PEMBAHASAN Prevalensi Dry Socket Pada Rahang Atas Dan Rahang Bawah Di Departemen Bedah Mulut Rsgmp Fkg Usu Pada Tahun 2014 Dan 2015

BAB 5 PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015, diperoleh sebanyak 61 kasus dry socket. Pada tabel 2 bab 4 pada tahun 2014 terdapat 3.417 kasus pencabutan gigi dengan 33 kasus dry socket yang setara dengan persentase sebesar 0.9. Pada tahun 2015 terdapat 3.778 kasus pencabutan gigi dengan 28 kasus dry socket yang setara dengan persentase sebesar 0,7. Dari tahun 2014 ke tahun 2015 terjadi penurunan prevalensi dry socket dari persentase sebesar 0,9 menjadi 0,7. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Barbatunde O dkk, dari rekam medis pada Januari 2010 sampai Desember 2013, terdapat perbedaan prevalensi dry socket disetiap tahunnya, pada tahun 2010 prevalensi dry socket sebesar 2,4, pada tahun 2011 prevalensi dry socket sebesar 1,1 dan pada tahun 2012 prevalensi dry socket sebesar 0,6. Ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan, bahwa terjadi penurunan prevalensi dry socket, tetapi terdapat perbedaan dari penelitian yang telah dilakukan oleh Barbatunde O dkk pada tahun 2012 ke tahun 2013 yang mengalami kenaikan prevalensi dari 0,6 menjadi 1. 5 Ini tidak sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan, dimana berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa prevalensi dry socket mengalami penurunan. Ini disebabkan, pertama, berbedanya cara anamnesis, ketika melakukan anamnesis operator harus menanyakan apakah pasien seorang perokok, apabila pasien wanita ditanyakan apakah pasien sedang mengkonsumsi obat kontrasepsi oral, ada kemungkinan operator tidak menanyakan hal tersebut. Kedua, berbedanya keahlian dari setiap operator. Ketiga, berbedanya penanganan preoperatif dan postoperatif, dimana pembilasan dengan menggunakan chlorhexidin 0,12 sebelum dan setelah pencabutan gigi dapat mengurangi resiko dry socket, menurut beberapa penelitian terdahulu pemberian antibiotik setelah pencabutan gigi juga dapat mengurangi resiko terjadinya dry socket. Keempat, kurang Universitas Sumatera Utara patuhnya pasien dalam melaksanakan instruksi setelah pencabutan gigi, seperti jangan terlalu keras ketika berkumur, jangan menghisap dan menggerakkan lidah ke daerah bekas pencabutan gigi dikarenakan dapat merusak bekuan darah yang telah terbentuk, hindari merokok, hindari menyikat gigi pada daerah bekas pencabutan gigi. Terakhir, berbedanya jumlah kasus teknik pencabutan gigi bedah dan tanpa bedah, dimana pencabutan dengan teknik bedah lebih beresiko menimbulkan dry socket karena dapat menimbulkan trauma yang lebih besar. 21 Pada tabel 3 dan tabel 4 bab 4 hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu, prevalensi dry socket pada rahang atas dan rahang bawah di Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada tahun 2014 dan 2015 diperoleh hasil pada tahun 2014 prevalensi pada rahang atas sebesar 45,5 dan pada rahang bawah sebesar 54,5. Pada tahun 2015 hasil prevalensi pada rahang atas sebesar 35,7 dan pada rahang bawah sebesar 64,3. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa prevalensi dry socket terbesar terdapat pada rahang bawah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Khitab U dkk yang dilakukan dengan menggunakan rekam medis pasien pada klinik pribadi di Mardan dari Januari 2008 sampai Maret 2011, pada penelitian tersebut didapat bahwa persentase terbesar kasus dry socket terdapat pada rahang bawah dengan persentase sebesar 73,3. 3 Hal yang sama juga disampaikan dalam penelitian Uphadaya C dkk, berdasarkan rekam medis dari Januari 2007 sampai Desember 2008, pada penelitian tersebut didapat juga bahwa persentase terbesar kasus dry socket terdapat pada rahang bawah dengan persentase sebesar 60,22. 7 Hal yang sama juga disampaikan dalam penelitian Momeni H dkk, berdasarkan rekam medis dari bulan Mei sampai Juni 2010, pada penelitian tersebut didapat juga bahwa persentase terbesar kasus dry socket terdapat pada rahang bawah dengan persentase sebesar 0,07. Hal ini dikarenakan kepadatan tulang pada rahang bawah relatif tinggi, kurangnya vaskularisasi pada rahang bawah dan adanya penurunan kapasitas produksi jaringan granulasi pada rahang bawah. 8 Soket pada rahang bawah lebih sering terisi oleh debris makanan dibandingkan dengan rahang atas, mikroorganisme Universitas Sumatera Utara pada pasien yang memiliki oral hygiene buruk dapat berperan menyebabkan infeksi pada luka bekas pencabutan gigi. 5 Trauma bedah yang cukup besar ketika pencabutan gigi molar ketiga menyebabkan tulang alveolar melepaskan sel-sel yang dapat mengubah plasminogen menjadi plasmin yang menghancurkan bekuan darah sehingga soket kering, pada saat yang bersamaan terjadi pelepasan kinin sehingga menimbulkan rasa sakit pada soket. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN