Makna Pesan Dakwah Dalam Foto Busana Muslim Rubrik Modis Pada Majalah Aulia (Analisis Semiotik Melalui Pendekatan Model Roland Barthes)

(1)

(Analisis Semiotik Melalui Pendekatan Model Roland Barthes)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Disusun Oleh :

NURUL ADHANI

109051000006

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/2014 M


(2)

(Analisis Semiotik Melalui Pendekatan Model Roland Barthes)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Disusun Oleh :

NURUL ADHANI

109051000006

Di Bawah Bimbingan,

Dr. Fatmawati Sofyan, MA

NIP. 19760917 200112 2 002

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/2014 M


(3)

(4)

(5)

i Barthes)

Majalah merupakan bentuk media massa atau cetak yang memberikan berbagai informasi serta pesan kepada khalayak. Saat ini penggunaan media cetak khususnya majalah banyak digunakan sebagai media dakwah. Seperti majalah Aulia yang menggunakan majalah sebagai media dakwah lewat rubrik-rubrik yang ada di majalah tersebut.

Majalah saat ini menjadi acuan masyarakat dalam berbagai hal, seperti dalam berbusana, yang menjadi inspirasi khususnya bagi wanita, yang menampilkan foto busana yang sedang trend saat ini, namun sering kali busana yang ditampilkan tidak sesuai dengan syariat islam,walaupun busana tersebut merupakan busana muslimah, maka dari itu diperlukan untuk membaca foto yang terdapat di rubrik modis edisi No.07/Tahun X/Januari 2013 majalah Aulia yang dilihat dari penanda, petanda hingga tandanya sendiri, maka dapat diajukan beberapa pertanyaan, yaitu: Apa makna denotasi, konotasi, dan mitos yang terdapat pada rubrik modis majalah Aulia. Dan Makna pesan dakwah apa yang ingin disampaikan pada rubrik modis dalam majalah Aulia.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotika Roland Barthes. Barthes mengajukan tiga tahapan dalam membaca foto, yaitu dengan melihat dan mencari unsur penanda, segi petanda dan juga tanda itu sendiri.

Penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metodelogi kualitatif deskriptif. Yang bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat. Penulis melakukan pengumpulan data dengan cara observasi, dan wawancara yang kemudian dianalisis dengan menggunakan metode semiotika. Objek penelitian ini adalah foto busana muslimah pada rubrik modis dalam majalah Aulia edisi bulan januari 2013.

Foto busana muslimah yang ada dalam majalah Aulia merupakan foto fashion dalam berbusana muslimah yang tetap bisa tampil modis walau memakai hijab. Makna denotasi dari foto tersebut adalah semua yang tergambar dalam foto. Makna konotasi adalah bahwa wanita muslimah seharusnya ketika berpergian menutup auratnya secara sempurna. Memgaplikasikan kain tenun dalam busana bisa terlihat lebih anggun dan tidak terlihat kaku. Mitosnya adalah bahwa dengan berhijab seseorang bisa tampil cantik dan modis namun tetap syar’i, dan pemakaian atau pengaplikasian unsur tradisional dalam berbusana bisa dijadikan trend baru dalam berbusana baik acara formal maupun informal. Sedangkan pesan dakwah yang ingin disampaikan oleh majalah Aulia adalah hendaknya seorang muslimah menutup auratnya secara sempurna dan tampil cantik dan sempurna dalam keluarga.

Kesimpulannya, foto busana muslimah yang terdapat dalam majalah Aulia edisi bulan januari 2013 dapat memberikan inspirasi baru dalam berbusana. Karena kain tradisional seperti kain tenun yang dimiliki setiap daerah di indonesia bisa di aplikasikan dalam busana keseharian tidak harus acara adat atau formal dan hal ini menjadikan dunia fashion style semakin berkembang.


(6)

ii Assalamualaikum Wr.Wb.

Alhamdulillah puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi dengan judul Makna Pesan Dakwa Dalam Foto Busana Muslim Rubrik Modis Pada Majalah Aulia (Analisis Semiotik Melalui Pendekatan Model Roland Barthes) sebagai prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam, pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga dan sahabatnya.

Terselesaikannya skripsi ini tentu tak lepas dari berbagai dukungan yang diberikan kepada penulis, baik moril maupun materil. Dan dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA

2. Dr. Arief Subhan, MA., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, serta Wakil Dekan Dr. Suparto, M. Ed, MA., Drs. Jumroni, M.Si., dan Drs. Wahidin Saputra, M.Ag.,

3. Bapak Rachmat Baihaki, MA., sebagai Ketua Jurusan Komunikasi Dan Penyiaran Islam

4. Dra. Hj. Umi Musyarrofah, M.A., sebagai Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.


(7)

iii

kesabaran, perhatian dan ketelitian memberikan masukan serta meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis hingga skripsi ini selesai.

6. Drs. Armawati Arbi selaku Dosen Pembimbing Akademik KPI A 2009 7. Segenap Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, yang telah mentranformasikan ilmu, sehingga penulis mampu menyelesaikan studi maupun penulisan skripsi ini

8. Pimpinan dan para petugas perpustakaan Fakultas Dakwah dan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

9. Ibu Santi Soekanto, sebagai Pemimpin Redaksi Majalah Aulia, yang telah mau membantu penulis dan memberikan izin untuk melakukan penelitian. Dan Mba Novie Riyanti dan Mba Nina, Mba Novi serta seluruh Staff redaksi Majalah Aulia yang telah membantu memberikan data kepada penulis.

10.Kedua orang tua yang sangat saya sayangi, yaitu Ayahanda Nurzaman dan Ibunda Tuti Ganeti S.Pd, terima kasih karena berkat do’a, motivasi, kasih sayang, perhatian, dan bantuan (moril, materil, dan sprititual) yang telah diberikan dengan tulus, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada jenjang Perguruan Tinggi Negeri.


(8)

iv

selalu mendoakan dan memberi semangat kepada penulis.

12.Teruntuk Ilham Fahma Setiawan yang selalu membimbing saya dalam hal apapun, yang memberikan semangat tiada hentinya, mengajarkan dan juga yang telah menghibur penulis.

13.Teman-teman KPI A angkatan 2009, sahabat-sahabat tersayang yang selalu berbagi suka dan duka selama beberapa tahun ini. Anna Sapitri, Dina Damayanti, Esty Nurhayati, dan Fajriah Rifa’i. Serta teman-teman KKN SOS (Spirit Of Social) 2012 yang telah membantu penulis dalam segala hal, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Serta sahabat-sahabat saya, Ropikoh Susanti Nasution, Eis Hartati, Ryan Febrian, Fajar Nurhadi dan Dicky Zulkifli Ramdhani. Yang telah memberikan semangat serta menghibur saya.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT semua amal baik dikembalikan, semoga Allah SWT membalas jasa segala dukungan yang diberikan kepada penulis dengan balasan yang berlipat ganda. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi para pembaca pada umumnya. Amin

yaa Rabbala’lamin....

Wassalamu’alaikumWr. Wb.

