wilayah, seperti manajemen sistem informasi jaringan air bersih, perencanaan dan perluasan jaringan listrik.

d. Untuk bidang pariwisata, seperti inventarisasi pariwisata dan analisis potensi pariwisata suatu daerah.

e. Untuk bidang transportasi, seperti inventarisasi jaringan transportasi publik, kesesuaian rute alternatif, perencanaan perluasan sistem jaringan jalan, analisis kawasan rawan kemacetan dan kecelakaaan.

f. Untuk bidang sosial dan budaya, seperti untuk mengetahui luas dan persebaran penduduk suatu wilayah, mengetahui luas dan persebaran lahan pertanian serta kemungkinan pola drainasenya, pendataan dan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan dan pembangunan pada suatu kawasan, pendataan dan pengembangan permukiman penduduk, kawasan industri, sekolah, rumah sakit, sarana hiburan dan perkantoran.


(30)

Dengan memerhatikan fungsi dan kegunaan peta, segala jenis peta dapat dibuat sesuai dengan tujuan dan kebutuhan. Informasi yang tertuang dalam peta bisa berupa informasi secara umum maupun informasi secara khusus sesuai dengan temanya yang biasa disebut dengan peta tematik. Peta memiliki berbagai penggo-longan/klasifikasi sesuai dengan tujuan pembuatan peta itu sendiri, sehingga pengguna dapat memilih segala jenis peta yang sesuai dengan tujuan dan informasi yang dibutuhkan. Penggolongan ini bertujuan untuk mengetahui fungsi dan kegunaan dari peta itu serta memudahkan pengguna dalam memilih dan mencari peta yang dibutuhkan dengan cepat. Penggolongan peta menurut Bos, ES. (1977) dalam Dedy Miswar (2012:16-19) adalah sebagai berikut:

a. Penggolongan peta menurut isi (content):

1) Peta umum atau peta rupabumi atau dahulu disebut peta topografi, yaitu peta yang menggambarkan bentang alam secara umum di permukaan bumi, dengan menggunakan skala tertentu. Peta-peta yang bersifat umum masuk dalam kelompok ini seperti peta dunia, atlas, dan peta geografi lainnya yang berisi informasi umum.

2) Peta tematik, adalah peta yang memuat tema-tema khusus untuk kepentingan tertentu, yang bermanfaat dalam penelitian, ilmu pengetahuan, perencanaan, pariwisata, peta kemampuan lahan, peta kesesuaian lahan, peta daerah rawan longsor, dan sebagainya.

3) Peta navigasi (chart), peta yang dibuat secara khusus atau bertujuan praktis untuk membantu para navigasi laut, penerbangan maupun perjalanan. Unsur yang digambarkan dalam chart meliputi route

perjalanan dan faktor-faktor yang sangat berpengaruh atau sangat penting sebagai panduan perjalanan seperti lokasi kota-kota, ketinggian daerah, maupun kedalaman laut.

b. Penggolongan peta menurut skala (scale) 1) Peta skala sangat besar : > 1:10.000

2) Peta skala besar : < 1:100.000 – 1:10.000 3) Peta skala sedang : 1:100.000 – 1:1.000.000 4) Peta skala kecil : >1:1.000.000

c. Penggolongan peta menurut kegunaan (purpose) 1) Peta pendidikan

2) Peta ilmu pengetahuan 3) Peta navigasi

4) Peta untuk aplikasi teknik 5) Peta untuk perencanaan


(31)

Selain penggolongan peta di atas, Dedy Miswar (2012:19) menggolongkan peta berdasarkan teknik, tujuan, dan skala yang bermacam-macam. Penggolongan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Atas dasar skala peta

1) Peta skala kecil : < 1:250.000

2) Peta skala menengah : < 1:50.000 – 1:250.000 3) Peta skala besar : < 1:250.000 – 1:50.000 4) Peta skala sangat besar : > 1:2.500

b. Atas dasar isinya

1) Peta umum (peta topografi) 2) Peta khusus (peta tematik) c. Atas dasar pengukurannya

