Latar Belakang Tinjauan Yuridis Pengalihan Bentuk Uang Kembalian Konsumen Kedalam Bentuk Sumbangan oleh Pelaku Usaha (Waralaba Minimarket) Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No. 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang dan B

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap manusia mempunyai kebutuhan yang tidak terbatas dan beragam,baikitukebutuhanprimer,kebutuhansekunder maupunkebutuhan tersier. Oleh karena itu manusia selalu berusaha dengan segala kemampuannya untukmemenuhikebutuhanhidupnya.Manusia sebagai makhluksosial saling berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya, upaya untuk mencapaitujuan hidupnya antara lain dengan menjalin kerjasamayang baikantarasesamamanusia dalamberbagaimacamaspek kehidupan,salahsatunyayaituaspekekonomiyang didalamnyamencakup masalah- masalahperdagangan,jualbeli,dansebagainya.Perdaganganatau jualbelijugamerupakanbuktibahwasesamamanusiasaling membutuhkan satu samalain. Dahulu manusiamemenuhi kebutuhannya dengan melakukantransaksi jualbeli yang disebut denganbarterataupertukaranbarang denganmanusia lainnya.Seiringperkembangannyamanusiaakhirnyamengenalmatauang, diIndonesiasendiri mengenal matauangrupiah. Dan dalam pemenuhan kebutuhannya tersebut biasa dilakukan dengan membelibarang secaralangsung di pasar,toko,minimarket, mall, dan lain – lain. Pada saat ini, minimarket berkembang sangat pesat. Perkembangan tersebut memang menguntungkan masyarakat, karena masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya akan lebih mudah dan harga – harga kebutuhan akan bersaing untuk menarik minat para konsumen. Universitas Sumatera Utara Disisi lain pelaku usaha juga harus melihat tingkat kepuasan konsumen melalui pelayanan yang diberikan oleh kasir dari minimarket. Secara umum,kekecewaan konsumen ataslayanan minimarketdapat dikategorikankedalamtigakelompok.Pertama,kecewaterhadapcara kerja petugas,Kedua,kecewa terhadap ketidakakuratan informasiyang ada dalam brosuriklan, danKetiga, kekecewaan pelangganterhadapkelengkapanfasilitaspenunjangsupermarket. 1 1 Sudaryatmo, Hukum Advokasi Konsumen, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999, hlm 11 Permasalahan pada saat ini, mayoritas pedagang mulai pada skala kecil hingga skala besar sedang mengalami gejala kesulitan stok uang koin dengan berbagai bentuk pecahan. Hal itu berdampak khususnya pada konsumen yang bertransaksi di minimarket. Ketika konsumen membeli sesuatu barang di minimarket, uang kembalian yang seharusnya diterima konsumen oleh pelaku usaha diberikan dalam bentuk uang tetapi diganti seenaknya kedalam bentuk permen. Tidak hanya uang koin seratus rupiah ataupun dua ratus rupiah yang kemungkinan diganti dengan permen, kelipatannya hingga lima ratus rupiah pun diganti dengan permen. Pada prakteknya pelaku usaha memang mengatakan bahwa uang koin kembalian tersebut diganti dengan beberapa permen, tetapi hal tersebut melanggar hak – hak konsumen untuk menerima kelebihan pembayaran dan mata uang yang berlaku di Indonesia. Disamping itu, pelaku usaha seolah – olah tidak memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menolak opsi satu – satunya yang diberikan oleh pelaku usaha. Meskipun dalam nominal yang kecil, tetapi berdampak psikologis cukup besar bagi ketidaknyamanan konsumen. Universitas Sumatera Utara Praktek pengalihan uang kembalian konsumen kedalam bentuk permen tidak terjadi lagi dikarenakan banyaknya keluhan masyarakat dan bertentangan dengan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Pada Pasal 2 Ayat 3 Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia UU BI disebutkan bahwa : “ Setiap perbuatan yang menggunakan uang atau mempunyai tujuan pembayaran atau kewajiban yang harus dipenuhi dengan uang jika dilakukan di wilayah negara Republik Indonesia wajib menggunakan uang rupiah, kecuali apabila ditetapkan lain dengan peraturan Bank Indonesia” 2 Dan sanksi bagi yang sengaja melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat 3 berdasarkan Pasal 65 UU BI adalah diancam dengan pidana kurungan sekurang – kurangnya 1 Satu bulan dan paling lama 3 Tiga bulan, serta denda sekurang – kurangnya Rp. 2.000.000,- Dua juta rupiah dan paling banyak Rp. 6.000.000,- Enam juta rupiah. 3 Dewasa ini, permen tidak lagi digunakan sebagai pengganti uang koin kembalian konsumen. Tetapi, pelaku usaha mengalihkan uang kembalian konsumen kedalam bentuk sumbangan atau donasi yang diselenggarakan oleh pelaku usaha. Alasan pelaku usaha tetap sama yakni stok uang receh tidak ada atau habis. Sehingga konsumen merasa terpaksa dan harus menerima kenyataan bahwa uang kembalian yang seharusnya diterima utuh harus didonasikan. Jumlah nominal uang yang disumbangkan memang sedikit, tetapi hal ini sangat mengganggu kenyamanan dan melanggar hak – hak konsumen. Tujuan awal 2 Republik Indonesia, Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, BAB I, Pasal 2 Ayat 3. 