Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

tersebut menandakan bahwa hipotesis 0 H0 belum bisa ditolak atau tidak ada hubungan antara usia dengan gambaran histopatologis kanker payudara invasive dan noninvasive. Berdasarkan penelitian ini pula dapat dihitung prevalence-ratio yang didapati 0.990 CI:0,882-1,111. Dari CI yang memperlihatkan bahwa rentang antara 0,046- 13,178 melewati angka 1 maka dapat dikatakan bahwa tidak signifikan. Artinya tidak dapat ditentukan apakah usia tua ≥ 50 tahun merupakan faktor protektif ataupun faktor resiko untuk terjadinya kanker payudara yang invasive.

5.2. Pembahasan

Penelitian ini melibatkan 50 sampel yang kesemuanya berjenis kelamin wanita. Semua sampel merupakan pasien yang dirawat jalan maupun dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2014. Data dari World Cancer Research Fund International menunjukkan bahwa kanker payudara merupakan bentuk kanker paling umum kedua di dunia dengan hampir 1,7 juta kasus baru didiagnosis pada tahun 2012. Ini menggambarkan sekitar 12 dari seluruh kasus baru dan sekitar 25 dari seluruh kanker pada wanita. Oleh karena itu, kanker ini masih menjadi momok yang menakutkan bagi semua wanita, tidak hanya di Indonesia juga di seluruh dunia. Hal ini diakibatkan oleh terlibatnya faktor hormonal yang merupakan faktor pencetus kanker payudara yang penting. Pernyataan ini didukung oleh American Cancer Society yang menyatakan bahwa resiko untuk terjadinya kanker payudara pada wanita lebih besar sekitar 100 kali dibandingkan pria, sebab pria lebih sedikit memiliki hormon estrogen dan progesteron daripada wanita, di mana hormon tersebut merupakan promoter dari pertumbuhan sel kanker payudara. Penelitian oleh Harold et al menyatakan bahwa kanker payudara salah satunya dikaitkan dengan peningkatan paparan terhadap estrogen endogen terutama pada wanita yang mengalami usia menarke yang lebih awal, nulliparitas, usia menopause yang lebih lama atau terlambat Universitas Sumatera Utara maupun kehamilan pada usia yang lebih tua. Semua hal tersebut berperan dalam meningkatkan resiko kanker payudara dan semuanya terjadi pada wanita. Selain itu, penggunaan terapi pengganti hormon yang biasanya lebih sering pada wanita berkolerasi dengan level estrogen plasma dan estradiol plasma. Ronald et al melakukan penelitian yang membuktikan mengenai peningkatan resiko kanker payudara sekitar 10 setiap 5 tahun penggunaan terapi hormon pengganti, dan setelah 15 tahun resiko itu menngkat menjadi 36. Selain itu, seperti yang ditunjukkan pada table 5.1 mengenai distribusi usia jumlah pasien terbanyak berada pada usia 40-49 tahun yakni 20 pasien 40,0. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Muhaamad Naeem et al tahun 2008 mengenai pola kanker payudara di Lady Reading Hospital di Pakistan, dimana pada penelitian tersebut didapati kelompok usia dengan jumlah penderita kanker payudara berada pada kelompok 40-49 tahun 14 kasus;30,4. Menyusul kelompok usia 50- 59 tahun 12 kasus;26,0 diurutan kedua serta kelompok usia 30-39 tahun 10 kasus;21,73 diurutan ketiga. Penelitian yang dilakukan oleh Rini Indrati et al mengenai faktor resiko yang berpengaruh terhadap kejadian kanker payudara di Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang periode September 2004 sampai Februari 2005 juga menunjukkan hasil bahwa kelompok usia 40-49 tahun 20 kasus;38,5 menempati urutan pertama utnuk kejadian kanker payudara, diikuti oleh kelompok usia 50-59 tahun 17 kasus;32,7 di urutan kedua dan kelompok usia 30-39 tahun di urutan ketiga. Lagi, sebuah penelitian di RSUD. Arifin Achmad Pekanbaru periode Januari 2010 hingga Desember 2012 yang dilakukan oleh Laella dan Fajri mendapati hasil yang sama dengan dua penelitian sebelumnya, dimana usia 40-49 tahun 35 kasus;36,8 menempati urutan pertama disusul kelompok usia 50-59 tahun 26 kasus;27,4 diurutan kedua dan kelompok usia 30-39 tahun 23 kasus;24,2 diurutan