Pengujian Termal .1 Pengujian Sampel
Persamaan yang digunakan untuk memperoleh kekuatan lentur yaitu : UFS =
2
2 3
bd PL
Dengan : UFS
= kekutan lentur N m
-2
P = Load beban N
L = jarak dua penumpu m
b = lebar sampel m
d = tebal sampel uji m
2.8.3 Pengujian Termal 2.8.3.1
Differential Thermal Analysis DTA
Differential Thermal Analysis DTA yaitu merupakan suatu alat untuk menganalisis sifat thermal suatu sampel yang memiliki berat molekul tinggi seperti
bahan-bahan polimer dngan perlakuan sampel dipanaskan sampai terurai, yang kemudian
transisi-transisi termal
dalam sampel
teresbut dideteksi
dan diukur.Pengujian dengan DTA digunakan untuk menentukan temperature kritis Tg,
temperature maksimum Tm, dan perubahan temperature T,dengan ukuran
sampel uji berkisar 30 mg.
Analisis termal bukan saja mampu untuk memberikan informasi tentang perubahan fisik sampel misalnya titik leleh dan penguapan, tetapi terjadinya proses
kimia yang mencakup polimerisasi, degradasi, dekomposisi, dan sebagainya. Dalam bidang campuran polimer polibren pengamatan suhu transisi gelas Tg sangat
penting untuk meramalkan interaksi antara rantai dan mekanisme pencampuran beberapa polimer.
Campuran polimer yang homogeny akan menunjukkan satu puncak Tg eksotermis yang tajam dan merupakan fungsi komposisi. Tg campuran biasanya
berada diantara Tg. Dari kedua komponen, karena itu pencampuran homogeny digunakan untuk menurunkan Tg, seperti halnya plastisasi dengan pemplastis cair.
Universitas Sumatera Utara
Pencampuran polimer heterogen ditujukan untuk menaikkan ketahanan bentur bahan polimer. Campuran polimer heterogen ini ditandai dengan beberapa puncak
Tg, karena disamping masing-masing komponen masih meupakan fase terpisah, daerah antarmuka mungkin memberikan Tg yang berbeda. Pengamatan termal
campuran polimer juga dapat digunakan untuk menentukan parameter interaksi, yang merupakan factor penurunan suhu leleh Kristal.
Sifat termal polimer merupakan salah satu sifat yang paling penting karena menetukan sifat mekanis bahan polimer. Senyawa-senyawa polimer menunjukkan
suhu transisi gelas pada suhu tertentu. Senyawa poimer amorf seperti polisitirena dan bagian amorf dari polimer semi-kristalin seperti polietilen memiliki suhu transisi
gelas Tg, namun polimer kristalin murni seperti elastomer tidak memiliki suhu transisi gelas, namun hanya menunjukkan suhu leleh Tm.
Suhu transisi gelas terjadi ketika polimer amorf atau bagian amorf polimer semi-kristalin menunjukkan perubahan dari keadaan keras, rapuh dan mirip getas.
Suhu transisi gelas dipengaruhi oleh fleksibilitas rantai, kekuatan dan ukuran gugus samping dan fleksibilitas rantai samping. Fleksibilitas rantai ditentukan oleh
kemudahan gugus-gugus yang berikatan kovalen untuk berotasi. Rotasi ditentukan oleh energi dari gaya-gaya kohesi molekul. Penurunan fleksibilitas rantai
meningkatkan Tg melalui peningkatan halangan sterik. Halangan sterik ditentukan oleh ukuran dan bentuk rantai utama.
Gugus-gugus samping yang besar dan kaku menurunkan fleksibilitas rantai utama sehingga Tg meningkat. Penambahan gugus samping yang fleksibel
menghasilkan peningkatan jarak antar rantai sehingga gaya intermolekuler menurun dan kemuluran meningkat. Hal ini dapat dicapai dengan penambahan pemlastis dan
aditif lainnya Grega Klancknik,2009
Universitas Sumatera Utara