Jakarta, 7 Januari 2013


(9)

v

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian... 8

D. Manfaat Penelitian... 9

E. Tinjauan Pustaka ... 9

F. Kerangka Konsep ... 11

G. Metodelogi Penelitian ... 11

H. Sistematis Penulisan ... 14

BAB II PEMBAHASAN A. Analisis Semiotika ... 16

B. Model Semiotika Roland Barthes ... 17

C. Makna Denotasi dan Konotasi ... 21

D. Jenis-Jenis Media Massa ... 24

E. Dampak Komunikasi Massa ... 25

F. Kelebihan dan Kelemahan Media Cetak ... 26


(10)

vi

J. Busana ... 33

BAB III PROFIL MAJALAH AULIA A. Sejarah dan Perkembangan Majalah Aulia ... 38

B. Struktur Redaksi Majalah Aulia ... 41

C. Visi dan Misi Majalah Aulia ... 42

D. Rubrikasi Majalah Aulia ... 43

BAB VI TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Gambar Pertama ... 46

1. Makna Denotasi ... 47

2. Makna Konotasi ... 48

3. Mitos ... 50

B. Gambar Kedua... 51

1. Makna Denotasi ... 52

2. Makna Konotasi ... 53

3. Mitos ... 54

C. Makna Pesan dakwah yang disampaikan dalam Rubrik Modis . 56 BAB V PENUTUPAN A. Kesimpulan... 60

B. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 64 LAMPIRAN


(11)

vii

Tabel 2.1 : Peta Tanda Roland Barthes ... 19 Tabel 3.1 : Struktur Redaksi Majalah Aulia ... 41


(12)

viii

1. Gambar 1.1 : Tabel Kerangka Konsep ... 11 2. Gamabr 1.2 : Signifikasi Dua Tahap Barthes ... 12 3. Gambar 2.3 : contoh busana muslimah yang tidak sesuai dengan

syariat islam ... 37 4. Gambar 4.1 : Analisis foto ... 46 5. Gambar 4.2 : Analisis foto ... 51


(13)

1 A.Latar Belakang

Perkembangan komunikasi massa dimulai oleh pers, disusul oleh film, diikuiti oleh radio, selanjutnya oleh televisi.1 Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak.2 Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber kepada khalayak atau penerima pesan dengan mengggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti Surat Kabar, Film, Radio, dan Televisi. Surat Kabar boleh dikatakan sebagai media massa tertua sebelum Film, Radio, dan Televisi. Surat Kabar memiliki keterbatasan karena hanya bisa dinikmati oleh mereka yang melek huruf, serta lebih banyak disenangi oleh orang tua dibandingkan kaum remaja dan anak-anak.3

Sampai akhir abad 19, kegiatan komunikasi massa hanya dilakukan oleh surat kabar dan majalah. Media Massa lainnya belum lahir, sekarang surat kabar dan majalah telah mengalami kemajuan sangat pesat sesuai dengan perekembangan teknologi yang semakin canggih. Kalau pada mulanya surat kabar dan majalah hanya dicetak dengan tinta hitam saja, sekarang dicetak dengan banyak warna atau yang lebih kita kenal dengan Full Colour. Teknik

1

Onong Uchjana Efendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1992), hal. 56.

2

H. Hafied Canggara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 123.

3


(14)

percetakan yang sudah semakin maju telah mengantarkan bentuk surat kabar dan majalah semakin baik dan indah.4

Edisi perdana majalah yang diluncurkan di Amerika pada pertengahan 1930-an memperoleh kesuksesan besar, majalah telah memuat segmentasi pasar tersendiri dan membuat fenomena baru dalam dunia media massa cetak di Amerika.5 Sedangkan keberadaan majalah sebagai media massa di Indonesia dimulai menjelang dan pada awal kemerdekaan Indonesia. Di Jakarta pada tahun 1945 terbit majalah bulanan dengan nama Pantja Raja pimpinan Markoem Djojohadisoeparto (MD) dengan prakata dari Ki Hajar Dewanto selaku Menteri Pendidikan pertama RI.

Majalah merupakan media yang paling simple organisasinya, relative mudah mengelolanya, serta tidak membutuhkan modal yang banyak. Majalah juga dapat diterbitkan oleh setiap kelompok masyarakat, dimana mereka dapat dengan leluasa dan luwes menentukan bentuk, jenis, dan sasaran khalayaknya. Majalah mempunyai karakteristik tersendiri dibandingkan dengan media cetak, salah satunya adalah frekuensi terbit majalah pada umumnya adalah mingguan.

Majalah adalah terbitan yang berisi artikel, cerita fiktif, yang beredar berkala dan bergambar, diberi sampul dan dijahit seperti buku. Menurut hasan sadhily, majalah adalah Terbitan berkala, semula hanya khusus menyajikan tulisan-tulisan dibidang kebudayaan dan ilmu pengetahuan, istilah ini digunakan untuk menyebutkan segala jenis penerbitan berkala yang lebih luas. Isinya meliputi, segala bentuk karya sastra, liputan jurnalistik, pandangan

4

Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam, (Jakarta: PT Logos, 5

Elvinaro Ardianto, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, (Bandung: Smibiosa Rekatama Media, 2007), hal. 116.


(15)

tentang berbagai topik aktual yang patut diketahui konsumen pembaca. Menurut penerbitan bedasarkan pada kala terbitnya dapat dibedakan atas majalah mingguan, bulanan, tengah bulanan dan lain-lain. Menurut pengkhususan isinya dapat dibedakan bedasarkan berita, wanita, remaja, olah raga, sastra, cabang ilmu pengetahuan tertentu dan sebagainya.

Bagian yang terpenting dari majalah adalah rubrik. Rubrik itu sendiri merupakan hal yang dapat dijadikan sebagai inspirasi bagi si pembaca. Rubrik itu sendiri merupakan ruangan yang terdapat dalam surat kabar yang memuat isi dan berita. Ruangan khusus yang dapat dimuat dengan periode yang tetap dengan hari-hari tertentu atau beberapa minggu sekali, yang membuat masalah masing-masing sesuai yang ditulis rubrik tersebut.6 Bedasarkan fungsi media, rubrik dapat digolongkan menjadi 4 jenis yaitu :

1. Rubrik yang informative yag bertujuan memberikan informasi apa adanya. 2. Rubrik yang edukatif yang bertujuan mendidik dan mengajarkan sesuatu. 3. Rubrik yang persuasife yang bertujuan membujuk untuk setuju pada

pendapat tertentu, bahkan mengajak pembaca melakukan sesuatu. 4. Rubrik yang menghibur yang bertujuan untuk perasaan pembaca. 7

Menurut Harimurti kridalaksana, rubrik adalah “pers” kelompok

karangan tulisan atau berita yang digolongkan atas dasar aspek atau tema tertentu.8 Majalah yang merupakan salah satu media cetak di Indonesia sangat berkembang, mempunyai pengaruh pola pikir dan prilaku masyarakat, karena dalam media cetak terdiri atas rubrik-rubrik yang biasa dijadikan sebagai

6www.Google.co.id “apa itu rubrik” Diakses Pada 7 Januari 2013

7

www.glorianet.org/kolom/kolomedia.html Diakses pada 7 Januari 2013 8


(16)

inspirasi, tak terkecuali bagi media cetak nasional, seperti majalah Aulia yang banyak memuat foto - foto busana dan banyak dijadikan inspirasi bagi perempuan masa kini. Dan hal ini dijadikan sebagai sarana media dakwah yang baru di era modern seperti sekarang ini. Tak jarang berbagai media digunakan sebagai media dakwah, untuk menyampaikan hal-hal mengenai islam. Kompleksitas hubungan antara agama dan masyarakat itu agaknya sukar di hindari.

Sebab disatu pihak agama ingin lebih ingin banyak berperan untuk mengendalikan nilai-nilai dan gaya hidup masyarakat yang sedang berubah itu, agar tidak membahayakan sistem nilai umat islam yang sudah lama mapan, dan juga tidak membahayakan tatanan hidup beragama itu sendiri. Misalnya, muncul pelembagaan media massa islam khususnya pers islam, bank-bank islam, lembaga-lembaga dakwah baru, seperti yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, Majelis Dakwah Indonesia, kemudian pemasyarakatan busana muslimat dan sebagainya.9 Dakwah itu sendiri adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah Swt sesuai dengan garis aqidah, syari'at dan akhlak Islam.

Kata dakwah merupakan masdar yaitu kata benda dari kata kerja da'a yad'u yang berarti panggilan, seruan atau ajakan. Sedangkan tujuan utama dakwah ialah mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup didunia dan diakhirat yang diridhai oleh Allah. Nabi Muhammad Saw mencontohkan dakwah kepada umatnya dengan berbagai cara melalui lisan, tulisan dan

9

Andi Abdul Muis, Komunikasi Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), Cet ke-1, hal. 135.


