Kajian Pustaka TINJAUAN PUSTAKA

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Pustaka

Menurut hukum Thermodinamika II dinyatakan bahwa perpindahan energi panas berlangsung jika terdapat perbedaan temperatur Holman,1995. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi kepada benda yang bertemperatur rendah. Panas yang dibutuhkan untuk menaikan temperatur suatu benda dan dapat diukur disebut panas sensibel. Panas sensibel ini merupakan teori dasar dari mesin pengering gabah sederhana. Perpindahan panas yang terjadi dapat melalui berbagai cara yaitu : secara konduksi, secara konveksi dan secara radiasi Jordan and Priester, 1985. Perpindahan secara konduksi yaitu perpindahan panas diantara molekul-molekul dari suatu benda yang saling bersinggungan. Perpindahan panas secara konduksi terjadi antara bulir-bulir gabah yang dipanaskan sehingga akan terjadi pemerataan panas pada permukaan gabah. Perpindahan secara konveksi yaitu perpindahan panas melalui media gas atau cairan. Perpindahan panas secara radiasi yaitu perpindahan panas melalui sinar atau gelombang suara. Panas radiasi dengan mudah dapt diserap oleh bendamateri yang berwarna gelap, sedangkan untuk benda berwarna terang sebagian akan dipantulkan kembali. Berdasarkan teori di atas, perpindahan panas dalam mesin pengering digunakan dua prinsip yaitu perpindahan secara konduksi dan konveksi Holman,1995. Perpindahan secara konduksi terjadi diantara bulir- bulir gabah yang telah mendapatkan panas akan berpindah melalui gesekan atau bersinggungan dengan bulir yang masih belum mendapat panas. Akibat dari perpindahan panas tersebut maka akan terjadi perpindahan panas ke setiap bulir gabah sehingga akan terjadi pemerataan panas. Proses tersebut akan mempercepat waktu pengeringan gabah dan terjadi secara merata. Sedangkan prinsip perpindahan panas dengan cara konveksi pada konstruksi mesin pengering gabah ini yaitu udara panas dihembuskan oleh kipas ke dalam ruangan yang menyimpan gabah sehingga media yang digunakan Universitas Sumatera Utara 6 dalam perpindahan panas adalah udara Jordan and Priester,1985. Udara panas yang dihembuskan akan masuk ke celah-celah gabah sehingga panas akan cepat masuk dan membuang kadar air dari gabah. Keadaan ini akan menye-babkan terjadinya perpindahan panas secara konveksi dengan media udara yang dipaksakan Forced Convection. Pengeringan dengan metoda seperti ini dapat dikatakan sebagai sistem konduksi-konveksi. Sistem dengan meng- gunakan perpindahan dua macam secara teori akan mempercepat proses pengeringan membuang kandungan air dan akan terjadi pemerataan pengeringan. Gambar 2.1 Analogi dari proses penguapan Sumber : Holman,1995 Hidrogen diakui sebagai salah satu pembawa energi yang paling menjanjikan. Saat ini, lebih dari 96 hidrogen dihasilkan dari pembentukan kembali uap dari bahan bakar fosil pada suhu tinggi, dengan gas alam sebagai bahan baku yang paling dominan. Namun, menipisnya persediaan bahan bakar fosil, polusi dan emisi gas rumah kaca menyebabkan krisis energi yang serius dan masalah lingkungan mendorong eksplorasi sumber daya yang bersih dan terbarukan. Salah satu sumber daya terbarukan terbanyak adalah biomassa. Biomassa rata-rata hanya memiliki 6 wt hidrogen, pada prinsipnya tidak terlalu menarik untuk produksi hidrogen. Namun, selama beberapa dekade terakhir ini banyak penelitian dalam berbagai metode produksi hidrogen telah dilakukan dan Universitas Sumatera Utara 7 gasifikasi biomassa kini menjadi teknologi terapan