Proses Emosi dan Strategi Regulasi Emosi Remaja Terhadap Peristiwa Percobaan Bunuh Diri Orang Tua

(1)

Pedoman Wawancara A. Latar Belakang Subjek

1. Nama Subjek : 2. Usia Subjek :

B. Latar Belakang Percobaan Bunuh Diri Orang Tua

1. Coba kamu ceritakan bagaimana kronologi percobaan bunuh diri orang tua kamu?

2. Siapakah yang memberi tahu kejadian tersebut?

3. Mengapa orang tua kamu melakukan percobaan bunuh diri? C. Dampak Percobaan Bunuh Diri Orang Tua

1. Bagaimana perasaan kamu ketika orang tua kamu telah melakukan percobaan bunuh diri?

2. Bagaimana reaksi kamu ketika merasakannya?

3. Bagaimana hubungan kamu dengan orang tua setelah peristiwa percobaan bunuh diri?

4. Perubahan seperti apa yang kamu rasakan sebelum dan sesudah peristiwa percobaan bunuh diri orang tua kamu?

5. Bagaimana cara kamu menghadapi perubahan tersebut?

6. Bagaimana hubungan kamu dengan teman-teman terdekat dan orang lain setelah percobaan bunuh diri orang tua kamu?

D. Latar Belakang Regulasi Emosi

1. Bagaimana kamu menyadari hingga akhirnya kamu mulai untuk mengontrol emosi (regulasi emosi)?

2. Apakah ada yang mempengaruhi kamu untuk melakukan hal tersebut? E. Proses EmosiStrategi Regulasi Emosi

A) Situation


(2)

Situation Selection

5. Ketika kamu merasakan emosi negatif (marah, malu, jijik) terhadap percobaan bunuh diri orang tua kamu, apa yang kamu lakukan? 6. Bagaimana cara kamu mengontrol/mengatasi emosi negatif terebut?

Situation Modification

7. Bagaimana perasaan kamu, jika melihat sesuatu hal yang mengingatkan kamu terhadap percobaan bunuh diri orang tua kamu?

8. Bagaimana cara kamu mengatasinya? B) Attention

1. Setelah kejadian tersebut, bagaimana rutinitas kehidupan kamu sehari-hari? apakah terganggu?

2. Bagaimana perasaan kamu tentang peristiwa tersebut, jika kamu sedang melakukan kegiatan lain?

3. Kenapa hal itu bisa terjadi? Attentional deployment

4. Bagaimana cara kamu mengatasinya agar kamu tetap fokus pada rutinitas yang kamu lakukan sehari-hari?

C) Appraisal

1. Bagaimana pendapat kamu mengenai kejadian yang telah terjadi dalam hidup kamu setelah peristiwa tersebut?

2. Menurut kamu, kenapa hal tersebut bisa terjadi dengan kamu dan orang tua kamu?

Cognitive change

3. Bagaimana caranya kamu menilai dan memaknai peristiwa tersebut?


(3)

Response Modulation


(4)

PEDOMAN OBSERVASI

Nama Subjek :

Hari/tanggal Wawancara :

Waktu Wawancara :

Tempat Wawancara :

Wawancara Ke- :

No. Hal-hal yang diobservasi Keterangan

1. Penampilan fisik 2. Setting wawancara

3. Perilaku selama proses wawancara

4. Hal-hal yang sering dilakukan selama wawancara

5. Ekspresi wajah, gerak, mimik saat bicara


(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

DAFTAR PUSTAKA

American Foundation for Suicide Prevention. (2004). AFSP and NIMH Propose Research Agenda for Survivors of Suicide. Retrieved on April 1, 2015,

from http://www.afsp.org/index.

cfm?fuseaction=home.viewpage&page_id=2D9DF73E-BB25-0132-3AD7715D74BFF585.

Bonner, Charles. (2002). Emotion Regulation, Interpersonal Effectiveness, And Distree Tolerance For Adolescents: A Treatment Manual. University of Pittsburgh Health System: STAR-Center.

Brent, D.A. (2006). Adolescent Suicide and Suicidal Behavior. University Pittsburgh Medical Center. Journal of Child Psychology and Psychiatry 47:3/4, page 372-394.

Bryan, Heidi. (2011). After an Attempt: The Emotional Impact of a Suicide Attempt on Families. New York:Feelingblue.org.

Calkins, S. D. (2004). Temperament And Emotional Regulation: Multiple Models Of Early Development. In M. Beauregard (Ed.), Consciousness emotional self-regulation and the brain. Amsterdam, Netherlands: John Benjamins Publishing Company.

Carrion, Victor G. (2010). A Prospective Test of The Association Between Hyperarousal and Emotional Numbing in Youth With a History of Traumatic Stress. Journal of Clinical Child And Adolescent Psychology, Vol 32, No.1, 166-171

Cerel, J. Jordan, J.R. & Duberstein P.R. (2008). The Impact Of Suicide on the Family. Journal of the American Academy of Child and Adolescent Psychiatry, Vol. 29(1):38–44.

Cerel, J. & Roberts, T.A. (2005). Suicidal Behavior In The Family And Adolescent Risk Behavior. Journal of Adolescent Health, 36, 352–16. Eisenberg, N. (2000). Emotion, Regulation, And Moral Development. Annual

Review of Psychology, 51, 665–697.


(10)

Goleman, D. (2002). Kecerdasan Emosional. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Garrison, K. C. (2003). Psychology of Adolescence. New Jersey: Prentice Hall.

Gratz KL & Roemer L. (2004). Multidimensional assessment of emotion regulation and dysregulation: development, factor structure, and initial validation of the Difficulties in Emotion Regulation Scale. Journal Psychopathology Behav Assess. 2004;26(1):41–54. doi: 10.1023/ B:JOBA.0000007455.08539.94.

Gross, J. J. (1999). The Emerging Field Of Emotion Regulation: An Integrative Review. Review of General Psychology, 2, 271–299.

_________. (2002). Emotion Regulation: Affective, Cognitive and Social Consequence. Journal Of Psychophysiology, 39(2002), pg. 281-291.

_________. (2007). Handbook Of Emotion Regulation. New York: The Guilford Press.

_________. (2014). Handbook Of Emotion Regulation, Second Edition. New York: The Guilford Press.

Hurlock, B.E. (2007). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentan Kehidupan. Jakarta: P. Erlangga.

Khodijah. (2013). Fenomena Bunuh Diri Perspektif Psikologi Sosial. Jurnal Psikologi Sosial : Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Lahey, Benjamin B. (2007). Psychology An Introduction 9th edition. New York : McGraw-Hill Book Company.

Lazarus, R. S. (1999). Stress And Emotion: A New Synthesis. New York: Springer Publishing Company.

Maramis, W.F. (2010). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press. Surabaya.


(11)

Maris, Ronald. W., Bewman, A. L., & Silverman, M.M. (2000). The Theoretical Component in Suicidology. In Comprehensive Texbook of Suicidology. New York: Guilford.

Nurhera. (2012).Regulasi Emosi pada Orang tua yang Memiliki Anak Cerdas Istimewa. Journal Empathy.Vol 1 No. 2.

Papalia & Olds. (2004). Human Development. New York : McGraw-Hill Book Co.

Poerwandari, E. K. (2007). Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia. Depok : Lembaga Pengembangan Sarana dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia.

Rhmadani, Benny. (2013). Indonesia Tanpa Bunh Diri (online). Diakses pada

tanggal 5 Oktober 2015.

(http://www.kompasiana.com/bennybhai/indonesia-tanpa-bunuh-diri_551ff5f18133113d719de203).

Santrock, J.W. (2007). Adolescence, Eleventh Edition. 2007. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.

Silverman, Morton. (2006). The Language of Suicidology. The American Association of Suicidology: Journal Suicide and Life-Threatening Behavior Vol 36, page:519-532.

Sharma & Sunita. (2007). Emotional Stability of Visually Disabled in Relatiopn to Their Sudy Habitz. Aliargh Muslim University. Journal The Indian Academy Of Applied Psychology. Vol 32 no 1, 30-32.

Stuart, G.W. (2006). Principle and Practice of Psychiatric Nursing Edition 8 Missouri: Mosby Years Boo.

Surilena. (2005). Fenomena Bunuh Diri DI Indonesia. Jakarta: Perpustakaan Unika Atmajaya. Ma j. Kedob. Atma Jaya. Vol 14

Thompson, R. A. (1994). Emotional Regulation: a theme in search for definition. In. N. A. Fox, The Development of Emotion Regulation: Behavioral and Biological Consideration.


(12)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian Kualitatif

Percobaan bunuh diri merupakan fenomena sosial yang berawal dari munculnya ketidakstabilan individu dalam menjalani kehidupan. Percobaan bunuh diri terjadi ketika individu mencoba untuk berperilaku mengancam hidupnya dengan menyakiti dirinya sendiri namun belum mengakibatkan kematian (Silverman, 2006). Percobaan bunuh diri memiliki dampak negatif tidak hanya pada pelaku tetapi juga pada anggota keluarga pelaku terkhusus pada anak-anak usia remaja. Dampak negatif yang terjadi pada anak-anak yaitu anak cenderung memunculkan emosi-emosi negatif seperti marah, sedih dan kecewa sehingga dapat menggangu kondisi psikologis dan kemampuan sosial anak.

Fokus penelitian ini adalah melihat gambaran regulasi emosi pada remaja yang mengalami peritiwa percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh orang tuanya. Melihat dampak negatif tersebut, anak-anak usia remaja perlu melakukan regulasi emosi untuk mengontrol emosi-emosi negatif yang terjadi pada mereka terhadap perstiwa percobaan bunuh diri orang tuanya.

Menelaah lebih lanjut, strategi regulasi emosi setiap individu memiliki perbedaan, hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terjadi pada individu. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian studi kasus intrinsik. Penelitian studi kasus intrinsik


(13)

dilakukan peneliti bertujuan untuk memahami kasus secara lebih utuh, tanpa harus untuk menghasilkan konsep atau teori untuk upaya menggenelarisasi (Poerwandari, 2007). Regulasi emosi pada remaja terhadap percobaan bunuh diri oleh orang tuanya merupakan fenomena yang umum akan tetapi menjadi khusus karena menekan subjek penelitian sehingga penelitian menjadi khusus dalam suatu konteks yang dibatasi.

Penelitian kualitatif digunakan karena regulasi emosi merupakan suatu hal yang bersifat subjektif pada diri individu sehingga diperlukan suatu pendekatan yang dapat memahami dan menggali secara mendalam mengenai regulasi emosi pada individu khususnya remaja terhadap percobaan bunuh diri orang tuanya. Menurut Poerwandari (2007), penelitian kualitatif diharapkan dapat memperoleh suatu pemahaman yang menyeluruh mengenai fenomena yang diteliti sehingga dapat melihat permasalahan lebih mendalam.

B. Metode Pengambilan Data

Penelitian kualitatif bersifat lebih terbuka dan tidak kaku. Metode dalam pengambilan data penelitian kualitatif yang digunakan juga beragam, hal ini disesuaikan dengan masalah tujuan penelitian dan sifat objek yang diteliti (Poerwandari, 2007). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan observasi. Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara yang dilakukan peneliti untuk memperoleh pengetahuan


(14)

mengenai makna-makna subjektif yang dipahami subjek berkenaan dengan topik yang diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap topik tersebut (Poerwandari, 2007). Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman umum yang didasarkan dari teori yaitu regulasi emosi dari James Gross.

Jenis pertanyaan yang digunakan dalam wawancara adalah open ended question, yaitu pertanyaan yang memungkinkan subjek memberikan jawaban yang luas dan berbicara lebih banyak mengenai topik tanpa diarahkan untuk memberikan jawaban yang diinginkan. Selama proses wawancara, peneliti juga melakukan observasi pada subjek. Tujuan dari observasi adalah mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, individu-individu yang terlibat dan makna kejadian dilihat dari perspektif individu yang terlibat dalam suatu peristiwa yang diamati.

