Perumusan Masalah Penelitian Terdahulu

22 sehingga penentuan materialitas terkesan bersifat subjektif” Yunitasari, dkk, 2014 : 2. Etika profesi, independensi, dan professional judgement merupakan standar yang harus dipenuhi oleh seorang auditor untuk dapat melakukan audit dengan baik. Namun, belum tentu auditor yang memiliki ketiga hal di atas akan memiliki komitmen untuk melakukan audit dengan baik. Penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Yoga Satria Prima 2012 telah menguji pengaruh etika profesi, independensi, dan professional judgement terhadap penentuan tingkat materialitas dalam audit laporan keuangan. Pada penelitian ini peneliti ingin menguji pengaruh dari ketiga variabel tersebut terhadap pertimbangan tingkat materialitas terhadap objek yang berbeda karena dari penelitian terdahulu, objek yang diteliti adalah auditor BPK di Kota Medan. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Pengaruh Etika Profesi, Independensi, dan Professional Judgment Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Dalam Proses Audit Laporan Keuangan”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis merumuskan masalah yang akan diteliti sebagai berikut: 1. Apakah etika profesi auditor memiliki pengaruh pada pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan? 2. Apakah independensi auditor memiliki pengaruh pada pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan? Universitas Sumatera utara 23 3. Apakah professional judgment auditor memiliki pengaruh pada pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan? 4. Apakah etika profesi, independensi, dan professional judgment auditor memiliki pengaruh secara simultan terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan ?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui apakah etika profesi auditor memiliki pengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan. 2. Untuk mengetahui apakah independensi auditor memiliki pengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan. 3. Untuk mengetahui apakah professional judgment auditor memiliki pengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan. 4. Untuk mengetahui apakah etika profesi, independensi, dan professional judgment auditor memiliki pengaruh secara keseluruhan terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi: 1. Bagi peneliti, untuk memenuhi sebagian dari persyaratan akademis dalam menyelesaikan studi p rogram strata satu S-1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara Medan dan untuk memperoleh Universitas Sumatera utara 24 pengetahuan mengenai pengaruh etika profesi, independensi, dan professional judgement terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan. 2. Bagi akademisi, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur atau bahan di dalam pembelajaran, terutama literatur mengenai materi auditing di Indonesia. 3. Bagi pihak ketiga, manfaat bagi pihak yang terkait langsung, seperti: pemakai jasa akuntan, auditor independen; atau pihak yang tidak terkait langsung, seperti masyarakat umum agar hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi dan dapat digunakan sebagai dokumentasi ilmiah yang berguna untuk pengembangan ilmu dan teknologi. Universitas Sumatera utara 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Pengertian Auditing Secara Umum

Auditing menurut Arens, dkk 2008 : 4 adalah sebagai berikut: “Auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen”.

