Latar Belakang Masalah Proses Emosi dan Strategi Regulasi Emosi Remaja Terhadap Peristiwa Percobaan Bunuh Diri Orang Tua

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Percobaan bunuh diri merupakan bentuk perilaku yang berupaya untuk memusnahkan diri sendiri dan menganggap sebagai satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dan dapat menghentikan rasa sakit yang dirasakan Silverman, 2006. Pada tahun 2010, tingkat bunuh diri di Indonesia dinilai masih cukup tinggi. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia WHO, angka bunuh diri di Indonesia mencapai 1,6 hingga 1,8 per 100.000 jiwa Kompas.com, 2013 . Usia rata-rata pelaku percobaan bunuh diri cukup bervariasi dari belasan tahun sampai dengan 65 tahun Surilena, 2005. Menurut penelitian Khodijah 2013 mengenai fenomena bunuh diri, hasil penelitian menunjukkan tindakan individu melakukan percobaan bunuh diri sebagian besar ditemukan pada individu dewasa yang sudah memiliki keluarga dan usia remaja. Menurut Maramis 2010, fenomena percobaan bunuh diri berawal dari munculnya stres dalam ketidakberhasilan individu dalam menghadapi suatu masalah, jika stres tersebut tidak ditangani dan berlangsung lama maka akan mengganggu kesehatan jiwa individu. Senada dengan Stuart 2006 yang menyebutkan ketidakmampuan individu mengelola stres akan mengarahkan perilaku individu pada perilaku destruktif merusak pada orang lain dan diri sendiri, salah satunya adalah melakukan percobaan 1 Universitas Sumatera Utara bunuh diri. Penyebab dari percobaan bunuh diri diantaranya adalah ketidakstabilan sosial-ekonomi, kemiskinan dan konflik terhadap keluarga Sharma Sunita, 2007. Percobaan bunuh diri tidak hanya berdampak negatif pada pelaku, tetapi juga berdampak pada anggota keluarga suamiistri dan anak-anak dari pelaku serta dinamika dalam keluarga American Foundation for Suicide Prevention, 2004. Senada dengan Cerel, Jordan, dan Duberstein 2008 yang melakukan penelitian mengenai dampak bunuh diri pada keluarga. Hasil penelitian menunjukkan percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh salah satu anggota keluarga akan berdampak negatif pada anak-anak. Anak-anak cenderung mengalami gangguan mental mood disorder, posttraumatic stress disorder, dan menunjukkan perilaku bunuh diri. Anak-anak menjadi korban yang paling besar terhadap dampak negatif dari percobaan bunuh diri anggota keluarganya, terlebih lagi jika pelakunya adalah orang tua mereka. Orang tua yang melakukan percobaan bunuh diri membuat lingkungan keluarga menjadi kurang optimal, hal ini menyebabkan anak cenderung mudah stres yang berdampak pada emosional dan fisik serta tidak nyaman berada di lingkungan keluarganya Brent, 2006. Seperti yang dialami oleh YN nama inisial yang merupakan seorang remaja perempuan berusia 15 tahun. YN merupakan salah satu murid bimbingan belajar di salah satu tempat bimbingan belajar dimana peneliti mengajar. Ayah YN pernah memncoba bunuh diri dengan Universitas Sumatera Utara meminum racun serangga, namun percobaan tersebut gagal. Percobaaan bunuh diri ayah YN sangat membebani dirinya. YN yang dahulunya adalah sosok anak yang aktif dan periang berubah menjadi anak lebih pendiam dan sering murung. Perubahan sikap YN terjadi setelah ayahnya melakukan percobaan bunuh diri. Percobaan bunuh diri ayahnya membuat dirinya mengalami ketidakstabilan emosi, seperti sering marah, sedih dan takut. Hal ini membuat YN tidak begitu nyaman dengan dirinya dan juga berada dengan keluarganya sendiri sehingga membuat ia menjadi stres dan bahkan depresi. Menurut Bryan 2011, ketika salah seorang anggota keluarga melakukan percobaan bunuh diri mengakibatkan munculnya berbagai emosi negatif yang dapat membahayakan, seperti marah kepada