C. Subjek, Jumlah dan Lokasi Penelitian 1. Karakteristik Subjek

Adapun karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah:

a. Anak yang mengalami kejadian atau peritiwa percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh salah satu atau kedua orang tuanya.

Fokus kasus yang menjadi dasar penelitian ini adalah anak yang mengalami peristiwa percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh orang tuanya. Orang tua yang melakukan percobaan bunuh diri


(15)

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah salah orang tuanya, baik itu figur ayah maupun ibu.

b. Anak adalah remaja berusia 13-18 tahun.

Rentang usia dalam penelitian ini adalah usia remaja 13-18 tahun. Menurut Hurlock (2007), masa remaja dibagi menjadi dua bagian yaitu awal dan akhir masa remaja. Awal remaja berlangsung dari 13-16 tahun dan akhir remaja dari usia 16-18 tahun yaitu usia matang secara hukum. Selain itu, perkembangan emosi pada remaja berada pada masa fluktuasi emosi. Pada masa ini remaja mengalami ketidakstabilan emosi dari sepanjang waktu (Santrock, 2007)

2. Jumlah Subjek

Jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak 3 orang. Hal ini dikarenakan peneliti menganggap 3 orang tersebut mewakili penelitian untuk mendalami dan memahami fenomena yang akan diteliti.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di kota Medan, Sumatera Utara. Kota Medan dipilih sebagai lokasi penelitian dikarenakan tempat terdekat dan dapat dijangkau oleh peneliti. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara di rumah subjek atau tempat yang diingikan oleh subjek penelitian.


(16)

D. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengambilan sampel berdasarkan teori, atau berdasarkan konstruk operasional (theory-based operational construct sampling). Subjek penelitian ini dipilih dengan kriteria tertentu, berdasarkan teori atau konstruk operasional sesuai dengan tujuan penelitian. Teknik ini dilakukan agar subjek benar-benar mewakili fenomena yang dipelajari. Tujuan dari penelitian ini adalah memahami gambaran strategi regulasi emosi remaja yang mengalami peristiwa percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh orang tuanya.

E. Alat Bantu Pengumpulan Data

Hasil wawancara merupakan kunci untuk mengolah data dalam penelitian kualitatif. Untuk mempermudah dalam mengumpul data, maka peneliti membutuhkan alat bantu yang dapat memadai dan membantu peneliti. Peneliti menggunakan alat bantu perekam suara (tape recorder), pedoman wawancara, dan pedoman observasi.

Peneliti dilengkapi dengan (tape recorder) digunakan untuk merekam seluruh hasil wawancara (Poerwandari, 2007). Penggunaan perekam suara harus meminta persetujuan dari subjek sesuai dengan informend consent yang pedoman wawancara ketika proses wawancara berlangsung. Pedoman wawancara digunakan untuk membantu mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang akan dibahas. Pedoman wawancara juga menjadi daftar


(17)

pengecek (checklist) mengenai aspek-aspek yang relevan yang telah dibahas atau ditanyakan (Poerwandari, 2007).

Peneliti juga menggunakan pedoman observasi, hal ini bertujuan untuk memungkinkan peneliti memperoleh data mengenai hal-hal atau sebab yang tidak diungkapkan oleh subjek peneliti secara terbuka dalam wawancara (Poerwandari, 2007). Pedoman observasi membantu peneliti untuk mendeskripsikan secara akurat terhadap fenomena yang muncul pada subjek dan juga bermanfaat untuk melihat kenyaman subjek terhadap proses wawancara serta rapport yang dibangun oleh peneliti.

F. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap persiapan penelitian, peneliti melakukan beberapa hal yang diperlukan untuk melaksanakan penelitian, yaitu sebagai berikut.

a. Mengumpulkan data

Peneliti mengumpulkan berbagai informasi dan teori yang berhubungan dengan regulasi emosi pada remaja dan percobaan bunuh diri, baik dari buku, jurnal, dan artikel-artikel.

b. Menyusun pedoman wawancara

Pedoman wawancara disusun berdasarkan teori yang telah diperoleh yang digunakan untuk mengarahkan peneliti dalam wawancara dan membuat pertanyaan yang sesuai dengan topik yang ingin diteliti. Pedoman wawancara dimulai dengan menyusun landasan teori mengenai regulasi emosi, proses emosi yang kemudian memunculkan


(18)

strategi regulasi emosi. Landasan teori tersebut kemudian disusun menjadi sejumlah pertanyaan yang menjadi pedoman wawancara untuk membantu peneliti mengumpulkan data.

c. Mempersiapkan alat-alat penelitian

Alat-alat yang dipersiapkan agar mendukung proses pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kertas yang berisi pedoman wawancara, perekam suara (tape recorde/smartphone) dan alat tulis.

d. Persiapan untuk mengumpulkan data

Peneliti menghubungi calon subjek penelitian untuk menjelaskan tentang penelitian yang dilakukan dan menanyakan kesediaannya untuk berpartisipasi dalam penelitian (informed consent).

Peneliti mencari subjek penelitian dengan cara mengunjungi beberapa sekolah yang peneliti ketahui di sekitar kota Medan. Selanjutnya, peneliti mencari guru Bimbingan Konseling (BK) di sekolah-sekolah tersebut dan menjelaskan keperluan peneliti. Guru BK di sekolah tersebut kemudian memberikan informasi mengenai calon subjek yang sesuai dengan kriteria penelitian. Setelah mendapatkan informasi dari guru BK tersebut, peneliti kemudian menemui subjek dan mencoba untuk menjelaskan maksud dan tujuan dari peneliti. Selanjutnya peneliti berusaha untuk mendapatkan kesediaan subjek agar dapat berpatisipasi dalam penelitian ini.


(19)

e. Membangun rapport dan menentukan jadwal wawancara

Setelah memperoleh kesediaan dari subjek penelitian (informed consent), peneliti dan subjek menentukan dan menyepakati waktu dan lokasi bertemu selanjutnya untuk melakukan wawancara penelitian. 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pada tahap pelaksanaan penelitian, peneliti pertama sekali membangun rapport dengan subjek dan memastikan kesediaan subjek untuk ikut dalam penelitian. Peneliti melakukan rapport dengan mengetahui kegiatan serta sosial media yang dimiliki subjek. Peneliti berusaha untuk mendekatkan diri dan mulai untuk berteman dengan baik kepada subjek. Hal ini dilakukan agar subjek merasa aman dan percaya kepada peneliti. Setelah rapport antara peneliti dan subjek telah terbangun dengan baik, dilanjutkan dengan proses pengambilan data dengan melakukan wawancara dan observasi. Percakapan pada proses wawancara berlangsung akan direkam menggunakan tape recorder mulai dari awal sampai akhir percakapan dan tambahan dari hasil pencatatan oleh peneliti. Sebelum melakukan proses wawancara, peneliti membuat jadwal pertemuan yang telah disepakati bersama dengan subjek.

Wawancara subjek I

Wawancara subjek I pertama kali dilaksanakan pada hari Selasa, 5 April 2016, pukul 10.00-11.46 WIB. Wawancara dilaksanakan di salah satu cafe yang berada di dekat rumah subjek. Wawancara kedua


(20)

dilaksanakan pada hari Rabu, 6 April 2016, pukul 17.14-18.00 WIB. Wawancara dilaksanakan di taman kota yang berada di Kota Medan. Wawancara ketiga dilaksanakan di salah satu cafe di Kota Medan pada hari Sabtu, 9 April 2016 pukul 13.06-15.07 WIB. Selanjutnya, wawancara terakhir dilaksanakan pada hari Selasa 19 April 2016, pukul 17.11-17.58 WIB di salah satu cafe yang letaknya tidak jauh dari rumah subjek.

Wawancara Subjek II

Wawancara subjek II pertama kali dilakukan pada hari Kamis, 14 April 2016, pukul 10.49-12.45 WIB. Wawancara dilaksanakan di salah satu cafe di Kota Medan. Wawancara kedua dilaksanakan pada hari Sabtu, 16 April 2016, pukul 16.50-18.22 WIB di salah satu cafe terdekat di daerah rumah subjek. Wawancara ketiga dilaksanakan pada hari Senin, 18 April 2016 dimulai pukul 14.14-15.25 WIB di tempat yang sama pada wawancara kedua yaitu di cafe tedekat daerah rumah subjek. Wawancara keempat dilaksanakan pada hari Jumat, 22 April 2016 pukul 17-04-18.00 WIB. Lokasi wawancara masih sama pada wawancara kedua dan ketiga yaitu salah satu cafe terdekat di daerah rumah subjek.

Wawancara Subjek III

Wawancara subjek III yang pertama dilaksanakan pada hari Minggu, 24 April 2016 dimulai pukul 11.40-13.00 WIB di salah satu cafe Kota Medan. Wawancara kedua dilaksanakan pada hari Selasa, 26 April


(21)

2016 pukul 15.46-16.58 WIB di salah satu cafe Kota Medan. Wawancara ketiga dilaksanakan pada hari Jumat, 6 Mei 2016 pukul 16.35-18.00 WIB di salah cafe di Kota Medan. Wawancara terakhir dilakasanakan pada hari Minggu, 8 Mei 2016 dimulai pukul 15.04-16.00 WIB. Lokasi wawancara keempat dilaksanakan di salah satu taman kota Medan.

3. Tahap Pencatatan Data

Pada tahap pencatatan data, peneliti menggunakan alat perekam suara dan alat tulis untuk memudahkan peneliti mencatat dan menyimpan data yang diperoleh secara lebih akurat dan dipertanggungjawabkan. Hasil rekaman suara kemudian data akan ditanskipkan secara verbatim dan dianalisa. Trankip adalah salinan dari hasil wawancara dalam bentuk suara yang kemudian dipindahkan ke dalam bentuk verbatim. Setelah peneliti selesai melakukan pencatatan data, selanjutnya peneliti membuat koding berdasarkan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil koding akan membantu peneliti untuk menganalisa dan mengintrepretasi data yang telah diperoleh. Berikut contoh kode yang digunakan: S1.W2.06042016 dan A.B108.H5. S1 adalah subjek 1; W2 berarti wawancara kedua; 06042016 adalah kode tanggal pelaksanaan wawancara; A berarti kode untuk tema yang berasal dari teori penelitian; B108 menunjukkan kutipan danri baris ke 108; H5 yaitu halamam ke lima.


(22)

G. Kredibilitas Penelitian

Kredibilitas merupakan istilah yang digunakan dalam penelitian kualitatif untuk menggantikan konsep validitas. Kredibilitas penelitian kualitatif terletak pada keberhasilannya mencapai maksud mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks (Poerwandari, 2007). Kredibilitas penelitian ini nantinya terletak pada keberhasilan penelitian dalam mengungkapkan gambaran strategi regulasi emosi pada remaja terhadap percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh orang tuanya

Peneliti akan mendokumentasikan secara lengkap, rapi dan menjaga kualitas data yang telah didapatkan dari hasil lapangan yang terjadi. Peneliti juga menggunakan profesional judgement yang dilakukan oleh ahli untuk memastikan data didapat sesuai dan tepat. Peneliti juga akan melakukan konfirmasi kembali kepada subjek mengenai data dan analisa data.

H. Prosedur Analisa Data

Menurut Poerwandari (2007), ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam analisa data dalam penelitian kualitatif, yaitu sebagai berikut:

1. Organisasi Data

Tahap awal yang dilakukan dalam analisa data adalah mengorganisasikan data. Data kualitaif yang sangat beragam dan banyak, peneliti perlu mengorganisasikan data dengan rapi, sistematis, dan lengkap. Sebelum melakukan organisasi data, peneliti terlebih


(23)

peneliti. Pada tahap ini, peneliti menuliskan semua hasil wawancara yang diperoleh kedalam bentuk verbatim sesuai dengan isi suara yang direkam dan diurutkan dengan rapi. Setelah menulis verbatim, peneliti membuat refleksi-refleksi terhadap jawaban yang kurang tepat atau tidak jelas, kemudian untuk dipertanyakan kemabali kepada subjek. Hasil observasi yang diperoleh peneliti akan dijabarkan dalam bentuk narasi untuk mendukung hasil wawancara yang diperoleh.