ketiga. Dari ketiga peneltian tersebut terlihat bahwa jumlah kasus antar kelompok usia 40-49 tahun dengan kelompok usia 50-59 tahun tidak menunjukkan perbedaan yang besar. Berdasarkan statistik tersebut bisa dikatakan bahwa wanita Universitas Sumatera Utara pada usia middle age 30-59 tahun mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya kanker payudara. Hal ini juga didukung oleh penelitian lain, yakni penelitian CJ Fisher et al,kelompok usia 40-49 tahun justru menempati urutan kedua setelah kelompok usia 50-59 tahun. Pada penelitian ini kelompok usia 40-49 tahun memang lebih kecil daripada kelompok usia 50-59 tahun, namun keduanya masih berada pada rentang usia middle age. Bagaimanapun, tidak terbantahkan bahwasanya faktor resiko paling signifikan dari proses terjadinya kanker adalah usia yang terus bertambah. Pada manusia sendiri, insiden kanker meningkat secara eksponensial setalah berusia sekitar kurang lebih 50 tahun Judith et al, 2011. Namun penelitiaan di Indonesia menunjukkan penurunan pada usia di atas 59 tahun, hal ini mungkin disebabkan oleh angka harapan hidup pada pasien kanker payudara yang kurang baik akibat sebagian besar pasien datang dalam keadaan sudah stadium lanjut, seperti pada penelitian di RSUD. Arifin Achmad Pekanbaru, dimana jumlah kasus dengan stadium lanjut berjumlah lebih dari setengah kejadian yakni 53 kasus 60. Tabel 5.2 menunjukkan bahwa penderita kanker payudara hampir seluruhnya memperlihatkan gambaran invasive. Hasil yang serupa didapatkan juga oleh Laella dan Fajri, dimana bahkan seluruh kasus yang ditemukan merupakan kanker payudara jenis invasive. Sama seperti penlitian di atas, penelitian yang dilakukan di Nigeria oleh Dauda et al tahun 2000-2007 juga tidak ditemukan kasus dengan gambaran noninvasive, semua kasus menunjukkan gambaran invasive. Lain halnya penelitian pada wanita Amerika yang dilakukan oleh Ahmedin et al tahun 2002 hingga 2003, gambaran noninvasive masih ditemukan pada beberapa kasus namun tidak sebanyak kasus invasive. Di Indonesia ataupun Nigeria yang bukanlah negara maju, hal ini bisa saja disebabkan oleh keterbatasan sarana maupun prasarana diagnostik ataupun skrining dini untuk kasus payudara sehingga ketika pasien datang, kanker payudara yang terjadi sudah berada pada tahap yang invasive. Pengetahuan yang kurang memadai dan kesadaran yang masih rendah dari masyarakat untuk menghubungi dokter langsung seketika terdapat keluhan atau benjolan bisa jadi menjadi aspek lain Universitas Sumatera Utara yang menyebabkan kasus dengan gambaran invasive ditemui lebih banyak. Untuk Indonesia sendiri khususnya, upaya pasien untuk mencari pengobatan non medis masih sangat tinggi, sehingga hal itu juga memicu keterlambatan diagnosis dan penanganan, sehingga ketika pasien datang keadaan sudah jauh lebih buruk. Selanjutnya, table 5.3 yang menunjukkan distribusi frekuensi lokasi kanker memperlihatkan bahwa kondisi kanker lebih sering terjadi pada payudara kiri 33 kasus;66,0. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Magid 2014 di Amerika Serikat dimana pada hampir semua kelompok umur predileksi terjadinya kanker payudara dominan berada pada payudara kiri. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Dane et al 2008 pada 165 pasien kanker payudara di Turki juga mendukung hasil penelitian pada table 5.3, yakni ditemukan kanker yang dominan pada payudara kiri 94 kasus;57. Penelitian di Afganistan oleh Hajrah et al 2012 juga menunjukkan payudara sebelah kiri merupakan lokasi dominan terjadinya kanker payudara 128 kasus;47. Trevor dan James dalam penelitiannya pada tahun 2014 di Amerika Serikat menunjukkan hasil yang sama seperti penelitian-penelitian yang telah disebutkan sebelumnya dimana kanker payudara dominan terjadi pada payudara sebelah kiri. Dalam penelitian ini juga disebutkan bahwasanya hal tersebut diakibatkan oleh beberapa hipotesis. Hipotesis pertama menyatakan bahwa ukuran payudara