1) Peta terestris 2) Peta fotogrametri d. Atas dasar penyajiannya

1) Peta garis 2) Peta foto 3) Peta digital

e. Atas dasar hierarkinya 1) Peta manuskrip 2) Peta dasar 3) Peta induk 4) Peta turunan

Berdasarkan penggolongan peta di atas, maka peta yang digunakan dalam penelitian ini termasuk peta tematik. Peta tematik merupakan peta yang memiliki tema khusus sehingga informasi yang ditampilkan merupakan data-data yang terkait dengan temanya. Peta tematik yang digunakan adalah peta kemiringan lereng, peta jenis tanah, dan peta curah hujan. Peta-peta tematik tersebut di over-lay dan akhirnya akan menghasilkan peta baru yaitu peta arahan fungsi pemanfaatan lahan. Peta arahan fungsi pemanfaatan lahan yang dihasilkan merupakan peta tematik dengan skala 1:50.000.


(32)

B. Kerangka Pikir

Lahan di permukaan bumi banyak digunakan untuk segala jenis aktivitas manusia, seperti permukiman, lahan pertanian, hutan lindung, dan objek wisata. Pengguna-an lahPengguna-an di KecamatPengguna-an Gisting saat ini belum dimPengguna-anfaatkPengguna-an secara maksimal, masih banyak penggunaan lahan yang kurang sesuai dengan fungsi asli suatu kawasan tersebut sehingga hasil yang didapat kurang maksimal. Seiring dengan perkembangan jumlah penduduk yang semakin meningkat, maka jumlah kebutu-han lakebutu-han akan meningkat pula sedangkan jumlah lakebutu-han tetap. Keadaan demikian mendorong penduduk untuk merambah kawasan hutan lindung sebagai lahan pertanian, hal ini tentu tidak sesuai dengan fungsi asli kawasan tersebut dan pada akhirnya akan merusak lingkungan sekitar. Oleh karena itu, maka dibutuhkan arahan fungsi pemanfaatan lahan agar fungsi asli kawasan tetap terjaga dan tidak terjadi kerusakan lingkungan.

Peta arahan fungsi pemanfaatan lahan diperoleh berdasarkan tiga peta, yaitu peta kemiringan lereng, peta jenis tanah, dan peta curah hujan. Ketiga peta tersebut di-

overlay dan scoring dalam program SIG untuk mendapatkan peta satuan lahan. Dari hasil overlay dan scoring, secara otomatis akan didapatkan hasil analisis datanya, sehingga dapat ditentukan arahan fungsi pemanfaatan lahannya. Setelah peta arahan didapat, maka dilakukan kecocokan (matching) dengan kondisi penggunaan lahan eksisting di lapangan, dari situlah maka akan diketahui apakah penggunaan lahan di lapangan sesuai atau tidak dengan arahan fungsi pemanfaatan lahannya khususnya untuk kawasan fungsi lindung.


(33)

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah besar data berupa variabel, unit atau individu dalam waktu yang bersamaan. Data dikumpul-kan melalui individu atau sampel fisik tertentu dengan tujuan agar dapat meng-generalisasikan terhadap apa yang diteliti. Variabel yang dikumpulkan dapat bersifat fisik maupun sosial (Moh. Pabundu Tika, 2005:6). Variabel yang dikum-pulkan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat fisik.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2013. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung.

C. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan dan alat penelitian merupakan hal-hal yang dibutuhkan dalam suatu penelitian, baik itu untuk mengumpulkan data maupun sebagai perangkat yang digunakan untuk mengolah data.


(34)

1. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Data spasial berupa peta administratif Kecamatan Gisting, peta kemiringan lereng, peta jenis tanah serta peta curah hujan, selain itu digunakan pula peta penggunaan lahan eksisting Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus.

b. Data atribut berupa data curah hujan, data jenis tanah, dan data penggunaan lahan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus.

c. Citra SRTM (Shuttle Radar Topographic Mission), citra ini digunakan untuk mendapatkan data kemiringan lereng (lihat Lampiran 4).

2. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Perangkat keras (Hardware) yang terdiri atas:

1) Intel Atom 1,83 Ghz, 1 GB RAM, dan 230 GB HDD, merupakan alat yang digunakan untuk menjalankan program, pemrosesan data, dan penyimpanan data yang dibutuhkan dalam penelitian.

2) Scanner, alat ini digunakan untuk men-scan data berupa peta analog untuk dirubah menjadi data digital sehingga mempermudah dalam pengolahannya. 3) Printer, merupakan alat untuk mencetak peta, laporan, serta hasil pengolahan

data lainnya yang dibutuhkan dalam penelitian.

b. Perangkat lunak (Software)

Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat lunak yang berbasis SIG, yaitu software ArcView GIS Version 3.1 dan software ArcGIS Version 9.3.


(35)

c. Alat lapangan yang digunakan terdiri atas:

1) GPS (Global Positioning System), GPS dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui titik koordinat dari objek penelitian. Titik koordinat ini sangat penting dalam proses pengolahan peta digital.

2) Kamera, digunakan untuk mengambil gambar objek penelitian di lapangan yang sesuai dengan sasaran penelitian.

D. Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan sasaran yang akan dikaji dalam suatu penelitian. Objek penelitian merupakan bagian dari populasi. Sugiyono (2010:117) mendefinisikan populasi sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas subjek atau objek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Objek dalam peneliti-an ini adalah satupeneliti-an wilayah di Kecamatpeneliti-an Gisting Kabupaten Tpeneliti-anggamus. Unit pemetaan dan unit analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah unit satuan lahan.

E. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Penelitian

Varibel penelitian menurut Sugiyono (2010:61) adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.


(36)

Dalam penelitian ini menggunakan variabel tunggal yaitu arahan fungsi pemanfaatan lahan untuk kawasan fungsi lindung yang terdiri atas tiga faktor yaitu kemiringan lereng, jenis tanah, dan curah hujan.

2. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti, atau menspesifikan kegiatan, ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel tersebut (Moh. Nazir, 2005:126). Variabel yang digunakan dalam peneli-tian ini merupakan variabel tunggal yaitu arahan fungsi pemanfaatan lahan untuk kawasan fungsi lindung. Berdasarkan Pedoman Penyusunan Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (1994), syarat-syarat suatu kawasan ditetapkan sebagai kawasan fungsi lindung dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria kawasan fungsi lindung.

No Kriteria Kawasan Fungsi

Lindung Keterangan

1 Skor arahan lahan 175

2 Lereng lapangan 45%

3 Jenis tanah Sangat peka terhadap erosi (regosol, litosol,

organosol, dan renzina)

4 Jalur pengaman aliran sungai ± 100 m di kiri dan kanan aliaran air/sungai

5 Ketinggian 2000 mdpl

6 Kegunaan Kawasan lindung

Sumber: Pedoman Penyusunan Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah, (1994) dalam Prapto Suharsono (1985:39).

Pemanfaatan lahan untuk kawasan fungsi lindung dikatakan sesuai apabila memenuhi salah satu ataupun beberapa syarat yang tercantum pada Tabel 2 tersebut.


(37)

F.

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan langkah yang paling penting dalam suatu peneliti-an, karena suatu penelitian tidak akan berjalan tanpa adanya data. Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperolah data yang diperlukan (Moh. Nazir, 2005:174).

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan yaitu:

1. Dokumentasi

Teknik dokumentasi merupakan cara pengumpulan data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya (Suharsimi Arikunto, 2002:206).

Teknik dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk mendapatkan data sekunder mengenai kondisi umum daerah penelitian, keadaan dan penggunaan lahan yang ada, peta lokasi daerah penelitian, serta data-data dokumentasi lainnya yang diperlukan dalam penelitian ini, yang didapatkan baik dari Badan Perencana Pembangunan Daerah Tanggamus, Badan Pertanahan Nasional Tanggamus, Balai Pengelolaan DAS Lampung dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Tanggamus, serta Badan Pertanahan Nasional Provinsi Lampung.