2. Koding

Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan dan mensistemasi data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan dengan lengkap gambaran tentang topik yang dipelajari. Pada tahap ini, peneliti melakukan koding dengan memberikan kode-kode pada transkip wawancara untuk menemukan strategi regulasi emosi dari data yang diperoleh. Setelah melakukan koding, peneliti menganalisis data awal yaitu melakukan pemadatan faktual dan menemukan tema-tema sehingga dapat mendeskripsikan fenomena penelitian dengan cara memahami (membaca berulang-ulang) hasil transkip data.

3. Analisis Tematik

Peneliti menggunakan analisis tematik untuk memungkinkan peneliti menemukan pola yang tidak dapat dilihat oleh pihak lain secara jelas. Pola atau tema tersebut ditampilkan secara acak dalam kumpulan


(24)

informasi. Menurut Poerwandari (2007), analisa tematik merupakan suatu proses mengkode informasi, yang dapat menghasilkan daftar tema, model tema atau indikator yang kompleks, kualisifikasi terkait dengan tema tersebut atau hal-hal di antara atau gabungan dari yang telah disebutkan.

Analisa tematik dari penelitian ini yaitu proses emosi dan strategi regulasi emosi pada remaja terhadap percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh orang tuanya. Tema-tema yang mendukung penelitian ini yaitu latar belakang percobaan bunuh diri orang tua, dampak dari percobaan bunuh diri orang tua dan latar belakang melakukan regulasi emosi.

Berikut pedoman kode analisa tematik penelitian;

Proses Emosi

A. Situation

B. Attention

C. Appraisal

D. Response

Strategi Regulasi Emosi


(25)

B1. Attentional Deployment

C1. Cognitive Change

D1. Response Modulation

E. Latar belakang/kronologi percobaan bunuh diri E1. Penyebab percobaan bunuh diri

F. Dampak percobaan bunuh diri 4. Pengujian Terhadap Dugaan

Mempelajari data peneliti mengembangkan dugaan-dugaan yang juga merupakan kesimpulan-kesimpulan sementara. Dugaan yang dikembangkan tersebut juga harus dipertajam dan diuji ketepatannya. Setelah peneliti mendapatkan tema-tema dan pola-pola muncul dari data, kemudian peneliti menuliskan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang fokus pada tujuan penelitian, Tahap selanjutnya, peneliti mempelajari kembali sumber data lalu peneliti membuat dinamika atau skema untuk mendeskripsikan kesimpulan dari hasil data.

5. Tahapan Interpretasi/analisis

Menurut Kvale (dalam Poerwandari, 2007), intrepertasi mengacu pada upaya memahami data secara lebih ekstensif dan lebih mendalam. Peneliti memiliki perspektif mengenai penelitian yang sedang diteliti dan menginterpretasi data melalui perspektif tersebut. Pada tahap interpretasi, peneliti memaknai penelitian ini berdasarkan hasil data yaitu pernyataan yang sebenarnya dari subjek dengan landasan teori


(26)

strategi regulasi emosi oleh James Gross. Interpretasi dilakukan untuk memaknai setiap pernyataan yang disampaikan oleh subjek dan kemudian menyusun pernyataan yang memiliki makna yang sama pada konsep yang telah ditentukan, yaitu proses emosi dan strategi regulasi emosi.


(27)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan membahas hasil analisa wawancara dalam bentuk narasi untuk memberikan gambaran pada pembaca dalam memahami regulasi emosi pada remaja yang mengalami percobaan bunuh diri orang tuanya. Hasil data yang diperoleh akan dijabarkan, dianalisa dan diinterpretasikan per-subjek oleh peneliti, kemudian disesuaikan dengan teori yang telah dijabarkan dalam Bab II Landasan Teoritis.

Setiap bagian analisa akan diberi kode-kode tertentu. Salah satu contoh kode yang diguanakan misalnya: S1.W1.05042016.A1.B115.H5. Maksud dari kode ini adalah; S1 adalah subjek pertama; W1 merupakan wawancara yang dilakukan pertama; 05042016 yaitu tanggal dilaksanakannya wawancara; A1 adalah koding mengenai analisa tematik berdasarkan teori; B115 berarti kutipan dari baris ke 115 dan; H5 adalah halaman dari kutipan verbatim.

Gambaran Umum Subjek Penelitian

Subjek I Subjek II Subjek III

Nama (Inisial) VH RN FW

Usia 16 Tahun 17 Tahun 16 Tahun

Jenis Kelamin Perempuan Perempuan Laki-laki

Pendidikan Sekarang

SMA SMA SMA


(28)

A. Hasil 1. Subjek I

a. Hasil Observasi 1) Wawancara I

Selasa, 05 April 2016 pukul 10.00-11.46 WIB

Wawancara pertama kali dilakukan di salah satu cafe yang berada di dekat rumah subjek yaitu berada di jalan Marelan Kota Medan. Cafe berukuran cukup luas dan memiliki 2 lantai dengan dekorasi berwarna ungu dan putih. Cafe ini meyediakan berbagai macam minuman jenis coffee dan teh serta berbagai dessert. Lokasi tempat duduk pertemuan subjek dan peneliti berada di Lantai 2. Di lantai 2 cafe hanya terdapat 5 spot tempat pelanggan yang disusun secara paralel untuk menikmati hidangan dan suasana luar cafe yaitu pemandangan jalanan lalu lintas. Spot tempat subjek dan peneliti bertemu terletak di sudut sebelah kiri dari tangga naik yang berdekatan dengan jendela yang langsung mengarah pada pemandangan jalanan lalu lintas. Terdapat dua buah kursi yang saling berhadapan dan meja makan, di meja terdapat vas bunga berwarna biru muda dan bunga mawar kertas berwarna merah.

Subjek memiliki kulit berwarna sawo matang, dengan tinggi kurang lebih 163 cm. Secara fisik subjek tergolong memiliki tubuh yang kurus. Ini terlihat dari berat badan subjek sekitar 55 kg, bentuk wajah yang tirus dan pinggul yang kecil. Subjek memiliki hidung yang mancung dan rambut sebahu berwarna hitam kilau. Subjek memakai baju kemeja


(29)

kotak-kotak berwarna merah dan hitam yang dipadukan dengan celana jeans panjang berwarna hitam sepatu flat berwarna hitam pada hari tersebut. Selain itu, subjek memakai aksesoris jam tangan berwarna putih dan anting berbentuk bulat dengan ukuran kecil berwarna biru muda.

Sebelum wawancara dimulai, subjek dan peneliti terlebih dahulu saling menyapa dan menanyakan kabar masing-masing. Peneliti juga mulai membangun rapport kepada subjek dengan menanyakan kegiatan-kegiatan yang di lakukannya. Setelah peneliti merasa subjek sudah mulai merasa nyaman dan juga mulai berbicara dengan nada yang santai kepada peneliti. Peneliti mencoba secara bertahap bertanya mengenai peristiwa percobaan bunuh diri ayahnya.

Ketika pertanyaan mengenai peristiwa percobaan bunuh diri ayahnya dimulai subjek tampak mengenggam kedua tangannya dan tersenyum tipis kepada peneliti, tampak subjek yang gugup dan sedikit terkejut mendengar pertanyaan peneliti. Awalnya subjek mampu menjawab pertanyaan peneliti dengan cukup baik, terlihat dari cara berbicara subjek yang lancar dan tidak terhenti karena kebingungan. Seiring dengan berjalannya proses wawancara, subjek menunjukkan wajah yang tenang. Hal ini terlihat dari cara berbicara subjek yang perlahan dan santai dan sesekali tersenyum ketika berbicara. Selama proses wawancara tampak subjek sesekali memainkan bunga mawar kertas yang berada di depannya dan juga meminum minuman coffee yang sudah di pesan sebelumnya. Hal ini tampak subjek sedang mengalihkan perasaanya yang kecewa dan marah


(30)

terhadap ayahnya ketika peneliti bertanya mengenai penyebab percobaan bunuh diri dan hubungan dirinya dengan ayahnya.

Kondisi dan suasana dalam cafe sangat kondusif dan tenang. Hal ini terlihat dari ruangan yang tidak terlalu berisik dan tidak terlalu banyak orang yang berada di cafe tersebut, sehingga membuat subjek nyaman untuk berbicara dan menjawab pertanyaan peneliti dengan lancar tanpa ada gangguan. Perilaku yang cukup konsisten ditunjukkan subjek dari awal sampai akhir wawancara adalah gerakan tangan subjek yang memegang benda ketika berbicara.

2) Wawancara II

Rabu, 06 April 2016 pukul 17.14-18.00 WIB.

Wawancara kedua dilakukan di salah satu taman kota yang berada di Kota Medan. Taman berukuran sangat luas yang di tengah-tengah taman terdapat kolam air mancur yang berukuran bulat dan cukup besar. Di taman terdapat beberapa pohon yang rindang dan bunga-bunga yang menghiasi setiap sisi taman. Selain itu, terdapat beberapa bangku panjang di setiap sisi taman yang terbuat dari batu dan semen. Wawancara dilaksanakan pada sore hari, sehingga suasana di sekitar lokasi nyaman dengan udara yang sejuk disertai semilir angin. Tempat duduk ketika wawancara berlangsung antara subjek dan peneliti tidak jauh dari kolam air mancur dengan jarak sekitar 3 meter. Jarak duduk antara subjek dan peneliti sekitar 20 cm dan subjek berada di sebelah kiri peneliti dengan menghadap pemandangan kolam air mancur.


(31)

Wawancara hari kedua subjek memakai baju kaos berwarna berlengan pendek dengan dan bawahan celana jeans panjang berwarna hitam serta sepatu flat berwarna hitam. Selain itu, subjek menggunakan aksesoris yang sama pada hari wawancara pertama dilaksanakan, yaitu jam tangan berwarna putih dan anting berbentuk bulat dengan ukuran kecil berwarna biru muda.

Saat wawancara berlangsung, subjek tampak lebih bersemangat dari sebelumnya. Saat subjek bertemu dengan peneliti, ia langsung memeluk dan menjabat tangan peneliti dengan sopan. Proses wawancara dimulai, tampak senyum dan juga wajah yang kaku mengindikasikan kegugupan subjek. Peneliti mencoba untuk mencairkan suasana dengan melemparkan candaa agar subjek tertawa dan mengurangi kegugupannya.

Pertanyaan mengenai peristiwa ayahnya kembali peneliti tanya kepada subjek, tampak subjek terdiam sejenak dan mengalihkan pandangannya. Namun, subjek masih dapat menjawab dengan tenang setiap pertanyaan yang diajukan. Hal ini terlihat dari cara berbicara subjek yang lebih tegas, volume suara yang lebih kuat namun tidak berteriak. Tampak gesture tubuh subjek yang lebih banyak bergerak, seperti gerakan tangan yang bergerak ke segala arah dan mata yang fokus pada peneliti ketika berbicara. Hal ini menunjukkan subjek mulai fokus dan serius menjalani proses wawancara dan menegaskan inforamsi yang disampaikannnya. Namun, pada pertengahan wawancara sempat terhenti, ini disebabkan handphone milik subjek berdering yang merupakan


(32)

panggilan telpon dari temannya. Setelah subjek mengangkat panggilan telpon dari temannya, proses wawancara kembali dilaksanakan dengan lancar sampai akhir wawancara.

Selama wawancara, subjek sesekali menggerakkan kakinya dengan gerakan kecil ketika mendang batu berukuran kecil yang berada di depannya. Hal ini dilakukan subjek untuk mengalihkan rasa kesal dan kekecewaan terhadap ayahnya. Namun, dibalik rasa kesal dan kecewa tersebut, subjek berusaha untuk tetap tersenyum dan menampilkan tawanya kepada peneliti.

