Peran dan Sikap Keluarga Terhadap Anak Down Sindrom di Sekolah Luar Biasa-C Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan

(1)

PERAN DAN SIKAP KELUARGA TERHADAP

ANAK DOWN SINDROM DI SEKOLAH LUAR BIASA-C

YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT

MEDAN

SKRIPSI

Oleh

Syahfiyah Kardina 111121095

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

Judul : Peran dan Sikap Keluarga Terhadap Anak Down Sindrom di Sekolah Luar Biasa-C Yayasan Pembinaan Anak Cacat

Medan

Peneliti : Syahfiyah Kardina

Nim : 111121095

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Tahun : 2013

Abstrak

Down Sindrom merupakan suatu kondisi materi genetik tambahan yang menyebabkan keterlambatan perkembangan anak, dan mengacu pada retardasi mental. Anak dengan down sindrom memiliki kelainan pada kromosom nomor 21 yang tidak terdiri dari 2 kromosom sebagaimana mestinya, melainkan tiga kromosom (trisomi 21). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran peran dan sikap keluarga terhadap anak down sindrom di YPAC Medan dengan menggunakan desain penelitian deskriptif. Sampel diambil dari keluarga yang memiliki anak down sindrom sebanyak 30 orang. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Total Sampling. Data yang dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuesioner pernyataan tertutup. Penelitian ini dilakukukan pada bulan September sampai dengan November. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas usia ibu yang melahirkan anak dengan down sindrom adalah antara usia 35-39 tahun sebanyak 15 responden (50,0%), pendidikan SMA sebanyak 13 responden (43,3%), pekerjaan ayah wiraswasta sebanyak 16 responden (53,3%), responden memilki peran dan sikap keluarga terhadap anak down sindrom dengan kategori baik (96,7%), 1 responden (3,3%) memiliki peran dan sikap keluarga terhadap anak down sindrom katagori cukup. Secara umum dapat disimpulkan bahwa peran dan sikap keluarga terhadap anak down sindrom di Sekolah Luar Biasa-C Yayasan Pembinaan Anak cacat adalah baik (positif). Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pendidikan dan informasi tentang peran dan sikap keluarga terhadap anak down sindrom. Penelitian ini direkomendasikan kepada Sekolah Luar Biasa-C Yayasan Pembinaan Anak Cacat agar dapat memberikan mendidikan dan merawat anak dengan down sindrom.


(4)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Peran dan sikap keluarga terhadap anak down syndrome di Sekolah Luar Biasa- C Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan.

Shalawat beriring salam tidak lupa pula penulis panjatkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan sebagaimana yang kita rasakan pada saat sekarang ini.

Skripsi ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan mata kuliah skipsi II. Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak menghadapi berbagai hambatan dan kesulitan. Namun, berkat adanya bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Suratno selaku Kepala Sekolah Luar Biasa-C Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan yang telah memberi izin kepada penelitian.

3. Bapak Mhd. Iqbal, M.Si selaku Kepala SLB-C Muzdalifah Medan yang telah memberi izin kepada penelitian.


(5)

4. Ibu Erniyati, SKp, MNS selaku Pembantu Dekan 1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Iwan Rusdi, SKp, MNS selaku ketua departemen Keperawatan Komunitas Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Siti Zahara Nasution, SKp, MNS selaku pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Ibu Mahnum Lailan Nasution, S.Kep, NS, M. Kep selaku dosen penguji I. 8. Bapak Ismayadi, S.Kep, NS selaku dosen penguji II.

9. Dewan Dosen beserta staf Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

10.Teristimewa buat Ayahanda Basyirin dan Ibunda Habsyah, yang selalu mencurahkan kasih sayang dan selalu memberi motivasi, dukungan serta do’a restu serta anggota keluarga lainnya yang telah banyak memberikan do’a, nasehat, materi dan dorongan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

11.Terima kasih juga buat abang Budi dan adik Habib tersayang atas support, semangat yang kalian berikan.

12.Teman-teman Sejawat angkatan 2011 yang selalu memberikan bantuan, motivasi, partisipasi, dan saran-saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

13.Teristimewa buat teman-teman seperjuangan erni, rahayu, imel, chairani, amir. Terima kasih atas supportnya baik spiritual maupun material.


(6)

14.Terimakasih buat Wahyudi Ramadhan yang telah menjadi sumber inspirasiku. Terima kasih atas supportnya baik spiritual maupun material.

Akhirnya kepada Allah SWT penulis berserah diri semoga kita selalu dalam lindungan serta limpahan rahmat-Nya dengan kerendahan hati penulis berharap mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis khususnya.

Medan, Februari 2013


(7)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Prakata ... iii

Daftar Isi ... vi

Daftar Skema ... ix

Daftar Tabel ... x

BAB 1 Pendahuluan ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Umum ... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan Anak Cacat... 6

1.4.2 Bagi Keluarga ... 6

1.4.3 Bagi Peneliti ... 6

BAB 2 Tinjauan Pustaka ... 7

2.1 Peran Keluarga ... 7

2.1.1 Defenisi Peran Keluarga ... 7

2.2 Sikap ... 8

2.1.1 Defenisi Sikap ... 8

2.1.2 Tingkatan Sikap ... 8

2.3 Konsep Keluarga ... 10

2.3.1 Definisi Keluarga. ... 10

2.3.2 Bentuk-bentuk Keluarga ... 10

2.3.3 Struktur Keluarga ... 12

2.3.4 Fungsi Keluarga ... 13

2.4 Down Sindrom ... 14


(8)

2.4.2 Etiologi ... 15

2.4.3 Ciri- ciri Anak Down Sindrom ... 17

2.4.4 Perilaku Anak Down Sindrom ... 18

2.4.5 Perilaku yang dilakukan orang tua dengan Anak Down Sindrom ... 20

2.4.6 Patofisiologi ... 27

BAB 3 Kerangka Penelitian ... 29

3.1 Kerangka Penelitian... 29

3.2 Defenisi Operasional ... 30

BAB 4 Metodologi Penelitian ... 32

4.1 Desain Penelitian ... 32

4.2 Populasi, Sampel Penelitian dan Teknik Sampling... 32

4.2.1 Populasi ... 32

4.2.2 Sampel dan Teknik Sampling ... 32

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

4.4 Pertimbangan Etik Penelitian ... 33

4.5 Instrumen Penelitian ... 34

4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 35

4.7 Pengumpulan Data ... 36

4.8 Analisa Data ... 37

BAB 5 Hasil Penelitian dan Pembahasan ... .38

5.1 Hasil Penelitian ... .38

5.2 Pembahasan ... .45

BAB 6 SIMPULAN DAN REKOMENDASI ... .48

6.1 Simpulan ... .48

6.2 Rekomendasi ... .48

6.2.1 Bagi Keluarga yang Memiliki Anak Sindrom Down ... .48

6.2.2 Bagi Pendidikan Keperawatan ... .48


(9)

Daftar Pustaka Lampiran

1.Inform Consent 2.Kuesioner Penelitian 3.Jadwal Tentatif Penelitian 4.Rencana Anggaran Penelitian 5.Riwayat Hidup

6.Surat-surat

7.Uji Validitas dan Reliabilitas Hasil 8.Master Tabel


(10)

DAFTAR SKEMA

Skema 3.1 : Kerangka Konseptual Peran dan Sikap Keluarga Terhadap Ank Down Sindrom...29


(11)

DAFTAR TABEL


(12)

Judul : Peran dan Sikap Keluarga Terhadap Anak Down Sindrom di Sekolah Luar Biasa-C Yayasan Pembinaan Anak Cacat

Medan

Peneliti : Syahfiyah Kardina

Nim : 111121095

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Tahun : 2013

Abstrak

Down Sindrom merupakan suatu kondisi materi genetik tambahan yang menyebabkan keterlambatan perkembangan anak, dan mengacu pada retardasi mental. Anak dengan down sindrom memiliki kelainan pada kromosom nomor 21 yang tidak terdiri dari 2 kromosom sebagaimana mestinya, melainkan tiga kromosom (trisomi 21). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran peran dan sikap keluarga terhadap anak down sindrom di YPAC Medan dengan menggunakan desain penelitian deskriptif. Sampel diambil dari keluarga yang memiliki anak down sindrom sebanyak 30 orang. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Total Sampling. Data yang dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuesioner pernyataan tertutup. Penelitian ini dilakukukan pada bulan September sampai dengan November. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas usia ibu yang melahirkan anak dengan down sindrom adalah antara usia 35-39 tahun sebanyak 15 responden (50,0%), pendidikan SMA sebanyak 13 responden (43,3%), pekerjaan ayah wiraswasta sebanyak 16 responden (53,3%), responden memilki peran dan sikap keluarga terhadap anak down sindrom dengan kategori baik (96,7%), 1 responden (3,3%) memiliki peran dan sikap keluarga terhadap anak down sindrom katagori cukup. Secara umum dapat disimpulkan bahwa peran dan sikap keluarga terhadap anak down sindrom di Sekolah Luar Biasa-C Yayasan Pembinaan Anak cacat adalah baik (positif). Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pendidikan dan informasi tentang peran dan sikap keluarga terhadap anak down sindrom. Penelitian ini direkomendasikan kepada Sekolah Luar Biasa-C Yayasan Pembinaan Anak Cacat agar dapat memberikan mendidikan dan merawat anak dengan down sindrom.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Down Sindrom (mongoloid) adalah suatu kondisi di mana materi genetik tambahan menyebabkan keterlambatan perkembangan anak, dan kadang mengacu pada retardasi mental. Anak dengan down sindrom memiliki kelainan pada kromosom nomor 21 yang tidak terdiri dari 2 kromosom sebagaimana mestinya, melainkan tiga kromosom (trisomi 21) sehingga informasi genetika menjadi terganggu dan anak juga mengalami penyimpangan fisik. Dahulu orang-orang dengan down sindrom ini disebut sebagai penderita mongolisme atau mongol. Istilah ini muncul karena penderita ini mirip dengan orang-orang Asia (oriental). Istilah sindrom ini seperti sudah usang, sehingga saat ini kita menggunakan istilah down sindrom (Fadhli, 2010).

Dahulu penyakit ini diberi nama Mongoloid atau Mongolism karena penderita penyakit ini mempunyai gejala klinik yang khas yaitu wajah seperti bangsa Mongol dengan mata yang sipit membujur keatas. Tetapi setelah diketahui bahwa penyakit ini terdapat pada seluruh bangsa di dunia, dan sekitar 30 tahun yang lalu pemerintah Republik Mongolia mengajukan keberatan kepada Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang menganggap nama tersebut dengan sindrom down, angka kejadian sindrom down rata-rata di seluruh dunia adalah 1 per 700 kelahiran. Kejadian ini akan bertambah tinggi dengan bertambah usia ibu hamil. Pada wanita muda (<< 25 tahun) insideni sangat renpdah, tetapi mungkin


(14)

meningkat pada wanita yang sangat muda (<< 15 tahun). Resiko melahirkan bayi sindrom down akan meningkat pada wanita berusia >30 tahun dan meningkat tajam pada usia >40 tahun sekitar 60% janin sindrom down cendrung akan gugur dan 20% akan lahir mati (Faradz, 2004).