(17)

perbuatan. Memasuki zaman global seperti saat sekarang ini, pola dakwah bil-qalam yaitu dakwah melalui tulisan baik dengan menerbitkan kitab-kitab, buku, majalah, internet, koran, dan tulisan-tulisan yang mengandung pesan dakwah sangat penting dan efektif.

Seperti halnya yang dilakukan oleh Majalah Aulia, yang menyampaikan dakwahnya melalui media massa khususnya media cetak lewat rubrik-rubrik berserta foto - foto busana muslim, lewat rubrik tersebut Majalah Aulia menyampaikan pesan dakwah bil-qalam bagaimana caranya seorang muslimah berbusana yang benar menurut syariat islam. Wajib hukumnya bagi seorang wanita muslim berpakaian muslimah, karena Busana muslim dapat memiliki makna tertentu. Dalam agama Islam, maupun era modern ini, selalu ditemukan ajaran tentang berpakaian sopan di depan umum, setidaknya menurut pandangan secara universal bahwa manusia harus menutupi bagian-bagian tubuh yang seharusnya tidak diperlihatkan di depan umum.

Islam memberikan rambu-rambu yang jelas dalam berpakaian wanita agar tetap ada keseimbangan antara estetika dan syariah. Di dunia modern, banyak wanita mengalami alienasi atau keterasingan diri. Salah satu cara berpakaian yang berkaitan dengan nilai agama dan yang sering menjadi pusat perhatian adalah dengan menggunakan jilbab. Jilbab adalah pakaian yang wajib hukumnya dikalangan wanita muslim. Dalam agama Islam diperintahkan wanita muslim untuk menutup aurat mereka dengan berjilbab, sesuai dengan surat al-ahzab ayat 59 yang berbunyi :


(18)















Artinya: Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Ayat ini menuntut kaum wanita untuk mengulurkan jilbabnya ketubuhnya pada waktu keluar rumah untuk memenuhi keperluan mereka. Hal itu digunakan supaya mereka berbeda dari wanita budak sehinga tidak ada seorang pun yang menganggu mereka, karena ragu. Ini berarti bahwa jilbab disyariatkan untuk menyempurnakan keadaan ketika mereka keluar rumah, dan dalam kesempurnaan ini terdapat pembedaan,penjaga diri, dan penghormatan.10

Berjilbab adalah sebuah hukum dan syariat agama Islam yang berakar kuat dalam Al-Quran dan sunnah Nabi, bukan kultur Arab ataupun masyarakat Timur Tengah. Memakainya sesuai ajaran tersebut termasuk ibadah terhadap Allah Swt. Dalam ajaran Islam, para wanita dianjurkan mengenakan jilbab untuk menutupi seluruh badan, kecuali telapak tangan, kaki, dan wajah. Tujuannya untuk menghindari dari pandangan yang mengundang syahwat. Jadi busana seperti itu dibuat longgar dan bewarna gelap.

Unsur religius sangatlah penting dan harus dinomer satukan, sebab jika benar kenyataan religius itu bermakna dalam hidup ini maka haruslah dilihat pula bagaimana agama itu terpancar dalam penghayatan kultural dan kenyataan sosial. Di Indonesia, jilbab mempunyai pengertian sebagai kerudung lebar yang

10Abdul Halim Abu Syuqqah, “Kebebasan Wanita”, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), Cet ke-2, hal. 57.


(19)

dipakai wanita muslim untuk menutupi kepala dan leher sampai dada. Sedangkan pengertian di negara-negara islam, jilbab adalah pakaian terusan panjang yang menutupi seluruh badan, kecuali telapak tangan, kaki dan wajah yang biasanya digunakan wanita muslim. Jilbab menutupi bagian leher dan meggulur kebawah menutupi badan.

Dan pada saat ini jilbab tidak lagi dianggap nora tau ketinggalan jaman, karena saat ini pemakaian jilbab jauh lebih modern dibandingkan dengan penggunaan awal jilbab itu sendiri, Mereka mencari identitas dengan menampilkan pakaian-pakaian yang sedang “in” atau menjadi mode pada zamannnya.

Dan memperteguh identitaas dirinya ia akan mencari busana yang mencerminkan status barunya.11 Karena pada era sekarang ini begitu banyak majalah yang menampilkan busana muslimah namun kurang sesuai dengan syariat Islam, tidak heran kalau disekeliling kita banyak kaum muslimah yang keliru akan ketentuan bagaimana cara memakai jilbab atau busana muslim yang sesuai dengan syariat Islam itu sendiri, yang hanya mementingkan fashion dibandingkan dengan ajaran yang telah ditentukan.

Uraian yang tertulis sebelumnya menumbuhkan minat penulis untuk meneliti sebuah majalah yang menjadi inspirasi bagi wanita yang ingin memakai busana muslimah, yang terdapat dalam majalah Aulia. Maka judul penelitian ini adalah “MAKNA PESAN DAKWAH DALAM FOTO BUSANA MUSLIM RUBRIK MODIS PADA MAJALAH AULIA (Analisis Semiotik Melalui Pendekatan Model Roland Barthes) ”

11


(20)

B.Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk lebih fokus masalah penelitian ini, maka penulis membatasi masalah analisis Semiotika dalam busana muslimah majalah Aulia disini yaitu 2 foto busana muslim pada rubrik modis dalam majalah Aulia edisi No.07/Tahun X/Januari 2013. Yang berfokus pada messange (pesan) yang terdapat dalam majalah Aulia, dan tidak berfokus pada sender (pengirim), chanel (media), receiver (penerima), dan efect (efek).

Adapun perumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaiamana makna Denotatif, Konotatif, dan Mitos yang terkadung dalam foto busana yang terdapat pada rubrik modis majalah Aulia?

2. Makna pesan dakwah apa yang ingin disampaikan pada rubrik modis dalam majalah Aulia?

C.Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini memberikan pengetahuan mengenai makna dalam foto dan untuk mengatasi salah membaca pesan dari foto busana yang ditampilkan. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini mendeskripsikan dan menganalisa beberapa permasalahan, sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui makna Denotatif Konotatif dan Mitos yang terkadung dalam foto busana yang terdapat pada rubrik modis majalah Aulia.

2. Untuk mengetahui makna pesan dakwah yang disampaikan pada rubrik modis dalam majalah Aulia.


(21)

D.Manfaat Penelitian

Penelitia ini mempunyai manfaat dan kegunaan sebagai berikut:

1. Manfaat Akademis: penelitian ini secara akademis dapat memberikan kontrubusi positif pada bidang ilmu komunikasi terutama dalam konteks Analisis Semiotika, serta dapat memberikan informasi pada Mahasiswi Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang akan menggunakan pakaian atau mede/fashion yang terdapat pada rubrik majalah Aulia.

2. Manfaat Praktis: penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para praktisi komunikasi, terlebih lagi Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam agar mengetahui mengenai fashion, dan sebagai perbandingan dan masukan kita semua Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tentang busana musliman yang lazim digunakan oleh kebanyakan orang. Juga dalam penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi para pencinta mode atau fashion style, khususnya bagi para pembaca majalah Aulia.

E.Tinjaun Pustaka

Dalam menentukan judul penelitian ini penulis sudah mengadakan tinjauan pustaka ke perpustakaan yang terdapat di Fakultas Dakwah maupun Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah. Selain dari buku yang jadi rujukan utama, data-data yang diperoleh dari penelitian ini berfokus pada fashion perempuan di media massa cetak. Menurut pengamatan penulis dari observasi yang penulis lakukan sampai ini hanya menemukan yaitu :


(22)

Noor Hidayati menulis,12 persamaan pada skripsi ini sama-sama menjelaskan mengenai makna dalam foto busana sedangkan perbedaan pada skripsi ini menggunakan teori Charles Sander Pierce yang membagi objeknya kepada ikon indeks, dan symbol pada busana yang terdapat pada majalah UMMI.