Subjek menunjukkan wajah yang murung dan menundukkan pandangannya ketika peneliti mulai bertanya mengenai keluarga dan ayahnya. Beberapa kali subjek hanya diam dan menghembuskan napas ketika peneliti bertanya mengenai hubungan subjek dan ayahnya. Subjek juga tampak sedih, terlihat dari mata subjek yang berkaca-kaca ketika peneliti bertanya perasaan subjek terhadap ayahnya. Selama proses wawancara kedua berlangsung berjalan dengan baik, tanpa ada gangguan atau hambatan. Suasana yang teduh dan sejuk membuat subjek merasa nyaman dan mulai membuka diri kepada peneliti.

3) Wawancara III

Sabtu, 09 April 2016 pukul 13.06-15.07 WIB.

Wawancara ketiga dilaksanakan di salah satu cafe yang berada di kota Medan. Lokasi cafe berada di jalan Halat, Kota Medan. Cafe dengan ukuran luas dan hanya memiliki satu lantai dasar. Terdapat sekitar 30 spot


(33)

tempat duduk pelanggan yang disusun rapi berbentuk pola persegi panjang dengan kolom terdapat 6 spot dan baris terdapat 5 spot. Posisi spot subjek dan peneliti duduk berada di bangku nomor 15 yang terletak di kolom pertama dari pintu masuk dan baris terakhir. Spot tempat subjek dan peneliti bertemu terdapat 2 buah kursi dan 1 meja makan yang saling berhadapan. Kursi serta meja tersebut terbuat dari kayu dan berwarna cokelat muda. Jarak pandang antara subjek dan peneliti sekitar 50 cm. Subjek dan peneliti kemudian memesan dua gelas minuman yang sama yaitu milkshake rasa cokelat dan 1 porsi sedang kentang goreng.

Wawancara hari ketiga, subjek menggunakan baju kemeja polos berwarna merah jambu berbahan kain sifon dan berlengan panjang, seperti biasanya subjek menggunakan bawahan celana jeans panjang berwarna hitam dan sepatu flat berwarna hitam. Namun, pada hari tersebut subjek tidak menggunakan jam tangannya yang berwarna putih tetapi tetap memakai anting yang sama di wawancara sebelumnya.

Selama wawancara berlangsung, subjek menunjukkan sikap yang sama pada wawancara kedua. Subjek tampak bersemangat terlihat dari cara menyambut peneliti ketika masuk ke dalam cafe dan duduk bersama peneliti. Subjek tersenyum dan menanyakan kabar kepada peneliti dengan nada yang ramah dan lebih bersahabat. Proses wawancara dimulai, peneliti mulai menayakan kabar mengenai orang tuanya. Berbeda dari sebelumnya, subjek tidak menujukkan wajah terkejut maupun gugup. Subjek tampak lebih tenang ketika menjelaskan kepada peneliti. Terlihat dari posisi duduk


(34)

subjek yang menyadarkan tubunya ke sandaran kursi sembari menatap peniliti ketika berbicara.

Ketika berbicara subjek tampak lebih baik dari sebelumnya. Volume suara yang tegas diikuti dengan gerakan tangannya ke berbagai arah pada saat berbicara dan sesekali tersenyum, tertawa kepada peneliti. Subjek mulai membuka diri dengan menjawab lebih lancar dari sebelumnya terhadap pertanyaan yang diajukan. Namun, subjek menunjukkan sikap yang sama pada wawancara kedua ketika peneliti menanyakan hubungan keluarga subjek dan mengenai ayahnya. Subjek tidak dapat menyembunyikan perasaan sedih dan malu kepada ayahnya. Hal ini terlihat dari tubuh subjek yang menundukkan kepalanya dan mengalihkan pandangannya dari wajah peneliti ketika berbicara mengenai ayahnya. Subjek sesekali memainkan sedotan minumannya dan memainkan handphone ketika pertengahan wawancara. Hal ini disebabkan subjek mulai tidak nyaman ketika peneliti berbicara mengenai ayahnya. Selain itu, tampak subjek mengepal tangannya dan bola matanya mulai membesar, ketika peneliti bertanya mengenai orang-orang yang mengungkit masalah ayahnya. Wajah subjek memerah dan sesekali memiringakan sudut kiri bibir atasnya ketika menyebut orang-orang yang mengungkit masalah ayahnya. Subjek tampak sangat marah ketika mengingat orang-orang tersebut. Nmaun, subjek tetap menjawab pertanyaan yang diajukan walaupun kurang nyaman dengan pertanyaan peneliti.


(35)

4) Wawancara IV

Selasa, 19 April 2016 pukul 17.11-17.58 WIB

Lokasi wawancara keempat dilaksanakan sama dengan lokasi pada wawancara pertama yaitu di salah satu cafe yang berada di jalan Marelan, Kota Medan. Suasana dan kondisi cafe terlihat sama dengan sebelumnya, dekorasi cafe tetap berwarna unggu dan putih. Spot tempat subjek dan peneliti juga sama seperti di wawancara pertama yaitu di lantai 2, terletak di sudut sebelah kiri dari tangga naik yang berdekatan dengan jendela yang langsung mengarah pada pemandangan jalanan lalu lintas.

Subjek mengenakan baju kaos berwarna orange berlengan panjang yang dipadukan dengan bawahan rok selutut berwarna hitam dan sepatu flat berwarna hitam yang sama dikenakan subjek pada tiga pertemuan sebelumnya. Subjek tampak mengenakan jam tangan berwarna putih dan juga anting berwarna biru muda berbentuk bulat dengan ukuran kecil yang selalu dipakainya ketika wawancara sebelumnya.

Selama proses wawancara berlangsung subjek tampak duduk dengan tenang dan sesekali tersenyum, tertawa dan melihat wajah peneliti ketika berbicara. Subjek menunjukkan sikap yang kooperatif dan nyaman ketika berbicara dan mendengarkan peneliti. Terlihat dari penyambutan subjek kepada peneliti yang hangat dan memeluk peneliti sambil menujukkan senyumnya. Selain itu juga, tampak dari cara berbicara subjek yang tegas namun santai ketika menjawab pertanyaan yang diajukan.


(36)

Subjek tetap menunjukkan sikap yang tidak nyaman dan mulai terlihat murung yang menunjukkan kesedihan subjek ketika berbicara mengenai ayahnya. Subjek terkadang menghela napas jika peneliti bertanya kembali mengenai kondisi ayahnya. Sikap subjek tersebut menunjukkan bahwa ia mulai bosan jika ditanya mengenai ayahnya. Saat pertengahan wawancara sempat terhenti karena subjek terganggu dengan salah satu pelanggan cafe yang sedang memarahi salah satu pramusaji di cafe tersebut. Setelah suasana kembali tenang tanpa ada gangguan suara yang ribut, subjek kembali fokus mendengarkan peneliti dan menjawab pertanyaan yang diajukan.

Selama proses wawancara dengan subjek I yang terdiri dari empat sesi, berjalan dengan baik. Subjek cukup menerima dan membuka diri untuk menjawab pertanyaan yang diajukan dari wawancara pertama sampai akhir wawancara. Awalnya subjek tampak merasa sedikit tidak nyaman dan gugup dengan peneliti karena subjek takut akan pertanyaan yang diajukan peneliti. Oleh karena itu, peneliti berusaha untuk membangun rapport sebelum wawancara di mulai pada setiap sesi pertemuan. Selama proses wawancara berlangsung, subjek menunjukkan gerakan tangan ke segala arah. Sesekali memainkan benda yang berada di depannya ketika berbicara dan mengalihkan pandangannya dari peneliti. Hal ini menunjukkan, masih adanya muncul emosi marah, kecewa serta kesal kepada ayahnya. Selain itu, peneliti cukup kesulitan mengatur jadwal yang sesuai dengan subjek, hal ini dikarenakan subjek dan peneliti memiliki kesibukkan masing-masing. Namun, pada akhirnya subjek dan


(37)

peneliti mempunyai waktu yang tepat untuk bertemu tanpa memberatkan satu sama lain.

b. Hasil Wawancara b.1 Latar Belakang

VH (nama inisial) adalah seorang anak perempuan berusia 16 tahun yang juga seorang siswi SMA kelas 2 di salah satu Sekolah Negeri di Kota Medan. VH adalah anak ketiga dari empat bersaudara. VH memiliki kakak laki-laki berumur 26 tahun yang bekerja sebagai salah satu karyawan di tempat penyimpanan barang bekas dan kakak perempuan berumur 20 tahun yang bekerja sebagai karyawan di salah satu toko baju di Jakarta. Selain itu VH juga memiliki seorang adik laki-laki berumur 10 tahun dan sekarang duduk di bangku SD Negeri Kota Medan.

VH berasal dari keluarga yang sederhana. Ibu VH adalah seorang pedagang baju bekas di salah satu kios di pasar tradisional, Kota Medan. Ayah VH dahulunya adalah seorang pedagang pakaian siap pakai di salah satu pasar sentral Kota Medan. Namun, sekarang ayah VH sudah tidak berdagang lagi setelah mengalami kebangkrutan yang saat itu VH masih berusia sekitar 4 tahun.

Ayah VH dulu ada seorang pedagang yang terbilang cukup sukses di salah satu pasar sentral di Kota Medan. Namun, seiring bertambahnya persaingan dalam perdagangan membuat usaha ayah VH harus gulung tikar. Berbagai usaha telah dilakukan ayahnya untuk menyelamatkan sumber mata pencaharian keluarganya. Salah satunya adalah dengan meminjam uang yang cukup besar untuk menambah modal usaha. Namun, takdir berkata lain usaha ayah VH tidak dapat diselamatkan


(38)

dan akhirnya bangkrut. Usaha yang bangkrut dan memiliki hutang yang cukup besar membuat ayah VH menjadi stres bahkan depresi. Hal ini terlihat dari sikap ayah VH yang mulai menyendiri dan tekadang menangis. VH yang masih kanak-kanak tidak memahami kondisi keluarganya. Ia hanya mengerti bahwa ayahnya sudah tidak berjualan lagi. Permasalahan ekonomi yang dihadapi ayah VH membuat ayahnya kehilangan harapan dan motivasi untuk bangkit kembali. Hal ini lah yang memicu ayahnya untuk mengakhiri hidupnya. Ayah VH melakukan percobaan bunuh diri dengan cara meminum cairan racun serangga. Berikut penuturan VH;

“Usaha toko baju jadi gitu kak dipajak sentral. Nah, uda lama juga jualan disitu. Tapi gak tau kenapa, gak jalan usaha dia, berhutang, stres lah dia

kak..”

(S1.W1.05042016.E1.B355-359.H15) Percobaan yang dilakukan oleh ayahnya terjadi ketika ia masih duduk di bangku SD kelas 4. Saat itu VH masih berumur 10 tahun, jika dihitung dengan umurnya yang sekarang peristiwa itu terjadi sekitar 17 tahun yang lalu. Seingatan VH, peristiwa itu terjadi selang waktu sekitar beberapa bulan setelah kebangkrutan usaha ayahnya. Ekspresi wajah yang gugup dan suara yang gemetar, perlahan VH menjelaskan bahwa dirinyalah menjadi saksi mata terhadap tindakan percobaan bunuh diri ayahnya. VH tidak terlalu ingat secara pasti kapan waktu peristiwa itu terjadi. VH hanya mengingat kejadian tersebut terjadi pada malam hari. Secara tidak sengaja VH melihat ayahnya mencoba untuk mengakhiri hidupnya. Awalnya VH tidak mengerti tindakan yang dilakukan ayahnya. VH hanya melihat, ayahnya telah meminum cairan racun serangga di kamarnya. Hal


(39)

ini dikarenakan VH yang masih memasuki usia kanak-kanak sehingga belum memahami tindakan ayahnya. Selain itu, saat kejadian VH masih dalam keadaan setengah sadar ketika melihat peristiwa tersebut. Berikut penuturan VH;

“Jadi aku sendiri yang lihat ayah aku bunuh diri kak,”

(S1.W1.05042016.E.B198-199.H8)

“Waktu itu aku kelas 4 SD kak, jadi aku belom tau kalo ayah aku coba bunuh diri..”

