Teknik Pengumpulan Data Metode Pengolahan dan Analisis Data

= 0,003, r = -0,499, hubungan yang bermakna antara VAS dengan Kesehatan Umum dengan nilai kekuatan korelasi yang lemah p = 0,040, r = -0,330. Sementara hubungan antara VAS dengan Kesehatan Mental didapatkan tidak bermakna dengan nilai kekuatan korelasi yang lemah p = 0,110, r = -0,235. Tabel 5.3. Hubungan kualitas hidup dengan intensitas nyeri Komponen kualitas hidup VAS r p value Fungsi Fisik -0,606 0,001 Keterbatasan akibat masalah fisik -0,837 0,001 Keterbatasan akibat masalah emosional -0,447 0,007 Vitalitas -0,380 0,021 Kesehatan Mental -0,235 0,110 Fungsi Sosial -0,403 0,015 Perasaan Sakit -0,499 0,003 Kesehatan Umum -0,330 0,040 r dan p value menggunakan uji korelasi Spearman

5.3. Pembahasan

Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional dengan tujuan untuk melihat hubungan antara intensitas nyeri dengan kualitas hidup pada penderita nyeri punggung bawah. Pada penelitian ini diagnosis nyeri punggung bawah kronis ditegakkan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dan neurologis kemudian dilakukan pemeriksaan foto lumbosakral. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi kemudian diberikan kuesioner McGill dan kuesioner SF-36.

5.3.1. Karakteristik subjek penelitian.

Pada penelitian ini subjek penelitian adalah sebanyak 29 orang, dimana dijumpai lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki, yaitu 51,7 n=15 perempuan dan 48,3 n=14 pria. Studi dari Chou et al, 2010, dijumpai prevalensi pada penderita nyeri punggung bawah, perempuan lebih banyak dari laki-laki. Sementara studi Yong et al, 2014, dari 3121 penderita nyeri punggung bawah didapatkan 1997 64 perempuan dan 1124 36 pria. Stefane et al pada tahun 2011, dari 97 partisipan nyeri punggung bawah didapatkan 67 perempuan 69,07 dan 30 pria 30,93. Studi dari Ji et al pada tahun 2014, dari 47 penderita nyeri punggung bawah kronik djumpai 28 orang 59,6 perempuan dan 19 orang 40,4 pria. Kelompok umur penderita nyeri punggung bawah terbanyak pada studi ini adalah 60 tahun 69. Berdasarkan studi dari Stefane, 2011, dijumpai kelompok umur penderita nyeri punggung bawah terbanyak adalah 60 tahun.

5.3.2. Hubungan antara intensitas nyeri dengan kualitas hidup

Pada penelitian ini didapatkan hubungan yang bermakna antara VAS dengan kualitas hidup. Berdasarkan kuesioner SF-36 yang digunakan pada penelitian ini, hampir semua elemen yang dinilai memberikan hasil yang bermakna kecuali untuk kesehatan mental p = 0,110, r = -0,235. Studi yang dilakukan oleh Guclu et al pada tahun 2012, dimana hasil studi yang dilakukan juga memberikan hasil yang bermakna pada fungsi fisik p =0,01, r = -0,477, keterbatasan akibat masalah fisik p= 0.005, r = -0,277, vitalitas p= 0,002, r = - 0,304, kesehatan mental p = 0,002, r = -0,305 dan perasaan sakit p = 0,0333, r = -0,214. Sementara berdasarkan studi yang dilakukan oleh Shim et al pada tahun 2014 pada pria muda di Korea. Studi ini membandingkan kelompok penderita nyeri punggung bawah dengan kelompok yang sehat didapatkan hasil yang bermakna untuk fungsi fisik, fungsi sosial, vitalitas, perasaan sakit, kesehatan umum, keterbatasan akibat masalah ekonomi dan keterbatasan akibat masalah fisik dengan p= 0,001. Sementara untuk kesehatan mental juga dijumpai hubungan yang tidak bermakna p= 0,154. Elemen kesehatan mental merupakan penilaian yang valid untuk status mental dan berguna untuk skrining gangguan psikiatri. Pada tahun 2011, berdasarkan studi Stefane et al didapatkan hubungan yang bermakna hanya antara gangguan fisik dengan kualitas hidup dengan korelasi yang kuat p = 0,01, r = -0,77 sedangkan untuk psychological, fungsi sosial dan lingkungan tidak didapatkan hubungan yang bermakna. Berdasarkan studi Wang et al, 2005, menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara HRQOL dengan intensitas nyeri p = 0,01, r = -0,25. Dari pemeriksaan fisik, hanya lumbosacral radiculopathy dengan HRQOL yang menunjukkan hubungan yang bermakna dengan korelasi sangat lemah p = 0,01, r = -0,20. Ji et al, 2014, penelitiannya menunjukkan adanya hubungan yang bemakna antara kualitas hidup dengan nyeri punggung bawah kronis p = 0,01. Ji et al juga menggunakan kuesioner SF-36, dimana dari delapan komponen semuanya mempunyai hubungan yang bermakna, bukan hanya komponen fisik tetapi juga mental. Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor fisik dan fungsi psikologi terganggu pada penderita nyeri punggung bawah kronis. Hart, 1988 dalam Shim , 2014, menjelaskan tentang “sickness response” yaitu pembatasan pergerakan dan kekuatan sebagai pertahanan terhadap injury atau stressor. Ketiga sitokin, interleukin IL-1, IL-6, dan tumor necrosis factor- α sebagai sitokin proinflamatori PICs. Dimana PICs ini memulai kaskade kejadian seluler, mempengaruhi dan memperberat nyeri dengan mengaktivasi sistem sel glial di susunan saraf pusat, sehingga timbul depresi akibat adanya perubahan aksis hypothalamus-pituitary-adrenal, gangguan tidur akibat perubahan sekresi serotonin dan dopamin. Hal ini membuktikan bahwa nyeri punggung bawah kronis dan depresi mempunyai patofisiologi yang sama. Sehingga bisa dijelaskan bahwa nyeri yang hebat atau mood depresi bisa terjadi tanpa kerusakan jaringan atau perubahan patologik. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa gangguan tulang belakang mempengaruhi kualitas hidup hanya pada aspek fisik bukan aspek mental. Keterbatasan penelitian pada penelitian ini adalah persepsi nyeri pasien yang bersifat sangat subjektif sehingga terkadang hasil yang didapat tidak sesuai terutama pasien yang diberikan kuesioner setelah dilakukan fisioterapi.