2. 1.1.1 Jenis-Jenis Audit

Arens, dkk 2008 : 16 menjelaskan bahwa audit terdiri dari tiga macam jenis yang diantaranya: a. Audit Operasional Audit operasional mengevaluasi efisiensi dan efektivitas setiap bagian dari prosedur dan metode operasi organisasi. Pada akhir audit operasional, manajemen biasanya mengharapkan saran-saran untuk memperbaiki operasi. Sebagai contoh, auditor mungkin mengevaluasi efisiensi dan akurasi pemrosesan transaksi penggajian dengan sistem computer yang baru dipasang Arens, dkk, 2008:17. b. Audit Ketaatan atau Kepatuhan “Audit ketaatan atau kepatuhan ini dilaksanakan untuk menentukan apakah pihak yang diaudit mengikuti prosedur, aturan, atau ketentuan tertentu yang ditetapkan oleh otoritas yang lebih tinggi” Arens, dkk, 2008 : 18. Manajemen bertanggung jawab untuk menjamin bahwa entitas yang dikelolanya mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku atas aktivitasnya. Tanggung jawab ini mencakup pengidentifikasian peraturan Universitas Sumatera utara 26 yang berlaku dan penyusunan pengendalian intern yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai bahwa entitas tersebut mematuhi peraturan. Sedangkan dari sisi tanggung jawab auditor adalah menguji dan melaporkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan bervariasi sesuai dengan syarat perikatan. Kriteria yang ditetapkan dalam pelaksanaan audit kepatuhan, misalnya adalah kebijakan, peraturan, persyaratan pinjaman kredit, prosedur yang ditetapkan, Undang-Undang Peraturan Perburuhan dan Undang-Undang Perpajakan. Informasi terukur dalam audit kepatuhan misalnya, data mengenai pelaksanaan kebijakan, peraturan, prosedur, pengangkatan, pengupahan, pemberhentian pegawai, pelaporan SPT pajak dan pelaksanaannya. Hasil audit kepatuhan berupa pernyataan temuan atau tingkat kepatuhan. Hasil audit kepatuhan dilaporkan kepada pemberi tugas yakni pimpinan organisasi karena ia yang paling berkepentingan atas dipatuhinya prosedur dan peraturan yang ditetapkan. c. Audit Laporan Keuangan “Audit atas laporan keuangan dilakukan untuk menentukan apakah laporan keuangan telah dinyatakan sesuai dengan kriteria tertentu. Biasanya, kriteria yang ditetapkan adalah prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum” Arens, dkk, 2008 : 18. Audit laporan keuangan bertujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar, sesuai dengan kriteria tertentu yang mana kriteria tertentu tersebut adalah prinsip akuntansi yang berlaku umum. Prinsip akuntansi yang berlaku umum di Universitas Sumatera utara 27 Indonesia dimuat dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan PSAK yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia IAI.

2.1.1.2 Standar Auditing

Standar auditing berkaitan dengan kriteria dan ukuran mutu pelaksanaan audit serta dikaitkan dengan tujuan yang hendak dicapai. Standar auditing merupakan pedoman bagi auditor dalam menjalankan tanggung jawab profesionalnya. Standar ini meliputi pertimbangan kualitas profesional auditor, seperti keahlian dan independensi, persyaratan pelaporan, dan bahan bukti. “Standar auditing terdiri dari sepuluh standar yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan” Arens, dkk, 2008: 43. a. Standar Umum 1 Audit harus dilakukan oleh orang yang sudah mengikuti pelatihan dan memiliki kecakapan teknis yang memadai sebagai seorang auditor. 2 Auditor harus mempertahankan sikap mental yang independen dalam semua hal yang berhubungan dengan audit. 3 Auditor harus menerapkan emahiran professional dalam melaksanakan audit dan menyusun laporan. b. Standar Pekerjaan Lapangan 1 Auditor harus merencanakan pekerjaan secara memadai dan mengawasi semua asisten sebagaimana mestinya. 2 Auditor harus memeroleh pemahaman yang cukup mengenai entitas serta lingkungannya, termasuk pengendalian internal, untuk menilai resiko salah saji yang material dalam laporan keuangan karena kesalahan atau kecurangan, dan untuk merancang sifat, waktu, serta luas prosedur audit selanjutnya. 3 Auditor harus memeroleh cukup bukti audit yang tepat dengan melakukan prosedur audit agar memiliki dasar yang layak untuk memberikan pendapat menyangkut laporan keuangan yang diaudit. Universitas Sumatera utara 28 c. Standar Pelaporan 1 Auditor harus menyatakan dalam laporan audit apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. 2 Auditor harus mengidentifikasikan dalam laporan auditor mengenai keadaan di mana prinsip-prinsip tersebut tidak secara kkonsisten diikuti selama periode berjalan jika dikaitkan dengan periode sebelumnya. 3 Jika auditor menetapkan bahwa pengungkapan yang informative belum memadai, auditor harus menyatakannya dalam laporan auditor. 4 Auditor harus menyatakan pendapat mengenai laporan keuangan, secara keseluruhan, atau menyatakan bahwa suatu pendapat tidak bisa diberikan, dalam laporan auditor. Jika tidak dapat menyatakan pendapat secara keseluruhan, auditor harus menyatakan alasan- alasan yang mendasarinya dalam laporan auditor. Dalam semua kasus, jika nama seorang auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, auditor itu harus dengan jelas menunjukkan sifat pekerjaan auditor, jika ada, serta tingkat tanggung jawab yang dipikul auditor, dalam laporan auditor. Standar auditing inilah yang menjadi pedoman bagi auditor dalam menjalankan tanggung jawab profesionalnya. Standar-standar ini merupakan dan meliputi pertimbangan mengenai kualitas profesional mereka seperti keahlian dan independensi, persyaratan dan pelaporan serta bahan bukti. 2.1.2 Etika Profesi 2.1.2.1 Pengertian Etika Profesi Menurut Agoes dan Cenik 2013 : 27, “etika dapat dilihat dari dua hal berikut: a. Etika sebagai praksis; sama dengan moral atau moralitas yang berarti adat istiadat, kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma yang berlaku dalam kelompok atau masyarakat. b. Etika sebagai ilmu atau tata susila adalah pemikiranpenilaian moral. Etika sebagai pemikiran moral bisa saja mencapai taraf ilmiah bila proses penalaran terhadap moralitas tersebut bersifat kritis, metodis, dan sistematis. Universitas Sumatera utara 29 Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode etik ini mengikat para anggota IAI di satu sisi dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI di sisi lainnya. Kode Etik Profesi Akuntan Publik sebelumnya disebut Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik adalah aturan etika yang harus diterapkan oleh anggota Institut Akuntan Publik Indonesia atau IAPI sebelumnya Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik atau IAI-KAP dan staf profesional baik yang anggota IAPI maupun yang bukan anggota IAPI yang bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik Diakses di www.wikipedia.com tanggal 17 Februari 2009. Fungsi pokok akuntan publik adalah melakukan pemeriksaan umum atas laporan keuangan perusahaan dan memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan setelah melakukan prosedur audit. “Karena perannya yang sangat strategis maka profesi akuntan publik di samping diawasi oleh organisasi profesi itu sendiri, juga diawasi oleh beberapa institusi pemegang otoritas, seperti : pemerintah di Indonesia melalui Departemen Keuangan Republik Indonesia dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Bapepam LK, Public Company Accounting Oversight Board PCAOB berdasarkan Sarbaney Oxley Act di Amerika Serikat, dan institusi lain yang terkait” Agoes dan I Cenik Ardana, 2013: 155. Universitas Sumatera utara 30