Trigustia Pusporini13 pada skripsi ini membahas tentang rubrik fashion style yang terdapat pada majalah Kawanku yang diambil dari edisi No 33-2008 sampai edisi No 36-2008 yang menyajikan foto fashion style yang bertemakan pakaian model tahun 70-an dan pegantian musim. Yang mencoba menggali makna konotasi dan denotasi, sedangkan dari objek peneltian ini adalah foto busana muslima yang terdapat pada majalah Aulia.

Risqa Fadilah14 kesamaan pada skripsi makna pesan ini sama-sama menjelaskan makna foto dalam sebuah rubrik majalah, sedangkan perbedaan pada skripsi ini adalah subjek pada yang berbeda selain itu pada skripsi ini menggunakan semiotik model Charles Sander Pierce yang membagi objeknya kepada ikon indeks, dan symbol pada busana yang terdapat pada sebuah rubrik majalah Paras

12

Noor Hidayati, “Analisis Semiotika Terhadap Rubrik Mode Pada Majalah Ummi”, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2011.

13

Trigustia Pusporini “Analisis Semiotika Rubrik Fashion Style Majalah Kawanku” Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.

14

Risqa Fadilah, ”Analisis Semiotik terhadap Rubrik Busana pada Majalah Paras”, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012.


(23)

F. Kerangka Konsep Gambar 1.1

G.Metodelogi Penelitian

1. Pendekatan

Penelitian ini digali melalui pendekatan Kualitatif Deskriptif yaitu bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu. Selain itu penelitian deskripstif digunakan secara sistematis fakta atau karakteristik pada bidang tertentu dalam bidang ini busana atau pakaian yang dijadikan subjek penelitian yang dalam uraiannya yaitu busana-busana muslimah yang dalam rubrik modis dalam majalah Aulia. Dengan menggunakan analisis semiotik analitik yang menganalisis sistem tanda. Pierce menyatakan bahwa semiotik berobjekan tanda dan menganalisisnya menjadi ide, objek, dan makna. Ide dapat dikatakan sebagai lambang yang mengacu kepada objek tertentu.

MAKNA PESAN

1. makna denotasi,konotasi dan mitos 2. makna pesan dakwah

MODEL : ROLAND BARTHES


(24)

Sedangkan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotika Roland Barthes, yang membuat model sistematis dalam menganalisis makna dari tanda-tanda. Fokus penelitian Barthes lebih tertuju kepada gagasan tentang signifikasi dua tahap two order of signification seperti pada gambar di bawah ini.15

First Order Second Order

Reality Signs Culture

Gambar 1.2 : Signifikan Dua Tahap Barthes Penjelasan gambar :

Melalui 1.2 Barthes, seperti yang dikutip Fiske, menjelaskan bahwa signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi, yaitu makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif.

15

Alex sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 127.

denotation

signifier

signified

connotation


(25)

Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek, sedangkan konotasi adalah bagaimana mengambarkannya. 2. Subjek dan Objek Penelitian

Adapun yang menjadi subjek penelitian ini adalah majalah Aulia. Sedangkan objek penelitian ini adalah rubrik modis.

3. Tempat dan Waktu Penelitian

Adapun penelitian ini dilakukan sesuai subjek, yaitu di majalah Aulia dengan melakukan wawancara pada pihak-pihak yang terkait. Sedangkan waktu penelitiannya dimulai sejak bulan oktober hingga desember 2013. 4. Tahapan Penelitian

a. Teknik Pengumpulan Data

pengumpulan data pada penelitian ini adalah data primer dan sekunder. 1) Data Primer :

a) Wawancara

Wawancara adalah teknis dalam upaya menghimpun data yang akurat untuk keperluan melaksanakan proses pemecahan masalah tertentu sesuai data.

2) Data Sekunder

a) studi pustaka untuk membangun landasan teori yang sesuai dengan permasalahan penelitian sehingga dapat membantu dengan dalam pembahasan masalah yang diteliti. Studi pustaka dilakukan dengan membaca buku-buku referensi dan pencarian internet melalui situs website yang berkaitan dengan penelitian ini.


(26)

b. Teknik Analisis Data

Setelah semua data yang dibutuhkan telah terkumpul, kemudian diklarifikasikan dengan pertanyaan penelitian yang telah ditentukan. Setelah data terklarifikasikan, dilakukan teknik analisis data dengan menggunakan teknik analisis semiotika model Roland Barthes, proses pertama kali yang dilakukan adalah mencari tanda pada gambar-gambar dalam rubrik majalah Aulia, yang akan dimasukkan ke dalam analisis. Selanjutnya peneliti memaparkan data yang didapat dengan melakukan pemisahan antara makna denotative dan makna konotatife. Makna-makna inilah yang kemudian dihubungkan dengan mitos atau kontruksi sosial yang ada. Kemudian dari intrepetasi data yang dilakukan, peneliti menarik kesimpulan.

c. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan pada skripsi ini adalah menggunakan

“Pedoman Penulisan karya Ilmian (Skripsi, Tessis, Disertasi) yang

diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Devel opment an Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.16

H.Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan, Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Kerangka Konsep, Metodelogi Penelitian, Sitematika Penulisan.

16

Hamid Nasuhi dkk, CeQDA (Center for Quality Development an Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007. Cet, pertama


(27)

BAB II Pembahasan, Analisis Semiotika, Model Semiotik Roland Barthes, Makna Denotasi dan Konotasi, Jenis-jenis Media Massa, Dampak Komunikasi Massa, Kelebihan dan kelemahan Media Cetak, Majalah, Rubrik, dakwah, dan Busana.

BAB III Profil Majalah Aulia, Sejarah dan Perkembangan Majalah Aulia, Struktur Redaksi Majalah Aulia, Visi dan Misi Majalah Aulia, dan Rubrikasi Majalah Aulia.

BAB IV Analisi Data, Membahasas tentang makna denotasi, konotasi, dan mitos dari foto-foto busana dalam rubrik modis majalah Aulia. Dan makna pesan yang disampaikan oleh majalah Aulia.


(28)

16 A.Analisis Semiotika

Semiotika adalah ilmu tentang tanda - tanda. Studi tentang dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya dan penerimaannya oleh mereka yang menggunakannya. Menurut preminger, ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda.

Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Tokoh-tokoh penting dalam bidang semiotika adalah Ferdinand Saussure, seorang ahli filsafat dan logika Amerika. Kajian semiotika menurut Saussure lebih mengarah pada penguraian sistem yang berkaitan dengan linguistik, sedangkan Peirce lebih menekankan pada logika dan filosofi dari tanda-tanda yang ada di masyarakat.17

Sejak pertengahan abad ke-20, semiotika telah tumbuh menjadi bidang kajian yang sungguh besar, melampaui diantaranya, kajian bahasa tubuh, bentuk bentuk seni, wacana retoris, komunikasi visual, media, mitos, naratif, bahasa, artefak, isyarat, kontak mata, pakaian, iklan, makanan, upacara-pendeknya, semua yang digunakan, diciptakan, atau diadopsi oleh manusia untuk memproduksi makna. Tujuan bab ini adalah mengguratkan gambaran umum mengenai apa yang dimaksud semiotika dan apa yang bisa

17

Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Prenada Media group, 2008), cet ke-3 hal. 263-264


(29)

dilakukannya, juga maka untuk memperkenalkan konsep dan prinsip dasarnya.18

B.Model Semiotik Roland Barthes

Roland barthes dikenal sebagai seorang pemikir strukturalis yang gigih mempraktikan model liguistik dan semiologi saussurean.19 Menurut Barthes Bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu. Untuk menganalisis teks pada rubrik dalam majalah Aulia, penulis menggunakan analisis menurut metode Roland Barthes, denotasi, konotasi dan mitos.

Pendekatan semiotik Roland Barthes secara khusus tertuju kepada sejenis tuturan atau speech yang disebut sebagai mitos. Menurut barthes, bahasa membutuhkan kondisis tertentu untuk dapat menjadi mitos, yaitu yang secara semiotis dicirikan oleh hadirnya sebuah tataran signifikasi yang disebut sebagai sistem semiologis tingkat kedua atau the second order semiological system, penanda-penanda berhubungan dengan petanda - petanda sedemikian sehingga memghasilkan tanda, selanjutnya tanda - tanda pada tataran pertama ini pada gilirannya hanya akan menjadi penanda - penanda yang berhubungan pula dengan petanda - petanda pada tataran kedua. Pada tataran signifikasi tataran kedua inilah mitos berada.