Angka kejadian sindrom down meningkat tajam pada wanita yang melahirkan anak setelah berusia 35 tahun keatas. Pada penelitian tahun 2000 di SLB-C Kotamadia Semarang dari 55 kasus sindrom down menunjukkan hampir 70% kasus dilahirkan oleh ibu usia >31 tahun dengan kasus terbanyak dilahirkan oleh ibu berusia antara 36-40 tahun. Namun demikian ada sejumlah kecil (3,6%) penderita sindrom down yang dilahirkan oleh ibu usia muda antara 15-20 tahun dan 12,7% oleh ibu usia 21-25 tahun. Hal ini perlu dipertimbangkan faktor-faktor lain yang menyebabkan kerusakan gel pada meiosis I seperti: ketidakseimbangan hormonal pada saat hamil, infeksi intra uterin dan sindrom down yang diwariskan dari orang tua (Faradz, 2004).

Penyakit down sindrom terdapat pada seluruh bangsa di dunia. Angka kejadian down sindrom rata-rata di seluruh dunia adalah 1 pada setiap 700 kelahiran. Kejadian down sindrom ini meningkat seiring pertambahan usia ibu hamil, dimulai sejak umur 35 tahun (Fadhli, 2010).

Pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi namanya dengan merujuk pada nama sang penemu sindrom ini menjadi Down Sindrom dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah itu atau sering disingkat sebagai DS (Ayu, 2008).


(15)

Kejadian sindrom Down diperkirakan 1 per 733 kelahiran, meskipun secara statistik lebih umum dengan orang tua lebih tua (baik ibu dan ayah) akibat peningkatan eksposur mutagenik pada sel reproduksi beberapa orang tua tua (Namun, orangtua yang lebih tua banyak menghasilkan anak-anak tanpa kondisi). Faktor lain juga mungkin memainkan peran. Rata-rata IQ anak-anak dengan sindrom Down adalah sekitar 50, dibandingkan dengan anak normal dengan IQ 100. Sejumlah kecil memiliki parah pada tingkat tinggi cacat intelektual (Medical, 2012).

Menurut Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Dra. Frieda Mangunsong (2003), saat ini terdapat sekitar delapan juta penderita down sindrom di seluruh dunia. Di RSUD Pringadi Medan tidak ada data statistik yang nyata mengenai jumlah penderita down sindrom di Medan, hal ini disebabkan karena para orang tua malu memeriksakan anaknya yang down sindrom. Selain karena rasa malu, di masyarakat Medan masih ada suatu keyakinan bahwa anak dengan ciri-ciri down sindrom menginap suatu penyakit “plasik” yaitu penyakit yang disebabkan karena “magic”, sehingga masih banyak orang tua yang membawa anaknya ke paranormal (Mangunsong, 2003).

Perkembangan yang lambat merupakan ciri utama pada anak down sindrom. Baik perkembangan fisik maupun mental. Hal ini yang menyebabkan keluarga sulit untuk menerima keadaan anak dengan down sindrom.setiap keluarga menunjukkan reaksi yang berbeda-beda terhadap berita bahwa anggota keluarga mereka menderita down sindrom, sebagian besar memiliki perasaan yang


(16)

hampir sama yaitu: sedih, rasa tak percaya, menolak, marah, perasaan tidak mampu dan juga perasaan bersalah (selikowitz, 2001). Untuk dapat membantu mengoptimalkan perkembangan anak dengan down sindrom, peran dan sikap keluarga sangat diharapkan anak down sindrom.

Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem (Wahit dkk, 2009).

Peran dan sikap keluarga sangat penting dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan anak down sindrom. Banyak contoh kasus keberhasilan penanganan penderita down sindrom di luar negeri, misalnya ada yang mampu lulus SMA, Sarjana, atau yang memiliki keahlian tertentu sehingga mampu main film. Salah satu yang mendukung keberhasilan ini adalah peran dari keluarga (Mangunsong, 2003).

Secara fisik dan psikologis anak-anak dengan sindrom ini mempunyai keistimewaan yang biasa dikembangkan. Secara fisik anak-anak ini memiliki ligament-ligamen elastis penyambung tulang lebih fleksibel, sehingga tubuh mereka lebih lentur dibandingkan anak normal. Apabila dilatih menari, gerakan mereka terlihat indah. Mendidik anak down sindrom yang paling penting adalah fokus. Bila fokus pada satu bidang tertentu,mereka akan mengerjakannya dengan sepenuh hati. Hanya saja dalam menangani anak yang menderita down sindrom perlu kesabaran ekstra. Untuk itu dalam hal ini sangat dibutuhkan peran dan sikap keluarga untuk membantu mengoptimalkan perkembangan anak down sindrom (Ramelan, 2008).


(17)

Beberapa fenomena yang terjadi di masyarakat, keluarga yang telah memberikan dukungan pada anak dengan down sindrom, dapat menerima keadaan anak tersebut apa adanya. Seluruh anggota keluarga membesarkan, merawat anak dengan down sindrom secara bersama-sama dirumah sendiri dan mengganggap anak yang menderita down sindrom itu bagian dari anggota keluarga, mereka selalu memberikan lingkungan yang penuh kasih sayang dan tak henti-hentinya memberikan rangsangan kepada anak dengan down sindrom tersebut untuk tumbuh dan belajar, sehingga perkembangan anak dengan down sindrom di keluarga ini dapat berjalan hampir seperti anak normal (Selikowizt, 2001).

Fenomena yang lain terdapat banyak keluarga memperlakukan anak down sindrom dengan kurang hangat. Keluarga terlalu banyak mengontrol, penuh pengawasan, banyak mengkritik, bahkan memberikan hukuman. Sehingga hal ini akan mengakibatkan anak down sindrom menolak dan memberontak. Akibatnya anak down sindrom menjadi lebih mudah frustasi (Fadhli, 2010).

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimanakah gambaran peran dan sikap keluarga terhadap anak down sindrom di YPAC Medan 2012.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah pada penelitian ini “bagaimanakah gambaran peran dan sikap keluarga terhadap anak down sindrom di YPAC Medan 2012”?


(18)

1.3. TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran peran dan sikap keluarga terhadap anak down sindrom.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus pada penenlitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui gambaran peran keluarga terhadap anak down sindrom

2. Untuk mengetahui gambaran sikap keluarga terhadap anak down sindrom.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada berbagai pihak yaitu:

1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan Anak Cacat

Memberi informasi kepada Tim Pendidik Anak Cacat mengenai usaha pengoptimalan perkembangan anak down sindrom yang tidak hanya berfokus pada anak saja, tetapi juga ditujukan pada keluarga.

1.4.2 Bagi keluarga

Memberi pengetahuan kepada keluarga mengenai peran dan sikap yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak down sindrom.


(19)

1.4.3 Bagi penelitian

Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya dan sebagai bahan acuan perbandingan apabila ada peneliti yang ingin melakukan penelitian dengan judul yang sama atau yang ingin mengembangkan penelitian ini lebih lanjut.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peran Keluarga

2.1.1 Defenisi Peran Keluarga

Peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peran individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok, peran merupakan serangkaian tingkahlaku yang diharapkan orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam system, dimana dapat dipengaruhi keadaan sosial ( Leny, 20 10).

Ada berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga. yaitu: a. Peran Ayah

Ayah berperan sebagai suami dari istri dan ayah bagi anak- anak, berperan sebagal pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dan kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.

b. Peran Ibu

Ibu berperan sebagal istri dan ibu dan anak- anaknya, ibu mempunyai peranan untuk menggurus rumah tangga. sebagai pengasuh dan pendidik anak- anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari Iingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagal pencari nafkah tambahan dari keluarganya.


(21)

c. Peran Anak

Anak-anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat perkembangannya balk fisik, mental, sosial, dan spiritual ( Leny, 2010).

2.2. Sikap

2.2.1. Defenisi Sikap

Menurut Strickland. 2001 (yang dikutip dari Hanurawan Psikologi Sosial, 2010) sikap merupakan predisposisi atau kecendrungan untuk memberikan respon secara kognitif, emosi. dan penlaku yang diarahkan pada suatu objek, pribadi, dan situasi khusus dalam cara-cara tertentu (Hanurawan. 2010). Komponen Pokok Sikap (Notoatmodjo, 2003). Dalam bagian lain Aliport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyal 3 komponen pokok yaltu kepercayaan (keyakinan). ide dan konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, kecenderungan untuk bertindak.

2.2.2. Tingkatan Sikap

Menurut Notoatmodjo (2003), ada berbagai tingkatan sikap yang berpengaruh terhadap pengetahuan antara lain:

a. Menerima

Menerima artinya, seseorang (subyek) mau memperhatikan stimulus yang diberikan. Seperti orangtua mau memperhatikan tentang pentingnya mencuci tangan.


(22)

b. Merespon

Merespon yaitu kemampuan untuk memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikator dari sikap

c. Menghargai

Menghargai artinya kemampuan untuk mengajak orang lain mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah

d. Bertanggung jawab menerima sendiri

Bertanggung jawab dengan segala konsekuensinya. Ini merupakan sikap yang paling tinggi. Seseorang yang memiliki sikap tidak mendukung cenderung memiliki tingkatan hanya sebatas menerima dan merespon saja, sedangkan seseorang dikatakan telah memiliki sikap yang mendukung yaltu bukan hanya memiliki tingkatan menerima dan merespon tetapi sudah mencapal tingkatan menghargai atau bertanggung jawab. Sekord dan Backman dalam azwar (2003) mendefinisikan sikap sebegai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek dilingkungan sekitarnya. Sikap yang ditujukan seseorang merupakan bentuk respon batin dan stimulus yang berupa materi atau obyek di luar subyek yang menimbulkan pengetahuan berupa subyek yang selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap si subyek terhadap yang diketahuinya itu (Notoatmodjo, 1997). Pengetahuan dan faktor lain seperti berfikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting dalam penentuan sikap yang utuh. (Sunaryo. 2004).


(23)

2.3. Konsep Keluarga 2.3.1. Defenisi Keluarga

Menurut departemen kesehatan (1988). keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas beberapa kepala keluarga serta beberapa orang berkumpul dan tinggal disatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Sudirharto, 2007). Menurut UU No. 10 tahtri 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera. keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat terdiri dari suami-istri atau suami, istri dan anaknya. atau ayah dan anaknya ibu dan anaknya (Suprajitno. 2004). Keluarga adalah suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seseorang laki-laki atau seseorang yang sudah sendiri dengan atau tanpa anak. balk anak sendiri atau adopsi. dan tinggal dalam sebuah rumah tangga (Suprajitno, 2004). Keluarga adalah kumpulan dua atau Iebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu yang mempunyai peran masing-masing.