individu yang melakukan percobaan bunuh diri, jijik, malu, takut, perasaan bersalah dan sedih. Hal ini menimbulkan perasaan insecurity, powerlesness, helplesness, dan merasa dikhianati. Emosi negatif seperti marah, jijik, malu, takut, perasaan besalah dan sedih yang dirasakan anak ketika menghadapi percobaan bunuh diri dari salah satu orang tua mereka akan melimpah dan sulit untuk dikontrol sehingga menyebabkan anak menjadi trauma terhadap peristiwa yang dialaminya Bryan, 2011. Hal ini sejalan dengan pengakuan YN mengenai kejadian percobaan bunuh diri Ayahnya: “.....Aku juga jadi trauma karena kejadian itu, walau gagal percobaan bunuh diri Ayah aku, terkadang aku juga takut kak, dia coba bunuh diri lagi. Jadinya Aku takut sama Ayah aku sendiri, mau bicara enak Universitas Sumatera Utara sama dia tapi rasanya gak bisa, selalu ingat kejadian dia minum baygon. Terkadangpun aku jadi sering marah- marah sendiri.” Komunikasi Personal, Oktober 2015 Peristiwa percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh salah satu orang tua membuat anak merasakan kehilangan dan kesedihan yang mendalam. Anak cenderung merasa gelisah terhadap situasi dia berada, merasa tidak berdaya dan sulit untuk bangkit dari masalah yang dialaminya, selain itu anak merasa telah dikhianati oleh orang tuanya Bryan, 2011. Hal ini sejalan yang dialami oleh YN mengenai percobaan bunuh diri orang tuanya: “Tau Ayah aku minum baygon, dia mau bunuh diri. Aku kaget, sedih, malu, marah juga sampai gak bisa makan dan tidur. Kenapa Ayah aku bisa buat kek gitu. Aku jadinya malu sama orang lain. Aib kali perbuatan Ayah a ku. Aku kecewa dengan Ayah aku...” Komunikasi Personal, Oktober 2015 Emosi yang tidak stabil dapat membahayakan anak ketika orang tua mereka melakukan percobaan bunuh diri, hal ini menyebabkan kondisi psikologis terganggu khususnya anak-anak pada usia remaja Carrion, 2010. Penelitian yang dilakukan oleh Cerel Robert 2005 terhadap perilaku bunuh diri dalam keluarga dan resiko perilaku pada remaja, hasil penelitian menunjukkan remaja yang memiliki anggota keluarga melakukan percobaan bunuh diri lebih berpotensi untuk mengalami tekanan emosional sehingga mereka rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri juga. Hal ini sejalan dengan pernyataan YN mengenai peristiwa percobaan bunuh diri orang tuanya: “semenjak Ayah pernah coba bunuh diri, keluarga uda gak harmonis lagi, gak enak tinggal dirumah, maunya perginya aja dirumah. Jadinya Universitas Sumatera Utara aku stress kak, sering juga aku mikir untuk bunuh diri juga, biar selesai semua masalah..” Komunikasi Personal, Oktober 2015 Dampak dari munculnya emosi negatif akibat dari percobaan bunuh diri orang tua, membuat anak-anak cenderung lebih berperilaku menyendiri, merasa berduka cita yang mendalam, dan menyebabkan anak cenderung mudah stres. Melihat permasalahan tersebut, individu perlu belajar untuk mengontrol dan mengendalikan emosi yang muncul Bonner, 2002 . Menurut Gratz Roemer 2004, individu yang menyadari dan dapat mengendalikan emosinya akan mudah untuk menerima dan memanfaatkan stimulus negatif pada dirinya. Regulasi emosi merupakan cara individu untuk mengendalikan dan mengontrol emosi yang muncul pada dirinya. Menurut Fridja 1986, regulasi emosi adalah kemampuan individu untuk menentukan emosi yang dirasakannya, kemudian individu belajar untuk mengetahui dan mengekspresikan emosi yang muncul. Selanjutnya Fridja menambahkan regulasi emosi sangat dibutuhkan demi memperbaiki kondisi psikis yang tertekan dan traumatis pada individu agar dapat mengontrol kestabilan emosi dan dapat mengatasi tekanan atau peristiwa yang berat. Senada dengan Gross 2007, regulasi emosi adalah suatu cara untuk membentuk salah satu atau lebih emosi