2.1.2.2 Prinsip Etika Profesi

Prinsip etika profesi dalam Kode Etik IAI adalah sebagai berikut: 1 Tanggung Jawab Profesional Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. 2 Kepentingan Publik Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. 3 Integritas Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. 4 Objektifitas Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. 5 Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya tkngan kehati- hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir. Universitas Sumatera utara 31 6 Kerahasiaan Setiap anggota harus, menghormati leerahasiaan informas iyang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. 7 Perilaku Profesional Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. 8 Standar Teknis Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas “Seorang auditor yang memegang teguh etika profesi akan lebih bertanggungjawab, independen, dan objektif dalam mengambil keputusan. Dengan demikian auditor harus memilki pengalaman dan memegang teguh etika profesi dalam menjalankan setiap pekerjaan” I Made dan Ni Made, 2013: 127. Auditor yang beretika akan menilai tingkat materialitas secara objektif, jujur, dan berhati-hati agar laporan audit yang dihasilkan dapat diandalkan. Universitas Sumatera utara 32 2.1.3 Independensi Auditor 2.1.3.1 Pengertian Independensi Menurut Arens, dkk 2008 : 111, “Independensi dalam audit berarti mengambil sudut pandang yang tidak bias”. Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada pihak lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif, tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya. Auditor harus independen dari setiap kewajiban atau independen dari pemilikan kepentingan dalam entitas yang diauditnya. Di samping itu, auditor tidak hanya berkewajiban mempertahankan sikap mental independen, tetapi ia harus pula menghindari keadaan-keadaan yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan independensinya. Auditor yang mampu mengambil posisi independen dalam setiap melaksanakan tugasnya dan memiliki kemampuan yang memadai di bidang profesinya disertai dengan etika kerja yang konsisten akan memiliki kinerja yang semakin berkualitas. Hal ini seperti diungkapkan dalam penelitian Kompiang dan Dharma 2013: 48 yang menyatakan bahwa “Independensi berpengaruh positif terhadap kinerja auditor. Independensi terbukti berpengaruh positif terhadap kinerja auditor, yang dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi independensi auditor maka kinerja auditor yang dihasilkan akan semakin lebih baik”. Universitas Sumatera utara 33