2.3.2. Bentuk-bentuk Keluarga

Beberapa bentuk keluarga antara lain sebagai berikut:

1. Keluarga Inti adalah keluarga yang dibentuk karena ikatan perkawinan yang direncanakan yang terdiri dari suami, istri. dan anak-anaknya. Baik karena kelahiran (natural) maupun adopsi.

2. Keluarga asal merupakan satu unit keluarga tempat asaI seseorang dilahirkan 3. Keluarga bebas keluarga inti ditambah keluarga yang lain (karena hubungan darah)


(24)

4. Keluarga Berantai keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan suatu keluarga inti.

5. KeIuarga Janda atau Duda

Keluarga yang terbentuk karna perceraian dan atau kematian pasangan yang dicintal.

6. Keluarga Komposit

Keluarga dari perkawinan poligami dan hidup bersama 7. Keluarga Rehabilitasi

Dua orang menjadi satu keluarga tanpa pernikahan. bisa memiliki anak atau tidak. Di Indonesia bentuk keluarga ini tidak lagi bertentangan dengan budaya timur. 8. Keluarga Inses

Suatu bentuk keluarga yang tidak lazim. misalnya anak perempuan menikah dengan ayah kandungnya. ibu menikah dengan anak kandung laki-lakinya. paman menikah dengan keponakannya. kakak menikah

dengan adiknya dan sebagainya.

9. Keluarga Tradisional dan Nontradisional

Dibedakan berdasarkan ikatan perkawinan. Keluarga tradisional diikat oleh perkawinan. sedangkan keluarga nontradisional tidak diikat oleh perkawinan.

2.3.3. Struktur Keluarga

Struktur keluarga dapat menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan fungsi keluarga dimasyarakat sekitarnya. Parad dan capian (1995), yang diadobsi dari Fiedman. mengatakan ada empat elemen struktur keluarga yaltu:


(25)

a. Struktur peran keluarga

Menggambarkan peran masing-masing anggota. keluarga dalam keluarga sendiri dan peranannya di lingkungan masyarakat atau peran formal dan nonformal.

b. Nilai atau norma keluarga

Menggambarkan nilai dan norma yang dipelajari dan diyakini oleh keluarga. khususnya yang berhubungan dengan kesehatan.

c. Pola Komunikasi keiuarga

Menggambarkan bagaimana cara dan pola komunikasi ayah, ibu (orangtua. orangtua dengan anak, anak dengan anak dan anggota keluarga lain) pada keluarga besar dengan keluarga inti

d. Struktur Kekuatan Keluarga

Menggambarkan kemampuan anggota keluarga untuk mempengaruhi dan mengendalikan orang lain untuk mengubah perilaku keluarga yang mendukung kesehatan.

2.3.4. Fungsi Keluarga

Secara umum fungsi keluarga menurut Friedman (1998) adalah sebagai berikut:

a. Fungsi Adaptif

Ini merupakan fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan oranglain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan dan psikososial anggota keluarga


(26)

b. Fungsi Sosialisan dan Tempat Bersosialisasi

Ini merupakan fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sebelum meninggalkan rumah berhubungan dengan oranglain di luar rumah

c. Fungsi Reproduksi

Ini merupakan fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.

d. Fungsi Ekonomi

Fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu, menghasilkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga (Suprajitno, 2004).

2.4. Down Sindrom

2.4.1. Definisi Down Sindrom

Down Syndrom (Down syndrome) adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Kelainan yang terjadi pada kromosom 21 , yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas ( Judarwanto, 2010).

Sindroma Down (Trisomi 21 , Mongolisme) adalah suatu kelainan kromosom yang menyebabkan keterbelakangan mental (retardasi mental) dan kelainan fisik (medicastore). Sindrom Down adalah kecacatan kromosom bercirikan kehadiran bahan genetik salinan tambahan kromosom pada keseluruhan


(27)

trisomi 21 atau sebahagian, disebabkan translokasi kromosom (Wikipedia melayu). Anak dengan sindrom down adalah individu yang dapat dikenali dari fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang terjadi akibat adanya kromosom 21 yang berlebihan (Fadhli, 2010).

Sindrom Down berlaku pada kesemua populasi manusia, dan kesan seumpamanya telah di dapati pada spesies lain seperti shimpanse dan tikus. Baru-baru ini, penyelidik telah mencipta tikus dengan kebanyakan kromosom 21 manusia (tambahan kepada kromosom tikus biasa). Bahan kromosom tambahan datang dalam berbagai cara berbeda. Kariotip manusia biasa hadir sebagai 46,XX atau 46,XY, menunjukkan 46 kromosom dengan aturan XX bagi betina dan 46 kromosom dengan aturan XY bagi jantan. Down syndrome merupakan kelainan yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental. Down syndrome ini pertama kali dikenal pada tahun 1 866 oleh Dr.John Longdon Down. Karena cirri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relatif pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang mongolia maka sering juga dikenal dengan Mongoloid. Pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merubah nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk pada penemu pertama syndrome ini dengan istilah Down Syndrome dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama ( Juwariah, 2009).

2.4.2. Etiologi

Penyebab dari Sindrom Down adalah adanya kelainan kromosom yaitu terletak pada kromosom 21 dan 15, dengan kemungkinan-kemungkinan:


(28)

A. Non Disjunction sewaktu osteogenesis ( Trisomi) B. Translokasi kromosom 21 dan 15

C. Postzygotic non disjunction ( Mosaicism)

Penderita sindrom down mempunyai 3 kromosom 21 dalam tubuhnya yang kemudian disebut dengan trisomi 21 . Tetapi pada tahun — tahun berikutnya, kelainan kromosom lain juga mulai tampak, sehingga disimpulkan bahwa selain trisomi 21 ada penyebab lain dari timbulnya penyakit sindrom down ini. Meskipun begitu penyebab tersering dari sindrom down ini adalah trisomi 21 yaitu sekitar 92-95%, sedangkan penyebab yang lain yaitu 4,86,3% adalah karena keturunan. Kebanyakan adalah translokasi Robertisonian yaitu adanya perlekatan antara kromosom 14, 21 dan 22. Penyebab yang telah diketahui adalah kerena adanya kelainan kromosom yang terletak pada kromosom yang ke 21 , yaitu trisomi.

Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya kelainan kromosom (Kejadian NonDisjunctional ) adalah:

a. Genetik

Karena menurut hasil penelitian epidemiologi mengatakan adanya peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan down sindrom.

b. Radiasi

Ada sebagian besar penelitian bahwa sekitar 30 % ibu yang melahirkan anak dengan ucleolus down pernah mengalami radiasi di daerah sebelum terjadi konsepsi.


(29)

C. Infeksi Dan Kelainan Kehamilan.

Autoimun dan Kelainan Endokrin Pada ibu terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid.

d. Umur Ibu

Apabila umur ibu diatas 35 tahun diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan non ucleolus pada kromosom. Perubahan endokrin seperti meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron. menurunnya konsentrasi estradiolsistemik, perubahan konsentrasi reseptor ucleolus danpeningkatan kadar LH dan FSH secara tiba-tiba sebelum dan selama menopause. Selain itu kelainan kehamilan juga berpengaruh. e. Umur Ayah

Selain itu ada ucleous lain seperti gangguan intragametik, organisasi ucleolus. bahan kimia dan frekuensi koitus (Johny, 2012).

2.4.3. Ciri-ciri anak down sindrom

Ciri-ciri anak Anak down syndrome pada umumnya mempunyai kekhasan yang bisa dilihat secara fisik selain dengan pemeriksaan jumlah kromosomnya. Tanda-tanda fisik ini bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai dengan terlihat dengan jelas. Ciri-ciri fisik anak down syndrome adalah sebagal berikut: bentuk kepala yang relatif kecil dengan bagian belakang yang tampak mendatar (peyang) hidung kecil dan datar (pesek); hal ini mengakibatkan mereka sulit bernapas. mulut yang kecil dengan lidah yang tebal dan pangkal mulut yang cenderung dangkal yang mengakibatkan lidah sering menjulur keluar bentuk mata yang miring dan tidak punya lipatan di kelopak


(30)

matanya letak telinga lebih rendah dengan ukuran telinga yang kecil; hal ini mengakibatkan mudab terserang infeksi telinga rambut lurus, halus dan jarang untuk kulit yang kering tangan dan jari-jari yang pendek dan pada ruas kedua jari kelingking miring atau bahkan tidak ada sama sekali, sedangkan pada orang normal memiliki tiga ruas tulang pada telapak tangan terdapat garis melintang yang disebut Simian Crease. Garis tersebut juga terdapat di kaki mereka yaitu di antara telunjuk dan ibu jari yang jaraknya cenderung lebih jauh dari pada kaki orang normal. Keadaan telunjuk dan ibu jari yang berjauhan itu disebut juga sandal foot simian crease / garis melintang pada telapak tangan otot yang lemah (hypotomus); mengakibatkan pertumbuhan terganggu (terlambat dalam proses berguling, merangkak, berjalan, berlari dan berbicara) pertumbuhan gigi geligi yang lambat dan tumbuh tak beraturan sehingga menyulitkan pertumbuhan gigi permanent (Ayu, 2008).

2.4.4. Perilaku anak down sindrom

1. Menjulurkan Iidah

Anak-anak dengan sindroma down seringkali memiliki kebiasaan menjulurkan lidah mereka. Hal ini disebabkan oleh kombinasi oleh Iidah yang berukuran Iebih besar daripada ukuran rata-rata dan mulut yang berukuran yang Iebih kecil daripada ukuran rata-rata. Selama masa bayi banyak bayi mengeluarkan lidah mereka sewaktu-waktu. HaI ini tidak perlu dihiraukan, namun sejak usia satu tahun keatas,perlulah untuk mulai mengajarkan anak anda untuk menjaga agar Iidahnya tetap didalam mulut, anda jangan membuat terlalu banyak


(31)

komentar mengenai hal ini, kalau tidak anda malah akan mendorong perilaku tersebut daripada menghambatnya.

2. Mencucurkan air liur

Anak-anak dengan sindroma down, karena tonusnya yang rendah. cendrung membiarkan mulutnya terbuka dan mencucurkan air liur selama masa kanak-kanak. Bila anak diingatkan untuk menelan, kebiasaan ini umumnya berhenti. Mungkin perlu juga menutup mulut sang anak dengan lembut seperti yang dijelaskan diatas. Dengan cara ini kebanyakan anak sudah berhenti mencucurkan air liur pada waktu mereka berusia sekitar empat tahun. Meskipun jarang pada kasus dimana cucuran air liur tetap ada setelah melewati usia dini, anda mungkin perlu mempertimbangkan operasi mengurangi produksi air liur. Operasi yang tepat meliputi pemotongan saraf yang menuju salah satu kelenjar air liur dan membuang kelenjar pada sisi lainnya atau mengubah jalannya saluran kedua kelenjar air liur sehingga saluran tersebut membuka kebagian belakanng mulut, dan air liur mengalir langsung menuruni kerongkongan. Operasi ini biasanya dilakukan oleh ahli bedah THT (telinga. hidung dan tenggorokan) dan umumnya berhasil.