dan belajar untuk mengungkapkan emosi tersebut. Gross juga menambahkan, regulasi emosi terkait dengan cara emosi dapat dikontrol oleh individu dengan menggunakan berbagai macam strategi. Universitas Sumatera Utara Menurut Gross 2007, strategi regulasi emosi didasarkan oleh proses emosi atau the modal model of emotion yang terdiri dari empat tahap. Tahap pertama situation yaitu stimulus yang berhubungan dengan situasi yang muncul. Tahap kedua attention yaitu perhatian terhadap situasi. Tahap ketiga appraisal yaitu penilaian individu terhadap situasi. Terakhir tahap response yaitu munculnya reaksi nyata terhadap situasi. Pada proses situation dihasilkan 2 strategi yaitu situation selection dan modification, pada proses kedua menghasilkan strategi attentional deployment. Selanjutnya proses appraisal menghasilkan strategi cognitive change dan proses terakhir, response menghasilkan strategi regulasi emosi response modulation. Strategi situation selection melibatkan tindakan untuk mendapatkan situasi yang diinginkan dan menyebabkan munculnya emosi. Strategi ini, individu dihadapkan untuk memilih situasi yang dapat membuat dirinya merasa lebih baik yaitu dengan cara menghindari atau mendekati situasi berdasarkan dampak emosional yang muncul Gross, 2007. Hal ini sejalan dengan penuturan CW yang juga memiliki orang tua melakukan percobaan bunuh diri: “aku gak mau lihat ayah kak, kepikiran terus kalo ada ayah di rumah..” Komunikasi Personal, Januari 2016 Strategi kedua adalah situation modification. Strategi ini, individu melakukan usaha untuk mengubah situasi secara langsung dengan memodifikasi lingkungan external dan fisik yang melibatkan munculnya Universitas Sumatera Utara emosi negatif sehingga dapat teralihkan Gross, 2007. Memodifikasi situasi membuat anak yang mengalami peristiwa percobaan bunuh diri orang tua membuat mereka berusaha untuk melupakan kejadian tersebut. Hal ini sejalan dengan pengakuan CW : “aku capek juga terus menghindar kak, jadi setiap aku ingat kejadian itu biasanya aku cari aktivitas lain, misalnya aku desain kamar aku atau menulis cerita. Melakukan hobi aku lah kak” Komunikasi personal, Januari 2016 Strategi attentional deployment mengacu cara individu mengarahkan perhatian terhadap suatu situasi untuk mengatur emosi yang muncul Gross, 2007. Strategi ini memiliki dua bentuk yaitu distraksi mengalihkan perhatian dari situasi dan konsentrasi fokus pada situasi. Anak yang mengalami peristiwa percobaan bunuh diri orang tuanya cenderung untuk mengalihkan perhatiannya terhadap situasi yang memunculkan emosi-emosi negatif mereka. Hal ini sejalan dengan pengakuan CW: “aku ingat terus kak sampai gak bisa tidur mau ngapa-ngapain juga malas kepikiran terus. Biasanya aku coba ngelupainnya kek coba mikirin yang lain kak, kek mikiran sekolah atau yang lain yang penting coba lupain dulu lah kak..” Komunikasi Personal, Januari 2016 Berbeda dengan strategi sebelumnya, strategi keempat yaitu cognitive change meliputi tahap penilaian terhadap suatu situasi dengan mengubah cara berpikir mengenai situasi yang dialami. Penilaian ini berpengaruh terhadap proses kognitif individu. Menurut Gross 2007, pada anak-anak penilaian sangat dipengaruhi oleh gambaran emosi yang sedang berkembang di usia mereka, penyebab dan dampak dari emosi tersebut. Universitas Sumatera Utara Pada anak yang mengalami peristiwa percobaan bunuh diri orang tua, anak menilai bahwa kejadian tersebut memiliki penyebab dan akibat bagi mereka. Hal ini disampaikan oleh CW: “aku merasa pasti ada penyebab kenapa Ayah aku coba bunuh diri, aku juga gak bisa salahkan dia sepenuhnya, itupun juga gak baik buat aku kak. Jadi aku merasa semua itu sudah takdir Allah kak” Komunikasi Personal, Januari 2016 Strategi