Teknik Pengumpulan Data Teknik Analisis Data

commit to user 43 dari hasil penelitian terdahulu. Adapun data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ini : 1. Data Primer Data primer yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah: a. Pengamatan Lapangan : 1 Kemiringan lereng 2 Penggunaan lahan 3 Solum tanah 4 Kedalaman pelapukan b. Analis Laboratorium : 1 Tekstur tanah 2 Permeabilitas 2. Data Sekunder Data sekunder yang digunakan meliputi : a. Data letak, luas, batas dan ketinggian tempat daerah penelitian yang diperoleh dari Peta Rupabumi Indonesia lembar 1507 – 443 TEGALOMBO dan 1508 – 121 KISMANTORO . b. Data kemiringan lereng dari Peta Rupabumi Indonesia lembar 1507 – 443 TEGALOMBO dan 1508 – 121 KISMANTORO . c. Data jenis batuan diperoleh dari Peta Geologi lembar Pacitan. d. Data jenis tanah diperoleh dari Peta Tanah dari BAPPEDA Kabupaten Pacitan. e. Data iklim, yang meliputi curah hujan, iklim dan suhu yang diperoleh dari Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Pacitan. f. Data penggunaan lahan dari Peta Rupabumi Indonesia lembar 1507 – 443 TEGALOMBO dan 1508 – 121 KISMANTORO.

E. Teknik Pengumpulan Data

Berdasarkan uraian tentang sumber data diatas, ada beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu observasi lapangan dan dokumentasi, yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut : commit to user 44 1. Observasi Lapangan Observasi lapangan adalah suatu cara pengumpulan data dengan pengamatan langsung di lapangan. Observasi lapangan ini dilakukan untuk mengambil sampel tanah untuk analisis fisik tanah, pengukuran kemiringan lereng, kedalaman pelapukan, dan penggunaan lahan. 2. Dokumentasi Dokumentasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan menelaah segala bentuk catatan atau literatur yang terkait dengan penelitian, termasuk peta. Data yang dikumpulkan berupa data sekunder, seperti data data jenis tanah dari Peta Tanah dari BAPPEDA Kabupaten Pacitan, data penggunaan lahan dari Peta Rupabumi Indonesia, data jenis batuan dari Peta Geologi lembar Pacitan, dan data curah hujan dari Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Pacitan. 3. Analisis Laboratorium Analisis laboratorium diperlukan untuk mengukur tekstur dan permeabilitas tanah agar hasilnya lebih akurat. Analisis ini dilakukan pada sampel tanah yang diambil di lapangan pada saat penelitian.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data Moleong, 1990: 103. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan analisis kualitatif. Dalam metode kualitatif kesimpulan terakhir digunakan logika dan penalaran hal tersebut didasarkan pada penemuan di lapangan Sumantri, 2004:36. Berdasarkan tujuan penelitian maka peneliti bermaksud untuk menganalisis : 1. Tingkat Bahaya Longsor dan Karakteristik Tipe Longsor Teknik analisis data untuk penentuan Tingkat Bahaya Longsor dilakukan dengan teknik skoring, yaitu dengan memberikan pengharkatan terhadap faktor commit to user 45 penentu longsor. Pengharkatan dilakukan secara bertingkat, dimana harkat terkecil dalam hal ini adalah 1 menunjukan bahwa peranannya terhadap longsor paling kecil, sedangkan harkat terbesar dalam hal ini adalah 5 menunjukan peranannya yang paling besar terhadap terjadinya longsor. Pembobotan disusun atas dasar pemahaman faktor penyebab dan faktor pemicu longsor. Faktor yang menyebabkan terjadinya longsor adalah gaya gravitasi yang bekerja pada suatu massa tanah dan atau batuan. Di lapangan, besarnya pengaruh gaya gravitasi tersebut ditentukan oleh besarnya kemiringan lereng. Oleh karena itu dalam penilaian Tingkat Bahaya Longsor, faktor kemiringan lereng diberikan bobot yang paling tinggi bobot 5,5 dibandingkan faktor-faktor lain. Tingkat Bahaya Longsor selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan total skor dari parameter di setiap satuan lahan. Penentuan kelas interval ditentukan sebagai berikut : n b a X Keterangan: X = nilai interval a = harkat tertinggi N = jumlah kelas b = harkat terendah Sedangkan untuk parameter yang dilakukan penskoran untuk menentukan Tingkat Bahaya Longsor TBL dapat disajikan pada tabel 5. sebagai berikut: commit to user 46 Tabel 5. Pengharkatan Parameter Penentu Longsor No Parameter Kriteria Harkat 1. Kemiringan lereng – 8 Datar 1 8 – 15 Landai 2 15 – 25 Agak curam 3 25 – 45 Curam 4 45 Sangat curam 5 2. Curah hujan mmhr – 13,6 Sangat rendah 1 13,6 – 20,7 Rendah 2 20,7 – 27,7 Sedang 3 27,7 – 34 Tinggi 4 34 Sangat tinggi 5 3. Penggunaan lahan Hutan - 1 Tegalan berteras + kebun campuran berteras - 2 Permukiman + semak belukar - 3 Tegal + kebun campuran tak berteras - 4 Sawah - 5 4. Kedalaman pelapukan cm 50 Dangkal 1 50 – 75 Agak dangkal 2 75 – 100 Sedang 3 100 – 150 Dalam 4 150 Sangat dalam 5 5. Solum tanah cm – 25 Sangat dangkal 1 25 – 50 Dangkal 2 50 – 90 Sedang 3 90 – 120 Dalam 4 120 Sangat dalam 5 6. Permeabilitas tanah cmjam 12,5 Cepat 1 6,25 – 12,5 Agak cepat 2 2,0 – 6,25 Sedang 3 0,5 – 2,0 Agak lambat 4 0,5 Sangat lambat 5 7. Tekstur tanah Geluh loam - 1 Pasir sand - 2 geluh lempungan clay loam, geluh lempung pasiran sandy clay loam , geluh lempung debuan silty clay loam - 3 geluh debuan silt loam, debu silt, pasir geluhan loamy sandy - 4 lempung clay, lempung pasiran sandy clay - 5 Sumber: Sunarto Goenadi, dkk 2003, Kuswaji 2006, dengan modifikasi commit to user 47 Sementara itu untuk menentukan tipe longsornya dilihat berdasar ciri dari longsoran yang terjadi di lapangan dan yang termasuk ke dalam kelas TBL. 2. Tingkat Kerentanan dan Risiko Longsor Analisis kerentanan yang diakibatkan oleh kejadian longsor adalah analisis yang memanfaatkan salah satu aspek kebencanaan yaitu berdasarkan pada pertimbangan Tingkat Bahaya Longsor TBL dikaitkan dengan aspek kependudukan dimana sering timbul korban jiwa pada saat terjadinya longsoran. Dalam menentukan kelas kerentanan ini terlebih dahulu dilakukan penghitungan terhadap jumlah penduduk pada tiap desa yang dimungkinkan rentan terkena bahaya longsoran. Perhitungan ini dilakukan untuk menentukan kepadatan penduduk pada masing-masing desa. Kemudian dilakukan pengkelasan terhadap masing-masing kelas kerentanan yang dalam hal ini hanya memfokuskan terhadap korban jiwa saja. Penentuan tingkat risiko longsor didasari oleh keterkaitan antara tingkat bahaya dan tingkat kerentanan dengan kemungkinan besarnya kerugian yang berupa korban jiwa. Korban jiwa disini dilihat berdasarkan kepadatan penduduk pada satu desa. Dengan demikian dapat diperoleh tingkat risiko pada saat terjadi bencana longsor. 3. Penanggulangan Longsor dan Tindakan Konservasi Lahan a. Analisis untuk penanggulangan longsor dapat disajikan melalui tabel. 6 sebagai berikut: Tabel 6. Metode Penanggulangan Longsor Berdasarkan Tipe Longsor Tipe-tipe Longsor Metode Penanggulangan x pengurangan gaya pendorong o menambah gaya penahan

