Tinjauan Umum tentang Perjanjian

commit to user 21 dengan cara menaksir nilai barangnya sudah dapat menutup kredit yang akan diberikan bank seandainya nasabah tidak dapat melunasi hutangnya di kemudian hari. Sehubungan dengan itu, dalam penjelasan Pasal 8 undang undang perbankan diuraikan bahwa apabila berdasarkan unsure-unsur lain Bank telah mendapat keyakinan tentang kemampuan nasabah untuk mengembalikan hutangnya, agunan bisa hanya berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Bank tidak wajib meminta agunan tambahan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai dengan kredit Bank. Gatot Supramono, 2009: 160

2. Tinjauan Umum tentang Perjanjian

a. Pengertian Perjanjian Peraturan yang berlaku bagi perjanjian diatur dalam buku Ketiga Kitab Undang Undang Hukum Perdata Tentang Perikatan yaitu Pasal 1313 yaitu: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Perjanjian diatur dalam Buku Ketiga Kitab Undang Undang Hukum Perdata karena perjanjian merupakan salah satu sumber dari perikatan, dikatakan salah satu karena ada sumber lain dari suatu perikatan yaitu undang-undang. Gatot Supramono, 2009:163 Definisi lain mengenai perjanjian adalah merupakan suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa itu, menimbulkan suatu hubungan antara dua orang tersebut yang kemudian dinamakan perikatan. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Subekti, 2002:1

b. Asas-asas perjanjian

Menurut pendapat Gatot Supramono. dalam hukum perjanjian ddikenal ada beberapa macam asas dalam melaksanakan suatu perjanjian yaitu: commit to user 22 1 Asas konsensualisme Sesuai dengan artinya konsensualisme adalah kesepakatan, maka asas ini menetapkan bahwa terjadinya suatu perjanjian setelah terjadi kata sepakat dari kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian. Dengan kesepakatan maka perjanjian menjadi sah dan mengikat bagi para pihak dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka, hal ini terdapat dalam Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata. 2 Asas kebebasan berkontrak Asas ini menyebutkan bahwa setiap orang mempunya kebebasan untuk mengadakan suatu perjanjian yang berisi apa saja, asalkan perjanjian tidak bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. Dalam KItab Undang Undang Hukum Perdata asas kebebasan berkontrak terdapat pada Pasal 1339. 3 Asas kepribadian Menurut asas kepribadian, seseorang hanya diperbolehkan mengikatkan diri untuk kepentingan dirinya sendiri dalam suatu perjanjian. Asas ini terdapat dalam Pasal 1315 Kitab Undang Undang Hukum Perdata. 4 Asas itikad baik Asas itikad baik di dalam hukum perjanjian hanya terdapat pada waktu melaksanakan perjanjian. Dalam pasal 1338 Kitab Undang Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik, apapun yang telah diperjanjikan harus dilaksanakan dengan penuh kejujuran sesuai dengan maksud dan tujuannnya. 5 Asas keadilan Asas keadilan lebih ditujukan kepada isi dari perjanjian bahwa perjanjian harus mencerminkan adanya keadilan bagi kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian. Asas keadilan diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata. 6 Asas kepatutan Suatu perjanjian dibuat bukan hanya semata-mata memperhatikan ketentuan undang-undang, akan tetapi kedua belah pihak harus commit to user 23 memperhatikan pula tentang kebiasaan, kesopanan dan kepatutan yang berlaku di masyarakat. Asas kepatutan terdapat dalam Pasal 1337 Kitab Undang Undang Hukum Perdata. 7 Asas kepercayaan Para pihak melakukan perjanjian harus dilandasi dengan rasa saling percaya karena kepercayaan menyangkut saling memenuhi kewajibannya seperti yang telah diperjanjikan. Gatot Supramono, 2009: 164-165

c. Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian

Membuat suatu perjanjian itu harus memenuhi syarat-syarat supaya perjanjian tersebut diakui dan mengikat para pihak yang membuatnya. Syarat- syarat sahnya suatu perjanjian menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata yaitu: 1 Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya. 2 Cakap untuk membuat suatu perjanjian 3 Mengenai hal atau obyek tertentu 4 Adanya suatu sebab yang halal Syarat pertama dan kedua disebut syarat subyektif karena menyangkut orang orang atau pihak-pihak yang membuat perjanjian yang mana merupakan subyek yang membuat suatu perjanjian. Sedangkan syarat ketiga dan keempat adalah sebagai syarat obyektif karena menyangkut mengenai obyek yang diperjanjikan oleh orang-orang atau subyek yang membuat perjanjian. Sutarno, 2003: 78

d. Hapusnya Perjanjian

Tentang berakhirnya atau hapusnya suatu perjanjian terdapat dalam Pasal 1381 Kitab Undang Undang Hukum Perdata bahwa hapusnya suatu perjanjiandisebabkan hal-hal sebagai berikut: 1 Adanya pembayaran; 2 Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan atau dalam bahasa Belanda dinamakan consignatie; commit to user 24 3 Novasi atau pembaruan utang; 4 Kompensasi atau perjumpaan hutang; 5 Percampuran hutang; 6 Pembebasan hutang; 7 Musnahnya barang yang terhutang; 8 Pembatalan perjanjian; 9 Berlakunya suatu syarat batal; 10 Daluarsa atau lewatnya waktu.

e. Perjanjian Kredit

Perjanjian Kredit sama halnya dengan perjanjian secara umum yang diatur dalam Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Namun, tidak ada satupun peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang Perjanjian Kredit, bahkan dalam Undang-Undang Perbankan sekalipun. Istilah perjanjian Kredit terdapat dalam Surat Keputusan Direksi Bank Nagari PT. BPD Sumbar Nomor SK208Dir07-2000 tentang Perjanjian Kredit dan Ketentuan Umum Pemberian Kredit oleh Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat. Menurut Soebekti, Perjanjian Kredit pada hakikatnya sama dengan Perjanjian Pinjam Meminjam yang diatur dalam Pasal 1754 sampai 1769 Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Dalam prakteknya, Perjanjian Kredit memiliki 2 dua bentuk, yaitu: 1 Dalam Bentuk Akta Bawah Tangan Pasal 1874 Kitab Undang Undang Hukum Perdata merupakan akta perjanjian yang baru memiliki kekuatan hukum pembuktian apabila diakui oleh pihak-pihak yang menanda-tangani dalam akta perjanjian tersebut. agar akta ini tidak mudah dibantah, maka diperlukan pelegalisasian oleh Notaris, agar memiliki kekuatan hukum pembuktian yang kuat seperti akta otentik. 2 Dalam bentuk Akta Otentik, merupakan akta perjanjian yang memiliki kekuatan hukum pembuktian yang sempurna, karena ditanda tangani langsung oleh pejabat pembuat akta, yaitu Notaris, dan akta ini dianggap sah dan benar tanpa perlu membuktikan keabsahan tanda tangan pihak lain. commit to user 25

3. Tinjauan Umum tentang Legal Audit