terakhir yaitu response modulation. Strategi response modulation melibatkan perilaku ekspresif. Pada strategi ini, emosi yang muncul dalam suatu situasi dapat diregulasi dalam bentuk perilaku yang lebih nyata dan ekspresif. Anak yang mengalami peristiwa percobaan bunuh diri orang tua, biasanya menunjukkan perilaku yang mengurangi emosi negatif yang muncul. Misalnya yang disampaikan oleh CW terhadap peristiwa yang dialaminya: “ Aku coba tenangkan pikir dan hatiku. Setiap munsul kejadian itu dan perasaan yang aku rasakan, biasanya aku coba relaksasi kak, kayak yoga tapi terkadang aku minum obat pe nenang kak” Komunikasi Personal, Januari 2016 Menurut Gross 2007, proses emosi berlangsung secara dinamis, sehingga proses emosi terjadi dalam urutan tertentu dan berulang dari sepanjang waktu berjalannya proses emosi. Gross juga menambahkan setiap individu melakukan strategi regulasi emosi yang berbeda ketika individu memiliki dampak utama pada proses emosi yang berlangsung Gross, 2007. Menurut Sheppes dalam Gross, 2014, terdapat tiga faktor yang mempengaruhi individu memilih strategi regulasi emosi. Faktor pertama Universitas Sumatera Utara yaitu intensitas emosional yang berkaitan dengan tingkatan individu berada dalam situasi dan emosi yang dirasakannya. Faktor kedua yaitu kompleksitas kognitif berkaitan dengan proses kognitif individu dalam menghadapi situasi. Faktor terakhir adalah tujuan motivasi. Tujuan motivasi merujuk pada evaluasi individu terhadap stimulus yang memunculkan emosi. Selain faktor-faktor pemilihan strategi regulasi emosi tersebut, menurut Riediger Klipker dalam Gross, 2014 terdapat faktor yang mempengaruhi kemampuan individu dalam melakukan regulasi emosi yaitu familial context. Faktor familial context mempengaruhi perkembangan regulasi emosi selama masa kanak-kanak dan remaja dalam tiga cara yaitu; melalui observasi pembelajaran, melalui pola pengasuhan orang tua dan juga melalui iklim emosional dalam keluarga. Menurut Gross 2002, strategi regulasi emosi dapat digunakan secara fleksibel, hal ini tergantung pada keuntungan atau manfaat dari menggunakan strategi regulasi emosi yang diberikan dalam situasi tertentu. Tujuan dari regulasi emosi sendiri bersifat spesifik tergantung keadaan yang dialami Gross, 1999. Ia juga menjelaskan individu dengan kemampuan regulasi emosi yang rendah akan terus menerus menderita dengan perasaan negatifnya. Senada dengan Eisenbergh 2000, individu dengan kemampuan regulasi emosi yang tinggi dapat berperilaku sesuai dengan konteks sosial, sebaliknya individu dengan kemampuan regulasi emosi yang rendah sering menujukkan perilaku yang tidak konstruktif. Menurut Calkins 2004, hal Universitas Sumatera Utara yang terpenting dalam regulasi emosi adalah proses mengarahkan tujuan yaitu fokus pada kondisi, intensitas, ekspresi atau durasi dari emosi tersebut. Beranjak dari fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti anak- anak yang menghadapi peristiwa percobaan bunuh diri orang tuanya. Berdasarkan uraian diatas, dampak negatif dari percobaan bunuh diri orang tua pada anak adalah munculnya emosi-emosi negatif sehingga membuat anak tidak nyaman dengan dirinya maupun dengan lingkunganya. Hal ini membuat mereka untuk melakukan regulasi emosi. Berdasarkan uraian diatas setiap individu memilki perbedaan dalam melakukan regulasi emosi ketika mereka mengalami peristiwa yang buruk dan menekan dirinya. Terkhususnya pada remaja, pada usia ini mereka mulai belajar untuk mengontrol emosi mereka. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meilhat gambaran strategi regulasi emosi dilihat dari proses emosi pada remaja yang terhadap percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh orang tuanya.

B. Rumusan Masalah