2. Observasi

Observasi merupakan cara dan teknik pengumpulan data dengan melakukan penga-matan dan pencatatan secara secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang terdapat pada objek penelitian (Moh. Pabundu Tika, 2005:44). Tujuan utama dari observasi ini adalah untuk mendapatkan data yang sesuai dengan kajian penelitian,


(38)

yaitu data kemiringan lereng, data curah hujan, data jenis tanah, dan data penggunaan lahan yang terdapat di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus. Teknik observasi ini dilakukan melalui beberapa cara yaitu:

a. Pencatatan dengan alat tulis untuk mencatat data-data yang diperlukan dalam penelitian,

b. Pengukuran dengan GPS untuk mengukur letak atau lokasi penelitian, jarak, lokasi absolut, dan ketinggian lahan dari permukaan laut,

c. Pemotretan dengan alat pemotret untuk mendapatkan data mengenai keadaan atau kondisi lahan dan penggunaannya yang terdapat di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus yang diambil secara langsung pada saat observasi.

3. Interpretasi Citra

Interpretasi citra dilakukan untuk mendapatkan peta kemiringan lereng daerah penelitian. Citra SRTM diperoleh dari sumber internet dengan alamat http://usgs.gov. Citra SRTM yang digunakan memiliki resolusi 60 meter.

G. Teknik Analisis Data

Sugiyono (2010:244) mengemukakan bahwa:

“Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain.”

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah overlay peta dengan teknik pengharkatan (scoring). Teknik analisis scoring digunakan untuk memberikan nilai pada masing-masing karakteristik parameter dari sub-sub


(39)

variabel agar dapat dihitung nilainya serta dapat ditentukan peringkatnya. Dalam menetapkan arahan pemanfaatan lahan di Kecamatan Gisting ini digunakan tiga parameter, yaitu kemiringan lereng, jenis tanah serta curah hujan. Ketiga parameter tersebut dilakukan pemberian skor untuk tiap masing-masing kelasnya.

1. Kemiringan lereng

Dalam penetapan arahan fungsi kawasan, kemiringan lereng diklasifikasikan menjadi lima kelas. Klasifikasi dan nilai skor faktor kemiringan lereng disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Klasifikasi dan nilai skor faktor kemiringan lereng.

No Kelas Kemiringan (%) Klasifikasi Nilai Skor

1 I 0,00 - 8,00 Datar 20

2 II 8,01 - 15,00 Landai 40

3 III 15,01 - 25,00 Agak curam 60

4 IV 25,01 - 45,00 Curam 80

5 V 45,01 atau lebih Sangat curam 100

Sumber: Pedoman Penyusunan Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah, (1994) dalam Prapto Suharsono (1985:39).

2. Jenis tanah

Dalam penetapan arahan fungsi kawasan, untuk data jenis tanah dibagi ke dalam lima kelas. Klasifikasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Klasifikasi dan nilai skor jenis tanah menurut kepekaan terhadap erosi.

No Kelas Jenis Tanah Klasifikasi Nilai Skor

1 I Aluvial, Gleisol, Planosol, Hidromorf

kelabu, Laterik

Tidak peka 15

2 II Latosol Kurang peka 30

3 III Brown forest soil, Non calcic brown,

Mediteran

Agak peka 45

4 IV Andosol, Laterit, Grumusol, Podsol,

Podsolic

Peka 60

5 V Regosol, Litosol, Organosol, Renzina Sangat peka 75

Sumber: Pedoman Penyusunan Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah, (1994) dalam Prapto Suharsono (1985:39).


(40)

3. Curah hujan

Data curah hujan dalam menentukan arahan pemanfaatan lahan diklasifikasikan menjadi lima kelas. Klasifikasi dan nilai skor intensitas hujan harian rata-rata dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Klasifikasi dan nilai skor intensitas hujan harian rata-rata.