3. Hiperaktivitas

Adalah normal bagi anak-anak pada tingkat perkembangan lima belas bulan sampai tiga tahun untuk mudah terbelokkan perhatiannya, menuruti kata hati, tidak gigih pada tugas-tugas, dan terus menerus tidak tenang dan banyak berkeliaran. Kesulitan dasar bagi anak-anak ini adalah dalam menyalurkan perhatian mereka kepada satu aktivitas untuk satu periode. Bila mereka semakin


(32)

besar perilaku ini akan mereda. Cara anda dapat membantu anak adalah dengan menentukan target-target yang tepat baginya. seperti mengharapkan dapat tetap dimeja makan sewaktu makan sedikitnya lima menit, dan selanjutnya perlahan-lahan tingkatkan harapan-harapan anda. Bermurahhatilah melepaskan pujian anda bila target-target tersebut tercapai.

4. Anak-anak yang Iari berkeliaran sewaktu diajak pergi ke luar rumah, anak-anak yang menghilang diam-diam merupakan hal yang sangat mencemaskan orangtua. 5. Tantrum (mengambek).

Tantrum ditemukan baik pada anak balita normal maupun pada anak-anak dengan sindrom down dengan usia perkembangan yang sama. Tantrum biasanya muncul bila anak sedang frustrasi atau dihalangi (Selikowitz, 2001).

2.4.5. Perilaku yang dilakukan orang tua dengan anak down sindrom

Sejauh ini di Indonesia masih kurang pengetahuan masyarakat tentang penyebab sindrom down dan bagaimana cara menangani anak — anak yang terkena sindrom down. Banyak keluarga yang memperlakukan anak - anak sindrom down dengan tidak wajar. dan ada juga keluarga yang menyembunyikan anak mereka yang terkena sindrom down. Seseorang dengan sindrom down mampu melakukan hal — hal yang dapat dilakukan oleh anak — anak pada umumnya asalkan mereka dilatih dengan diberikan terapi dan bisa di sekolahkan disekolah luar biasa (SLB). Sering juga kita lihat anak —anak dengan sindrom down di perlakukan kasar, karena perlakuan kasar inilah tak jarang anak sindrom down berperilaku kasar dan sering disebut pengganggu di lingkungannya.


(33)

Dampak negatif dari perlakuan inilah yang membuat anak dengan sindrom down akan kehilangan waktu untuk mengembangkan potensi dirinya (Johny, 2012). Menjadi ibu dari seorang anak yang mengalami down sindrom merupakan tantangan tersendiri bagi orang tua. Setiap orang tua mempunyai cara masing-masing untuk dapat mengoptimalkan perkembangan anaknya yang down sindrom. Tidak ada orang tua yang menginginkan anaknya mengalami penderitaan. Banyak orang tua yang melakukan segala upaya untuk meringankan penderitaan anak. Orang tua dengan anak-anak berkebutuhan khusus (down sindrom) banyak mengalami kelelahan karena harus berhadapan dengan banyak hal yang dilakukan anaknya, tetapi itu tidak membuat orang tua menyerah dan berhenti berusaha untuk terus menerus mencari cara dan tempat untuk kesembuhan anaknya (Jana, 2009).

Meski anak-anak down sindrom memiliki keterbatasan karena perkembangan mereka yang lambat dibandingkan dengan anak normal lainnya, mereka tetap mampu berprestasi, sehingga mengangkat nama bangsa dan negara di dunina internasional. Oleh karena itu, anak-anak down sindrom memerlukan peran serta sikap keluarga. terutama perhatian orang tua. Semua anak dengan down sindrom harus dianggap sama dan sebaiknya hal yang paling penting mereka harus dibekali keterampilan (Susuwongi,2007).

Banyak upaya yang dilakukan orang tua dengan anak down sindrom ini, yakni:


(34)

a. Menjaga kesehatan

Seperti semua anak, anak-anak dengan down sindrom ini memperoleh manfaat dan cara hidup yang sehat. Hal ini mencakup hidup dalam lingkungan keluarga yang penuh perhatian. makan dengan menu yang seimbang, udara segar yang cukup serta latihan jasmani. Anak-anak ini hendaknya jangan terlalu dilindungi. Mereka memperoleh manfaat dan kesempatan menjalankan kehidupan aktif dengan bermacam-macam pengalaman. Selain cara hidup yang sehat, anak perlu manjalani pemeriksaan teratur untuk mendeteksi masalah kesehatan secara dini, sebelum masalah tersebut menyebabkan kerusakan yang luas dan sulit diobati. Hal ini berarti orang tua harus memasukkan jadwal yang sistematis untuk anak dengan down sindrom. Hal ini mungkin membebani orang tua namun pemeriksaan ini penting untuk mencegah kesulitan-kesulitan yang jauh lebih besar yang mungkin dapat terjadi bila kelainan tersebut tidak terdeteksi secara dini. Pemeriksaan rutin tersebut seperti pemeriksaan bayi baru lahir, uji penglihatan, uji pendengaran, sinar-x leher, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah, pemeriksaan gigi, imunisasi dan lainnya(Selikowitz, 2001)

b. Memodifikasi perilaku

Modifikasi perilaku merupakan suatu bentuk pengajaran, yang diterapkan kepada anak dengan down sindrom pada situasi-situasi dimana penjelasan saja tidak berhasil. Salah satu cara untuk mendorong perilaku yang baik adalah mempertunjukkan perilaku tersebut kepada anak dengan harapan ia akan menirunya. Anak down sindrom meniru orang tua yang ia identifikasi lebih kuat dan orang tua harus memanfaatkan hal ini. Cara lain untuk mendorong perilaku


(35)

baik adalah menempatkan sang anak dalam suatu posisi yang akan memudahkan terjadinya perilaku tersebut. Seperti, latihan menggunakan pispot. Sebuah tekhnik lain yaitu memberikan instruksi pada anak dan bentuk instruksi tersebut haruslah pendek dan mudah dimengerti oleh anak (Selikowitz, 2001)

c. Membawa anak ke pusat perkembangan

Sebagai orang tua dari anak dengan anak down sindrom. orang tua mempunyai kebutuhan khusus yang lebih. Penting untuk mengetahui bagaimana dapat memperoleh berbagai pelayanan yang tersedia bagi anak. Berbagai pelayanan terus-menerus berubah, dan sulit untuk mengikuti perkembangannya, orang tua perlu membuka mata dan berbicara pada orang tua Iainnya. Orang tua biasanya mengatur suatu kunjungan kepusat perkembangan anak pada enam bulan pertama kehidupan anak. Pusat ini akan memberikan penilaian yang luas atas kemampuan dan kebutuhan anak.

d. Mengajarkan anak

Mencapai kemandirian yang maksimal merupakan salah satu tujuan utama pertumbuhan dan semua anak-anak. Anak-anak normal memperoleh banyak keterampilan tanpa perlu diajari. Mereka mengamati dan belajar dari apa yang mereka lihat. Pada waktu mereka menginjak remaja, mereka menuntut lebih banyak kemandirian dan hanya sedikit orang tua yang dapat atau mau menyangkal hal ini. Anak dengan down sindrom perlu diajarkan banyak keterampilan sehari-hari dan diberikan kesempatan seluas-Iuasnya untuk mempraktekkannya. Anak-anak dengan sindrom ini seringkali tidak membuat tuntutan serupa mengenai kemandirian, dan banyak orang tua karena khawatir karena kerentanan anak


(36)

mereka. tidak memberikan kesempatan padanya untuk mengembangkan keterampilan-keterampiian yang penting bagi kemandiriannya. Namun proses mencapai kemandirian bagi seorang anak down sindrom ini merupakan serangkaian langkah-Iangkah yang lambat yang harus ditempuhnya dalam sejumlah periode waktu. Sewaktu anak berkembang. orang tua tidak akan mampu melindungi dirinya dari semua resiko ini, namun hindari melakukan hal tersebut sampai batas dimana orang tua menghalangi kemampuan anak untuk hidup semandiri mungkin (Selikowitz, 2001).

e. Membawa anak ke berbagai terapi.

Pada anak down sindrom sering mengalami gangguan kesehatan seperti gangguan pada jantung, penglihatan. pendengaran, tidak normalnya kadar hormon Imunologi dan gangguan pencernaan. Anak down sindrom mempunyai otot yang lemah sehingga mengakibatkan keterlambatan mereka untuk berjalan. berbicara dan memahami sesuatu sehingga relative sulit untuk mandiri. Meski demikian, dengan usaha keras dari orang-orang terdekat terutama orang tua, tidak sedikit anak down sindrom dapat hidup relatif mandiri bahkan bisa bersekolah, berteman. dan menikmati hidup layaknya anak normal. Pola makan mereka sebaiknya dijaga dan diberikan banyak sayur-sayuran dan buah-buahan agar pencernaan mereka tidak terganggu. Dan rata-rata anak down sindrom sering terserang berbagai penyakit infeksi bahkan ada yang meninggal tak berapa lama berselang semenjak saat kelahirannya. Tetapi saat ini, sebagian besar masalah kesehatan anak-anak down sindrom sudah dapat diatasi secara medis sehingga tidak sedikit diantaranya yang mampu hidup hingga usia dewasa. (Untuk itu orang tua berusaha mencari


(37)

berbagai informasi untuk kesembuhan anaknya, dalam hal ini upaya berbagai jenis terapi ditujukan kepada anak down sindrom. Masing-masing anak down sindrom mempunyai kondisi yang berbeda, ada anak yang memerlukan suatu program terapi lebih lama dibandingkan anak yang lainnya. Hal ini bisa dikarenakan karena beberapa faktor misalnya sang anak telat dibawa ke tempat terapi. Orang tua baru tahu kondisi sang anak setelah sekian bulan berlalu tanpa ada informasi apapun, Kondisi kesehatan sang anak yang kurang baik, Keuangan keluarga. Sifat sang anak (anak down sindrom) yang sama sekali tidak mau dipegang oleh terapisnya, hal ini tentu akan menyulitkan sang terapis untuk membantunya (Selikowizt, 2001).