2.1.3.2 Ancaman Independensi

Ancaman independensi akuntan publik menurut Soekrisno Agoes 2013 : 189 : 1. Ancaman kepentingan diri self-interest. Ancaman kepentingan diri dapat timbul akibat ada kepentingan keuangan, atau ada kepentingan dari keluarga langsung atau keluarga dekat, atau kepentingan lain dari akuntan yang bersangkutan. Kepentingan diri adalah wujud sifat yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi atau keluarga dibandingkan kepentingan publik yang lebih luas. 2. Ancaman review diri self-review. Ancaman review diri dapat timbul jika pertimbangan sebelumnya direview ulang oleh akuntan professional yang sama dan yang telah melakukan penilaian sebelumnya tersebut. 3. Ancaman advokasi advocacy. Ancaman advokasi dapat timbul bila akuntan profesional mendukung suatu posisi atau pendapat sampai titik di mana objektivitas dapat dikompromikan. 4. Ancaman kekerabatan familiarity. Ancaman kekerabatan timbul dari kedekatan hubungan sehingga akuntan profesional menjadi terlalu bersimpati terhadap kepentingan orang lain yang mempunyai hubungan dekat dengan akuntan tersebut. 5. Ancaman intimidasi intimidation. Ancaman intimidasi dapat timbul jika kuntan profesional dihalangi untuk bertindak objektif, baik secara nyata maupun dipersepsikan. Menurut pendapat Salehi 2009 : 2 “The auditor‘s independence may be influenced by conscious inaccuracy or by unconscious inaccuracy in the reported information. The conscious inaccuracy may arise out of several factors like, 1. Close to his client; 2. Dependency on the client for his livelihood; 3. Driven by a desire of economic and social success; 4. Close relationship with the client’s executive; 5. Blood relationship or marriage relationship with his clients; 6. Acceptances of goods or services from clients directly or through his employees at confessional basis or free basis; 7. Beholden to the Board of Directors for his re-appointment; and 8. Competitive in audit market Sucher and Maclullich, 2004. The unconscious inaccuracy may also arise from several factors as below: 1. The auditor may rely on branch manager; 2. Rely on external confirmation while making his opinion on accounts such as confirmation from debtors, creditors, bankers etc; and Universitas Sumatera utara 34 3. Rely on the management for verification and valuation of assets to a greater extent.

2.1.3.3 Pengamanan terhadap Ancaman Independensi

Menurut pendapat Agoes dan Cenik 2013 : 191 mengenai pengamanan terhadap ancaman independensi, “Ada dua kategori pokok pengamanan terhadap ancaman independensi, yaitu: 1 pengamanan melalui profesi, legislasi dan regulasi; 2 dan pengamanan lingkungan kerja IFAC, 100.11. Berikut ini merupakan hal- hal yang termasuk dalam pengamanan melalui profesi, legislasi, dan regulasi, namun tidak terbatas pada: • Persyaratan pendidikan, pelatihan, dan pengalaman kerja. • Persyaratan pengembangan profesi berkelanjutan. • Peraturan tata kelola korporasi • Standar-standar professional. • Prosedur pemantauan dan pendisiplinan profesi atau peraturan. • Review eksternal oleh pihak ketiga yang berwenang atas laporan, pemberitahuan, komunikasi, dan informasi yang dihasilkan oleh akuntan professional IFAC, 100.12.