No Kelas Intensitas (mm/hr) Klasifikasi Nilai Skor

1 I s/d - 13,60 Sangat rendah 10

2 II 13,61 - 20,70 Rendah 20

3 III 20,71 - 27,70 Sedang 30

4 IV 27,71 - 34,80 Tinggi 40

5 V 34,81 atau lebih Sangat tinggi 50

Sumber: Pedoman Penyusunan Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah, (1994) dalam Prapto Suharsono (1985:39).

Melalui overlay peta-peta di atas, maka akan didapatkan satuan-satuan lahan menurut klasifikasi dan nilai skor dari ketiga parameter tersebut. Penetapan arahan fungsi kawasan dilakukan dengan menjumlahkan nilai skor dari ketiga faktor yang dinilai pada setiap satuan lahan. Kelas arahan fungsi pemanfaatan lahan berdasarkan hasil penjumlahan skor dari tiap-tiap parameter disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Klasifikasi arahan fungsi pemanfaatan lahan.

No Kriteria Arahan Fungsi Pemanfaatan Lahan

1 Skor total > 175 Kawasan lindung

2 Skor total 125-175 Kawasan penyangga

3 Skor total 0-124 dan lereng > 8% Kawasan budidaya tanaman tahunan

4 Skor total 0-124 dan lereng 8% Kawasan budidaya tanaman semusim dan

permukiman

Sumber: Pedoman Penyusunan Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah, (1994) dalam Prapto Suharsono (1985).

Setelah diperoleh peta arahan fungsi pemanfaatan lahan berdasarkan hasil overlay

ketiga peta di atas, maka yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah arahan untuk kawasan lindung.


(41)

H. Bagan Alur Penelitian

Gambar 3. Bagan alur penelitian.

Input Keterangan: Input Proses Output Literatur TUJUAN Citra SRTM Resolusi 60 m

Peta jenis tanah

Skala 1:350.000 Data curah hujan

Samakan skala Overlay Peta tentatif

satuan lahan

Overlay dan Matching Peta penggunaan lahan

eksisting di lapangan

Peta arahan fungsi pemanfaatan lahan

Ada kesesuaian/tidak antara peta arahan dengan penggunaan lahan di lapangan

Data lab:

 Kemiringan lereng

 Jenis tanah

 Curah hujan

Uji lapangan Observasi

Pengukuran

Kembali ke lab. Interpretasi Peta kemiringan lereng Digitasi Peta jenis tanah Analisis Peta curah hujan


(42)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pemetaan arahan fungsi pemanfaatan lahan untuk kawasan fungsi lindung di Kecamatan Gisting Kabupa-ten Tanggamus, maka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hasil overlay antara peta arahan fungsi pemanfaatan lahan dengan peta penggunaan lahan eksisting di lapangan, menunjukan bahwa terjadi ketidaksesuaian pemanfaatan lahan untuk kawasan lindung di Kecamatan Gisting. Penyimpangan pemanfaatan lahan itu berupa perkebunan rakyat dan ladang/tegalan.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pemetaan arahan fungsi pemanfaatan lahan di Kecamatan Gisting kabupaten Tanggamus, saran yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut:

1. Bagi para Perencana Wilayah Kecamatan Gisting, dalam perencanaan penggunaan lahan perlu diperhatikan kondisi wilayah dengan mengetahui terlebih dahulu bagaimana karakteristik lahan dan fungsi utama kawasan yang terdapat pada wilayah yang bersangkutan.


(43)

2. Perlu adanya peran pemerintah untuk menjaga kawasan hutan lindung, seperti memberikan penyuluhan kepada masyarakat akan pentingnya pemanfaatan lahan yang memerhatikan fungsi utama kawasan terutama untuk kawasan lindung, agar tidak terjadi kerusakan lingkungan.