(S1.W1.05042016.E.B201-203.H9)

Peristiwa itu bermula ketika VH bersama saudara-saudaranya hendak tidur malam di kamar. Saat mereka berusia kanak-kanak, seperti biasanya ayah VH yang selalu mengantarkan anak-anaknya ke kamar tidur dan menjaga mereka sampai tertidur dengan lelap. Dengan suara yang gemetar VH menceritakan bahwa ayahnya sangat berbeda pada malam itu. Bagi VH, ayahnya menunjukkan perilaku yang aneh berbeda dari biasanya. Biasanya ayah VH selalu menceritakan hal-hal lucu atau sekedar berkomunikasi dengan mereka sebelum tidur. Namun, malam itu ayah VH hanya diam dan tidak melakukan bahkan berbicara sepatah katapun dengan VH dan saudara-saudaranya. Perilaku yang semakin aneh menurut VH adalah ketika ayahnya memarahi ia dan saudara-saudaranya jika tidak tidur. Perilaku tersebut tidak pernah dilakukan ayahnya kepada VH sebelumnya. Hal ini membuat VH merasa asing dan bahkan takut kepada ayahnya sendiri.

“.... aneh lah perilaku ayah”


(40)

“Nah, waktu kejadian itu, seingat aku ayah diam aja kak, gak ada ngapa -ngapain. Pokonya diam aja lah. Aneh kak, kalo kami tanyak ayah kok diam aja marah-marah dia kak suruhnya kami tidur cepat.”

(S1.W1.05042016.E.B227-232.H10)

Melihat sikap aneh dan rasa takut yang VH rasakan pada ayahnya, ia kemudian memaksakan dirinya untuk tidur lebih awal dan takut untuk berbicara agar ia tidak dimarahi oleh ayahnya. Namun, pada pertengahan malam VH secara spontan terbangun dari tidurnya. VH juga tidak mengingat bagaimana dan kenapa ia bisa terbangun. Saat terbangun dari tidurnya VH masing terbaring di tempat tidurnya tanpa menggerakkan anggota tubuhnya kecuali kedua matanya yang tidak dapat ia tutup kembali. VH yang mulai risau dan sulit untuk tidur kembali, kemudian menggerakkan tubuhnya secara perlahan ke arah tempat tidur kakaknya. Saat membalikkan tubuhnya, VH terkejut melihat ayahnya yang sedang duduk di tepi tempat tidur kakaknya dan sedang memegang botol cairan racun serangga. VH yang saat itu masih dalam kondisi setengah sadar masih terdiam dan hanya membuka matanya dengan lebar karena muncul rasa penasaran VH ketika melihat perilaku ayahnya. Setelah tidak lama memegang botol cairan racun serangga tersebut, alangkah terkejutnya VH melihat ayahnya perlahan-lahan menggerakkan tangannya yang sedang memegang botol tersebut menuju mulut ayahnya dan kemudian meminumnya. Hal ini dipaparkan oleh VH dalam kutipan wawancara berikut;


(41)

“Iya kak, nah ntah jam berapa gitu kak, aku juga kurang tau kak, aku terbangun gitu kak, terus aku liat ayah aku pegang botol baygon, terus dia

minum lah baygon itu..”

(S1.W1.05042016.E.B252-256.H11)

VH yang masih terkejut dan bercampur dengan rasa penasaran serta ketakutkan pada ayahnya hanya bisa terdiam tanpa menggerakkan tubuhnya. Selang beberapa detik setelah tindakan yang diperbuat ayahnya, secara spontan VH memejamkan matanya dan berusaha untuk tidak menimbulkan suara sekecil apapun. Perasaan yang bercampur aduk membuat VH bingung harus bereaksi seperti apa. VH hanya berpikir untuk berpura-pura tidur agar ayahnya tidak melihat dirinya yang menyaksikan secara langsung percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh ayahnya. Hal ini disampaikan VH dalam kutipan wawancara berikut;

“ayah ngapain minum baygon. Tapi aku diam aja sih kak, gak ngerti aku

kak, waktu itu aku masih SD. Terus aku tidur lagi pura-pura gak lihat”

(S1.W1.05042016.E.B263-267.H11)

Ketika ia menutup matanya dan berpura-pura tidur, VH tidak mengetahui kondisi terakhir ayahnya. Beberapa menit setelah peristiwa yang dilihatnya, VH hanya mendengar langkah kaki Ibunya yang masuk ke kamarnya dan berteriak dengan kuat karena terkejut melihat kondisi ayah yang sudah tergeletak di lantai dan mengeluarkan busa dari mulut ayahnya. Mendengar teriakan yang kuat dari Ibunya, VH dan saudara-saudaranya terbangun dan sangat kaget bahkan ketakutan melihat kondisi ayahnya. VH masih terdiam melihat ayahnya, ia tidak menyangka, tindakan ayahnya yang ia lihat secara langsung dapat membuat tubuh


(42)

ayahnya seperti itu. Suara yang senduh sembari jatuhnya air mata di pipi, VH menjelaskan saat kejadian itu ia melihat Ibunya yang panik dan menggoyangkan tubuh ayahnya, kemudian memanggil nama ayahnya dengan suara yang parau bersamaan dengan air mata yang mengalir di pipi Ibunya. VH juga melihat kepanikan dari saudara-saudaranya, VH melihat kakak dan adiknya menangis ketakutan dipelukkan abangnya.

Melihat kondisi ayahnya yang mulai terkujur kaku, ibu VH dengan cepat langsung menelpon salah satu saudaranya laki-lakinya yaitu paman VH untuk menolong ayahnya. Jarak rumah paman VH berdekatan dengan rumahnya, sehingga kedatangan pamannya lebih cepat dan ayah VH dapat ditolong. Paman VH dengan sigap langsung membawa ayah VH ke rumah sakit terdekat. Ayah VH di bawa ke rumah sakit dan ditanggani oleh dokter dengan tepat, sehingga nyawanya ayahnya dapat diselamatkan. Berikut kutipan wawancara dengan VH;

“Aku gak lihat pastinya kondisi ayah aku gimana setelah dia minum

baygon. Tapi ntah jam berapa gitu, ga selang lama aku lihat ayah minum baygon, mamak aku datang kak ke kamar kami, terus dia kaget lihat ayah

aku uda berbusa gitu mulutnya..”

(S1.W1.05042016.E.B287-289.H12)

Ayah VH dirawat di rumah sakit kurang lebih selama 3 minggu, dan saat itu juga VH masih belum mengerti yang sebenarnya terjadi dengan ayahnya. VH masih mengingat cukup jelas peristiwa yang dilihatnya secara langsung. Memori mengenai peristiwa tersebut hanya disimpan VH untuk dirinya sendiri. Saat itu ia belum berani untuk menceritakan kembali kepada orang lain terutama kepada


(43)

mempunyai kemampuan berpikir serta verbal yang baik untuk menceritakan kembali secara rinci terhadap yang dilihatnya. Butuh waktu kurang lebih 4 tahun bagi VH mulai berani mencari tahu maksud dan tujuan dari tindakan ayahnya. Saat itu VH sudah memasuki usia remaja awal yaitu 13 tahun. Usia tersebut VH sudah duduk di bangku SMP kelas 1.

“Ehm, yang aku rasakan itu sejak aku mulai tau lah ayah aku. Waktu masuk SMP lah. Karena uda ngerti sekarang terus dia mulai gila-gila gitu kak..”

(S1.W1.05042016.E.B404-407.H17)

VH yang sudah berusia 13 tahun lambat laun mulai muncul rasa penasaran serta keberanian untuk mencari tahu mengenai memori 4 tahun yang lalu. Hal ini dipicu oleh perubahan pada sikap ayahnya setelah keluar dari rumah sakit. VH mengatakan perubahan ayahnya yang aneh dan tidak seperti sosok ayah yang ia kenal dulu sebelum peristiwa itu terjadi. Perubahan sikap tersebut seperti sering termenung, ayahnya menjadi lebih pendiam, tidak ingin keluar rumah dan sangat jarang berkomunikasi dengan keluarganya dan orang lain.

VH yang semakin penasaran akhirnya mulai memberanikan diri untuk bertanya kepada abangnya mengenai perubahan sikap yang ditunjukkan oleh ayahnya. Melihat rasa penasaran VH dan juga sudah memasuki usia remaja, mau tidak mau abang VH kemudian menjelaskan kepada dirinya mengenai kondisi yang terjadi pada ayahnya. Abang VH menjelaskan pada dirinya bahwa ayah mereka pernah melakukan percobaan bunuh diri di kamar tidur mereka dengan cara meminum cairan pembasmi serangga. Abangnya juga menjelaskan penyebab ayah mereka melakukan percobaan bunuh diri.


(44)

b.2 Proses Emosi

Mendengar penjelasan dari abangnya, perlahan-lahan VH mengingat kembali kejadian yang dilihatnya secara langsung yaitu ketika ayahnya meminum cairan racun serangga. VH hanya terdiam dan menangis ketika mengingatnya kembali peristiwa menakutkan tersebut. VH tidak menyangka peristiwa yang dilihatnya merupakan percobaan bunuh diri ayahnya. Mengetahui ayahnya telah mencoba bunuh diri, membuat VH tidak ingin melihat ayahnya. VH tidak mengetahui dengan pasti alasannya. VH hanya menjelaskan setiap melihat ayahnya (situation), ia kembali mengingat persitiwa 4 tahun yang lalu (attention). Peristiwa yang membuat diri dan keluarganya ketakukan pada malam itu. VH menilai bahwa perbuatan yang dilakukan ayahnya sangat bodoh dan menjijikan (appraisal). Hal ini membuat timbul emosi-emosi negatif yang dirasakan VH terhadap ayahnya. Emosi negatif tesebut seperti marah dan malu pada ayahnya. Hal ini disampaikan oleh VH dalam kutipan wawancara berikut;

“Aku marah kali kak terus malu kali kak. Kenapa coba dia bunuh diri kayak

gak punya iman gitu kak. Kan aneh coba kak dia mau bunuh diri terus lebih bodohnya lagi dia coba bunuh diri di kamar kami.”

(S1.W1.05042016.F.B395-396.H16)

Emosi negatif marah dan malu yang VH rasakan terhadap percobaan bunuh diri ayahnya membuat diri VH berubah dari biasanya. VH yang dahulunya selalu ceria di sekolah menjadi lebih pendiam dan lebih tertutup dan tidak bersemangat pergi ke sekolah. Hal ini membuat prestasi sekolah ketika ia duduk dibangku SMP dari kelas 1 sampai 3 menjadi menurun dan juga sangat jarang bermain bersama


(45)

teman sekolahnya. Turunnya prestasi sekolah dan rendahnya minat VH untuk berteman dikarenakan ia malu dengan teman sekolahnya jika temannya bertanya atau mengungkit masalah mengenai keluarganya terutama ayahnya. Berikut yang disampaikan VH dalam kutipan wawancara berikut;

“Semenjak aku tau, aku jadi malas ke sekolah kak, malas nongkrong sama kawan-kawan juga kak. Rasanya marah aja kak. Pulang ke rumah juga

malas.”

(S1.W1.05042016.F.B452-454.H18-19)

“Hancurlah kak. Aku pernah rangking 30 dari 35 orang. Padahal dulu aku SD masuk lima besar terus kak..”

(S1.W1.05042016.F.B459-460.H19)

“Iya lah kak, malu aku kak. daripada nanti kan nongkrong. Kawan-kawan tanya orang tua kau siapa, kerja apa, gimana kabarnya?? Apalah yang mau

aku jawab kak..”