Aspek material mitos, yakni penanda-penanda pada the second order semiological system itu, dapat disebut sebagai retorik atau konator-konator,

18

Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), cet 1, hal. 6. 19Alex Sobur, M.Si, “ Semiotika Komunikasi”,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), cet ke-4, hal. 63.


(30)

yang tersusun dari tanda-tanda pada sistem pertama, sementara petanda-petandanya sendiri dapat dinamakan sebagai fragmen ideologi.20

Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca the reader. Konotasi, walaupun sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran kedua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya.

Sastra merupakan contoh paling jelas sistem pemaknaan tataran kedua yang dibangun diatas bahasa sebagai sistem yang pertama. Sistem kedua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam Mythologies nya secara tegas dibedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama. Melanjutkan studi Hjelmslev, Barthes menciptakan peta tentang bagaimana tanda bekerja.

1. Signifier atau Penanda 2. Signified atau Petanda

3. Denotative Sign atau Tanda Denotatif 4. Connotative Signifier

atau Penanda Konotatif

5. Connotative Signified atau Petanda Konotatif 6. Connotative Sign (Tanda Konotatif)

Tabel 2.1 : Peta Tanda Roland Barthes

Penjelasan gambar: dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif pada nomer 3 terdiri atas penanda pada nomer 1 dan petanda pada nomer 2. Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga

20

Kris Budiman, semiotika visual “konsep, isu, dan problem ikonisitas”, (yogyakarta:


(31)

penanda konotatif pada nomer 4. Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur material. Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Sesungguhnya, inilah sumbangan Barthes yang sangat berarti bagi penyempurnaan semiologi saussure, yang berhenti pada penandaan dalam tataran denotatif.21

Barthes menjelaskan signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi tanda tertentu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaan. Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intrasubjektif.

Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja dengan mitos (myth). Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami kepada aspek tentang realitas atau gejala alam.22

Dapat dipahami bahwa denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap sebuah objek, konotasi adalah bagaimana menggambarkannya, dan mitos adalah pemahaman akan beberapa aspek realitas atau gejala alam yang mudah menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat.

21

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), cet. Ke-4, h.69.

22

Yasraf amir piliang, hipersemiotik: tafsir cultural atau matinya makna, (Bandung: jala Sutra, 2003), hal. 127-128.


(32)

Menurut konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaanya. Konotasi identik dengan operasi ideologi yang

disebut sebagai “mitos” dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan

pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.

Makna denotative bersifat langsung, yaitu makna khusus yang terdapat dalam sebuah tanda dan pada intinya disebut sebagai gambaran sebuah pertanda. Makna konotatif adalah makna denotatif ditambah dengan segala gambaran, ingatan, dan perasaan yang ditimbulkannya. Di dalam mitos sebuah petanda dapat memiliki beberapa petanda.

Menurut Okke Koyuma Sumantri zaimar dikemukakan oleh barthes bahwa ada tiga cara berbeda dalam membaca mitos, contoh penerapannya diambil dari teks yang dikemukakan barthes, yaitu :

1. Pembaca menyesuaikan diri dengan penanda yang kosong, ia membiarkan konsep mengisi bentuk tanpa ambiguitas, dan ia akan berhadapan dengan system yang sederhana. Disini pemaknaan bersifat harfiah. Contoh: prajurit kulit hitam yang memberi hormat pada bendera prancis adalah contoh kebesaran prancis. Cara pembacaan seperti ini adalah yang dilakukan oleh si pembuat mitos, yang mulai dengan konsep, kemudian mencari bentuk yang sesuai dengan konsep itu.

2. Apa bila pembaca menyesuaikan diri dengan penanda yang penuh, artinya telah ada bentuk dan arti disitu, dan mulai dari deformasi yang terjadi pada


(33)

pemaknaan tahap ke dua, ia mengungkapkan signifikasi mitos-mitos prajurit kulit hitam yang memberi hormat pada bendera prancis itu merupakan alibi demi kebesaran prancis orisini pembaca beerlaku sebagai ahli mitos, ia menganalisis mitos, ia memahami adanya deformasi.

3. Akhirnya, apabila si pembaca mitos menyesuaikan diri dengan penanda mitos yang terdiri dari bentuk yang sudah menyatu dengan arti, ia mendapati makna ambigu, ia mengikuti mekanisme pembentukan mitos, benar-benar sebagai pembaca awan: selalu kulit hitam itu bukan lagi contoh kebesaran prancis ataupun alibi kebesaran itu melainkan merupakan gambaran tentang kebesaran itu.

Bedasarkan penjabaran tersebuut, dalam membaca mitos dapat dilakukan seseorang dengan menentukan dirinya.

a. Pembuat Mitos

Pesan yang disampaikan adalah untuk mencapai tujuan tertentu. b. Ahli Mitos

Menjelaskan tujuan disebarkannya pesan tersebut. c. Pemirsa mitos

Pesan dianggap sebagai konsep alamiah (penerima ideologi).

C.Makna Denotatif dan Konotatif

Salah satu cara yang digunakan digunakanan para ahli untuk membahasas lingkup makna yang lebih besar ini adalah dengan membedakan antara makna denotatif dengan makna konotatif. Makna denotatif pada


(34)

dasranya meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata-kata yang disebut sebagai makna referensial. Denotasi adalah hubungan yang digunakan di dalam tingkat pertama pada sebuah kata yang secara bebas memegang peranan penting di dalam ujaran. Makna denotasi ini bersifat langsung, yaitu makna khusus yang terdapat dalam sebuah tanda, dan pada intinya dapat disebut sebagai gambaran sebuah petanda.23

Sedangkan makna konatatif akan sedikit berbeda dan akan dihubungkan dengan kebudayaan yang tersirat dalam pembungkusnya-tentang makna yang terkandung didalamnya. Makna tersebut juga akan dihubungkan dengan kebudayaan amerika, tentang gambaran apa yang dipancarkan dan akibat yang akan ditimbulkan, dan lain-lain. Akhirnya, makna konotasi dari beberapa tanda akan menjadi semacam mitos atau mitos petunjuk dan menekan makna-makna tersebut. Sehingga makna konotasi dalam banyak hal merupakan sebuah perwujudan yang sangat berpengaruh.24

Dalam buku Tanda-tanda dalam kebudayaan kontemporer karya arthur asa berger dijelaskan bahwa:

“ mekanisme suatu mitos adalah cara gambaran-gambaran biasa terikat pada objek dan penerapannya sehingga makna-makna ideologis menjadi tampak alami dapat diterima dengan akal sehat. Jika demikian maka akan ada dua sistem kebermaknaan: makna denotatif dan konotatif, “bahasa objek” seperti film, mainan anak, makanan, mobil seperti benda yang dilambangkan, dan mitos yang terkait mengandung makna konotatif yang membahaskannya

secara tidak langsung.”

23

Alex Sobur, “Semiotika Komunikasi”, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), cet ke-4, hal. 262.

24

Arthur Asa Berger, Tanda-Tanda Dalam Kebudayaan Kontemporer, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya), cet 1, hal. 55.


(35)

Sebagian proses semiologis menjadi kegiatan yang menguraikan mitos tersebut sebagaimana disebut „mitologi’ oleh barthes dari makna denotasi yang terkandung. Secara teknis, barthes menyebutkan bahwa mitos merupakan urutan kedua dari sistem semiologis dimana tanda-tanda dalam urutan pertama pada sistem itu yaitu kombinasi antara petanda dan penanda menjadi penanda dalam sistem kedua. Dengan kata lain, tanda dalam sistem ligusitik menjadi penanda dalam sebuah sistem mitos dan kesatuan antara penanda dan petanda

dalam sistem itu disebut “penandaan”.