3. Perlu dilaksanakannya program-program konservasi lahan dengan cara dipublikasikan kepada masyarakat, agar masyarakat dapat ikut serta dalam perencanaan pemanfaatan lahan sesuai dengan prosedur dan ketepatan sehingga terjadi kesesuaian antara penggunaan lahan dengan arahan fungsi pemanfaatannya terutama untuk kawasan lindung.


(44)

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2011. Gisting Dalam Angka. BPS Kabupaten Tanggamus. Tanggamus.

Dedy Miswar. 2012. Kartografi Tematik. Aura. Bandar Lampung.

DPRD dan Bupati Tanggamus. 2011. Raperda No. 51 tahun 2011 Pasal 1 Tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten Tanggamus.

Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. PT. Pustaka Jaya. Jakarta.

I Gede Sugiyanta. 2003. Geomorfologi II. (Bahan Ajar). Pendidikan Geografi Universitas Lampung. Bandar Lampung.

. 2007. Geografi Tanah. (Bahan Ajar). Pendidikan Geografi Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Ida Bagoes Mantra. 2003. Demografi Umum. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Jamulyo dan Sunarto. 1996. Kemampuan Lahan (Hasil Penelitian Evaluasi

Sumberdaya Lahan Angkatan VI 1–31 Juli 1996). UGM. Yogyakarta. Listumbinang Halengkara. 2012. Panduan Praktikum SIG. Pendidikan Geografi

Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Malingreau.1978. Penggunaan Lahan Pedesaan Penafsiran Citra Untuk

Inventarisasi dan Analisanya. (Bahan Ajar). Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Moh. Nazir. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Moh. Pabundu Tika. 2005. Metode Penelitian Geografi. Bumi Aksara. Jakarta. Muryono. 2008. Arahan fungsi pemanfaatan lahan Daerah Aliran Sungai Samin

Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo Tahun 2007. (Skripsi). Universitas Sebelas Maret. Surakarta.


(46)

Prapto Suharsono. 1985. Identifikasi Bentuk Lahan dan Interpretasi Citra Untuk Geomorfologi. (Bahan Ajar). Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Presiden Republik Indonesia. 1990. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 (1990) Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.

Rachman Sutanto. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah (Konsep dan Kenyataan).

Kanisius. Yogyakarta.

Riyadi dan Deddy Supriady Bratakusumah. 2003. Perencanaan Pembangunan Daerah (Strategi Menggali Potensi Dalam Mewujudkan Otonomi Daerah). PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Sardiman. A.M. 2004. Pengetahuan Sosial. Departemen Pendidikan. Jakarta. Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan

Perencanaan Tataguna Lahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Setya N., Sudarwanto S., Sutirto T.W., Sulastoro. 2006. Potensi dan Tingkat

Kerusakan Sumberdaya Lahan di Daerah Aliran Sungai Samin Kabupaten Karanganyar dan Sukoharjo Propinsi Jawa Tengah Tahun 2006. (Laporan Penelitian). LPPM UNS. Surakarta.

Setya Nugraha. 2007.Kesesuaian Fungsi Kawasan dengan Pemanfaatan Lahan di DAS Samin. (Skripsi). Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada.

Yogyakarta.

Subarjo. 2006. Meteorologi dan Klimatologi. (Buku Ajar). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung.

Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Supeno. 1982. IPS Geografi dan Kependudukan. Tiga Serangkai. Solo. Suryatna Rafi’i. 1995. Meteorologi dan Klimatologi. Angkasa. Bandung. Tim Penyusun. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung.

Bandar Lampung.

Undang-Undang Republik Indonesia. 2007. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.


(47)

Internet

Admin. 2009. Citra SRTM. (http://usgs.gov. Diakses tanggal 15 Maret 2013 pukul 19.35 WIB).

Admin. 2012. http//:id.wikipedia.org.Sistem_informasi_Geografis.htm. Diakses tanggal 7 Januari 2013 pukul. 10.20).

Watala. 2011. Kerusakan Hutan Berlanjut. (http://watala.org/new/. Diakses tanggal 17 Oktober 2013 pukul 20.00 WIB).