kiri jauh lebih besar daripada payudara kanan, hipotesis kedua menyatakan bahwa ibu pada umumnya lebih memilih menggunakan payudara kanan untuk menyusui anaknya daripada payudara kiri, sehingga hal tersebut akan melindungi payudara kanan dari terjadinya kanker payudara, dan hipotesis ketiga menyatakan bahwa seorag wanita yang cenderung menggunakan tangan kanannya right-handed akan lebih peka untuk memeriksa payudara kirinya jika ada benjolan. Distribusi frekuensi pekerjaan pasien yang ditunjukkan pada table 5.4 menunjukkan bahwa ibu rumah tangga IRT merupakan kelompok tertinggi penderita kanker payudara. Penelitian Haslinda et al di RSUP. DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2012 menunjukkan hal yang sama, dimana ibu rumah Universitas Sumatera Utara tangga merupakan kelompok terbesar penderita kanker payudara 42 kasus;51,9. Tidak hanya di Indonesia, penelitian di Bosnia Herzegovina oleh Nurka et al yang dipublikasi pada tahun 2014 memperlihatkan bahwa housewife ibu rumah tanggaIRT merupakan kelompok yang proporsinya paling besar untuk kasus kanker payudara 52 kasus;52. Tidak ada hubungan yang mendasari kenapa ibu rumah tangga merupakan kelompok pekerjaan yang mendominasi pada studi kasus kanker payudara, namun alam penelitian Nurka et al disebutkan bahwa hal ini mungkin diakibatkan karena housewife ibu rumah tanggaIRT erat kaitannya dengan kemiskinan, pengangguran, status finansial yang rendah, IMT yang tinggi, dan aktivitas fisik yang rendah. Adanya kondisi stress yang terus menerus menjadi alasan yang potensial mendasari hasil penelitian tersebut. Merujuk pada hasil penelitian mengenai hubungan usia dengan gambaran histopatologi kanker payudara yang tersaji dalam tabel 5.7, didapatkan bahwa nilai p- value adalah 0,863. Hal tersebut membuktikan bahwa pada penelitian ini hipotesis 0 H0 belum bisa ditolak, sehingga penelitian ini belum mampu membuktikan adanya hubungan antara usia dengan gambaran histopatologi kanker payudara. Hasil ini juga diperkuat dengan jumlah kasus yang terlihat, dimana jumlah penderita kanker payudara yang bersifat invasive hampir memenuhi seluruh kasus yang ditemukan, tidak saja terjadi pada usia yang merupakan faktor re siko ≥50 tahun namun juga usia 50 tahun. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Mehmet et al dengan p-value 0,049 yang menunjukkan bahwa ada hubungan usia dengan gambaran histopatologi kanker payudara. Ada begitu banyak faktor resiko yang menyebabkan seseorang menderita kanker payudara, namun semuanya masih dinilai belum bisa memberikan satu kepastian tertentu, sehingga sangat sulit untuk diketahui seberapa besar faktor resiko tersebut mempengaruhi terhadap terjadinya kanker payudara American Cancer Society, 2015. Penelitian kanker selama sepuluh tahun mengidentifikasi bahwa terdapat dua faktor penting dalam terjadinya tumor ganas, yaitu faktor internal berupa akumulasi dan mutasi somatik serta faktor eksternal. Universitas Sumatera Utara Mutasi yang ada mempunyai kemampuan untuk menginaktivasi gen yang mempunyai fungsi kritis dalam mempertahankan kestabilan genomik. Selain itu adanya mutasi memberikan beberapa sifat keganasan yang penting secara fungsional, seperti unchecked cell proliferation, survival, motility, dan invasiveness Judith et al, 2011. Dalam teori lain dijelaskan lebih lanjut bahwa proses tersebut terjadi akibat akumulasi kerusakan genetik dan seluler, pajanan berkepanjangan terhadap karsinogen, dan adanya perubahan pada diri seseorang ketika memiliki usia tua Taylor dan Kuchel, 2009. Kemungkinan lain yang memperlihatkan bukti langsung berkontribusi terhadap age-related degeneration berasal dari studi pada tikus yang diketahui mengalami kekurangan ekspresi protein p16INK4a, yang diketahui sebelumnya mempunyai fungsi sebagai supresor tumor. Meskipun SASP memiliki kemampuan untuk mefasilitasi terjadinya supresi pada sel tumor, bukti lain meperlihatkan bahwa SASP dapat