yang banyak diminati karena dianggap ekonomis dan kompetitif dengan metode pembentukan kembali gas alam konvensional. Sintesis gas yang dihasilkan dari gasifikasi biomassa mengandung hidrogen H2, karbon monoksida CO, karbon dioksida CO2, air H2O, nitrogen N2, metana CH4, dan melacak sejumlah hidrokarbon lainnya. Proporsi relatif dari masing-masing komponen dalam syngas tergantung pada kondisi operasi gasifikasi, yaitu temperatur, tekanan, jenis biomassa, dll, dan di antara mereka, agen gasifikasi disebutkan dalam literatur sebagai yang paling berpengaru. Theknologi gasifikasi biomassa yang berbeda termasuk yang menggunakan udara., uap atau campuran uap-O2 merupakan bahan paling utama dalam proses gasifikasi biomassa. Salah satu fasilitas yang paling maju untuk menunjukkan kelayakan teknologi gasifikasi biomassa adalah Pusat Gasifikasi Biomassa Vaxjo Varnamo WBGC di Swedia yang memiliki tekanan IGCC gasifikasi terpadu siklus terpadu berbahan bakar biomassa pilot plant CHP gabungan panas dan listrik sebesar 18MWth. Plant ini dibangun kembali di bawah lingkup proyek CHRISGAS Eropa untuk menunjukkan produksi gas sintesis bersih dengan hydrogen yang berlebih berdasarkan tekanan uapgasifikasi biomassa dengan pelepasan oksigen, diikuti dengan pembersihan dan upgrade. Dalam kondisi tersebut kandungan hidrogen di syngas dapat mencapai nilai berkisar dari 35 hingga 45 vol. Selanjutnya peningkatan kadar hidrogen dalam gas produk diperlukan penyesuaian rasio H2CO dan proses yang paling banyak digunakan adalah reaksi Water Gas Shift WGS yang memungkinkan konversi CO menjadi CO2 dan H7 dalam uap: CO + H2O = H2 + CO2. Pada temperatur tinggi reaksi kesetimbangan terbatas pada temperatur rendah, secara kinetik memerlukan penggunaan katalis. Proses WGS di industri biasanya dilakukan dalam dua proses sehingg perlu panambahan katalitik: satu pada temperatur tinggi, dalam kisaran 350-450 o C, menggunakan katalis Fe-Cr dan yang kedua berbasis pada temperatur rendah, misalnya 250 o C, dengan berbasis katalis Cu-Zn. Banyak referensi untuk pendekatan ini dapat ditemukan dalam Universitas Sumatera Utara 8 literatur karena telah diikuti oleh banyak penulis yang menyelidiki gasifikasi biomassa dipadu dengan WGS untuk menghasilkan gas yang kaya hidrogen dari biomassa, dengan menggunakan katalis yang tersedia secara komersial. Juga sering digunakan untuk referensi pendekatan alternatif proses dua tahap WGS konvensional seperti yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Penggunaan katalis WGS dilakukan pada suhu ultra-tinggi yang dapat digabungkan dengan gasifikasi biomassa atau penggunaan reaktor membran untuk meningkatkan konversi CO tanpa menggunakan katalis. Pendekatan teknologi dengan menggabungkan Reaktor membran dengan WGS satu tahap juga dapat ditemukan dalam literatur meskipun tidak terkait dengan aplikasi khusus untuk teknologi gasifikasi biomassa. Kombinasi antara membran pemisahan H2 dengan reaksi WGS telah diakui secara luas keuntungannya. Salah satunya adalah menggunakan WGS tahap kedua pada suhu yang lebih rendah. Hal ini karena pemisahan in-situ dari salah satu produk dalam hal ini H2 dengan membran akan mengakibatkan hasil H2 yang tinggi pada suhu tinggi sehingga reaksi WGS akan dilakukan dalam satu tahap yang beroperasi di rentang suhu katalis yang dipilih. Secara khusus keuntungan menggunakan paladium dan membran paduan Pd untuk pemisahan H2 dijelaskan dalam literatur, keuntungan lain adalah bahwa kelebihan uap tidak akan