Jenis-jenis terapi yang dibutuhkan anak down sindrom adalah seperti Terapi Fisik (Physio Theraphy), Biasanya terapi inilah yang diperlukan pertama kali bagi anak down sindrom dikarenakan mereka mempunyai otot tubuh yang lemas maka disinilah mereka dibantu agar bisa berjalan dengan cara yang benar. Terapi wicara yaitu. Suatu terapi yang di perlukan untuk anak down sindrom yang mengalami keterlambatan bicara dan pemahaman kosakata. Saat ini sudah banyak sekali jenis-jenis terapi selain di atas yang bisa dimanfaatkan untuk tumbuh kembang anak down sindrom. Terapi Okupasi, Terapi ini diberikan untuk melatih anak dalam hal kemandirian. kognitif/pemahaman. kemampuan sensorik dan motoriknya. Kemandirian diberikan kerena pada dasarnya anak down sindrom tergantung pada orang lain atau bahkan terlalu acuh sehingga beraktifitas tanpa ada komunikasi dan tidak memperdulikan orang lain. Terapi ini membantu anak mengembangkan kekuatan dan koordinasi dengan atau tanpa menggunakan alat.


(38)

Terapi Remedial, Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan kemampuan akademis dan yang dijadikan acuan terapi ini adalah bahan-bahan pelajaran dan sekolah biasa. Terapi Sensori integrasi, Sensori integrasi adalah ketidakmampuan mengolah rangsangan isensori yang diterima. Terapi ini diberikan bagi anak down sindrom yang mengalami gangguan integrasi sensori misalnya pengendalian sikap tubuh, motorik kasar, motorik halus dll. Dengan terapi ini anak diajarkan melakukan aktivitas dengan terarah sehingga kemampuan otak akan meningkat. Terapi Tingkah Laku (Behaviour Theraphy), Mengajarkan anak down sindrom yang sudah berusia Iebih besar agar memahami tingkah laku yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan norma-norma dan aturan yang berlaku dimasyarakat . Ada juga orang tua yang menggunakan terapi alternatif yang saat ini sudah sangat berkembang pesat seperti terapi akupuntur. Terapi ini dilakukan dengan cara menusuk titik persarafan pada bagian tubuh tertentu dengan jarum. Titik syaraf yang ditusuk disesuaikan dengan kondisi sang anak.Terapi musik, Anak dikenalkan nada., bunyi-bunyian. dll. Anak-anak sangat senang dengan musik maka kegiatan ini akan sangat menyenangkan bagi mereka dengan begitu stimulasi dan daya konsentrasi anak akan meningkat dan mengakibatkan fungsi tubuhnya yang lain juga membaik. Terapi lumba-lumba, Terapi ini biasanya dipakai bagi anak autis tapi hasil yang sangat mengembirakan bagi mereka bisa dicoba untuk anak down sindrom. Sel-sel saraf otak yang awalnya tegang akan menjadi relaks ketika mendengar suara lumba-lumba. Terapi craniosacral, Terapi dengan sentuhan tangan dengan tekanan yang ringan pada syaraf pusat. Dengan terapi ini anak down sindrom diperbaiki metabolisme tubuhnya sehingga daya


(39)

tahan tubuh Iebih meningkat (ISDI, 2008). Dan tentu masih banyak lagi terapi-terapi alternatif lainnya, ada yang berupa vitamin, supplemen maupun dengan pemijatan pada bagian tubuh tertentu. Orang tua harus bijaksana memilih terapi alternatif ini. Karena pada kenyataannya down sindrom pada sang anak tidak akan bisa hilang. Yang bisa orang tua lakukan yaitu mempersempit jarak perbedaan perkembangan antara anak down sindrom dengan anak normal.

2.4.6. Patofisiologi

Penyebab yang spesifik belum diketahui. tapi kehamilan oleh ibu yang berusia diatas 35 tahun beresiko tinggi memiliki anak syndrom down. Karena diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan “nond isjunction” pada kromosom yaitu terjadi translokasi kromosom 21 dan 15. Hal ini dapat mempengaruhi pada proses menuasia (Fadhli, 2010). Tubuh manusia memiliki milyaran sel yang memiliki pusat informasi genetik di kromosom. Normalnya manusia mempunyai 23 pasang kromosom sehingga total berjumlah 46 buah kromosom. Pada anak down syndrome kromosom nomor 21 berjumlah tiga dimana seharusnya berjumlah dua sehingga total menjadi 47 buah kromosom dan biasa disebut Trisomi 21. Jumlah kromosom yang berlebihan itulah yang mengakibatkan terjadinya kegoncangan pada system metabolisme sel yang akhimya memunculkan down syndrome. Down syndrome bukan penyakit menular dan bukan penyakit keturunan. Anggapan bahwa down syndrome hanya akan terjadi pada usia ibu yang pada saat hamil berusia diatas 35 saat ini telah dipatahkan karena setelab diteliti lebih lanjut temyata down syndrome bisa terjadi pada ibu yang mengandung pada usia di bawah 35 thn. Juga anggapan bahwa


(40)

down syndrome terjadi karena kekurangan gizi (golongan tidak berpunya) juga dipatahkan karena down syndrome tidak mengenal strata sosial, seorang ibu yang menjaga kehamilan dengan baik sekalipun sang bayi yang dikandungnya bisa terkena down syndrome. Kesalahan pengandaan kromosom nomor 21 tersebut bukan karena penyimpangan perilaku orang tua ataupun pengaruh pencemaran Iingkungan. Ketidakjelasan penyebab pasti itu membuat faktor penyebab down syndrome hingga saat ini belum terobati dan tak tercegah (Ayu.2008).

Sampai saat ini diakui bahwa tidak ada faktor perilaku atau lingkungan yang dapat menjadi penyebab sindrom down. Beberapa mitos menyebabkan bahwa penyebab sindrom down disebahkan oleh faktor genetik (warisan), namun pada kenyataannya sindrom down tidak disebabkan oleh kesalahan dalam pembelahan set selama pengembangan sperma. sel telur atau embrio.Translokasi Sindrom Down adalah satu-satunya bentuk gangguan yang dapat ditularkan dari orangtua ke anak. Namun, hanya sekitar 4 persen anak-anak dengan sindrom down terjadi translokasi. Dan hanya sekitar setengah dari anak-anak ini mewarisi dan salah satu orangtua mereka. Ketika translokasi diwarisi, ibu atau ayah adalah pembawa seimbang dari translokasi, yang berarti ia memiliki beberapa materi genetik ulang, namun tidak ada bahan genetik tambahan. Ada beberapa orang tua yang memiliki risiko Iebih besar memiliki bayi dengan sindrom Down. Faktor-faktor tersebut yaitu usia ibu untuk melahirkan. Bagi seorang ibu yang memiliki umur yang sudah lanjut diketahui berpengaruh dengan angka kejadian sindrom down (Yusri, 2011).


(41)

(42)

(43)

(44)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1 Desain penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran peran dan sikap keluarga terhadap anak down sindrom.

4.2. Populasi dan sampel

4.2.1. Populasi

Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/ subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/ sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek yang diteliti itu (Sugiono, 2009).

Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga dengan anak anak down sindrom yang berada di Sekolah Luar Biasa-C Yayasan Pembinaan Anak Cacat di Medan dengan jumlah orang 30 orang.

4.2.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu (Sugiono, 2009).


(45)

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Total Sampling. Sampel yang diambil sebanyak 30 orang. Sampel yang dipilih berdasarkan kriteria sebagai berikut :

a) Keluarga dengan anak down sindrom yang mengikuti program belajar di YPAC Medan (Keluarga Inti)

b) Tinggal dalam satu rumah dengan keluarga

c) Keluarga yang bersedia menjadi responden.

4.3. Lokasi penelitian dan Waktu penelitian

Penelitian ini sudah dilakukan di Sekolah Luar Biasa-C Yayasan Pembinaan Anak Cacat di Medan, Sumatera Utara. Jln. Adinegoro No 2 Medan. Karena belum pernah dilakukan penelitian tentang peran dan sikap keluarga terhadap anak down sindrom di YPAC ini. YPAC ini memadai untuk mendapatkan jumlah sampel yang sesuai dengan kriteria peneliti. Waktu peneliti sudah dilakukan pada Semptember 2012 s/d November 2012.

4.4. Pertimbangan etik penelitian

penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan izin dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Setelah mendapatkan izin dalam pengumpulan data, maka dilakukan pendekatan kepada responden dan menjelaskan maksud dan tujuan peneliti. Menurut Nursalam (2008), ada beberapa pertimbangan etik yang diperhatikan pada peneliti ini yaitu :


(46)

a) Self determination

Peneliti member kebebasan kepada responden untuk menentukan apakah bersedia atau tidak untuk mengikuti kegiatan peneliti.

b) Informed Consent

Peneliti menyatakan kesediaan menjadi responden setelah peneliti memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan, dan manfaat peneliti. Jika responden bersedia menjadi peserta peneliti maka responden diminta menandatangani lembar persetujuan.

c) Anonimity

Peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data, tetapi akan memberikan kode pada masing-masing lembar persetujuan tersebut.

d) confidentiality

peneliti menjamin kerahasiaan informasi responden dan kelompok data tertentu yang dilaporkan sebagai hasil peneliti.

4.5. Instrumen penelitian

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrument yang diadobsi dari Juwariah (2009) dan dimodivikasi oleh peneliti sendiri berdasarkan teori yang ada di bab 2. Maka, instrument yang dilakukan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk kuesioner 2 bagian yaitu data demografi, peran dan sikap keluarga terhadap anak down sindrom. Lembar pertama kuesioner data demografi


(47)

meliputi: umur ibu melahirkan anak saat down sindrom, suku bangsa, pendidikan terakhir ibu, agama, pekerjaan kepala keluarga/ wali, penghasilan perbulan, jumlah anak, jumlah anak yang menderita down sindrom, keluarga lain yang tinggal dirumah, kapan waktu keluarga bersama anak. Lembar kedua mengenai peran dan sikap keluarga terhadap anak down sindrom. Kuesioner ini terdiri dari 21 pertanyaan yang meliputi 10 pertanyaan mengenai peran keluarga terhadap anak down sindrom dan 11 pertanyaan mengenai sikap keluarga terhadap anak down sindrom. Semua pertanyaan tersebut dalam bentuk pertanyaan tertutup (Jawaban sudah pasti). Data untuk mengisi kuesioner mengenai peran dan sikap keluarga menggunakan skala likert. Adapun pilihan jawaban yang diberikan SL : selalu 3, KK : kadang-kadang 2, TP : tidak pernah 1. Hasil kuesioner peran nilai yang tertinggi 24-30, terendah 10-16 dan kuesioner sikap nilai yang tertinggi 27-33, terendah 11-18. Skala pengukuran yang digunakan adalah akala ordinal.

dengan menggunakan rumusan statistik menurut sudjana (2005), yaitu:

Rentang Banyak Kelas

4.6. Uji Validitas dan Reabilitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan dan keshahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya,instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Sebuah Instrumen dikatakan valid apabila dapat


(48)

mengungkapkan data dari variable yang diteliti secara tepat, sedangkan Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut baik (Arikunto, 2010).

kuesioner telah diuji validitasnya oleh orang yang ahli dibidangnya. Dari 21 aitem pertanyaan telah teruji validitas isi. uji reliabilitas dilakukan oleh 10 keluarga yang sesuai dengan kriteria sampel di yayasan Muzdalifah dengan menggunakan uji Cronbach alpha dan dikatakan reliabilitas jika koefisien Cronbach alpha sama dengan atau lebih besar dari 0,70 Sekaran (dalam Zulganef, 2006). Maka didapatkan hasil 0,744.

