2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensitas Nyeri
Banyak faktor yang mempengaruhi intensitas nyeri. Perawat mempertimbangkan semua faktor yang mempengaruhi pasien yang merasakan nyeri.
Hal ini sangat penting dalam upaya memastikan bahwa perawat menggunakan pendekatan yang holistik dalam pengkajian dan perawatan pasien yang mengalami
nyeri Potter dan Perry, 2006. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri, yaitu: usia, jenis kelamin, kebudayaan, kecemasan, pengalaman nyeri sebelumnya, makna nyeri,
perhatian, dukungan keluarga dan sosial. 1.
Usia
Usia mempengaruhi persepsi seseorang terhadap nyeri. Anak-anak dan orang tua mungkin lebih merasakan nyeri dibandingkan orang dewasa muda karena mereka
sering tidak dapat mengkomunikasikan apa yang dirasakannya sehingga kemungkinan perawat tidak dapat melakukan pengukuran untuk menurunkan nyeri
secara adekuat Berger, 1992. Perbedaan perkembangan, yang ditemukan di antara kelompok usia ini dapat
mempengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan dalam memahami nyeri dan prosedur yang
dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri. Anak-anak kecil yang belum dapat nengucapkan kata-kata juga mengalami kesulitan utnuk mengungkapkan secara
verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau petugas kesehatan. Dengan memikirikan tingkat perkembangan, perawat harus mengadaptasi pendekatan yang
Universitas Sumatera Utara
dilakukan dalam upaya mencari cara untuk mengkaji nyeri yang dirasakan anak-anak Prasetyo, 2010
Lansia berespon terhadap nyeri dapat berbeda dengan cara berespon orang yang berusia lebih muda Smeltzer Bare, 2002. Pada lansia yang mengalami nyeri
perlu dilakukan pengkajian, diagnosis dan penatalaksanaan secara agresif. Namun individu yang berusia lanjut memiliki resiko tinggi mengalami situasi-situasi yang
membuat mereka merasakan nyeri Ebersol dan Hess, 1994. 2.
Jenis Kelamin
Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting terhadap respon nyeri Matasarin-Jacobs, 1997. Laki-laki memiliki sensitifitas yang lebih rendah
dibandingkan wanita atau kurang merasakan nyeri Smeltzer Bare, 2002; Black Hawks, 2005. Laki-laki kurang mengekspresikan nyeri yang dirasakan secara
berlebihan dibandingkan wanita. Penelitian oleh Uchiyama, et al. 2006 yang bertujuan untuk meneliti
perbedaan jenis kelamin terhadap nyeri pasca bedah kolesistektomi. Jumlah responden yang terlibat adalah 100 orang yang terdiri dari 46 laki-laki dan 54 wanita.
Dalam penelitian tersebut menunjukan bahwa pasien wanita mempunyai nilai VAS lebih tinggi daripada laki-laki pada 24 jam pasca bedah kolesistektomi Hartono,
2007. Semua pasien dirawat empat hari di rumah sakit dan intensitas nyeri diukur menggunakan Visual Analog Scale VAS dengan skala 0-10.
Universitas Sumatera Utara
3. SukuBudaya
Budaya mempengaruhi bagaimana seseorang mengartikan nyeri, bagaimana mereka memperlihatkan nyeri serta keputusan yang mereka buat tentang nyeri yang
dirasakannya. Masyarakat dalam suatu kebudayaan mungkin merasa bangga bila tidak merasakan nyeri karena mereka menganggap bahwa nyeri tersebut merupakan
sesuatu yang dapat ditahan Berger, 1997. Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi
nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Ada perbedaan makna dan sikap yang dikaitkan dengan nyeri di
berbagai kelompok budaya. Suatu pemahaman tentang nyeri dari segi makna budaya akan membantu perawat dalam merancang asuhan keperawatan yang relevan untuk
klien yang mengalami nyeri Potter Perry 2005. Setiap suku dan budaya mempersepsikan sakit dengan cara yang berbeda
Waddle et al, 1998 dan juga berbeda dalam mengekspresikan perilaku mereka yang berhubungan dengan nyeri Lovander Forhoff, dalam Harahap tahun 2007.
Gureje, Korff, Simon, Gater, 1996, menyatakan bahwa keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu menyatakan atau mengekspresikan nyeri. Selain
itu, latar belakang budaya dan sosial mempengaruhi pengalaman dan penanganan nyeri Brannon Feist, 2007. Budaya dan etnisitas mempunyai pengaruh pada
bagaimana seseorang berespons terhadap nyeri, bagaimana nyeri diuraikan atau seseorang berperilaku dalam berespons terhadap nyeri. Namun budaya dan etnik tidak
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi persepsi nyeri Zatzick Dimsdale, 1990 dalam Brunner Suddart, 2003.
Harapan budaya tentang nyeri yang individu pelajari sepanjang hidupnya jarang dipengaruhi oleh pemajanan terhadap nilai-nilai yang berlawanan dengan
budaya lainnya. Akibatnya, individu yakin bahwa persepsi dan reaksi mereka terhadap nyeri adalah normal dapat diterima. Akibatnya individu yakin bahwa
persepsi dan reaksi mereka terhadap nyeri adalah normal dapat diterima. Nilai-nilai budaya perawat dapat berbeda dengan nilai-nilai budaya pasien dari budaya lain.