Barthes meggunakan istilah khusus untuk membedakan sistem mitos dari hakikat bahasannya. Dia juga mengambarkan penanda dalam mitos sebagai sebagai bentuk dan petanda sebagai konsep. Kombinasi kedua istilah seperti tersebut di atas, merupakan penandaan.25

Pada kenyataannya bahwa penanda dan petanda membentuk sebuah tanda inilah yang menjadi sebuah penanda untuk petanda yang berbeda dan tanda dalam bahasa asli. Jika kita melihat dari segi mitos, penanda yang merupakan tanda dalam bahasa asli disebut bentuk, sedang petanda adalah konsep dan tanda yang dihasilkan berasal dari proses perasaan. Dalam membaca mitos-mitos yang bersifat citrawi, terlebih dahulu harus membedakan dua buah tipe pesan yang niscaya terkandung di dalam sebuah citra. Pertama, citra itu sendiri sebagai pesan ikonik (iconic message) yang dapat dilihat, entah beberapa adegan (scene), lanskap, atau realitas harfiah yang terekam. Menurut Barthes, citra dapat dibedakan lagi kedalam dua tataran, yaitu :

25

Arthur Asa Berger, Tanda-Tanda Dalam Kebudayaan Kontemporer, (yogyakarta: tiara wacana yogya,2010), cet 1, hal. 56.


(36)

1. Pesan harfiah atau pesan ikonik tak berkode (non-coded iconic message) dan

2. Pesan simbolik atau pesan ikonik berkode (coded iconic message)

Pesan harfiah, sebagai sebuah analogon itu sendiri, merupakan tataran denotasi citra yang berfungsi untuk menaturalkan pesan simbolik itu sendiri merupakan tataran konotasi yang keberadaannya didasarkan atas kode budaya tertentu atau familiaritas terhadap stereotip tertentu.

Dengan kata lain, sebagai suplemen dari isi analogis tersebut, kita menemukan makna pada tataran kedua yang petanda-petandanya mengacu kepada budaya tertentu, kode dari tataran konotasi ini mungkin tersususn dari suatu tatanan simbolik universal atau retorik dari suatu periode tertentu atau, singkatnya, dari semacam stok stereotip kultural. Sebagaimana sempat disinggung sebelumnya, petanda-petanda dari citra yang berkonotasi ini dapat disebut juga sebagai ideologi, sedangkan penanda-penandanya disebut retorik atau konotator-konotator.

D.Jenis – Jenis Media Massa

Media massa pada masyarakat luas saat ini dapat dibedakan atas tiga kelompok, meliputi media cetak, media elektronik dan media online.

1. Media cetak

Media cetak merupakan media tertua yang ada di muka bumi. Media cetak berawal dari media yang disebut dengan Acta Diurna dan Acta Senatus di kerajaan romawi, kemudian berkembang pesat setelah Johannes Guttenberg menemukan mesin cetak, hingga kini sudah beragam bentuknya, seperti surat kabar (Koran), tabloid, dan majalah.


(37)

2. Media elektronik

Media elektronik muncul karena perkembangan teknologi modern yang berhasil memadukan konsep media cetak, berupa penulisan naskah dengan suara yaitu radio, bahkan kemudian dengan gambar, melalui layar televisi. Maka kemudian, yang disebut dengan media massa elektronik adalah radio dan televisi.

3. Media Online

Media online merupakan media yang menggunakan internet, media online menggunakan gabungan proses media cetak dengan menulis informasi yang disalurkan melalui sarana elektronik, Karena dapat diakses oleh publik inilah, maka internet dapat dikatagorikan sebagai media massa.26

E.Dampak Komunikasi Massa

Sesuai dengan tujuannya, komunikasi massa mempunyai fungsi untuk memberikan informasi, mendidik, menghibur, dan mempengaruhi. Sudah dapat dipastikan bahwa komunikasi akan memberikan dampak atau pengaruh terhadap pembaca, pendengar, dan penontonnya. Dampak komunikasi massa, selain positif juga mempunyai dampak yang negatif. Apabila terdapat negatif, bisa dikatakan sebagai efek samping. Dan efek yang terjadi pada komunikan tersebut terdapat pada tiga aspek,27 yaitu :

26

H. Mafri Amir, “Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam”, (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu,1999), cet, ke-2, hal. 29.


(38)

1. Efek Kognitif

Pembaca surat kabar atau majalah, pendengar radio, dan penonton televisi merasa mendapatkan pengetahuan setelah membaca, mendengar dan menonton. Apabila media massa tersebut telah berhasil menambah wawasan atau pengetahuan, maka sudah dapat dilihat bahwa komunikasi massa telah mempunyai pengaruh secara kognitif.

2. Efek Afektif

Komunikasi massa juga akan memberikan dampak atau efek afektif kepada khalayaknya. Efek afektif lebih berkonotasi kepada perubahan sikap dan perasaan.

3. Efek Behavioral

Setelah mendapatkan ilmu atau pengetahuan, lalu mendapatkan sesuatu, maka efek yang terakhir dari komunikasi adalah berubahnya perilaku dari pembaca, pendengar dan penonton.

F. Kelebihan dan Kelemahan Media Cetak 1. Kelebihan Media Cetak

Setiap media memiliki kelebihan masing-masing, media cetak juga memiliki kelebihan dibanding media elektronik. Kelebihan media cetak secara umum dibanding media elektronik tertelak dari “daya tahan” informasi. Dari berbagai jenis media massa, media cetak memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh media lain. Hasil cetakan tersebut permanen dan bisa disimpan sehingga pembaca bisa mengulanginya,


(39)

sampai mengerti isi pesan yang disampaikan, tanpa biaya tambahan. Selain itu, halaman media cetak, menurut Mondry, bisa terus ditambah seandainya diperlukan.

Surat kabar harian memiliki kelebihan lebih khusus lagi bila dibandingkan dengan media cetak lain. Sesuai periodesasi terbitnya, informasi surat kabar harian diterima pembaca setiap hari sehingga informasi diperoleh terus secara berkesinambungan. Informasi yang disampaikan surat kabar lebih lengkap disbanding radio dan televisi. Dengan halaman yang cukup banyak, apalagi kini banyak surat kabar yang terbit dengan 32 halaman atau lebih, informasi tentang suatu peristiwa dapat diberitakan secara mendalam, dari berbagai sisi, sedangkan radio dan televisi butuh jam tayang khusus guna melakukan hal itu.

Tabloid dan majalah yang periodesasi terbitnya lebih lama dibanding surat kabar, berusaha menampilkan informasi yang lebih lengkap lagi, juga dengan gaya penulisan feature yang lebih memikat sehingga tetap disukai pembaca.28

2. Kelemahan Media Cetak a. Lambat dan tidak langsung

Kelebihan media elektronik sebenarnya merupakan kelemahan media cetak. Informasi media cetak tidak bisa cepat dan langsung. Berita media cetak baru akan diterima khalayak sesuai periodesasinya. Surat kabar harian terbit tiap hari, informasinya diterima public sehari hanya

28

Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, (Bogor Selatan: Ghalia Indonesia 2008), cet pertama, hal. 22.