(S1.W1.05042016.F.B524-530.H22)

Selain berdampak pada sekolahnya, emosi-emosi negatif yang VH rasakan juga berdampak pada hubungan dirinya dengan ayahnya. VH mengakui bahwa setelah ayahnya melakukan percobaan bunuh diri ia sangat jarang untuk berkomunikasi dengan ayahnya, melihat kondisi ayahnya pasca peristiwa tersebut. Terlebih lagi ketika ia mulai mengetahui bahwa ia menjadi saksi mata atas tindakan ayahnya. VH menjelaskan bahwa setiap ia melihat ayahnya (situation) muncul emosi-emosi negatif kepada ayahnya seperti marah, malu, kesal, kecewa (respons). Emosi-emosi negatif tersebut terkadang muncul secara cepat dan


(46)

spontanitas tanpa harus melalui tahap VH mengingat dan menilai tindakan ayahnya.

Keberadaan ayah VH yang selalu di rumah, membuat VH menjadi tidak betah berada di rumah bersama ayahnya (situation). Sama halnya dengan melihatnya ayahnya, jika ia berada di rumah juga selalu mengingat perbuatan ayahnya ketika meminum racun serangga di kamarnya (attention). VH merasa tindakan ayahnya sungguh sangat bodoh dan menggap ayahnya tega melakukan hal tersebut di kamarnya (appraisal). Hal ini membuat VH semakin kecewa dan merasa malu dengan perbuatan ayahnya (respons). Selain tidak betah di rumah karena ayahnya, VH juga merasa kesepian jika berada di rumah. Suasana rumah menjadi sepi dikarenakan Ibu, adik dan abang VH jarang berada di rumah karena harus bekerja. Selain itu, abang VH yang menjadi kepala rumah tangga merasa tidak peduli dan benci dengan ayahnya sendiri dan membuat ia jarang untuk pulang ke rumah. Hal ini membuat keluarga VH sangat jarang bertemu dan saling bercengkrama satu sama lain.

“setiap lihat ayah bawaannya marah aja kak. Kesel, kecewa, malu semuanya lah kak. Kalo lihat dia kak..”

(S1.W2.06042016.A.B108-111.H5)

“Iya lah kak, semuanya muncul. makanya aku stres kalo di rumah sendiri,

apa lagi kalo sama diadi rumah. Bisa ikut gilak juga kak.. “


(47)

“Uda males kak, uda kecewa sama ayah. Ayah uda gak kayak dulu kak. Dia

bunuh diri di depan mata aku sendiri gak, gak layak perbuatannya itu sama kami kak anak-anaknya..”

(S1.W2.06042016.F.B93-97.H4-5)

Walaupun muncul emosi negatif yang dirasakan VH terhadap ayahnya, ia mengakui bahwa sangat merindukan keharmonisan keluarga dan hubungan dirinya dengan ayahnya yang dahulu terjalin sangat baik. Sebelum kejadian percobaan bunuh diri yang dilakukan ayahnya, VH dan ayahnya memliki hubungan yang sangat dekat melebihi dengan saudara-saudaranya yang lain. VH menjelaskan, ia dan ayahnya dahulu suka dan sering sekali mengobrol serta bercanda bersama ayahnya. VH selalu menceritakan kegiatan yang dilakukan kepada ayahnya. Hal ini disampaikan VH dalam kutipan wawancara berikut;

“Dulu sebelum kejadian itu kak, kami seringlah kak ngobrol-ngobrol, malah dulu dekat kali sama ayah kak. Ayah dulu juga suka bercanda sama kami kak. Tapi semenjak kejadian itu..sekarang kek gitu lah kak”

(S1.W2.06042016.F.B80-86.H4)

“Rindu kali lah kak. pengen kali aku putar waktu kayak dulu kak..”

(S1.W2.06042016.F.B89-90.H4)

Walaupun kerinduan tersebut muncul, VH menilai bahwa tindakan ayahnya sangat bodoh dan merepotkan dirinya dan keluarganya (appraisal). VH mengakui, semenjak percobaan bunuh diri ayahnya, ia dan keluarganya harus rela bekerja lebih keras untuk mencari uang agar dapat menebus hutang piutang. Hal ini, membuat VH semakin kecewa dan kesal (response) dengan ayahnya karena


(48)

melihat Ibunya harus bertanggung jawab dan bekerja lebih keras untuk mempertahankan dan menafkahi anak-anak dan suaminya.

“Kalo dia mati, ya udah selesai gitu kak. jadi gak ngerepotin satu keluarga

kan kak. Aku pun juga gak malu gini punya ayah gilak kek dia. Kalo udah mati, uda selesai cerita kak. ini gak mati-mati juga..”

(S1.W3.09042016.C.B194-199.H8-9)

Percobaan bunuh diri yang dilakukan ayahnya menjadi perbincangan hangat di lingkungan sekitar rumah VH. Tidak sedikit tetangga-tetangganya bertanya dan mengungkit kembali peristiwa tersebut. Tetangga VH sering menanyakan kepada dirinya mengenai ayahnya. VH mengakui bahwa ia marah jika diungkit-ungkit masalah ayahnya (situation). Ia menilai bahwa yang terjadi pada keluarganya bukanlah urusan orang lain (appraisal). Pertanyaan tetangganya mengenai ayahnya membuat VH semakin mengingat tindakan ayahnya (attention) dan semakin meningkat munculnya emosi-emosi negatif kepada ayahnya (response).

“Ngapain tanya-tanya, sebenarnya taunya dia soal ayah ngapain juga di

bahas lagi. Kan cari perkara kak..”

(S1.W3.09042016.C.B476-478.H19)

b.3 Regulasi Emosi

Emosi-emosi negatif yang dirasakan VH kepada ayahnya membuat ia semakin tidak ingin bertemu ayahnya dan semakin membuat ia tidak ingin berada di rumah terlalu lama bersama ayahnya. Emosi-emosi negatif tersebut sangat berdampak pada perkembangan psikologis VH yang saat itu masih di usia remaja. Hal ini mengakibatkan nilai akademis VH yang turun, rendahnya minat untuk


(49)

menjalin hubungan sosial dan bahkan hubungan kedekatan antara dirinya dengan ayahnya. Dampak dari emosi-emosi negatif tersebut membuat dirinya berubah dan ia sangat tidak menyukai perubahan tersebut. Selain itu, VH mengakui bahwa ia tidak ingin terlalu lama merasakan emosi tersebut kepada ayahnya, karena ia merasa dirugikan dengan emosi tersebut.

VH juga tidak ingin melihat Ibunya menjadi sedih karena terlalu lama memiliki emosi negatif kepada ayahnya yang berdampak pada dirinya dan sekolah. Oleh karena itu, VH berusaha untuk mengontrol emosi negatif yang muncul agar ia dapat mengontrol dirinya. VH menyadari untuk mulai mengontrol emosi-emosi negatif yang muncul ketika duduk di awal masuk SMA kelas 1. VH memulai untuk belajar mengontrol emosinya ketika berusia awal 16 tahun dan sampai sekarang.

VH mengakui jika ia melihat ayahnya akan muncul emosi marah, malu dan benci yang terlalu dalam kepada ayahnya. Oleh karena itu, VH berusaha untuk menghindari ayahnya dan tidak ingin di rumah bersama ayahnya sebelum emosi-emosi negatif tersebut muncul. VH menjelaskan, ia lebih baik menghindar atau tidak melihat ayahnya terlalu lama daripada harus berbicara dengan ayahnya dan melampiaskan emosi negatifnya kepada ayahnya (situation selection). Menurut VH, hal itu tidak berguna dan hanya membuat dirinya semakin menjadi anak yang durhaka terhadap orang tua.

VH biasanya keluar dari rumah selain untuk pergi sekolah, ia akan pergi ke tempat yang jauh dari rumah seperti taman atau rumah temannya, sehingga dapat


(50)

membuat dirinya tenang dan menyendiri (situation selection). Selain pergi jauh dari rumah biasanya VH selepas pulang sekolah akan langsung menyusul Ibunya dan membantu berjualan di pasar sampai sore tiba, kemudian mereka pulang bersama (situation selection). Berikut penuturan VH dalan kutipan wawancara berikut;

“Kemana aja kak, kalo aku sekolah sampai mamak aku pulang aku pulang. Kadang aku nyusul dipajak. Kalo liburan aku bantu mamak jualan, kalo gak

alasan keluar ketempat kawan kak..”

(S1.W3.09042016.A1.B281-186.H12)

“Ya kalo aku biasanya pulang jalan-jalan gitu biasanya aku uda tenang lah kak, uda gak pusing lagi, jadi kalo malam lihat dia, uda mulai biasa aja. Karena ada mamak juga kak. jadi aku biasa aja. Terus kalo malam aku

langsung masuk kamar kak. tidur, belajar, kadang main sama adek aku..”

(S1.W3.09042016.A1.B296-299.H12)

Menghindar dari ayahnya menurut VH hal itu tidaklah cukup untuk mengurangi emosi-emosi negatif yang muncul jika melihat ayahnya. VH menjelaskan, walaupun ia tidak melihatnya terkadang VH masih mengingat kejadian percobaan bunuh diri yang dilakukan ayahnya di depan matanya sendiri (attention). VH menjelaskan bahwa ia tidak ingin terlalu mengingat peristiwa tersebut. Oleh karena itu, ia harus mengalihkan perhatian pikirannya ke arah yang lain agar ia tidak mengingat kejadian tersebut. Untuk menghindari pemikiran tersebut, VH biasanya mengalihkannya dengan bermain bersama temannya seperti jalan bersama, karoke-an ataupun melakukan akitivitas lain bersama temannya (attentional deployment). VH mengakui dengan bersama temannya ia merasa


(51)

lebih tenang, menguranginya stresnya dan melupakan sejenak peristiwa percobaan bunuh diri ayahnya.

“Iya kak, bersyukur juga aku. Mereka penghilang stres aku kak..”

(S1.W1.05042016.B1.B564-565.H23)

“..biasanya sih gak kak, aku kalo keluar rumah, main-main sama kawan, jalan-jalan. Gak teringat lagi masalah rumah. Kalo sama kawan-kawan aku happy aja bawaannya kak. gak ada aku bahas-bahas soal rumah kak..

(S1.W3.09042016.B1.B323-328.H13)

VH menilai percobaan bunuh diri yang dilakukan ayahnya merupakan tindakan yang sangat bodoh dan merugikan baik untuk ayahnya sendiri dan keluarganya. Penilaian VH tersebut membuat ia semakin merasakan emosi-emosi negatif pada ayahnya (appraisal). Namun, ia tidak ingin larut dengan penilaian tersebut, VH menjelaskan bahwa ia mulai menilai ulang pemikiranya dengan ke arah yang lebih positif (cognitive change). VH menyadari bahwa tindakan ayahnya pasti ada alasan di balik itu. VH menganggap kejadian percobaan bunuh diri ayahnya sudah menjadi takdir Allah SWT (cognitive change). Penilaian ulang VH terhadap tindakan yang dilakukan ayahnya dipengaruhi oleh Ibunya. Ibu VH memberikan nasehat kepada dirinya untuk menerima kejadian yang terjadi pada keluarganya dan untuk lebih ikhlas menerima cobaan dari Allah SWT. Oleh karena itu, VH harus menerima dengan pasrah melihat kondisi ayahnya yang sekarang (cognitive change). Berikut penuturan VH;


(52)

“Ya gimana lagi lah kak. kalo uda terjadi ya terjadilah, aku juga gak bisa

sama Allah jangan ke aku gitu. Apalagi aku harus lihat secara langsung gitu

kak..”

(S1.W3.09042016.C1.B428-432.H17)

“Allah pasti sayang sama aku kak, pasti ada alasan kenapa Allah kasi ayah

yang kek gitu sama aku kak. Jadi aku anggap ini cobaan aja kak, buat aku, mamak ku juga kak. Pasti Allah uda lancarkan jalan untuk kedepannya buat akukak..”