4.7. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan setelah mendapatkan izin peneliti dari Ketua Program Pendidikan Keperawatan Fakultas USU. Peneliti selanjutnya membawa surat permohonan peneliti kepada kepala Sekolah Luar Biasa-C Yayasan Pembinaan Anak Cacat di Medan. Setelah mendapat izin dari kepala Sekolah Luar Biasa-C Yayasan Pembinaan Anak Cacat di Medan, peneliti mendatangi calon responden yang dimulai dari bulan September 2012 sampai dengan November 2012.

Sebelum kuesioner diisi, kuesioner menandatangani surat persetujuan penelitian (informed consent) terlebih dahulu sebagai bukti kesediaannya menjadi responden. Selanjutnya peneliti memberikan angket kuesioner karakteristik


(49)

demografi dan kuesioner peran dan sikap. Kemudian peneliti terlebih dahulu menjelaskan petunjuk pengisian kuesioner.

Kuesioner diisi selama 30 menit dan peneliti mendampingi responden dalam menjawab kuesioner serta membacakan pertanyaan kepada responden. Selama proses pengisian berlangsung responden tidak mengalami kesulitan dalam menjawab, artinya responden mengerti setiap item pertanyaan kuesioner. Setelah responden selesai mengisi kuesioner penelitian, peneliti mengumpulkan kembali kuesioner tersebut. Demikian seterusnya sampai semua data terkumpul untuk dilakukan analisa data. Dimana pada saat pengumpulan data dari 30 orang peneliti menemukan sebagian besar memiliki peran dan sikap keluarga terhadap anak down sindrom (96,7%).

4.8. Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, maka dilakukan analisis data melalui beberapa tahap yakni editing yaitu mengecek nama dan kelengkapan identitas dan data responden serta memastikan data bahwa semua jawaban telah diisi sesuai petunjuk, coding yaitu memberi kode atau jangka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisa. Analisa yaitu menganalisa data yang telah terkumpul dengan menentukan persentase jawaban dari setiap responden. Analisa data dilakukan dengan menggunakan teknik komputerisasi.


(50)

Pengolahan data dengan statistik deskriptif yang terdiri dari frekuensi dan persentase untuk melihat gambaran peran dan sikap keluarga terhadap anak down sindrom di Sekolah Luar Biasa-C Yayasan Pembinaan Anak Cacat di Medan.


(51)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Pada bab ini diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan mengenai peran dan sikap keluarga terhadap anak down sindrom di Sekolah Luar Biasa-C Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan yang dilaksanakan pada bulan September 2012 sampai dengan November 2012. Pengumpulan data menggunakan kuesioner pernyataan tertutup yang dilakukan pada 30 responden yang memiliki anak down sindrom.

5.1.1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 5.1 yang menunjukkan bahwa mayoritas ibu saat melahirkan anak down sindrom berusia 35-39 tahun yaitu sebanyak 15 responden (50,0%). Berdasarkan suku, sebagian besar responden bersuku Jawa yaitu sebanyak 14 responden (46,7%). Pendidikan responden mayoritas SMA yaitu sebanyak 13 responden (43,3%). Mayoritas responden beragama Islam yaitu sebanyak 27 responden (90,0%). Pekerjaan responden sebagian besar wiraswasta yaitu sebanyak 16 responden (53,3%), penghasilan mayoritas Rp.1.000.000-3.000.000 yaitu sebanyak 17 responden (56,7%), jumlah anak mayoritas 3 orang yaitu sebanyak 15 responden (50,0%), jumlah anak yang menderita down sindrom dalam keluarga mayoritas 1 orang yaitu sebanyak 29 responden (96,7%), keluarga lain yang tinggal satu rumah


(52)

mayoritas tidak ada yaitu sebanyak 24 responden (80,0%), waktu bersama anak mayoritas setiap saat yaitu sebanyak 25 responden (83,3%).

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Presentase Karakteristik Responden di Sekolah Luar Biasa-C Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan.

Karakteristik Frekuensi

(f)

Persentase (%) Umur ibu saat melahirkan anak down

sindrom :

< 35 tahun 8 26.7

35-39 tahun 15 50

40-45 tahun 7 23.3

Suku :

Batak toba 4 13.3

Jawa 14 46.7

Padang 12 40

Pendidikan :

SMP 7 23.3

SMA 13 43.3

perguruan tinggi 10 33,3

Agama :

Islam 27 90

Katolik 1 3,3

Protestan 2 6,7

Pekerjaan :

PNS 8 26.7

Pegawai swasta 6 20

Wiraswasta 16 53.3

Penghasilan :

< Rp.1.000.000 2 6.7

Rp.1.000.000-3.000.000 17 56.7

>Rp.3.000.000 11 36.7

Jumlah anak :

Dua orang 2 6.7

Tiga orang 15 50

>Tiga orang 13 43.3

Jumlah anak yang menderita down sindrom :

Satu orang 29 9.7


(53)

Keluarga lain yang tinggal dirumah:

Nenek/ kakek 1 3.3

Paman/bibi 1 3.3

Keponakan 1 3.3

Anak angkat (asuh) 3 10

Tidak ada 24 80

Waktu keluarga bersama anak:

Sore hari 2 6.7

Malam hari 3 10

Setiap saat 25 83.3

5.1.2. Peran Keluarga terhadap Anak Down Sindrom di Sekolah Luar Biasa-C Yayasan Pembinaan Anak Biasa-Cacat Medan

Peran keluarga terhadap anak down sindrom dapat dilihat pada tabel 5.2 yang menunjukkan sebanyak 29 responden (96,7%) memiliki peran keluarga dalam kategori peran baik dan satu responden (3,3%) berada pada kategori peran keluarga yang cukup.

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Peran Keluarga Terhadap Anak Down Sindrom di Sekolah Luar Biasa-C Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan

Peran Frekuensi (f) Persentase (%)

Baik Cukup

29 1

96,7 3,3

Jumlah 30 100,0

Dapat dilihat pada tabel 5.3 yang menunjukkan hasil penelitian bahwa mayoritas responden menjawab selalu berusaha mencari informasi tentang cara meningkatkan perkembangan anak down sindrom (73,3%) lebih dari setengah


(54)

menonton televisi, mayoritas responden (90%) menjawab selalu memberi tanggapan terhadap keluh kesah anak down sindrom, hampir setengah responden (40%) menjawab selalu membacakan buku cerita untuk anak down sindrom, mayoritas responden (90%) menjawab selalu memberi makanan anak down sindrom dengan menu seimbang (nasi, lauk, sayur, buah, dan susu), lebih dari setengah responden (53,3%) menjawab selalu membawa anak down sindrom untuk menjalani pemeriksaan kesehatan secara teratur dan mendampinginya, sebagian besar responden (93,3%) menjawab selalu memberi perhatian penuh kepada anak down sindrom, mayoritas responden (96,7%) menjawab bahwa selalu memberi rasa aman kepada anak down sindrom, lebih dari setengah responden (60%) menjawab keluarga membawa anak down sindrom ketempat belajar agama serta mendampinginya dan keluarga selalu menemani anak down sindrom ketika anak belajar berhitung (70%).

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Peran Keluarga terhadap Anak Down Sindrom di Sekolah Luar Biasa-C Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan

Pernyataan TP KK SL

Keluarga berusaha mencari informasi tentang cara meningkatkan perkembangan anak down sindrom

- 8(26,7%) 22(73,3%)

Keluarga menemani anak down sindrom ketika nonton televisi

- 12(40,0%) 18(60,0%)

Keluarga memberi tanggapan terhadap keluh kesah anak down sindrom

- 3(10,0%) 27(90,0%)

Keluarga membacakan buku cerita untuk anak down sindrom

4(13,3%) 14(46,7%) 12(40,0%)

Keluarga memberi makanan anak down


(55)

sayur, buah, susu)

Keluarga membawa anak down sindrom untuk menjalani pemeriksaan kesehatan secara teratur dan mendampinginya

- 14(46,7%) 16(53,3%)

Keluarga memberi perhatian penuh kepada anak down sindrom

- 2(6,7%) 28(93,3%)

Keluarga memberi rasa aman kepada anak down sindrom

- 1(3,3%) 29(96,7%)

Keluarga membawa anak down sindrom ketempat belajar agama serta mendampinginya

- 12(40,0%) 18(60,0%)

Keluarga menemani anak down sindrom ketika anak belajar berhitung

1(3,3%) 8(26,7%) 21(70,0%)

5.1.3. Sikap Keluarga terhadap Anak Down Sindrom di Sekolah Luar Biasa-C Yayasan Pembinaan Anak Biasa-Cacat Medan

Berdasarkan hasil penelitian, sikap responden dapat dilihat pada tabel 5.3 yang menunjukkan bahwa sebanyak 29 responden (96,7%) memiliki sikap yang baik terhadap anak down sindrom dan satu orang (3,3%) berada pada kategori sikap cukup.

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Keluarga Terhadap Anak Down Sindrom di Sekolah Luar Biasa-C Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan.

Sikap Jumlah (f) Persentase (%)

Baik Cukup 29 1 96,7 3,3

Jumlah 30 100,0

Dapat dilihat pada tabel 5.4 yang menunjukkan hasil penelitian bahwa mayoritas responden sebanyak (96,7%) menjawab selalu mengerti tentang kondisi


(56)

anak down sindrom, sebanyak (76,7%) responden menjawab selalu berusaha mencari informasi yang berhubungan dengan penyakit anak down sindrom, keluarga selalu memberi jawaban atas pertanyaan anak down sindrom dengan bahasa sederhana yaitu sebanyak (96,7%), keluarga selalu memberi kesempatan kepada anak down sindrom untuk menceritakan pengalamannya sehari-hari sebanyak (86,7%), hampir seluruh responden (93,3%) menjawab selalu mendengarkan keluhan-keluhan anak down sindrom, mayoritas responden (83,3%) menjawab selalu menegur anak down sindrom ketika membuat kesalahan dalam berbicara, keluarga selalu memberi pujian kepada anak down sindrom ketika menyelesaikan pekerjaan sederhana seperti mandi, menyikat gigi, berpakaian, dan menyisir rambut yaitu sebanyak (96,7%), keluarga selalu memberi motivasi kepada anak down sindrom agar melakukan kegiatan sendiri seperti makan, mandi dan berpakaian yaitu sebanyak (93,3%), setengah dari responden (50%) menjawab selalu memberi kesempatan kepada anak down sindrom bermain sendiri atau bersama teman-temanya, hampir seluruh responden (96,7%) menjawab selalu memberi kesempatan kepada anak down sindrom untuk mendengarkan musik dari radio, tape, dan televisi, keluarga selalu memberi kesempatan kepada anak down sindrom untuk bermain yaitu sebanyak (73,3%).

