Batasan Istilah Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan

10 Rendahnya minat baca siswa juga berpengaruh terhadap kemampuan mengapresiasi siswa terhadap bacaan. Dalam pelajaran Bahasa Indonesia, juga terdapat pelajaran sastra. Pelajaran sastra membutuhkan kemampuan membaca yang baik. Namun, jika minat baca siswa saja belum tumbuh dengan baik, maka pembelajaran sastra belum dapat berjalan dengan optimal. Selain rendahnya kemampuan literasi siswa, permasalahan yang muncul dalam pelajaran Bahasa Indonesia adalah budaya masyarakat. Masyarakat pada umumnya memiliki anggapan bahwa membaca sudah dikuasai sejak anak-anak, sehingga mereka tidak perlu belajar membaca melalui kegitan membaca dari berbagai sumber. Pendapat tersebut berlanjut pada generasi berikutnya, bahkan dianut oleh para guru termasuk guru Bahasa Indonesia. Permasalahan lainnya adalah ketersediaan sarana dan prasarana. Ketersediaan sarana dan prasarana belajar seperti perpustakaan, laboratorium bahasa, ruang kelas, tempat publikasi karya, ruang berekspresi, sampai pada buku- buku masih menjadi impian banyak sekolah. Dalam konteks ini, kurangnya sarana dan prasarana khususnya perpustakaan dan buku-buku, akan menghambat pengembangan kemampuan membaca dan menulis siswa, Suryaman, 2012: 39- 41.

2. Pembelajaran Apresiasi Sastra di Sekolah

Pembelajaran merupakan penguasaan atau pemerolehan pengetahuan tentang suatu subjek atau sebuah keterampilan dengan belajar, pengalaman, atau instruksi Brown, 2007: 8. Kegiatan apresiasi sastra dapat dikatakan sebagai 11 suatu proses pembelajaran. Apresiasi sastra merupakan kegiatan menghargai dan menilai karya sastra. Sebagai suatu proses, apresiasi melibatkan tiga unsur inti yakni aspek kognitif, aspek emotif, dan aspek evaluatif Aminuddin, 2010: 34. Pembelajaran apresiasi sastra di sekolah idealnya mencakup tiga aspek tersebut. Akan tetapi dalam kenyataannya, pembelajaran apresiasi sastra di sekolah masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Sebagian besar pembelajaran apresiasi hanya sampai pada aspek kognitif, hanya sedikit saja yang sampai pada aspek emotif dan evaluatif. Padahal, pembelajaran sastra dalam pelajaran bahasa Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menikmati, menghayati, dan memahami karya sastra Suryaman, 2012: 37. Fungsi utama sastra adalah untuk penghalusan budi, peningkatan rasa kemanusiaan dan kepedulian sosial, penumbuhan apresiasi budaya, penyaluran gagasan, penumbuhan imajinasi, serta peningkatan ekspresi secara kreatif dan konstruktif. Namun, fungsi tersebut belum sepenuhnya dapat diperoleh oleh siswa. Banyak faktor yang menyebabkan belum maksimalnya pembelajaran sastra, salah satunya adalah kemampuan dan kebiasaan membaca dan menulis siswa yang masih rendah Suryaman, 2012: 37. Masih rendahnya kemampuan dan minat baca siswa berpengaruh terhadap kemampuan mengapresiasi siswa terhadap karya sastra. Berdasarkan studi pendahuluan, siswa mengalami kesulitan dalam penggalian ide untuk mengapresiasi hingga tahap mencipta. Apresiasi sastra yang dilakukan masih 12 sebatas pada analisis unsur-unsur di dalam karya sastra, sehingga kreativitas dan imajinasi siswa kurang berkembang secara optimal. Salah satu materi pembelajaran sastra di jenjang SMP adalah apresiasi cerpen dan fabel. Kedua materi pembelajaran tersebut akan menjadi fokus dalam penelitian ini. Effendi melalui Sayuti, 2000: 3 menyatakan bahwa apresiasi sastra merupakan kegiatan menggauli karya sastra dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra. Dalam kegiatan apresiasi terdapat beberapa tahapan yakni merasakan, membayangkan, memikirkan, dan mencipta karya sastra. Cerpen merupakan salah satu jenis prosa naratif yang relatif pendek dan memiliki satu insiden tunggal. Cerpen sebagai suatu karya fiksi memiliki unsur- unsur pembangun yakni unsur intrinsik dan ekstrinsik. Pada penelitian ini, unsur yang difokuskan dalam mengembangkan modul apresiasi cerpen dan fabel adalah unsur intrinsik. Berikut ini merupakan unsur intrinsik yang dimaksud. a. Tema Tema merupakan makna cerita, gagasan sentral, atau dasar cerita. Selain berfungsi memberikan kontribusi bagi elemen struktural lain seperti plot, tokoh, dan latar; tema juga berfungsi menjadi elemen penyatu terakhir bagi keseluruhan fiksi. Pengarang menciptakan dan membentuk plot, membawa tokohnya menjadi ada, baik secara sadar maupun tidak, eksplisit maupun implisit, pada dasarnya merupakan perilaku responsifnya terhadap tema yang telah dipilih dan telah mengarahkannya Sayuti, 2000:187-192.