Watala. 2011. Petani Ramai-ramai Ajukan HKm Baru. (http://watala.org/new/. Diakses tanggal 17 Oktober 2013 pukul 20.00 WIB).


(1)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pemetaan arahan fungsi pemanfaatan lahan untuk kawasan fungsi lindung di Kecamatan Gisting Kabupa-ten Tanggamus, maka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hasil overlay antara peta arahan fungsi pemanfaatan lahan dengan peta penggunaan lahan eksisting di lapangan, menunjukan bahwa terjadi ketidaksesuaian pemanfaatan lahan untuk kawasan lindung di Kecamatan Gisting. Penyimpangan pemanfaatan lahan itu berupa perkebunan rakyat dan ladang/tegalan.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pemetaan arahan fungsi pemanfaatan lahan di Kecamatan Gisting kabupaten Tanggamus, saran yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut:

1. Bagi para Perencana Wilayah Kecamatan Gisting, dalam perencanaan penggunaan lahan perlu diperhatikan kondisi wilayah dengan mengetahui terlebih dahulu bagaimana karakteristik lahan dan fungsi utama kawasan yang terdapat pada wilayah yang bersangkutan.


(2)

2. Perlu adanya peran pemerintah untuk menjaga kawasan hutan lindung, seperti memberikan penyuluhan kepada masyarakat akan pentingnya pemanfaatan lahan yang memerhatikan fungsi utama kawasan terutama untuk kawasan lindung, agar tidak terjadi kerusakan lingkungan.

3. Perlu dilaksanakannya program-program konservasi lahan dengan cara dipublikasikan kepada masyarakat, agar masyarakat dapat ikut serta dalam perencanaan pemanfaatan lahan sesuai dengan prosedur dan ketepatan sehingga terjadi kesesuaian antara penggunaan lahan dengan arahan fungsi pemanfaatannya terutama untuk kawasan lindung.


(3)

(4)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2011. Gisting Dalam Angka. BPS Kabupaten Tanggamus. Tanggamus.

Dedy Miswar. 2012. Kartografi Tematik. Aura. Bandar Lampung.

DPRD dan Bupati Tanggamus. 2011. Raperda No. 51 tahun 2011 Pasal 1 Tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten Tanggamus.

Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. PT. Pustaka Jaya. Jakarta.

I Gede Sugiyanta. 2003. Geomorfologi II. (Bahan Ajar). Pendidikan Geografi Universitas Lampung. Bandar Lampung.

. 2007. Geografi Tanah. (Bahan Ajar). Pendidikan Geografi Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Ida Bagoes Mantra. 2003. Demografi Umum. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Jamulyo dan Sunarto. 1996. Kemampuan Lahan (Hasil Penelitian Evaluasi

Sumberdaya Lahan Angkatan VI 1–31 Juli 1996). UGM. Yogyakarta. Listumbinang Halengkara. 2012. Panduan Praktikum SIG. Pendidikan Geografi

Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Malingreau.1978. Penggunaan Lahan Pedesaan Penafsiran Citra Untuk

Inventarisasi dan Analisanya. (Bahan Ajar). Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Moh. Nazir. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Moh. Pabundu Tika. 2005. Metode Penelitian Geografi. Bumi Aksara. Jakarta. Muryono. 2008. Arahan fungsi pemanfaatan lahan Daerah Aliran Sungai Samin

Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo Tahun 2007. (Skripsi). Universitas Sebelas Maret. Surakarta.


(5)

Prapto Suharsono. 1985. Identifikasi Bentuk Lahan dan Interpretasi Citra Untuk Geomorfologi. (Bahan Ajar). Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Presiden Republik Indonesia. 1990. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 (1990) Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.

Rachman Sutanto. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah (Konsep dan Kenyataan).

Kanisius. Yogyakarta.