2.1.4 Professional Judgement

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Profesi adalah pekerjaan dimana dari pekerjaan tersebut diperoleh nafkah untuk hidup, sedangkan profesionalisme dapat diartikan bersifat profesi atau memiliki keahlian dan keterampilan karena pendidikan dan latihan”. Secara sederhana, profesionalisme berarti bahwa auditor wajib melaksanakan tugas-tugasnya dengan kesungguhan dan kecermatan. Sebagai seorang yang professional, auditor harus menghindari kelalaian dan ketidakjujuran. Profesionalisme sebagai tanggung jawab individu untuk berperilaku yang lebih baik dari sekedar mematuhi undang-undang dan peraturan masyarakat yang ada. Profesionalisme juga merupakan elemen dari Universitas Sumatera utara 35 motivasi yang memberikan sumbangan pada seseorang agar mempunyai kinerja tugas yang tinggi. Menurut Tuanakotta 2011 : 61 “Professional judgement merupakan bagian penting dari critical thinking dalam praktek audit”. ISA 200 Overall Objective of The Independent Auditor, and the Conduct of an Audit in Accordance in International Standards on Auditing dalam Tuanakotta 2011 : 64 menjelaskan makna professional judgement sebagai berikut: a. Penerapkan pengetahuan dan pengalaman yang relevan, b. Dalam konteks auditing, akuntansi, dan standar etika, c. Untuk mencapai keputusan yang tepat dalam situasi atau keadaan selama berlangsungnya penugasan audit, dan d. Kualitas pribadi yang berarti bahwa judgement berbeda diantara auditor yang berpengalaman tetapi pelatihan dan pengalaman dimaksudkan untuk mendorong konsistensi dalam judgement. Paragraf A24 2.1.5 Materialitas 2.1.5.1 Pengertian Materialitas Financial Accounting Standard Board dalam Sunyoto 2014 : 141 mendefinisikan bahwa, “Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, yang mungkin dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletaan kepercayaan atas informasi tersebut karena adanya penghilangan atau salah saji tersebut”. Definisi dari materialitas dalam kaitannya dengan akuntansi dan pelaporan audit Novanda 2012 : 10 adalah “Suatu salah saji dalam laporan keuangan dapat dianggap material jika pengetahuan atas salah saji tersebut dapat mempengaruhi keputusan pemakai Universitas Sumatera utara 36 laporan keuangan yang rasional”. Menurut Mulyadi dalam Sinaga dan Isgiyarta, 2012 : 2 “Definisi materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakan kepercayaan terhadap informasi tersebut”. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa materialitas adalah besarnya salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi dan pertimbangan seseorang yang meletakkan kepercayaan terhadap salah saji tersebut. Standar yang tinggi dalam praktik akuntansi akan memecahkan masalah yang berkaitan dengan konsep materialitas. Adapun tujuan dari penetapan materialitas ini menurut Manita, dkk 2011 : 2, “The materiality allows the auditor to determine the extent of the audit works, to evaluate the accounting errors materiality identified by auditors and finally to express an opinion on the reliability and the sincerity of the accounting documents ”. Kinanti 2013 : 4 juga menyatakan pendapat “Tujuan penetapan materialitas ini adalah untuk membantu auditor merencanakan pengumpulan bahan bukti yang cukup”. Jika auditor menetapkan bahwa tingkat materialitas rendah maka akan lebih banyak lagi bukti yang harus dikumpulkan dan begitupun jika tingkat materialitas tinggi maka hanya sedikit bahan bukti yang harus dikumpulkan. Universitas Sumatera utara 37

2.1.5.2 Konsep Materialitas

Adapun konsep materialitas yang dapat digunakan dalam pertimbangan laporan keuangan sebagai berikut: 1 Jumlah yang tidak material. Jika terdapat salah saji tetapi cenderung tidak mempengaruhi keputusan pemakai keuangan. 2 Jumlah yang material tetapi tidak mengganggu laporan keuangan secara keseluruhan. Keseluruhan laporan keuangan tersebut tersaji benar sehingga tetap berguna. 3 Jumlah yang sangat material sehingga pengaruhya sangat meluas dan kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan laporan keuangan diragukan. Menurut Arens dkk 2008 : 319 dalam menetapkan tingkat materialitas ada lima langkah yang dilakukan yaitu: 1. Menetapkan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas. 2. Mengalokasikan pertimbangan pendahuluan tentang materialitas ke segmen-segmen. 3. Mengestimasi total salah saji dalam segmen. 4. Memperkirakana salah saji gabungan. 5. Membandingkan salah saji gabungan dengan pertimbangan pendahuluan atau yang direvisi tentang materialitas.