Harapan dan nilai-nilai budaya perawat dapat mencakup menghindari ekspresi nyeri yang berlebihan seperti meringis, dan menangis berlebihan Brunner Suddart,
2003. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki keberagaman suku dan
budaya. Setiap suku memiliki cara yang unik dalam persepsi tentang kesehatan dan respon terhadap penyakit. Suku Batak adalah suku yang paling besar di Sumatera
Utara; selain Melayu Deli dan Nias. Suku Batak terdiri dari sub suku Batak yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak Pak pak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan
Batak Mandailing Irma, 2007. Pengalaman nyeri pada pasien Batak sangat unik. Pasien Batak jauh lebih ekspresif dibanding pasien suku Jawa, meskipun kedua suku
tersebut berasal dari Indonesia Suza, 2007. Perilaku nyeri ini sering menimbulkan kesulitan dalam pengkajian dan manajemen nyeri.
Universitas Sumatera Utara
4. Kecemasan
Kecemasan sebagai sebuah kondisi atau keadaan emosi tertentu yang tidak menyenangkan. Kondisi atau keadaan emosi tertentu yang tidak menyenangkan
tersebut meliputi perasaan cemas, tegang, khawatir, gairah fisiologis, dan rasa takut yang disamaartikan dengan kecemasan objektif Freud, 1936. Spielberger 1983
juga mengatakan bahwa kecemasan sesaat state anxiety ditandai oleh perasaan subjektif terhadap tekanan, ketakutan, kekhawatiran dan ditandai dengan aktivasi atau
stimulasi dari autonomic nervous sistem. Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas seringkali
meningkatkan persepsi nyeri, tetapi juga seringkali menimbulkan suatu perasaan ansietas. Pola bangkitan otonom adalah sama dalam nyeri dan ansietas Gil, 1990
dalam Potter Perry, 2005. Sama hubungan cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas. Sulit untuk memisahkan dua
sensasi tersebut , stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakinkani mengendalikan emosi seseorang.
Status emosional mempengaruhi persepsi nyeri. Sensasi nyeri dapat di blok oleh konsentrasi yang kuat atau dapat meningkat oleh cemas atau ketakutan. Nyeri
sering meningkat ketika tejadi adanya penyakit yang lain atau ketidaknyamanan fisik seperti mual atau muntal. Ada atau tidak adanya dukungan orang lain atau pelayanan
kesehatan juga dapat merubah status emosional dan persepsi nyeri. Kecemasan dapat
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan persepsi nyeri dan nyeri sebaliknya dapat menyebabkan kecemasan LeMone Burke, 2008.
5. Pengalaman Nyeri Sebelumnya Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri, akan tetapi pengalaman nyeri
sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan mudah menerima nyeri pada masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama mengalami nyeri yang
berat, maka ansietas atau bahkan rasa takut akan muncul. Sebaliknya, apabila individu mengalami nyeri dengan jenis sama dan berulang tetapi nyeri tersebut dapat
hilang akan lebih mudah bagi individu tersebut menginterpretasikan sensasi nyeri dan akibatnya pasien akan lebih siap untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan
untuk menghilangkan nyeri. Dan apabila pasien tidak pernah mengalami nyeri maka persepsi pertama nyeri dapat menganggu koping terhadap nyeri Potter Perry,
2006. Riwayat sebelumnya berpengaruh tehadap persepsi seseorang tentang nyeri.
Orang yang sudah mempunyai pengalaman tentang nyeri akan lebih siap menerima perasaan nyeri, sehingga dia akan merasakan nyeri lebih ringan dari pengalaman
pertamanya Taylor, 1997. 6.
Makna Nyeri Individu akan mempersepsikan dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri
tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan. Derajat dan kualitas nyeri akibat cedera karena hukuman dan tantangan. Makna nyeri oleh
Universitas Sumatera Utara
seseorang akan berbeda jika pengalamannya tentang nyeri juga berbeda. Selain pengalaman, makna nyeri juga dapat ditentukan dari cara seseorang beradaptasi
terhadap nyeri yang dialami. Misalnya, seseorang wanita yang sedang bersalin akan mempersepsikan nyeri yang berbeda dengan seorang wanita yang mengalami nyeri
akibat cedera pukulan pasangannya Potter Perry, 2005. 7.
Perhatian Seseorang yang memfokuskan perhatiannya terhadap nyeri akan
mempengaruhi persepsinya. Konsep ini merupakan salah satu hal yang dapat dilihat perawat dari beberapa nyeri yang dirasakan pasien sehingga perawat dapat
memberikan intervensi yang tepat seperti relaksasi, massase, dan lain sebagainya. Namun dengan memfokuskan perhatian terhadap stimulus yang lain, dapat
menurunkan persepsi nyeri Potter Perry, 2005. Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat
terhadap nyeri akan meningkatkan respon nyeri Prasetyo, 2010 8.
Dukungan keluarga dan sosial Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri ialah kehadiran orang-
orang terdekat pasien dan bagaimana sikap mereka terhadap pasien.Individu yang mengalami nyeri sering kali bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat
untuk memperoleh dukungan, bantuan atau perlindungan. Walaupun nyeri tetap klien rasakan, kehadiran orang yang dicintai dapat meminimalkan kesepian dan ketakutan
Potter Perry, 2005
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA PENELITIAN