Random Amplified Polymorfic DNA RAPD

10 maupun adanya sel-sel polisomik dari jaringan tertentu Wattimena Mattjik, 1992. Dalam perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan sering terjadi mutasi gen, sehingga menyebabkan terjadinya variasi genetik atau variasi somaklonal Wattimena, 1991. Terjadinya variasi genetik dapat disebabkan oleh komposisi zat kimia yang terkandung dalam media kultur, sumber eksplan, lamanya masa pengkulturan atau lingkungan terkendali yang mengalami gangguan dan lain sebagainya. Variasi somaklonal merupakan variasi genetik yang terjadi dari tanaman yang dihasilkan melalui kultur jaringan Larkin Sowcroft, 1991. Dengan demikian untuk mendeteksi variasi somaklonal yang terjadi perlu dilakukan evaluasi stabilitas genetik dengan menggunakan penanda genetik, diantaranya adalah Random Amplified Polymorphic DNA RAPD. Variasi somaklonal kemungkinan disebabkan oleh ketidakteraturan mitotik yang berperan dalam terjadinya ketidakstabilan kromosom amplifikasi atau delesi gen. Keunggulan teknik kultur jaringan adalah mampu menghasilkan bibit secara massal dalam waktu yang relatif singkat dan produktivitasnya lebih tinggi Van Harten, 1998. Propagasi tanaman melalui teknik kultur jaringan tidak selalu sederhana, karena ketidakstabilan genetik atau kromosom dari kultur sel atau jaringan umumnya terjadi pada banyak spesies. Berbagai perubahan genetik dapat terjadi selama dalam proses kultur, namun demikian ketidakstabilan genetik dalam kultur dapat terkendali dan hal tersebut memungkinkan untuk mendapatkan variasi somaklonal Nasir, 2002

2.7. Random Amplified Polymorfic DNA RAPD

Random Amplified Polymorfic DNA RAPD adalah suatu metode analisis DNA genom melalui pola pita DNA yang dihasilkan setelah genom tersebut diamplifikasi menggunakan suatu primer tunggal. Metode ini didasarkan pada reaksi berantai polymerase atau dikenal denga PCR Polymerase Chain Reaction dengan menggunakan polymerase DNA yang tahan terhadap suhu tinggi. RAPD merupakan salah satu metode penanda genetik yang mempunyai beberapa kelebihan, yaitu: 1 DNA yang digunakan lebih sedikit, 2 tidak menggunakan Universitas Sumatera Utara 11 radioisotope, 3 hasilnya diperoleh dalam waktu yang relatif singkat karena tidak memerlukan banyak tahapan, dan 4 primer acak yang digunakan untuk analisis genom semua organisme tanpa mengetahui latar belakang genomnya Mc Clelland et al., 1994. Teknik RAPD Random Amplified Polymorphic DNA dimulai oleh Williams et al. 1990 setelah berhasil mengamplifikasi DNA dan bersifat polimorfik dengan menggunakan primer acak serta bantuan enzim Taq Themus aquaticus DNA polimerase. Teknik ini sudah banyak digunakan para peneliti di dunia karena mempunyai beberapa keuntungan. Menurut William et al. 1990, metode RAPD lebih sederhana, cepat, DNA yang diperlukan sedikit dan tidak perlu terlalu murni, tidak menggunakan radioisotop maupun DNA probe, cocok digunakan untuk sampel banyak, dan cukup menggunakan satu primer. Teknik RAPD didasarkan pada penggunaan primer sekuens nukleotida yang berubah-ubah untuk mengamplifikasi segmen genomik DNA acak melalui pemanfaatan PCR sehingga menunjukkan polimofisme. Primer untuk analisis RAPD mengandung 9-10 basa panjangnya. Polimorfisme yang teramati dengan menggunakan RAPD diyakini karena adanya perubahan basa tunggal yang mencegah perpasangan primer dengan sekuens target, delesi sisi utama, insersi atau delesi yang memodifikasi ukuran DNA. Keuntungan dari metode ini adalah bahwa set oligonukleotida yang sama dapat digunakan untuk berbagai spesies atau organisme dan setelah amplifikasi selama 2-4 jam, polimorfisme ini dapat diamati secara langsung dengan agarose normal gel elektroforesis Nasir, 2002. Universitas Sumatera Utara 1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati terpenting di Indonesia. Kelapa sawit memegang peranan penting untuk memenuhi kebutuhan minyak, menghasilkan penerimaan negara terbesar di sektor perkebunan, meningkatkan pendapatan negara dan menggerakkan pembangunan, khususnya di luar pulau jawa Tondok, 1998. Indonesia dan Malaysia sebagai penghasil terbesar minyak sawit pada tahun 2002 memasok 84 produksi minyak sawit dunia Basiron, 2004. Data minyak dunia menunjukkan volume produksi minyak sawit di Indonesia pada tahun 2020 diperkirakan mencapai 18 juta ton atau melampaui kapasitas CPO dari Malaysia yang hanya 15.4 juta ton Cheng Hai, 2002. Permintaan minyak sawit saat ini meningkat lebih 2,8-3 juta ton per tahun karena pemanfaatannya sebagai biodiesel Bangun, 2005. Usaha peningkatan produksi telah dilakukan salah satunya melalui perluasan areal penanaman. Permintaan benih kelapa sawit secara langsung berhubungan dengan agenda perluasan dan penanaman kembali kebun kelapa sawit. Jadi Indonesia memerlukan 70 juta benih setiap tahun. Namun, sampai saat ini hanya seperdua dari kebutuhan benih tersebut terpenuhi Asmono, 2006. Untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan penyediaan bibit menggunakan teknik kultur jaringan. Keunggulan teknik kultur jaringan adalah mampu menghasilkan bibit dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu relatif singkat. Perbanyakan kultur jaringan pada tanaman kelapa sawit melalui proses embriogenesis dengan pembentukan embrio somatik. Perbanyakan melalui embrio somatik pada kelapa sawit dimulai dengan pemilihan pohon induk atau ortet yang sesuai dengan karakter-karakter yang diinginkan, selanjutnya dilakukan perbanyakan secara klonal Wong et al., 1999. Universitas Sumatera Utara