Semiologi 1967, dan SZ 1974. SZ merupakan salah satu Karya Barthes yang juga dianalisis menggunakan analisa lima kode semiotik. Hal tersebut
menguatkan peneliti untuk menganalisis Laternen menggunakan lima kode semiotik Roland Barthes.
3. Semiologi Roland Barthes
Roland Barthes merupakan salah satu ahli Semiologi. Teori yang ia kembangkan berasal dari salah satu pendiri Semiotik, Saussure. Barthes lahir
di Cherbourg, Prancis pada tahun 1915 dan meninggal pada tahun 1980 di Paris. Ia menempuh pendidikan di Sorbone, Prancis. Ia memperoleh gelar
secara berturut pada tahun 1939 dan 1943. Roland Barthes merupakan penerus pemikiran Saussure. Saussure
tertarik pada pemikiran kompleks pembentuk kalimat dan cara-cara, bentuk- bentuk kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan
bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna berbeda pada orang yang berbeda situasinya. Roland Barthes meneruskan pemikiran
tersebut dengan menekankan interaksi antar teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya. Interaksi antara konvensi dalam teks dengan
konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Gagasan ini disebut dengan order of significations tingkat konotasi dan denotasi. Secara
semiotik, konotasi adalah sistem semiotik tingkat kedua yang dibangun atas sistem semiotik pertama atau denotasi dengan menggunakan makna meaning
atau signification
sistem tingkat
pertama menjadi
Expression SignifierSunardi via Fatimah, 2002: 85.
Semiologi Roland Barthes mengacu pada Saussure dengan menyelidiki hubungan penanda dan petanda pada sebuah tanda. Hubungan penanda dan
petanda ini bukanlah kesamaan equality, tetapi ekuivalen. Bukannya yang satu kemudian membawa pada yang lain, tetapi korelasilah yang menyatukan
keduanya. Dalam Kurniawan 2001, Barthes lebih lanjut mengungkapkan semiologi
mempelajari bagaimana kemanusiaan Humanity memaknai hal hal Things. Memaknai to sinify dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan
mengkomunikasikan to communicate. Memaknai berarti bahwa obyek- obyek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana obyek obyek itu
hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. Barthes dengan demikian melihat signifikansi sebagai sebuah proses
yang total dengan suatu susunan yang sudah terstruktur. Barthes menjelaskan lebih lanjut, persoalan klasik dalam analisis
Semiotika adalah tidak adanya suatu mesin pembaca makna. Mesin penerjemah memang ada, tetapi mesin ini hanya dapat menstransformasi
makna-makna denotatif atau makna lateral dan bukan makna-makna kedua atau makna konotatif. Mulai nampaklah dalam hal ini Barthes memberi
tempat berarti bagi pembaca. Dengan demikian, maka metode dalam mendekati suatu teks atau menilainya dilihat dari bagaimana pembaca
memproduksi makna tingkat kedua itu. Barthes secara tegas menyatakan : “Because the Goal of literary work of literature as work is to make the
reader no longer a consumer, but a producer of a text”. Barthes, 1974: 4