2.1.5.3 Penggunaan Materialitas

Tuanakotta 2013 : 292 memaparkan penggunaan materialitas dalam : Perencanaan dan penilaian resiko untuk : • Menentukan items dalam laporan keuangan yang harus diaudit; • Menetapkan konteks dan rujukan untuk strategi audit menyeluruh overall audit strategy; • Merencanakan sifat nature, waktu pelaksanaan timing, dan luasnya extent, prosedur audit tertentu; • Menentukan specific materiality untuk jenis transaksi classes of transactions , saldo akun account balances, atau disclosures tertentu Universitas Sumatera utara 38 dimana angka salah saji yang lebih rendah dari overall materiality atau performance materiality secara layak diperkirakan dapat memengeruhi keputusan ekonomis pemakai laporan keuangan; • Menentukan performance materiality untuk setiap tingkat specific materiality , sesuai dengan kebutuhan audit, untuk jenis transaksi, saldo akun, atau disclosures tertentu, tergantung tingkat resiko yang dikehendaki untuk masing-masing item tersebut; • Mengevaluasi bukti terakhir untuk menentukan perlutidaknya adjustment atau revisi terhadap tingkat-tingkat materialitas. Jikia diperlukan, auditor akan merevisi sifat, waktu pelaksanaan, dan luas prosedur sesuai keadaan. Kegunaan materialitas dalam prosedur penilaian resiko • Mengidentifikasi prosedur penilaian resiko risk assessment procedures apa saja yang diperlukan. • Menetapkan konteks dan rujukan ketika auditor mengevaluasi informasi yang diperoleh. • Menilai besar dan dampak dari resiko yang diteridentifikasi. • Menilai hasil dari prosedur penilaian resiko. Kegunaan materialitas dalam pertemuan tim penugasan • Memastikan bahwa anggota tim memahami pemakai laporan yang diidenfikasi dan apa yang layaknya menjadi ekspektasi mereka dalam membuat keputusan ekonomis. Hal ini berguna dalam hal adanya informasi yang diketahui anggota tim, yang memerlukan perubahan angka materialitas dari apa yang ditetapkan pada awalnya. Contoh dari hal-hal yang memerlukan perubahan angka materialitas.: a. Keputusan melepas bagian yang besar dari bisnis entitas. b. Informasi baru atau faktor resiko yang baru diketahui yang seharusnya berdampak dalam penentuan materialitas awal. c. Perubahan dalam pemahaman auditor mengenai entitas dan kegiatan usahanya, sebagai hasil dari pelaksanaan prosedur audit selanjutnya, misalnya ketika angka laba sebenarnya berbeda dari angka yang diantisipasi. • Menyusun strategi audit menyeluruh overall audit strategy. • Menentukan luasnya pengujian sehubungan dengan: a. Performance materiality; b. Specific performance materiality. • Mengidentifikasi masalah audit yang gawat critical audit issues dan area yang memerlukan perhatian dan penekanan audit. Materialitas dalam pelaksanaan prosedur audit adalah untuk: • Mengidentifikasi prosedur audit selanjutnya further audit procedures ; Universitas Sumatera utara 39 • Menentukan item mana yang harus dipilih untuk sampling atau testing , dan apakah harus menggunakan teknik sampling; • Membantu menentukan banyaknya sampel ; • Mengevaluasi representatives sampling errors RSE untuk menentukan salah saji yang mungkin ada “likely”misstatements. RSE adalah salah sampling yang mewakili seluruh populasi population. “Salah saji yang mungkin ada” ini ditentukan dengan mengekstrapolasikan RSE ke seluruh populasi; • Mengevaluasi gambaran seluruh kesalahan aggregate of total errors pada tingkat akun sampai ke tingkat laporan keuangan; • Mengevaluasi gabungan selruh kesalahan, termasuk dampak neto dari salah saji yang tidak dikoreksi uncorrected misstatements yang ada dalam saldo awal retained earnings; • Menilai hasil prosedur audit. Materialiastas dalam pelaporan, auditor menggunakan materialitas untuk : • Mengevaluasi seluruh gabungan kesalahan pada tingkat akun sampia ke tingkat laporan keuangan; • Mengevaluasi gabungan seluruh kesalahan, termasuk dampak neto dari salah saji yang tidak dikoreksi yang ada dalam saldo awal retained earnings ; • Menentukan apakah prosedur audit tambahan harus dilaksanakan ketika gabungan salah saji mendekati overall materiality atau specific materiality ; • Meminta manajemen mengoreksi semua salah saji yang ditemukan; • Mempertimbangkan untuk memeriksa kembali area dengan salah saji terbanyak ; • Memberikan pandangan mengenai sifat dan sensivitas salah saji yang ditemukan, dan juga besarannya; • Menentukan apakah laporan auditor harus dimodifikasi artinya apakah auditor harus member opini yang bukan WTP karena salah saji yang tidak dikoreksi di mana jjumlah atau sifatnya material.