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi dan Persentase Sikap Keluarga terhadap Anak Down Sindrom di Sekolah Luar Biasa-C Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan

Pertanyaan TP KK SL

Keluarga mengerti tentang kondisi anak down sindrom

- 1(3,3%) 29(96,7%)

Keluarga berusaha mencari informasi


(57)

Keluarga memberi jawaban atas pertanyaan

anak down sindrom dengan bahasa sederhana - 1(3,3%) 29(96,7%) Keluarga memberi kesempatan kepada anak

down sindrom untuk menceritakan pengalamannya sehari-hari

Keluarga menegur anak down sindrom ketika membuat kesalahan dalam berbicara

- - 4(13,3%) 5(16,7%) 26(86,7%) 25(83,3%)

Keluarga memberi pujian kepada anak down sindrom ketika menyelesaikan pekerjaan sederhana seperti mandi, menyikat gigi, berpakaian, menyisir

- 1(3,3%) 29(96,7%)

Keluarga memberi motivasi kepada anak down sindrom kegiatan sendiri seperti makan, mandi dan berpakaian

- 2(6,7%) 28(93,3%)

Keluarga memberi kesempatan kepada anak down sindrom bermain sendiri atau bersama teman-temanya

- 15(50,0%) 15(50,0%)

Keluarga memberi kesempatan kepada anak down sindrom mendengarkan musik dari radio, tape, dan televise

- 1(3,3%) 29(96,7%)

Keluarga memberi kesempatan kepada anak down sindrom untuk bermain

1(3,3%) 7(23,3%) 22(73,3%)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden sebanyak (96,7%) menjawab selalu mengerti tentang kondisi anak down sindrom, sebagian responden (76,7%) menjawab selalu berusaha mencari informasi berhubungan dengan penyakit anak down sindrom, keluarga selalu memberi jawaban atas pertanyaan anak down sindrom dengan bahasa sederhana yaitu sebanyak (96,7%), keluarga selalu memberi kesempatan kepada anak down sindrom untuk menceritakan pengalamannya sehari-hari yaitu sebanyak (86,7%), hampir seluruh responden (93,3%) menjawab selalu mendengarkan keluhan-keluhan anak down sindrom, mayoritas responden (83,3%) menjawab selalu menegur anak down sindrom ketika membuat kesalahan dalam berbicara, keluarga selalu memberi pujian kepada anak down sindrom ketika menyelesaikan pekerjaan sederhana seperti mandi, menyikat gigi, berpakaian, dan menyisir rambut yaitu sebanyak (96,7%), keluarga selalu memberi motivasi kepada anak down sindrom agar


(58)

melakukan kegiatan sendiri seperti makan, mandi dan berpakaian sebanyak (93,3%), setengah dari responden (50%) menjawab selalu memberi kesempatan kepada anak down sindrom untuk bermain sendiri atau bersama teman-temannya, hampir seluruh responden (96,7%) menjawab selalu memberi kesempatan kepada anak down sindrom mendengarkan untuk musik dari radio, tape, dan televisi, Keluarga selalu memberi kesempatan kepada anak down sindrom untuk bermain yaitu sebanyak (73,3%).

5.2. Pembahasan

5.2.1. Peran Keluarga Terhadap Anak Down Sindrom di Sekolah Luar Biasa-C Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti pada 30 responden yang memiliki anak down sindrom dapat di deskripsikan peran keluarga terhadap anak down sindrom di Sekolah Luar Biasa-C Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan menunjukkan hasil bahwa pengetahuan peran keluarga dalam dalam kategori baik yaitu 29 responden (96,7%).

Hasil penelitian ini dapat dibuktikan dengan mayoritas responden menjawab selalu memberi makanan menu seimbang yaitu sebanyak (90,0%), responden menjawab selalu memberi perhatian penuh kepada anak down sindrom yaitu sebanyak (93,3%), mayoritas responden menjawab selalu memberi rasa aman kepada anak down sindrom yaitu sebanyak (96,7%).


(59)

Terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu yang Memiliki Anak Down Sindrom Di SLDB Negeri 107708 Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang yang menunjukkan hasil bahwa terdapat pengaruh pemberian penyuluhan mengenai pemberian makanan sehat terhadap pengetahuan dan sikap ibu yang memiliki anak dengan sindrom down.

Menurut peneliti adanya kesamaan antara hasil penelitian ini dengan hasil penelitian sebelumnya dikarenakan peran orangtua dan keluarga sangat penting dalam kehidupan anak-anak yang mengalami down sindrom mulai dari memenuhi kebutuhan sehari-harinya, pertumbuhan dan perkembangan, membantu melakukan aktivitas sehari-hari, kebutuhan fisik dan mental, serta memberikan pendidikan formal dan informal agar anak down sindrom memiliki pengetahuan dan rasa percaya diri yang baik.

5.2.2. Sikap Keluarga Terhadap Anak Down Sindrom di Sekolah Luar Biasa-C Yayasan Pembina Anak Biasa-Cacat Medan

Hasil penelitian yang dilakukan pada 30 responden yang memiliki anak down sindrom menunjukkan hasil bahwa sikap keluarga dalam kategori baik yaitu sebanyak 29 responden (96,7%).

Hasil penelitian ini dapat dibuktikan dengan mayoritas responden menjawab selalu mengerti tentang kondisi anak down sindrom yaitu sebanyak (96,7%), responden menjawab selalu memberikan jawaban atas pertanyaan anak down sindrom dengan bahasa sederhana yaitu sebanyak (96,7%), responden menjawab selalu memberikan pujian kepada anak down sindrom ketika


(60)

menyelesaikan pekerjaan sederhana seperti mandi, menyikat gigi, dan menyisir rambut yaitu sebanyak (96,7%).

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Juwariah (2009) yang berjudul Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Anak Down Sindrom di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Medan dengan hasil (92,5%) keluarga mempunyai anak down sindrom di YPAC Medan telah memberikan dukungan sosial keluarga dengan sangat baik hal ini disebabkan karena adanya ikatan yang erat antara anggota keluarga dan anak yang menderita down sindrom.

Penelitian yang dilakukan oleh Asmijati (2011) dengan judul Karakteristik Sikap Ibu dengan Kejadian Anak Down Syndrome di ISDI dan SLB Negeri 01 Jakarta Selatan menunjukkan hasil terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit ibu dengan kejadian sindrom down nilai OR = 0,3 (CI 0,1 - 0,9). Pengetahuan memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian sindrom down dengan nilai OR = 5,8 (CI 1,9 - 17,0) dan variabel riwayat penyakit anak dengan sindrom down dengan nilai OR = 3,9 (CI1,3 - 11,5).Riwayat genetika merupakan variabel yang paling dominan dengan sindrom down dengan nilai OR = 6,1 (CI 1,6 - 22,9).

Menurut peneliti adanya kesamaan antara hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya dikarenakan sikap keluarga dapat mempengaruhi afeksi (perasaan), kognisi (pemikiran), dan konasi (predisposisi tindakan) yang akan berdampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak down sindrom .


(61)

BAB 6

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan November 2012 tentang peran dan sikap keluarga terhadap anak down sindrom di Sekolah Luar Biasa-C Yayasan Pembinaan Anak Cacat Medan maka disimpulkan bahwa mayoritas peran dan sikap keluarga dalam kategori baik sebanyak (96,7%) sedangkan peran dan sikap keluarga cukup sebanyak (3,3%).

6.2. Rekomendasi

6.2.1 Bagi Keluarga yang Memiliki Anak Sindrom Down

Disarankan kepada keluarga yang memiliki anak sindrom down untuk selalu meluangkan waktu dan mendidik serta merawat anak dengan sindrom down agar memiliki pengetahuan dan sikap yang sama dengan anak normal lainnya.

6.2.2 Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bagi mahasisiwa keperawatan sehingga dapat saling berbagi pengetahuan untuk meningkatkan mutu pelayanan yang professional dan meningkatkan pendidikan keperawatan dalam hal peran dan sikap keluarga yang memiliki anak dengan sindrom down.


(62)

6.2.3 Bagi Penelitian Keperawatan

Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian tentang peran dan sikap keluarga terhadap anak down sindrom dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan dengan metode observasi ataupun wawancara sehingga lebih tergali lagi peran dan sikap keluarga yang memiliki anak sindrom down.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Z. (2009). Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC.

Arikunto. (2010). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Asmijati, dkk. (2011). Karakteristik Sikap Ibu dengan Kejadian Anak Sindrom Down. Dibuka pada tanggal 20 Februari 2013 website://www. poltekkesjakarta1.ac.id.

Ayu. (2008). Down Syndrome The Special Angel. Dibuka pada website http:// www. tugas terapan anak down sindrom esaunggul.ac.id, tanggal 08/07/2012.

Corwin. (2001). Alih Bahasa Pendit Brahm.U. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Danim, S. (2003). Riset Keperawatan Sejarah & Metodologi. Jakarta: EGC. Fadhli. (2010). Buku Pintar Kesehatan Anak. Yogyakarta: Pustaka Anggrek. Faradz, S. (2003). Mengenal sindroma down. Dibuka pada website:

Faradz, S. (2004). Mengenal Sindrom Down. Dibuka pada tanggal 10/07/2012.http://undip.ac.id.

Friedman. (1998). Alih bahasa R.L. Ina Debora, Keperawatan Keluarga: teori dan praktik, edisi ketiga. Jakarta:EGC.

Hanurawan, F. (2010). Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rusdakarya.

ISDI. (2008). Ikatan Sindroma Down Indonesia. Dibuka pada tanggal 09/07/2012.http://www.isdijakarta.org.

Juwariah. (2009). Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Anak Down Sindrom di Yayasan Pembina Anak Cacat (YPAC) Medan. Medan: Fakultas

Keperawatan USU.

Johny. (2012). Menangani anak yang mengidap sindrom down. Dibuka pada tanggal 06/07/2012. http: // Skripsitesis.blogspot.com.


(64)

Leny, R. (2010). Keperawatan Keluarga : plus contoh askep keluarga. Yogyakarta: Nuha Medika.

Mangunsong. (2003). Sindrom down bukan penyakit kutukan. Dibuka pada website: http//www.Glorianet.Org/berita/b04079.

Medical, New. (2012). Down syndrome- Apa Down Sindrom. Dibuka pada

tanggal : 06/07/

Notoatmodjo. (2010). Metologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo. (2003). Prinsip- prinsip Dasar Ilmu Kesehatan. Jakarta: Rineka

Cipta.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Selikowizt. Alih bahasa Surjadi Rini. Buku seri keluarga: Mengenal sindroma down. Jakarta: Arcan, 2001.

Susuwongi. (2007). Anak Berkebutuhan Khusus- jangan sisihkan anak- anak down sindrom itu. Dibuka pada tanggal 08/07/2012.