(S1.W3.09042016.C1.B435-441.H17)

Walaupun VH berusaha untuk menghindari munculnya emosi-emosi negatif yang dirasakan pada ayahnya. Namun, terkadang emosi itu muncul dan membuat dirinya menjadi stres (response) . VH menjelaskan, emosi-emosi negatif tersebut akan muncul jika ia tidak bisa menahan dirinya. Hai ini disebabkan oleh orang lain seperti tetangga maupun saudara dari ayahnya mulai mengungkit bahkan mengolok ayahnya (situation). VH pernah mencoba untuk melampiaskan emosi-emosi negatifnya, seperti melampiaskan kemarahannya dengan orang yang membicarakan ayahnya. Akan tetapi, VH merasa hal itu tidak berguna karena orang yang mengejek ayahnya akan tetap membicarakan ayahnya dan bahkan dirinya tidak mempunyai sopan dan santun. Oleh karena itu, VH mulai belajar untuk lebih sabar dan berusaha menanggapi dengan senyuman jika orang lain mengungkit masalah ayahnya (response modulation). Selain itu, VH juga menjelaskan ia terkadang menjumpai sahabatnya untuk menenangkan dirinya dengan bersenang-senang. Terkadang VH menceritakan semua yang dirasakan dan dialaminya kepada sahabatnya (response modulation). Menurut VH, dengan


(53)

bermain dan curhat dengan temannya membuat ia lebih baik dan kembali tenang (respone modulaion).

“Lumayan lah kak.. karena mereka hibur aku juga kak..”

(S1.W3.09042016.D1.B370-371.H15)

“Hahah macem-macem lah, kadang kami koro-koro, ketawa lagi aku kak,

kadang juga curhat sama mereka kak. lupa sejenak masalah.”

(S1.W3.09042016.D1.B374-377.H15)

“Senyum aja kak, suka kau lah mau ngomong apa, yang penting jangan

sampek ganggu aku aja kak..”

(S1.W3.09042016.D1.B485-486.H19)

REKAPITULASI DATA HASIL WAWANCARA SUBJEK 1

Tabel 2. Rekapitulasi Data Proses Emosi

No Proses Emosi Gambaran

1. Situation Setiap melihat ayah muncul perasaan marah dan benci

Subjek tidak betah berada di rumahnya

Saat orang lain dan saudaranya mengungkit permasalahan ayahnya.

2. Attention Setiap mengingat ayahnya melakukan percobaan bunuh diri

Subjek mengingat tindakan (meminum baygon) percobaan bunuh diri ayahnya

3. Appraisal Subjek menilai bahwa perbuatan yang dilakukan ayahnya sangat bodoh dan menjijikan

Subjek merasa tindakan ayahnya sungguh bodoh dan menganggap ayahnya tega melakukan hal tersebut di


(54)

kamarnya

Subjek menilai bahwa yang terjadi pada keluarganya bukanlah urusan orang lain

4. Response Subjek malu dengan ayahnya.

Subjek malu jika bertemu dengan teman-temannya dan membahas mengenai ayahnya.

Subjek kecewa dengan ayahnya Subjek marah dengan ayahnya Subjek kesal ketika melihat ayah.

Tabel 3. Rekapitulasi Data Strategi Regulasi Emosi No. Strategi Regulasi

Emosi

Gambaran

1. Situation Selection Subjek tidak melampiaskan kemarahannya dengan ayahnya.

Subjek keluar rumah jika mulai muncul perasaan marah dan benci kepada ayahnya

Subjek berusaha untuk menghindar ayahnya

Subjek menghindar dari ayah dengan keluar rumah/jalan-jalan agar kembali tenang.

2. Situation Modification

Tidak ditemukan 3. Attentional

Deployment

Teman adalah penghilang stres subjek

subjek mengalihkan ingatan percobaan bunuh diri ayahnya dengan bermain bersama temannya seperti jalan bersama, karoke-an ataupun melakukan akitivitas lain bersama temannya

4. Cognitive Change Subjek pasrah dengan takdir Allah SWT.

Subjek menganggap kejadian percobaan bunuh diri ayahnya sudah menjadi takdir Allah SWT.

Subjek menilai bahwa ada alasan kenapa dia menghadapi perbuatan percobaan bunuh diri ayahnya

Subjek menilai Allah memiliki alasan dengan menghadapi kejadian percobaan bunuh diri ayahnya 5. Response

Modulation

Subjek menceritakan kepada temannya jika sedang marah dengan ayahnya


(55)

Teman subjek tempat menghibur diri ketika subjek marah dan stres

Subjek bereaksi diam dan sabar jika ada orang yang mengungkit ayahnya.

Subjek berusaha menanggapi dengan senyum jika orang lain mengungkit masalah ayahnya dan membuatnya marah


(56)

situation

Attention

Appraisal

Response

• Subjek malu dengan ayahnya

• Subjek malu bertemu dengan teman-temannya dan membahas ayahnya

• Subjek kecewa dengan ayahnya

• Subjek marah dengan ayahnya

• Subjek kesal ketika melihat ayahnya

• subjek menilai bahwa perbuatan ayahnya sangat bodoh dan menjijikkan

• subjek merasa tindakan ayahnya sangat bodoh dan menganggap ayahnya tega melakukan hal tersebut di kamarnya

• subjek menilai bahwa yang terjadi pada keluarganya bukanlah urusan orang lain

• Setiap mengingat ayahnya melakukan percobaan bunuh diri

• Subjek mengingat tindakan (meminum baygon) percobaan bunuh diri ayahnya

• Setiap melihat ayahnya

• Subjek tidak betah berada di rumah

• Saat orang lain dan saudaranya mengungkit permasalahan ayahnya

Situation Selection Subjek tidak melampiaskan kemarahannya dengan ayahnya. Subjek keluar daru rumah jika muncul perasaan marah dan benci kepada ayahnya. Subjek berusaha untuk menghindar ayahnya.

Attentional Deployment Teman adalah penghilang stres subjek. Subjek mengalihkan percobaan bunuh diri ayahnya dengan bermain bersama temannya seperti jalan bersama, karoke-an ataupun melakukan aktivitas lain bersama temannya.

Cognitive Change Subjek pasrah dengan takdir Allah SWT. Subjek

menganggap kejadian

percobaan bunuh diri ayahnya sudah menjadi takdir Allah SWT. Subjek menilai bahwa ada alasan kenapa dia menghadapi perbuatan

Response Modulation Subjek menceritakan kepada temannya jika sedang marah dengan ayahnya. Teman subjek tempat menghibur diri ketika subjek marah dan stres. Subjek bereaksi diam dan sabar jika ada orang yang mengungkit ayahnya. Subjek 1


(57)

2. Subjek II

a. Hasil Observasi 1) Wawancara I

Kamis, 14 April 2016 pukul 10.49-12.45

Wawancara dilakukan di Kota Medan yaitu di salah satu cafe yang berada di jalan Krakatau. Lokasi cafe tersebut dipilih karena jaraknya cukup dekat dari lokasi rumah subjek. Luas cafe sekitar 4 m x 12 m dan hanya memiliki 1 lantai. Cafe tersebut memiliki dekorasi yang unik yaitu dekorasi bertemakan Hello Kitty yang memadukan warna putih dan merah jambu. Cafe ini menyediakan berbagai macam makanan dan minuman. Tempat untuk pelanggan hanya tersedia 10 spot saja yang disusun secara rapi berbentuk pola persegi panjang yaitu dengan kolom terdapat 2 spot dan baris 5 spot. Lokasi spot pertemuan subjek dan peneliti berada di spot nomor 1 tepat di depan pintu masuk cafe. Spot tersebut memiliki 4 kursi yang mana 2 kursi disusun secara berhadap-hadapan diantara satu meja makan. Subjek dan peneliti duduk berhadap-hadapan. Subjek dan peneliti kemudian memesan 2 gelas minuman jus buah dan 2 porsi dessert.

Subjek memiliki kulit berwarna putih susu dengan tinggi kurang lebih 156 cm. Subjek memliki tubuh yang sedikit berisi terlihat dari bentuk badan subjek yang berbentuk bulat dan bentuk wajah oval. Subjek memiliki hidung yang mancung dan memakai jilbab dalam kesehariannya. Saat wawancara hari pertama, subjek memakai baju kaos lengan panjang berwarna putih dan jilbab warna hitam yang dipadukan


(58)

dengan rok denim panjang semata kaki. Subjek juga menggunakan sepatu flat berwarna biru tua. Subjek tidak menggunakan aksesoris untuk melengkapi busananya pada saat itu.

Subjek tampak tersenyum dan melambaikan tangan ketika menemukan peneliti dari pintu masuk cafe. Peneliti kemudian berdiri dari kursi kemudian menjabat tangan subjek lalu memeluknya. Subjek dan peneliti kemudian duduk secara berhadap-hadapan. Jarak pandang antara peneliti dan subjek sekitar 50 cm. Subjek dan peneliti kemudian memesan 2 gelas minuman jus buah dan 2 porsi dessert. Sambil menunggu pesanan datang, peneliti mencoba untuk membangun rapport kepada subjek sebelum wawancara dimulai. Hal ini dikarenakan, subjek tampak kebingunggan dan sedikit canggung dengan peneliti. Terlihat dari mata subjek yang memandang setiap sudut cafe sembari mengengam kedua tangannya diikuti dengan gerakan kecil kakinya.

Pesanan datang dan wawancarapun dimulai. Sebelum bertanya pada inti masalah, awalnya peneliti bertanya mengenai kabar dirinya dan silisilah keluarganya. Subjek tampak berbicara dengan nada yang pelan namun dapat didengar oleh peneliti. Subjek mulai nyaman berbicara dengan peneliti, terlihat dari pandangan subjek yang mengarah pada peneliti sembari menampilkan senyun dan tawanya. Sesekali subjek juga tampak menyandarkan badannya ke sandaran kursi, lalu menegakkan badannya kembali ketika peneliti berbicara.


(59)

Selama wawancara berlangsung, subjek tampak tenang dan cukup nyaman ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Hal ini tampak dari cara subjek berbicara kepada peneliti dengan lancar dan juga sesekali subjek tersenyum dan tertawa saat menjawab pertanyaan. Ketika berbicara subjek tampak selalu memegang handphonenya, namun tidak digunakan. Awalnya peneliti berpikir bahwa subjek mulai bosan. Namun, melihat pandangan subjek yang masih fokus dengan peneliti membuat peneliti urung berpikiran seperti itu.

Melihat subjek sudah merasa cukup nyaman, peneliti mulai mencoba untuk bertanya mengenai percobaan bunuh diri ayahnya. Subjek tampak terkejut dan terdiam sejenak. Subjek kemudian mengetuk jari telunjuk ke meja beberapa kali dan pandangan mata ke arah gelas minumannya. Perilaku tersebut menunjukkan subjek mulai bingung untuk menjelaskan kepada peneliti mengenai penyebab percobaan bunuh diri ayahnya. Akhirnya subjek dapat menjelaskan dengan cukup baik kepada peneliti. Namun, sesekali subjek terdiam sejenak ketika mengingat kejadian tersebut.

Perilaku yang berbeda ditunjukkan subjek ketika peneliti bertanya mengenai perasaannya kepada ayahnya. Subjek terlihat sedih dan kurang nyaman karena pertanyaan yang peneliti ajukan. Hal itu terlihat dari wajah subjek yang murung, mata berkaca-kaca dan menundukkan kepalanya serta mengalihkan pandangannya ketika berbicara dengan peneliti. Namun, subjek tetap menjawab pertanyaan peneliti, walaupun


(60)

dengan suara yang pelan tetapi dapat didengar peneliti. Wawancara berlangsung cukup lancar tanpa ada hambatan ataupun proses wawancara yang terhenti.