3 Republik Indonesia,Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, BAB XI, Pasal 65. Universitas Sumatera Utara program donasi memang baik tetapi sama seperti bentuk kembalian berupa permen, konsumen merasa terpaksa dan harus berkompromi dengan penawaran yang diberikan oleh pelaku usaha. Disamping itu, konsumen tidak diberikan pilihan atau solusi lain oleh pelaku usaha, sehingga konsumen seakan – akan tidak berdaya untuk menolak tawaran yang diberikan oleh pelaku usaha. Dalam hal pengalihan uang kembalian konsumen yang dialihkan sebagai dana sosial atau sering disebut donasi dapat dikatakan penyimpangan sebab pandangan jual beli yang lazim yang dilakukan oleh masyarakat adalah jual beli dengan menggunakan alat tukar uang untuk mendapatkan suatu barang dan uang kembaliannya diterima dalam bentuk uang juga bukan untuk dana sosial dan kegiatan tersebut terlihat memaksa dan merugikan jika konsumen tidak rela. Sedangkan, didalam Penjelasan Pasal 5 Undang – Undang No. 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang dan Barang disebutkan bahwa : “Pemberian sumbangan secara sukarela, tiada dipaksa, merupakan salah satu syarat pemberian izin pengumpulan uang atau barang yang akan diatur lebih lanjut oleh Menteri Kesejahteraan Sosial dalam peraturan pelaksanaan” 4 Praktek pengalihan uang kembalian konsumen kedalam bentuk donasi bukan merupakan kehendak kedua belah pihak melainkan hanya merupakan kebijakan dari pihak pelaku usaha saja. Pihak konsumen tidak mengetahui dan tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu oleh pihak pelaku usaha mengenai kepada siapa dana sosial tersebut akan disalurkan. Konsumen akan merasa tidak nyaman apabila setiap mereka berbelanja dan sisa uang kembaliannya dialihkan untuk dana sosial donasi. Kurangnya pengetahuan konsumen tentang hak – hak 4 Republik Indonesia, Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1961 Tentang Pengumpulan Uang dan Barang,Penjelasan Pasal 5. Universitas Sumatera Utara mereka dilindungi oleh undang – undang menyebabkan konsumen seakan – akan tidak berdaya dengan tindakan pelaku usaha tersebut. Padahal Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bertujuan untuk melindungi konsumen dari kecurangan – kecurangan dan tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Oleh karena itu, konsumen yang tertipu atau merasa hak-hak mereka tidak diterima sebagaimana mestinya, atau yang merasa dirugikan dapat membuat surat pengaduan kepada lembaga – lembaga yang ditunjuk oleh undang – undang mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen. Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 44 ayat 2 menyebutkan bahwa lembaga yang mempunyai kegiatan perlindungan konsumen salah satunya adalah Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat LPKSM. LPKSM ini dapat meminta pertanggungjawaban kepada pengusaha dan selanjutnya dapat juga membuat laporan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen selanjutnya disebut BPSK, untuk dapat diadili atas persetujuan yang bersangkutan. Meskipun tidak banyak diatur dalam UUPK mengenai LPKSM , namun mengingat akan posisi strategis LPKSM tersebut dalam keanggotaan Badan Perlindungan konsumen Nasional BPKN, dan kepentingan dasar konsumen akan organisasi yang akan melindungi hak-haknya, maka suatu Peraturan Pemerintah yang nantinya akan dibentuk sebagai pelaksanaan Pasal 44 ayat 4 UUPK menjadi sangat penting artinya. Peraturan Pemerintah tersebut akan menjadi dasar Universitas Sumatera Utara dari pembentukan LPKSM, karena menurut Pasal 44 ayat 1 UUPK, hanya LPKSM yang memenuhi syaratlah yang diakui oleh pemerintah. 5

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Pelabelan Produk Pangan Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999

5 129 137

Tinjauan Yuridis Terhadap Sistem Pengembalian Uang Kembalian Pelanggan Pada Industri Retail Departemen Store Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

1 51 104

Tinjauan Yuridis Terhadap Sistem Pengembalian Uang Kembalian Pelanggan Pada Industri Retail Departemen Store Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

13 98 104

Kedudukan dan Peranan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Dalam Rangka Menyelesaikan Sengketa Konsumen ditinjau dari UU nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsume

22 339 103

Tindak Pidana di Bidang Perlindungan Konsumen Menurut UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dari Perspektif Kebijakan Penanggulangan Kejahatan (Studi Putusan No.1821/Pid.B/2008/ PN/Medan)

5 77 139

View of Analisis Penentuan Harga Barang dan Hak Perlindungan Bagi Konsumen dalam UU No. 8 Pasal 4 Tahun 1999

0 0 24

UU No. 27 Tahun 2009 tentang MD3

0 0 188

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN KONSUMEN MENURUT UU No. 8 TAHUN 1999 A. Pengertian Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen - Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Pelabelan Produk Pangan Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999

0 9 44

Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Pelabelan Produk Pangan Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999

0 0 8

UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf

0 0 26