Sudjana. (2005). Metode Statistika. (Edisi 6). Bandung: Tarsito. Sugiyono. (2009). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. Sudirharto. (2007). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC. Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC.

Supraptiningsih. (2011). Pengaruh Penyuluhan Makanan Sehat Terhadap

Pengetahuan dan Sikap Ibu Yang Memiliki Anak Down Sindrom di SLDB Negeri 107708 Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Tentang Makanan Sehat Anak. Dibuka pada tanggal 21/02/2013. http://isearch.avg.com

Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. (Edisi 1). Yogyakarta: Graha Ilmu.

Wahjana. (2009). Bahasa Down Sindrom. Dibuka pada website:


(65)

Wahid. (2009). Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep & Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.

Wiranto. (2009).Perancangan Animasi Bertema Daily Living Skills untuk Anak Down Syndrome Menggunakan Metode Belajar Dengan Melihat. Bidang Studi Desain Komunikasi Visual, Jurusan Desain Produk Industri, FTSP ITS. Kampus ITS Sukolilo. Surabaya.

Yusri. (2011). Mengenal variasi Penyebab Sindrom Down. Dibuka pada tanggal 08/07/2012.http://www.Kesehatan 123.com.

Zulganef. (2006). Pemodelan Persamaan Struktur dan Aplikasinya Menggunakan AMOS 5. Bandung: Pustaka.


(66)

LAMPIRAN 1 FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN PERAN DAN SIKAP KELUARGA TERHADAP ANAK DOWN SINDROM

DI SEKOLAH LUAR BIASA-C YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT MEDAN

oleh:

Syahfiyah Kardina

Saya adalah mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan USU, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan Tugas Akhir.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran peran dan sikap keluarga terhadap anak down sindrom di Sekolah Luar Biasa-C Yayasan Pembinaan Anak Cacat di Medan. Saya mengharapkan jawaban yang ibu/bapak, saudara/i berikan sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Kami akan menjamin kerahasiaan pendapat dan identitas Ibu/bapak, saudara/i. Informasi yang Ibu/bapak, saudara/I berikan hanya akan digunakan untuk mengembangkan Ilmu Keperawatan dan tidak akan digunakan untuk maksud-maksud lain.

Partisipasi Ibu/bapak, saudara/i dalam penelitian ini bersifat bebas, Ibu/bapak, saudara/i bebas untuk ikut menjadi responden peneliti atau menolak tanpa sanksi apapun.

Jika Ibu/bapak, saudara/i bersedia menjadi responden penelitian ini, silahkan Ibu/bapak, saudara/i menandatangani kolom dibawah ini.

Terima Kasih.

Tanda Tangan : Tanggal Penelitian :


(67)

LAMPIRAN 2

DIISI OLEH KELUARGA KUESIONER PERAN DAN SIKAP KELUARGA TERHADAP ANAK

DOWN SINDROM

Tanggal wawancara : KODE:

Petunjuk : jawablah pertanyaan ini dengan memberi tanda checklist (). Pada pilihan yang saudara anggap benar atau sesuai.

A. Data Demografi

1. Umur ibu saat melahirkan anak yang menderita Down sindrom. 1.< 35 tahun

2. 35-39 tahun 3. 40-45 tahun 2. Suku Bangsa.

1. Batak Toba 2. Karo 3. Jawa 4. Nias 5. Padang 3. pendidikan terakhir ibu.

1. Tidak sekolah/ tidak lulus SD 2. Lulus SD atau sederajat 3. Lulus SMP atau sederajat


(68)

4. Lulus SMA atau sederajat 5. Lulus Perguruan Tinggi 4. Agama.

1. Islam 2. Katolik 3. Prostestan 4. Hindu 5. Budha

5. Pekerjaan kepala keluarga/ Wali. 1. PNS (Pegawai Negeri Sipil) 2. Pegawai Swasta

3. Wiraswasta 4. Tidak Bekerja 6. Penghasilan perbulan.

1. < Rp 1.000.000

2. Rp 1.000.000 – Rp 3.000.000 3. > Rp 3.000.000

7. Jumlah anak. 1. Satu orang 2. Dua orang 3. Tiga orang


(69)

4. Lebih dari tiga orang

8. Jumlah anak yang menderita down sindrom. 1. Satu orang

2. Dua orang 3. Tiga orang

4. Lebih dari tiga orang

9. Selain keluarga inti (Ayah + Ibu + Anak) apakah ada keluarga yang lain tinggal dirumah?

1. Nenek/ Kakek 2. Paman/ Bibi

3. Anak angkat (asuh) 4. Tidak ada

10.Kapan waktu keluarga bersama anak? 1. Pagi hari

2. Sore hari 3. Malam hari 4. Setiap saat


(70)

KUESIONER PERAN DAN SIKAP KELUARGA TERHADAP ANAK DOWN SYNDROME

Petunjuk: dibawah ini terdapat pertanyaan yang menggambarkan keadaan diri anda, beri tanda () pada lembar jawaban yang disediakan.

NO PERNYATAAN TP KK SL

1

PERAN

Keluarga berusaha mencari informasi yang berhubungan dengan cara meningkatkan perkembangan anak dengan Down Syndrome 2 Keluarga menemani anak ketika nonton televisi 3 Keluarga memberi respon atau tanggapan terhadap

keluh kesah anak

4 Keluarga membaca buku-buku cerita untuk anak yang menderita Down Syndrome

5 Keluarga memberikan makanan dengan menu yang seimbang untuk anak (nasi, lauk, sayur, buah, susu) 6 Keluarga membawa anak untuk menjalani

pemeriksaan kesehatan dan mendampinginya secara teratur

7 Keluarga memberi perhatian penuh pada anak Down Syndrome

8 Keluarga memberikan rasa aman kepada anak Down Syndrome

9 Keluarga membawa anaknya ketempat belajar agama dan mendampingi anaknya

10 Keluarga menemani anak ketika belajar berhitung

SIKAP


(71)

11 Down Syndrome (mongoloid)

12 Keluarga berusaha mencari informasi yang berhubungan dengan penyakit Down Syndrome 13 Keluarga memberikan jawaban atas pertanyaan

yang diberikan oleh anak dengan bahasa sederhana 14 Keluarga memberikan kesempatan pada anak untuk

menceritakan pengalamannya sehari-hari 15 Keluarga mendengarkan keluhan-keluhan anak

yang menderita Down Syndrome

16 Keluarga menegur anak jika anak membuat kesalahan dalam berbicara

17 Keluarga memberikan pujian pada anak setiap anak dapat menyelesaikan pekerjaan yang sederhana, seperti mandi, menyikat gigi, berpakaian, menyisir rambut

18 Keluarga memberikan motivasi kegiatan sendiri seperti makan, mandi, dan berpakaian

19 Keluarga memberikan kesempatan kepada anak untuk bermain sendiri atau bersama teman-temannya

20 Keluarga memberikan kesempatan kepada anak untuk mendengarkan musik dari radio, tape, dan televise

21 Keluarga memberikan kesempatan bermain untuk anak

Ket:

TP : Tidak pernah KK : Kadang-kadang SL : Selalu


(72)

(73)

(74)

(75)

(76)

(1)

keluargalainyangtinggaldirumah

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid NENEK/KAKEK 1 3.3 3.3 3.3

PAMAN/BIBI 1 3.3 3.3 6.7

DAN LAIN-LAIN 3 10.0 10.0 16.7

TIDAK ADA 24 80.0 80.0 96.7

KEPONAKAN 1 3.3 3.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

waktukeluargabersamaanak

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid SORE HARI 2 6.7 6.7 6.7

MALAM HARI 3 10.0 10.0 16.7

SETIAP HARI 25 83.3 83.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

p1

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2 8 26.7 26.7 26.7

3 22 73.3 73.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

p2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2 12 40.0 40.0 40.0

3 18 60.0 60.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

p3

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2 3 10.0 10.0 10.0

3 27 90.0 90.0 100.0


(2)

p4

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 4 13.3 13.3 13.3

2 14 46.7 46.7 60.0

3 12 40.0 40.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

p5

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2 3 10.0 10.0 10.0

3 27 90.0 90.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

p6

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2 14 46.7 46.7 46.7

3 16 53.3 53.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

p7

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2 2 6.7 6.7 6.7

3 28 93.3 93.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

p8

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2 1 3.3 3.3 3.3

3 29 96.7 96.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

p9

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2 12 40.0 40.0 40.0

3 18 60.0 60.0 100.0


(3)

p10

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 1 3.3 3.3 3.3

2 8 26.7 26.7 30.0

3 21 70.0 70.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

skroP

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 21 1 3.3 3.3 3.3

24 1 3.3 3.3 6.7

25 4 13.3 13.3 20.0

26 5 16.7 16.7 36.7

27 7 23.3 23.3 60.0

28 4 13.3 13.3 73.3

29 3 10.0 10.0 83.3

30 5 16.7 16.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

kategoriP

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid cukup(17-23) 1 3.3 3.3 3.3

baik(24-30) 29 96.7 96.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

S1

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2 1 3.3 3.3 3.3

3 29 96.7 96.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

S2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2 7 23.3 23.3 23.3

3 23 76.7 76.7 100.0


(4)

S3

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2 1 3.3 3.3 3.3

3 29 96.7 96.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

S4

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2 4 13.3 13.3 13.3

3 26 86.7 86.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

S5

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2 2 6.7 6.7 6.7

3 28 93.3 93.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

S6

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2 5 16.7 16.7 16.7

3 25 83.3 83.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

S7

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2 1 3.3 3.3 3.3

3 29 96.7 96.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

S8

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2 2 6.7 6.7 6.7

3 28 93.3 93.3 100.0


(5)

S9

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2 15 50.0 50.0 50.0

3 15 50.0 50.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

S10

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2 1 3.3 3.3 3.3

3 29 96.7 96.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

S11

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 1 3.3 3.3 3.3

2 7 23.3 23.3 26.7

3 22 73.3 73.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

skroS

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 26 1 3.3 3.3 3.3

29 1 3.3 3.3 6.7

30 4 13.3 13.3 20.0

31 8 26.7 26.7 46.7

32 9 30.0 30.0 76.7

33 7 23.3 23.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

kategoriS

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid cukup(19-26) 1 3.3 3.3 3.3

baik(27-33) 29 96.7 96.7 100.0


(6)

LAMPIRAN 11

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Syahfiyah Kardina

Tempat/tanggal lahir : Belawan, 19 Februari 1988

Alamat

: Jl. Andansari Lingk 17 Gg. Ikhlas Kec. Medan Marelan

Jenis kelamin

: Perempuan

Anak Ke

: 2 dari 3 bersaudara

Agama

: Islam

Nama Ayah

: Basyirin

Nama Ibu

: Habsyah

Pendidikan

SD

: Tahun 1994 – 2000 di SD Negeri 066429 Medan

SMP

: Tahun 2000 – 2003 di SLTP PGRI 3 Medan

SMA

: Tahun 2003 – 2006 di SMA Negeri 16 Medan