diperlukan untuk mendukung konversi CO yang lebih tinggi meskipun masih mungkin diperlukan untuk mencegah karbon danatau pembentukan metana. Oleh karena itu, selektivitas katalis digunakan dalam reaktor membran WGS bila dioperasikan pada uap rendah untuk rasio CO adalah sangat penting. Kebanyakan industri menggunakan katalis WGS suhu tinggi yang berbasis pada besi dan kromium oksida yang dilaporkan sangat selektif untuk reaksi water gas shift pada temperatur di atas 300 o C yang menjaga stabilitas dan ketahanan terhadap sintering. Fase aktif secara katalitik adalah magnetit Fe3O4 yang biasanya berasal dari oksidasi parsial hematit Fe2O3. Namun, katalis magnetit murni mengalami sintering yang mengurangi aktivitas mereka. Suatu penstabil, Cr2O3, biasanya ditambahkan dan kombinasi dari Fe3O4 dan Cr2O3 memberikan katalis Universitas Sumatera Utara 9 yang stabil secara komersial yang dapat beroperasi selama beberapa tahun sebelum membutuhkan penggantian Water Gas Shift WGS merupakan proses yang dikaji dalam peneliotian ini maka tidak dapat diasumsikan bahwa katalis yang digunakan dalam proses komersial akan cocok bila digunakan dalam teknologi seperti gasifikasi atau reaktor membran. Sangat sedikit referensi yang dapat ditemukan dalam literatur tentang kinerja katalis WGS suhu tinggi bila digunakan untuk upgrade syngas yang diperoleh dari gasifikasi biomassa oksigen bertekanan. Jadi, studi ad hoc perlu dilakukan. Belonio 2005, merancang tungku bahan bakar sekam gabah dengan konsep energi alternatif, dimana sekam gabah tersebut dibuat gas terlebih dulu didalam reaktor sederhana selanjutnya setelah terbentuk gas baru dibakar. Untuk membuat gas dari sekam gabah digunakan teknologi gasifikasi. Proses gasifikasi dilakukan dengan cara mengalirkan oksigen pada sekam gabah kering sehingga menghasilkan gas yang mudah terbakar. Oksigen yang diberikan pada bahan bakar dengan cara mengalirkan udara dengan bantuan fan. Gas yang dihasilkan proses gasifikasi tersebut mengandung gas metana sebesar 0.5-7 volume. Ibnu 2011, membuat alat produksi gas metana dengan bahan bakar sampah organik. Sampah organik yang digunakan adalah sekam gabah, tempurung kelapa dan serbuk gergaji. Untuk membuat gas dari sampah ini, digunakan teknologi gasifikasi. Dengan cara membakar sampah kering di dalam reaktor, sehingga menghasilkan gas yang bertekanan dengan bantuan blower. Selanjutnya gas dialirkan menuju pipa ke tabung absorsi, kemudian langsung disalurkan ke pipa menuju kompor. Murjito 2009, membuat alat penangkap gas metana pada sampah menjadi biogas yang terbuat dari plastik polyethylene. Penelitian ini menghasilkan rancangan alat penangkap gas metana yang berbahan dasar plastik polyethylene dengan spesifikasi sebagai berikut: biodigester dengan volume total 11 m 3 , volume basah 8,8 m 3 , waktu proses 40 hari, isian bahan 220 kghari, luas lahan 18 m2, dan memiliki penampung gas dengan dimensi tinggi 4,6m, diameter 0,954 m, volume efektif 2,5 m3. Nugraha 2010, mengolah sampah organic menjadi biogas dengan cara Anaerobic gasification yaitu mengolah sampah organik menjadi gas dengan cara fermentasi. Proses gasifikasi dilakukan dengan Universitas Sumatera Utara 10 menimbun sampah organik di dalam tanah selama beberapa hari minimal 7 hari. Gas hasil fermentasi ini kemudian dialirkan ke alat purifikasi untuk membersihkan gas metana dari impurities kotoran. Setelah didapatkan kadar gas metana di atas 70 digunakan sebagai bahan bakar kompor pengganti LPG.

2.2 Air