(40)

sekali, tabloid atau majalah mingguan berarti informasinya diterima masyarakat seminggu sekali. Hal ini membuat para pembaca media cetak mengalami sedikit penghambatan dalam informasi.

b. Jauh

Informasi yang disampaikan media cetak terkesan “jauh” karena pembaca tidak dapat mengetahui secara langsung peristiwa seperti yang disampaikan media elektronik. Guna mengatasi kekurangan itu, media cetak menampilkan foto-foto yang menarik guna mengimbangi tayangan televisi, juga memuat tulisan atau informasi yang lengkap, bahkan dengan penulisan feature guna mengimbangi informasi media elektronik.

d. Mahal dan sulit

Informasi media cetak lebih mahal karena harus membeli, ceceran ataupun berlangganan. Misalnya saja harga surat kabar minimal seribu rupiah, sebulan 30 ribu, itu sudah lebih mahal daripada membeli sebuah radio sederhana. Beli surat kabar setahun Rp 360ribu, dua tahun Rp 720ribu, mungkin sudah sama dengan harga sebuah pesawat televisi sederhana yang daya tahannya mungkin lebih dari dua tahun. Informasi media cetak sulit dinikmati, karena harus dibaca. Hanya orang yang melek huruf yang bisa memperoleh informasi dari media cetak.

e. Tidak akrab

Pada media cetak, tidak ada penyiar yang menyampaikan, tetapi harus disiarkan oleh diri sendiri. Sebagai sumber informasinya, jajaran


(41)

redaksi tidak ada yang akrab dengan pembaca, bahkan mungkin tidak kenal sama sekali. Berbeda dengan penyiar atau pembaca berita televisi atau radio, tentu banyak yang kenal (minimal suaranya), bahkan mengidolakan mereka.

f. Tidak fleksibel

Membaca informasi media cetak tentu tidak bisa dilakukan sambil memasak atau mengendarai kendaraan sehingga bisa dikatakan tidak fleksibel, sedangkan dengan radio bisa mendapatkan informasinya. Perbandingan kelemahan antara surat kabar, tabloid dan majalah pada umumnya terkait periode terbit dan banyaknya halaman. Hal serupa juga terjadi antara tabloid yang umumnya terbit mingguan dengan majalah yang dua mingguan atau bulanan, isi majalah lebih lengkap dan bahasannya lebih dalam.

G. Majalah

Salah satu bentuk media massa yang dikenal lus sejak dahulu adalah majalah, kehadirannya selain mengarah kepada pelayanan kebutuhan masyarakat maka majalah diarahkan juga kepada khalayak yang lebih khas apakah gaya hidup mereka maupun perbedaan demografisnya.29 Edisi perdana majalah yang diluncurkan di Amerika pada pertengahan 1930-an memperoleh kesuksesan besar. Majalah telah membuat segmentasi pasar tersendiri dan membuat fenomena baru dalam dunia media massa cetak di

29

Alo Liliweri, Memahami Komunikasi Massa dalam Masyarakat,(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,1991), hal. 11.


(42)

Amerika.30 Keberadaan majalah sebagai media massa terjadi tidak lama setelah surat kabar.

Sedangkan keberadaan majalah sebagai media massa di indonesia dimulai menjelang dan pada awal kemerdekaan Indonesia. Di Jakarta pada tahun 1945 terbit majalah bulanan dengan nama Pantja Raja Pimpinan Markoem djojihadisoeparto (MD) dengan prakarta dari Ki Hadjar Dewantoro selaku Menteri Pendidikan pertama RI. Fungsi majalah mengacu pada sasaran khalayaknya yang spesifik, maka fungsi untama media berbeda antara satu dan lainnya.

Tipe atau katagori suatu majalah ditentukan oleh sasaran khalayak yang dituju. Artinya, sejak awal redaksi sudah menentukan siapa yang akan menjadi pembacanya, apakah anak-anak, remaja, wanita dewasa, pria dewasa, atau untuk pembaca umum dari remaja sampai dewasa. Bisa juga sasaran pembaca yang dituju kalangan profesi tertentu, seperti pelaku bisnis atau pembaca dengan hobi tertentu, seperti bertani, berternak, dan memasak.31

H.Rubrik

Rubrik adalah kepala karangan ruang tetap dalam media cetak baik surat kabar maupun majalah. Rubrik dalam surat kabar misalnya tajuk rencana, surat pembaca, atau dongeng anak. Selain dalam surat kabar, rubrik juga

30

Elvinaro Ardianto,dkk., Komunikasi Massa Suatu Pengantar, (Bandung: Simibiosa Rekatama Media, 2007), hal. 114.

31

Elvinaro Ardianto,dkk., Komunikasi Massa Suatu Pengantar, (Bandung: Simibiosa Rekatama Media, 2007),hal. 119.


(43)

dimuat dalam majalah. Misalnya rubrik pengetahuan, arena kecil, atau apa kabar kawan.

Isi rubrik ada yang secara jelas ditampilkan oleh penulis atau tersurat dan ada yang tidak secara jelas ditampilkan oleh penulis atau tersirat. Isi rubrik merupakan pokok masalah yang dibicarakan dalam rubrik. Rubrik memuat isi dan pesan yang ingin disampaikanpenulis kepada pembaca. Isi rubrik merupakan hal pokok yang dibahas dalam rubrik. Sementara itu pesan rubrik merupakan anjuran atau nasihat penulis yang terdapat dalam rubrik yang ditujukan kepada pembaca.32

I. Dakwah

Dakwah atau Ad-da’wat ila qadhiyat yang artinya menegaskanya atau membelanya, baik yang hak ataupun yang batil, yang positif maupun yang negatif.33 Atas dasar itulah maka ada orang yang mengajak ke arah ketaatan dan berbuat kebajikan, ada pula orang yang mengajak ke arah kemaksiatan dan kemungkaran. Karenanya, Rasulullah SAW. Disebut sebagai seorang dai Allah.

Dakwah adalah bagian penting dalam Islam, sehingga sering dikatakan bahwa Islam adalah agama dakwah. Melalui dakwah ajaran Islam berkembang dan tersebar luas keseluruh penjuru dunia. Melalui dakwah pula ajaran Islam

32

http://murihwidodo.blogspot.com/2012/09/pengertian-rubrik.html pukul, 13.25. 33 Jum’ah Amin Abdul Aziz,

Fiqih Dakwah Studi atas Berbagai Prinsip dan Kaidah yang Harus Dijadian Acuan dalam Dakwah Islamiah, (Solo: PT Era Adicitra Intermedia, 2007), cet. 7, hal. 24


(44)

diamalkan oleh para pemeluknya sehingga tercermin dalam kehidupan pribadi keluarga dan masyarakat.

1. Fungsi Media Massa dalam Dakwah

Selain sebagai media komunikasi yang melayani khalayak yang luas,pers, film, dan televisi, juga merupakan lembaga sosial. Media massa sebagai lembaga sosial, memiliki sifat-sifat kelembagaan institutional character. Media massa menyelenggarakan dan melayani informasi dengan cepat dan teratur secara melembaga. Informasi yang disalurkan dan disebarluaskan oleh media massa kepada khalayak atau audience. Fungsi dakwah yang dapat diperankan oleh media massa adalah menjaga agar media massa selalu berpihak kepada kebaikan, kebenaran, dan keadilan universal sesuai dengan fitrah dan ke hanifaan manusia, dengan selalu taat kepada kode etiknya.34

2. Majalah sebagai Media dakwah

Media dakwah merupakan unsur tambahan dalam kegiatan berdakwah. Menurut Mira Fauziyah, media dakwah adalah alat atau sarana yang digunakan untuk berdakwah dengan tujuan supaya memudahkan

penyampaian pesan dakwah kepada mad’u.35

Dakwah memerlukan media massa, untuk menjangkau sebanyak-banyaknya khalayak. Majalah juga memiliki kekuatan pengaruh sebagaimana surat kabar, majalah merupakan media yang paling simple organisasinya, relatif lebih mudah mengelolanya dibanding surat kabar. Saat ini telah banyak majalah yang

34 Anwar Arifin,” Dakwah Kontemporer sebuah Studi Komunikasi”, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), hal. 94-95.


(45)

secara khusus menyatakan sebagai majalah dakwah Islam. Menulis pesan dakwah di majalah juga tidak terlepas dari visi redakturnya. 36

J. Busana

Istilah busana merupakan istilah yang suda tidak asing lagi bagi kita semua istilah busana berasal dari bahasa sanskerta yaitu ”bhusana” dan istilah yang

popular dalam bahasa Indonesia yaitu ”busana” yang dapat diartikan

pakaian”. Namun demikian pengertian busana dan pakaian terdapat sedikit

perbedaan, di mana busana mempunyai konotasi ”pakaian yang bagus atau indah” yaitu pakaian yang serasi, harmonis, selaras, enak dipandang, nyaman

melihatnya, cocok dengan pemakai serta sesuai dengan kesempatan. Sedangkan pakaian adalah bagian dari busana itu sendiri.37

Busana dalam pengertian luas adalah segala sesuatu yang dipakai mulai dari kepala sampai ujung kaki yang memberi kenyamanan dan menampilkan keindahan bagi pemakai. Secara garis besar busana meliputi:

1. Busana mutlak

yaitu busana yang tergolong busana pokok seperti baju, rok, kebaya, blus, dan lain-lain, termasuk pakaian dalam seperti singlet, bra, celana dalam dan lain sebagainya.