I. RUNTUHAN

1. Batuan Pelandaian lereng Penanggaan Benching Tata Salir salur permukaan Perbaikan permukaan lereng Bronjong 2. Tanah Pelandaian lereng Penanggaan Benching Tata Salir salur permukaan Perbaikan permukaan lereng Menanam Tumbuhan Bronjong commit to user 48 3. Bahan Lepas Pelandaian lereng Penanggaan Benching Tata Salir salur permukaan Perbaikan permukaan lereng Menanam Tumbuhan Bronjong

II. GELINCIRAN

1. Rotasi Batuan Pemotongan Kepala Pelandaian lereng Penanggaan Benching Tata Salir salur permukaan Perbaikan permukaan lereng Penyalir parit pencegat interceptor drain Bronjong Dinding penopang isian baru butters 2. Rotasi Tanah Pelandaian lereng Penanggaan Benching Pemotongan habis Tata Salir salur permukaan Perbaikan permukaan lereng Menanam Tumbuhan Timbunan pada kaki lereng Penyalir parit pencegat interceptor drain Bronjong Dinding penopang isian baru butters 3. Translasi Batuan Penanggaan Benching Tata Salir salur permukaan Perbaikan permukaan lereng Menanam Tumbuhan Penyalir parit pencegat interceptor drain Bronjong Dinding penopang isian baru butters 4. Translasi Tanah Penanggaan Benching Tata Salir salur permukaan Perbaikan permukaan lereng Menanam Tumbuhan Penyalir parit pencegat interceptor drain Bronjong Dinding penopang isian baru butters