memicu fenotipe ganas malignant phenotype pada kultur. Pada kultur tersebut, SASP merupakan penginduksi yang poten terhadap terjadinya transisi sel epitel ke mesenkim yang merupakan tahap penting dalam perkembangan karsinoma invasive dan metastasis Judith et al, 2011. Mengenai hasil penelitian ini yang menunjukkan ketidaksignifikanan, terdapat beberapa kemungkinan yang mendasarinya. Jumlah kasus antara jenis histopatologi invasive dan noinvasive yang jauh berbeda menjadi salah satu di antaranya, ini terlihat dari jumlah kasus karsinoma invasive yang hampir memenuhi seluruh kasus. Hal ini bisa saja terjadi akibat pencegahan yang dilakukan pada tingkat primer berupa promosi kesehatan tidak berjalan dengan baik atau tingkat pengetahuan masyarakat mengenai kanker payudara dan cara deteksi dini dengan metode SADARI periksa payudara sendiri masih rendah. Deteksi dini itu sendiri merupakan langkah awal yang sangat penting untuk mengetahui secara dini adanya tumor ataupun benjolan pada payudara sehingga dapat mengurangi tingkat kematian karena penyakit kanker tersebut. Keuntungan dari deteksi dini kanker payudara bermanfaat untuk meningkatkan kemungkinan harapan hidup pada wanita penderita kanker payudara. Universitas Sumatera Utara Hampir 85 gangguan atau benjolan ditemukan oleh penderita sendiri melalui pemeriksaan dengan benar. Selain itu, SADARI adalah metode termudah, tercepat, termurah, dan paling sederhana yang dapat mendeteksi secara dini kanker payudara Nisman, 2011 dalam Poniyah, 2012. Penelitian yang dilakukan oleh Arini 2011 mengenai SADARI pada remaja putri di Padang Panjang menunjukkan bahwa lebih dari 50 remaja putri memiliki pengetahuan yang kurang mengenai SADARI. Untuk di Sumatera Utara sendiri, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Poniyah Simanullang di Dusun 1 Desa Namorambe Kecamatan Namorambe memperlihatkan hasil bahwa sebelum dilakukan pendidikan kesehatan pengetahuan sebagian besar masyarakat 52,0 mengenai SADARI masih kurang. Dari penelitian terdahulu yang sudah ada mengenai SADARI terlihat bahwa sebagian besar masyarakat masih belum mengetahui dengan baik mengenai cara sederhana untuk deteksi dini kanker payudara ini, akibatnya masyarakat menjadi tidak aware dengan keluhan yang terjadi sehingga mereka datang ke dokter jika keluhan yang timbul pada payudara sudah sangat berat dan biasanya sudah berada pada stadum lanjut dengan gambaran histopatologi yang invasive. Kemungkinan berikutnya yang mendasari hasil penelitian yang tidak signifikan adalah jumlah sampel yang belum mewakili populasi yang ada karena adanya perbedaan karakterisitik sampel pada setiap daerah. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah 1. Distribusi frekuensi kelompok usia pasien penderita kanker payudara di RSUP H. Adam MalikMedan tahun 2014 paling banyak berada pada kelompok usia 40-49 tahun 20 pasien;40,0 dan paling sedikit pada kelompok usia 70-79 tahun 1 pasien;2,0. 2. Distribusi frekuensi berdasarkan gambaran histopatologi penderita kanker payudara di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2014 paling banyak yakni invasive 48 pasien;96,0. 3. Distribusi frekuensi berdasarkan lokasi kanker penderita kanker payudara di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2014 paling banyak berada pada payudara kiri 33 pasien;66,0. 4. Distribusi frekuensi berdasarkan pekerjaan penderita kanker payudara di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2014 paling banyak yakni ibu rumah tangga IRT 33 pasien;66,0. 5. Tidak ada hubungan antara usia dengan gambaran histopatologi penderita kanker payudara di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2014 p-value= 0,863

6.2. Saran

Berdasarkan penelitian ini peneliti menyarankan beberapa hal sebagai berikut : 1. Diperlukan penelitian selanjutnya dengan sampel yang lebih besar dan metode yang lebih baik seperti menggunakan metode kohort. Universitas Sumatera Utara