Riyadi dan Deddy Supriady Bratakusumah. 2003. Perencanaan Pembangunan Daerah (Strategi Menggali Potensi Dalam Mewujudkan Otonomi Daerah). PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Sardiman. A.M. 2004. Pengetahuan Sosial. Departemen Pendidikan. Jakarta. Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan

Perencanaan Tataguna Lahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Setya N., Sudarwanto S., Sutirto T.W., Sulastoro. 2006. Potensi dan Tingkat

Kerusakan Sumberdaya Lahan di Daerah Aliran Sungai Samin Kabupaten Karanganyar dan Sukoharjo Propinsi Jawa Tengah Tahun 2006. (Laporan Penelitian). LPPM UNS. Surakarta.

Setya Nugraha. 2007.Kesesuaian Fungsi Kawasan dengan Pemanfaatan Lahan di DAS Samin. (Skripsi). Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada.

Yogyakarta.

Subarjo. 2006. Meteorologi dan Klimatologi. (Buku Ajar). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung.

Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Supeno. 1982. IPS Geografi dan Kependudukan. Tiga Serangkai. Solo.

Suryatna Rafi’i. 1995. Meteorologi dan Klimatologi. Angkasa. Bandung. Tim Penyusun. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung.

Bandar Lampung.

Undang-Undang Republik Indonesia. 2007. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.


(6)

Internet

Admin. 2009. Citra SRTM. (http://usgs.gov. Diakses tanggal 15 Maret 2013 pukul 19.35 WIB).

Admin. 2012. http//:id.wikipedia.org.Sistem_informasi_Geografis.htm. Diakses tanggal 7 Januari 2013 pukul. 10.20).

Watala. 2011. Kerusakan Hutan Berlanjut. (http://watala.org/new/. Diakses tanggal 17 Oktober 2013 pukul 20.00 WIB).

Watala. 2011. Petani Ramai-ramai Ajukan HKm Baru. (http://watala.org/new/. Diakses tanggal 17 Oktober 2013 pukul 20.00 WIB).


Dokumen yang terkait

KORELASI ANTARA PEMANFAATAN SUMBER BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR GEOGRAFI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 PAGAR DEWA TULANG BAWANG BARAT TAHUN PELAJARAN 2011/2012

1 24 68

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BELAJAR DAN KESIAPAN BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR GEOGRAFI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 KOTABUMI LAMPUNG UTARA TAHUN PELAJARAN 2011-2012

0 14 72

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN BELAJAR DAN LINGKUNGAN BELAJAR DI RUMAH DENGAN PRESTASI BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 3 JATI AGUNG TAHUN PELAJARAN 2011-2012

0 7 53

KORELASI ANTARA KEBIASAAN BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR GEOGRAFI SISWA KELAS X MAN BANDING AGUNG OKU SELATAN TAHUN PELAJARAN 2012-2013

0 12 57

HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN BELAJAR DAN MINAT BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR GEOGRAFI SISWA KELAS XI IPS SMAN 1 BELALAU TAHUN PELAJARAN 2012-2013

0 7 42

HUBUNGAN ANTARA MINAT BELAJAR GEOGRAFI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI SISWA KELAS X DI SMA UTAMA WACANA METRO TAHUN PEMBELAJARAN 2012/2013

1 2 39

Korelasi Pemanfaatan Sumber Belajar Geografi di Perpustakaan dengan Prestasi Belajar Geografi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Karangdowo Kabupaten Klaten Tahun Ajaran 2005 2006

1 23 137

HUBUNGAN ANTARA PERHATIAN ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA DENGAN PRESTASI BELAJAR EKONOMI SISWA KELAS X MAN LIMA PULUH TAHUN AJARAN 2013/2014.

0 2 28

KORELASI MOTIVASI BELAJAR DAN PENGELOLAAN KELAS DENGAN PRESTASI BELAJAR EKONOMI SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 DOLOK BATU NANGGAR TAHUN AJARAN 2012/2013.

0 2 22

Kebiasaan belajar, prestasi belajar dalam bidang kinematika, dan korelasi antara kebiasaan belajar dengan prestasi belajar pada siswa SMA kelas XI jurusan IPA di kota Tanjungpinang dan Kota Metro

0 2 185