III. ALIRAN

1. Batuan Pelandaian lereng Tata Salir salur permukaan Perbaikan permukaan lereng Bronjong Dinding penopang isian baru butters 2. Tanah Pelandaian lereng Tata Salir salur permukaan Perbaikan permukaan lereng Dinding penopang isian baru butters 3. Bahan Lepas Tata Salir salur permukaan Perbaikan permukaan lereng Menanam Tumbuhan Bronjong Dinding penopang isian baru butters 4. Lumpur Tata Salir salur permukaan Perbaikan permukaan lereng Menanam Tumbuhan Dinding penopang isian baru butters b. Arahan Konservasi Lahan Arahan konservasi lahan ini dilakukan secara normatif dan tidak mutlak serta didasarkan pada kondisi fisik setiap satuan lahan dalam hal ini adalah mempertimbangkan faktor kemiringan lereng, kedalaman solum dan kedalaman tanah serta kelas Tingkat Bahaya Longsor TBL yang diperoleh berdasarkan hasil skoring yang telah dilakukan sebelumnya. commit to user 49 Pelaksanaan konservasi lahan untuk masing-masing satuan lahan harus mempertimbangkan persyaratan karakteristik fisik pada masing-masing satuan lahan yang telah disebutkan diatas. Persyaratan itu antara lain: 3 Konservasi Lahan Secara Vegetatif dapat disajikan melalui Tabel 7. sebagai berikut. Tabel 7. Usaha Konservasi Lahan Vegetatif No Soil Conservation measures Teknis Konservasi Tanah Lereng Solum cm 1. pasture or grassland penanaman rumput semua 15 2. multiple crooping, including crop rotation, relay crooping mixed crooping and intercrooping pertanaman campuran termasuk pergiliran tanaman, tumpang gilir, pertanaman campuran, tumpang sari 60 15 3. contour crooping, strip crooping, alley crooping penanaman menurut kontur penanaman menurut strip pertanaman lorong 60 15 4. reduced tillage, including minimum tillage and no till zero tillage pengolahan tanah minimum tanpa olah tanah 60 15 5. grass stripbarrier strip rumput 60 15 6. cover crooping penanaman penutup tanah 60 15 7. organic matter management, including use of mulch and intercorporation of compost, animal manure, green manure and croop residues manjemen bahan organik termasuk mulsa, pencampuran kompos, pupuk kandang, pupuk hijau dan sisa tanaman 60 15 8. hedge row, live fence tanaman pagar, pagar hidup 60 15 9. protection forest, including recreational forest, forest park and forest research hutan lindung, hutan kemasyarakatan, suaka alam dan hutan wisata 80 15 10. production forest including limited production forest and community forest hutan produksi termasuk hutan produksi terbatas dan hutan rakyat 60 15 11. permanent vegetation crops including industrial and estate crop, orchards vegatasi permanen termasuk tanaman industri, perkebunan, kebun 60 15 12. agroforestry including mixed gardens and home garden agroforestri termasuk kebun campuran,kebun rumah 80 15 13. replanting or clear felled forest penanaman kembali semua 15 14. regeneration of clear felled forest suksesi alami semua 15 15. protection of rivers and springs perlindungan sungai dan mata air semua 15 16. silvopasture silvopasture 80 15 17. planting of trees, shurbs and grasses primaliry for soil conservation purposes Penanaman pohon, rumput untuk tujuan konservasi tanah semua 15 Sumber : Departemen Kehutanan, 1998:83. 4 Konservasi Lahan Secara Teknik dapat disajikan melalui Tabel 8. sebagai berikut. commit to user 50 Tabel 8. Usaha Konservasi Lahan Teknik No Soil Conservation measures Teknis Konservasi Tanah Lereng Kedalaman Tanah Min cm 1. ridge terrace including gradded contour bund teras guludan termasuk pematang kontur 15 - 60 30 2. credit terrace teras kredit 5 - 30 30 3. bench terrace, includes level bench terrace, reverse sloping bench terrace, forward sloping bench terrace, garden terrace, stone wall terrace, interupted bench terrace teras bangku, termasuk teras bangku datar, teras bangku belakang, teras bangku miring, teras kebun, teras batu, teras bangku putus 10 - 40 30 4. individiual terrace teras individu 15 - 60 30 5. hiilside ditch or interception ditch teras gunung atau saluran pegelak 10 - 60 15 6. waterway saluran pembuangan air SPA 15 7. trash line barisan sisa tanaman 8-30 15 8. silt pit with or without sloth mulch rorak, mulsa tanaman semua 15 9. drop structure ussualy of stone or bamboo supported by grasses, as part of water disposal in a terrace system bangunan terjunan biasanya bangunan terjunan dari batu atau bamboo 8 15 10. sediment control uncluding check dams and detection dams kontrol sedimen termasuk dam pengendali dan dam penahan semua 11. gully control including gully head structures flumes and chutes, gully plugs, check dams sumbat jurang termasuk gully head structures semua 10 12. flood control andor river bank protection kontrol banjir dan atau perlindungan tepi sungai semua 13. road protection perlindungan jalan semua 14. control of erotion and runoff from settlement areas including use of soak pits, absorbtion well, drop structures, drain Pengendalian erosi dan banjir dari area permukiman termasuk pembuatan sumur resapan, drainase 15 Sumber : Departemen Kehutanan, 1998:84.

G. Prosedur Penelitian