2) Wawancara II

Sabtu, 16 April 2016 pukul 16.50-18.22

Wawancara kedua dilakukan di salah satu cafe yang berada dekat rumah subjek, tetapi berbeda dengan tempat cafe yang dilakukan pada wawancara sesi pertama. Cafe berukuran cukup luas walaupun hanya memiliki 1 lantai saja. Cafe ini menggunakan dua area untuk spot pelanggan yaitu area dalam ruangan dan di teras luar ruangan. Di luar area cafe terlihat, tepatnya sebelah kiri dari gerbang masuk tampak kolam ikan cukup besar berbentuk persegi panjang. Menoleh ke sebelah kanan terlihat tempat parkir sepeda motor yang tersusun rapi. Masuk ke area dalam cafe, tampak dekorasi cafe yang sederhana. Dekorasi cafe tersebut memadukan warna cokelat dan cream yang dihiasi dengan beberapa poster-poster bertemakan kopi dan makanan-makanan. Spot untuk pelanggan tersedia sebanyak kurang lebih 20 spot yang disusun dengan pola yang tidak beraturan namun cukup rapi dan masih terlihat indah di pandang.

Subjek tampak duduk di salah satu spot yang berada di dalam cafe. Namun, karena suasana yang ramai subek dan peneliti memutuskan untuk pindah tempat ke area luar cafe. Spot yang dipilih subjek dan peneliti dekat dengan kolam ikan dan beberapa tanaman yang menghiasi kolam.


(61)

Terdapat dua buah kursi dan satu meja berbentuk bulat. Subjek duduk dengan berhadap-hadapan. Jarak pandang subjek dan peneliti sekitar 60 cm. Wawancara sesi kedua, subjek menggunakan baju kemeja panjang berwarna kuning keemasan dan jilbab berwarna hitam. Subjek memakai celana jeans panjang berwarna hitam dan dipadukan dengan sneakers berwarna hitam dan putih. Subjek menggunakan aksesoris cincin emas yang melingkar di jari tengah pada tangan kanannya.

Subjek tampak duduk dengan santai dengan posisi menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. Sesekali subjek memandang kolam ikan yang berada disisi sebelah kirinya. Subjek tampak tersenyum sembari memainkan bunga kertas yang berada di atas meja makan. Saat wawancara dimulai, subjek tampak tenang dan lebih lancar daripada sebelumnya ketika menjawab pertanyaan yang diajukan. Subjek masih mempertahankan kontak mata kepada peneliti. Namun, ketika peneliti mulai bertanya mengenai percobaan bunuh diri ayahnya. Subjek kelihatan terkejut kemudian mengalihkan pandangannya dari peneliti. Subjek tampak mengengam kedua telapak tangannya dan berbicara dengan suara yang parau ketika menceritakan kronologi percobaan bunuh diri ayahnya.

Subjek beberapa kali menitihkan air mata saat menjelaskan perasaannya terhadap ayahnya. Subjek juga tampak menundukkan kepalanya dan mengalihkan pandangannya ketika peneliti bertanya mengenai hubungannya dengan saudara-saudaranyanya. Hal ini menunjukkan subjek masih merasa sedih dengan kondisi ayahnya dan


(62)

muncul kekecewaan kepada saudara-saudaranya. Subjek kemudian meminum minuman yang sudah dipesan untuk menenangkan dirinya. Perilaku konsisten yang ditunjukkan subjek selama proses wawancara berlangsung adalah subjek tampak selalu memegang, namun tidak digunakan ketika berbicara kepada peneliti. Wawancara kedua berjalan cukup baik, subjek dapat menjawab pertanyaan yang diajukan dengan lancar dan tanpa ada gangguan yang dapat menghentikan proses wawancara.

3) Wawancara III

Senin, 18 April 2016 pukul 14.14-15.25

Wawancara sesi ketiga dilaksanakan di tempat yang sama dengan wawancara kedua, yaitu di salah satu cafe yang berada dekat rumah subjek. Spot yang dipilih peneliti untuk melakukan wawancara yaitu di dalam ruangan cafe. Posisi spot terletak di dekat kasir, terdapat 4 kursi yang di susun dengan 2 kursi berhadap-hadapan dan satu meja makan berbentuk persegi. Kursi serta meja tersebut terbuat dari kayu yang di cat berwarna hitam. Di meja terdapat asbak rokok dan tusuk gigi yang disusun secara rapi. Suasana cafe pada saat itu tidak terlalu ramai seperti pada pertemuan kedua. Cafe tampak sepi dan hanya beberapa pengunjung yang berada di cafe. Spot yang dipilih juga cukup strategis dan nyaman. Di sebelah kiri terdapat jendela yang cukup besar. Dari jendela cafe akan terlihat pemandangan beberapa tanaman hidup yang menghiasi area luar cafe.


(63)

Sekitar menunggu 45 menit, subjek akhirnya datang. Subjek langsung berjalan cepat mendekati peneliti, tak lupa subjek menujukkan senyumnya kepada peneliti. Subjek kemudian menjabat tangan peneliti dan meminta maaf karena sudah terlambat datang. Subjek dan peneliti kemudian duduk secara berhadap-hadapan dengan jarak sekitar 60 cm. Lalu, subjek dan peneliti memesan dua gelas minuman dingin dan satu porsi besar dessert.

Wawancara hari ketiga subjek menggunakan baju kaos lengan panjang berwarna merah dengan liris garis berwarna putih yang mengelilingi pola baju. Subjek menggunakan jilbab warna biru tua dan bawahan rok kain berwarna hitam. Subjek memadukan pakaiannya dengan sepatu flat warna biru tua. Subjek menggunakan cincin emas yang dipakai pada wawancara sebelumnya sebagai aksesoris. Selain itu, tampak bros berbentuk kura-kura berwarna hijau dan emas yang menghiasi jilbab subjek.

Subjek tampak mulai nyaman dan lebih terbuka kepada peneliti. Sesekali subjek bercanda dan tertawa bersama peneliti. Subjek juga tampak mulai terbiasa dengan pertanyaan peneliti mengenai ayahnya. Tidak seperti sebelumnya, subjek tidak tampak terkejut ketika berbicara mengenai percobaan bunuh diri ayahnya. Subjek lebih kooperatif dan menjawab pertanyaan peneliti dengan cukup baik. Sesekali subjek menyandarkan badannya ke sandaran kursi dan mempertahankan kontak mata dengan peneliti sembari mengerakkan kaki kirinya dengan gerakkan


(64)

pelan dari depan ke belakang. Subjek masih tampak memegang handphone ketika ia berbicara namun tidak digunakannya.

Namun, perilaku yang berbeda ditunjukkan subjek ketika subjek mulai bertanya mengenai perasaannya dengan ayahnya. Subjek masih tampak menundukkan kepalanya dan mengalihkan perhatian dari peneliti. Perlahan subjek mulai menjawab pertanyaan peneliti dengan pelan dan sedikit lamban ketika berbicara. Sesekali subjek menundukkan pandangannya sembari memainkan sedotan yang ada di gelasnya dengan wajah yang murung ketika berbicara. Wawancara sempat terhenti, hal ini dikarenakan handphone subjek berdering. Subjek mendapat panggilan telpon dari temannya, subjek kemudian meminta izin sebentar kepada peniliti untuk menjawab panggilan tersebut. Setelah subjek selesai, proses wawancara dilanjutkan kembali sampai akhir wawancara.

4) Wawancara IV

Jumat, 22 April 2016 pukul 17.04-18.00

Wawancara sesi keempat dilaksanakan ditempat yang sama pada wawancara kedua dan ketiga. Wawancara dilaksanakan di salah satu cafe di Kota Medan yang berada cukup dekat dari rumah subjek. Spot yang dipilih subjek dan peneliti untuk melakukan wawancara di luar ruangan cafe, hal ini dikarenakan subjek yang memilih dan didukung dengan cuaca yang teduh dan berangin. Spot terletak di depan pagar masuk cafe yang sebelah kiri terdapat parkiran kendaraan cafe. Terdapat 2 kursi terbuat dari kayu yang disusun secara berhadap-hadapan dan satu meja


(65)

berbentuk bulat di tengah-tengah kursi. Subjek dan peneliti memesan 2 gelas minuman jus dingin.

Subjek menggunakan kemeja lengan panjang berwarna merah jambu dengan corak baju berbentuk bintang kecil berwarna putih yang menghiasi setiap sisi bajunya. Subjek menggunakan jilbab berwarna putih dan dipadukan dengan rok panjang berwarna hitam. Subjek menggunakan sneakers berwarna hitam sebagai alas kakinya. Namun, pada saat itu subjek tidak menggunakan cincin emas yang biasanya dipakainya dan tidak memakai aksesoris lainnya.

Subjek tampak lebih santai dan nyaman ketika berbicara dengan peneliti. Sesekali subjek tertawa dan menggerakan kedua tangannya ketika berbicara. Subjek tampak lebih tenang dari sebelumnya jika peneliti bertanya kembali mengenai ayahnya. Subjek terkadang duduk menyandarkan badannya ke sandaran kursi sembari memegang handphone tetapi tetap fokus melihat peneliti ketika berbicara mengenai ayahnya. Subjek sesekali mengalihkan pandangannya dari peneliti dan melihat pemandangan sekitar cafe tetapi tetap menjawab pertanyaan yang diajukan dengan lancar. Wawancara sesi keempat berjalan dengan baik dan lancar. Proses wawancara keempat dilaksanakan dengan waktu lebih cepat dari sebelumnnya. Hal ini dikarenakan, waktu wawancara dilaksanakan pada sore hari sehingga subjek tidak ingin terlalu lama.


(1)

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

A. Jenis Penelitian Kualitatif ... 34

B. Metode Pengambilan Data ... 35

C. Subjek, Jumlah dan Lokasi Penelitian ... 36

1. Karakteristik Subjek... 36

2. Jumlah Subjek ... 37

3. Lokasi Penelitian ... 37

D. Teknik Pengambilan Sampel ... 38

E. Alat Bantu Pengumpulan Data ... 38

F. Prosedur Penelitian... 39

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 39

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 41

3. Tahap Pencatatan Data ... 43

G. Kredibilitas Penelitian... 44

H. Prosedur Analisa Data ... 44

1. Organisasi Data ... 44


(2)

ix

3. Analisis Tematik ... 45

4. Pengujian Terhadap Dugaan ... 47

5. Tahapan Interpretasi/Analisis... 47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Hasil ... 50

1. Subjek 1... 50

a. Hasil Observasi ... 50

b. Rangkuman Hasil Wawancara... 59

2. Subjek 2... 79

a. Hasil Observasi ... 79

b. Rangkuman Hasil Wawancara... 88

3. Subjek 3... 107

a. Hasil Observasi ... 107

b. Rangkuman Hasil Wawancara... 117

B. Pembahasan... 133

1. Subjek 1... 134

2. Subjek 2... 139


(3)

3. Subjek 3... 145

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 150

A. Kesimpulan ... 150

B. Saran... 154

1. Saran Praktis... 154

2. Saran Bagi Penelitian Selanjutnya ... 156

DAFTAR PUSTAKA ... 157


(4)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Gambaran Umun Subjek... 49

Tabel 2. Rekapitulasi Data Prose Emosi Subjek 1... 75

Tabel 3. Rekapitulasi Data Straregi Regulasi Emosi Subjek 1 ... 76

Tabel 4. Rekapitulasi Data Proses Emosi Subjek 2 ... 103

Tabel 5. Rekapitulasi Data Strategi Regulasi Emosi Subjek 2 ... 104

Tabel 6. Rekapitulasi Data Proses Emosi Subjek 3 ... 129

Tabel 7. Rekapitulasi Data Strategi Regulasi Emosi Subjek 3 ... 130

Tabel 8. Hasil Analisis-banding Antar Subjek... 132


(5)

DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 1. Paradigma Berfikir... 14

Bagan 2. The Modal Model of Emotion ... 16

Bagan 3. Process Model of Emotion Regulation ... 21

Bagan 4. Paradigma Teoritis ... 33

Bagan 5. Pohon Masalah Regulasi Emosi Subjek 1 ... 78

Bagan 6. Pohon Masalah Regulasi Emosi Subjek 2 ... 106


(6)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Pedoman Wawancara Lampiran B Lembar Observasi Lampiran C Informed Consent