2.2 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu dengan hasil pengujiannya dapat dilihat dari Tabel 2.1 berikut: Universitas Sumatera utara 40 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Peneliti Judul Variabel Penelitian Kesimpulan Penelitian Dita Justiana 2010 Pengaruh etika, independensi, pengalaman, dan keahlian auditor terhadap opini audit. Keahlian audit, independensi auditor eksternal, tingkat materialitas dalam laporan keuangan Variabel etika, dan pengalaman tidak berpengaruh secara signifikan terhadap opini audit, sedangkan independensi dan keahian auditor berpengaruh secara signifikan terhadap opini audit. Ni Made Ayu Lestari dan I Made Karya Utama 2013 Pengaruh Profesionalisme, Pengetahuan Mendeteksi Kekeliruan, Pengalaman, Etika Profesi pada Pertimbangan Tingkat Materialitas Profesionalisme, pengetahuan mendeteksi kekeliruan, pengalaman, etika profesi, dan pertimbangan tigkat materialitas. Profesionalisme dan pengetahuan mendeteksi kekeliruan secara parsial berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas, sedangkan pengalaman dan etika profesi secara parsial tidak berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Marfin Sinaga dan Jaka Isgiyarta 2012 Analisis Pengaruh Profesionalisme terhadap Tingkat Materialitas dalam Proses Pengauditan Laporan Keuangan Studi Empiris pada Auditor Eksternal di Kota Semarang Pengabdian Pada Profesi, Kewajiban Sosial, Kemandirian, Keyakinan Profesi, Hubungan dengan Sesama profesi, dan Pertimbangan Tingkat Materialitas Pengabdian pada profesi, kemandirian, dan hubungan dengan sesama profesi berpengaruh secara signifikan terhadap pertimbangan materialitas, sedangkan dimensi kewajiban sosial dan keyakinan terhadap profesi tidak mempunyai hubungan signifikan terhadap pertimbangan materialitas. Universitas Sumatera utara 41 Anesia Putri Kinanti 2013 Pengaruh Kompetensi, Independensi dan Motivasi Auditor terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas dalam Suatu Pengauditan Laporan Keuangan Kompetensi, Independensi, Motivasi Auditor, dan Pertimbangan Tingkat Materialitas Kompetensi dan independensi auditor berpengaruh secara signifikan terhadap pertimbangan tingkat materialitas, sedangkan motivasi auditor tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Kompiang Martina Dinata Putri dan I.D.G Dharma Suputra 2013 Pengaruh Independensi, Profesionalisme, dan Etika Profesi terhadap Kinerja Auditor pada Kantor Akuntan Publik di Bali Independensi , Profesionalisme, Etika Profesi, dan Kinerja Auditor Independensi, profesionalisme, dan etika profesi berpengaruh positif terhadap kinerja auditor di Kantor Akuntan Publik di Bali A.M. Kurniawanda 2013 Pengaruh Profesionalisme Auditor dan Etika Profesi terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Profesionalisme Auditor , Etika Profesi, dan Pertimbangan Tingkat Materialitas Pengaruh Profesionalisme Auditor dan Etika Profesi berpengaruh secara simultan terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Muhamad Rosul 2010 Pengaruh Keahlian Audit dan Independensi Auditor Eksternal terhadap Tingkat Materialitas dalam Audit Laporan Keuangan Studi empiris pada Kantor Akuntan Publik yang terdapat di Jakarta Keahlian Audit, Independensi Auditor Eksternal, dan Tingkat Materialitas Keahlian audit berpengaruh signifikan terhadap tingkat materialitas, sedangkan independensi auditor eksternal tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat materialitas. Novanda Friska Bayu Aji Kusuma 2012 Pengaruh Profesionalisme Auditor, Etika Profesi dan Pengalaman Auditor terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Profesionalisme Auditor, Etika Profesi, Pengalaman Auditor, dan Pertimbangan Tingkat Materialitas Profesionalisme auditor, etika profesi, dan pengalaman auditor mempunyai pengaruh yang signifikan baik secara parsial maupun simultan terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Universitas Sumatera utara 42 Yoga Satria Prima 2012 Pengaruh Etika Profesi, Independensi, dan Professional Judgment Auditor terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas dalam Proses Audit Laporan Keuangan Studi empiris pada auditor BPK RI perwakilan Provinsi Sumatera Utara, Banten, dan Jawa Barat Etika Profesi, Independensi, Professional Judgment Auditor, dan Pertimbangan Tingkat Materialitas Etika Profesi, Independensi, Professional Judgment mempunyai pengaruh yang signifikan baik secara parsial maupun simultan terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas dalam proses audit laporan keuangan. Friska Novitasari 2004 Analisis Faktor– Faktor yang Mempengaruhi Independensi Auditor Ikatan kepentingan keuangan dan hubungan usaha dengan klien, Pemberian jasa lain selain audit, Lama hubungan audit, Ukuran KAP, Persaingan antar KAP, Audit fee dan Hubungan keluarga. Ikatan kepentingan keuangan dan hubungan usaha dengan klien, ukuran KAP, audit fee dan Hubungan keluarga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap independensi auditor, sedangkan pemberian jasa lain selain audit, Lama hubungan audit, dan persaingan antar KAP tidak berpengaruh secara signifikan terhadap independensi auditor

2.3 Kerangka Konseptual

Dokumen yang terkait

Pengaruh Etika Profesi, Independensi, dan Professional Judgment Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Dalam Proses Audit Laporan Keuangan (Studi Empiris pada Auditor BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara, Banten, dan Jawa Barat).

12 127 84

Pengaruh profesionalisme auditor dan etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan: studi empiris KAP di DKI Jakarta

3 18 99

PENGARUH SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR, KOMPETENSI AUDITOR, DAN ETIKA PROFESI TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT

1 43 57

PENGARUH PROFESIONALISME AUDITOR TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS DALAM PROSES PENGAUDITAN LAPORAN KEUANGAN

0 2 64

Pengaruh Profesionalisme Auditor, Etika Profesi, dan Gender Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas.

0 0 29

Pengaruh Profesionalisme Auditor, Etika Profesi dan Pengalaman Auditor terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas.

0 1 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Auditing Secara Umum - Pengaruh Etika Profesi, Independensi, Dan Professional Judgment Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Dalam Proses Audit Laporan Keuangan

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang - Pengaruh Etika Profesi, Independensi, Dan Professional Judgment Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Dalam Proses Audit Laporan Keuangan

0 0 11

Pengaruh Etika Profesi, Independensi, Dan Professional Judgment Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Dalam Proses Audit Laporan Keuangan

0 1 13

PENGARUH PROFESIONALISME,PENGETAHUAN AKUNTAN PUBLIK DALAM MENDETEKSI KEKELIRUAN,ETIKA PROFESI,DAN INDEPENDENSI AUDITOR TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS DALAM PROSES AUDIT LAPORAN KEUANGAN - Unika Repository

0 0 13