2. Milineris

yaitu pelengkap busana yang sifatnya melengkapi busana mutlak, serta mempunyai nilai guna di samping juga untuk keindahan seperti sepatu, tas,

36Moh. Ali Aziz, ”Ilmu Dakwah”, (Jakarta: Kencana, 2009), cet. ke-2, hal. 416-417. 37


(46)

topi, kaus kaki, kaca mata, selendang, scraf, shawl, jam tangan dan lain-lain.

3. Aksesoris

yaitu pelengkap busana yang sifatnya hanya untuk menambah keindahan sipemakai seperti cincin, kalung, leontin, bross dan lain sebagainya.

Sedangkan Syarat-syarat yang harus ada dalam busana muslim adalah sebagai berikut38:

1. Dapat menutupi aanggota badan selain yang telah dikecualikan oleh agama, seperti wajah dan telapak tangan.

2. Jangan dijadikan sebagai sarana untuk menghiasi tubuhnya. 3. Busana tersebut harus tebal dan tidak tipis.

4. Seharusnya busana yang dikenakan lebar dan tidak sempit.

5. Jangan sampai mempergunakan parfum atau pewangi pada busana yang akan dikenakan tersebut.

6. Busana tersebut jangan sampai menyerupai pakaian pria

7. Busanaa tersebut jangan menyerupai busana yang sering dipergunakan oleh kaum-kaum kafir.

8. Dan busana yang dikenakan jangan digunakan untuk mencari popularitas.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa busana tidak hanya terbatas pada pakaian seperti rok, blus atau celana saja, tetapi merupakan kesatuan dari keseluruhan yang kita pakai mulai dari kepala sampai ke ujung kaki, baik

38Syaikh Mutawalli As-Sya’rawi,

Fikih Perempuan Muslimah, Busana dan Perhiasan, Penghormatan, atas Perempuan, Sampai Wanita Karir, (Jakarta: Amzah, 2003), hal. 25


(47)

yang sifatnya pokok maupun sebagai pelengkap yang bernilai guna atau untuk perhiasan.39

Menutup aurat dan pakaian Muslimah ketika keluar rumah merupakan dua pembahasan yang terpisah, karena Allah Swt. dan Rasul-Nya memang telah memisahkannya. Menutup aurat merupakan kewajiban bagi seluruh kaum Muslim, laki-laki dan perempuan. Untuk kaum Muslimah, Allah Swt. Telah mengatur ihwal menutup aurat ini al-Quran surat An-Nur ayat 31:

















































Artinya: Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.

39

http://gambar-busana.blogspot.com/2013/03/pengertian-busana.html Diakses Pukul 13.50


(48)

dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.(Q.S, An-Nur ayat: 31)

Syarat tidak menetapkan bentuk dan model tertentu, tetapi menetapkan beberapa kriteria yang harus dipenuhi bagi semua bentuk dan model pakaian yang berlaku di kalangan masyarakat yang berbeda-beda kebudayaan dan peradabannya antara satu negara denga negara lainnya. Wanita Arab sebelum Islam biasa mengenakan pakaian model dan bentuk tertentu, seperti kerudung untuk menutup kepala, baju panjang untuk menutup tubuhnya, jilbab yang dipakai diatas baju panjang untuk menutup tubuhnya, dan cadar yang dipakai oleh sebagian wanita untuk menutup wajahnya dengan lubang pada bagian kedua matanya.

Ketika Islam datang, Islam mengakui bentuk dan model pakaian seperti itu. Dan berpesan kepada kaum wanita dengan beberapa hal yang harus diperhatikan ketika wanita mengenakan pakaian itu sehingga sempurna dalam menutup tubuhnya. Misalnya, apabila memakai kerudung hendaklah menutupnya dari depan hingga ujungnya menutup lehernya dan belahan baju didadanya. Bentuk dan model pakaian tidak termasuk urusan ibadah murni, tetapi termasuk aspek muamalah yang illat dan ketentuan hukumnya berporos pada maksud dan tujuan syariat, dan termasuk tradisi yang kondisi nya berbeda-beda sesuai sesuai dengan perbedaan zaman dan tempat.

Oleh sebab itu, bagaimanapun bentuk dan model pakaian asalkan dapat menutup aurat dengan memenuhi kriteria dan persyaratan yang di tetapkan syariat, sesuai, dengan kondisi iklim dan pada sisi lain memudahkan wanita


(49)

bergerak, maka dapat diterima oleh syara.40 Di bawah ini merupakan contoh berpakaian busana muslim yang tidak sesuai dengan kriteria dan hukum Islam yang sering dilakukan oleh wanita muslimah.

Gambar 2.2: contoh busana muslimah yang tidak sesuai dengan syariat Islam.41

40 Abdul Halim Abu Syuqqah, “Kebebasan Wanita”, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), cet ke-2, hal. 36-38.

41


(50)

38 A.Sejarah dan Perkembangan Majalah Aulia

Majalah Aulia merupakan majalah wanita dewasa yang menitikberatkan pada masalah-masalah tentang gaya hidup wanita muslimah. Secara struktur dan fungsional, majalah Aulia berada di bawah manajemen PT. Khairul Bayaan. Pada awalnya Majalah Aulia bernama Alia yang dari bahasa arab aliyah yang artinya tinggi. Dan majalah ini perdana terbit pada bulan Juli 2003. Setelah lama berjalan, nama Alia berubah atau diganti menjadi seperti saat ini yaitu menjadi Aulia pada tahun 2011. Nama Aulia yang dalam Al-qur’an yang berarti wali atau penolong, yang diharapkan dapat memberikan pertolongan bagi wanita muslimah untuk kembali ke jalan Allah SWT dengan menjawab masalah keseharian yang dialami oleh pembaca.

Terbitnya majalah Aulia diprakarsai oleh Direktur Utama PT. Khairul Bayaan, Drs, H. Edy Setiawan. Sebelumnya PT. Khairul Bayaan juga menerbitkan buku dan beberapa media Islam lainnya seperti, Tabloid Fikri, Islamic Digest Insani, dan Majalah Islami.

Akhir bulan November 2004, Tabloid Fikri ditutup dengan alasan oplag yang kian menurun. Sekarang, PT khairul Bayaan hanya berkontrentrasi menerbitkan satu majalah, yaitu majalah Aulia. Ide menerbitkan majalah Aulia ini muncul didasarkan pemikiran bahwa ada komunitas yang potensial dikalangan muslimah yang aktif. Pada awal berdirinya majalah Aulia, personil


(51)

redaksi terbilang sedikit, hanya terdapat tujuh orang saja. Namun semangat untuk maju dan berdakwah secara kreatif menghasilkan karya yang membanggakan, terbukti dengan tingginya hasil penjualan edisi perdana majalah Aulia yang dulunya bernama Alia.

Majalah Aulia lebih banyak berisi naskah esai yang mengupas berbagai sisi kehidupan wanita muslimah disamping memberi inspirasi bergaya fashion dan info-info yang memberikan pengajaran tanpa bersifat menggurui.

Foto yang digunakan untuk profil wawancara, kegiatan atau event, foto makanan, dan foto ilustrasi dikerjakan oleh seorang fotografer tetap dan seorang fotografer lepas. Dan model yang digunakan majalah Aulia adalah benar-benar seorang model muslimah yang memakai hijab dalam kesehariannya. Sedangkan khusus untuk cover dan rubrik yang berhubungan dengan fashion majalah Aulia mengandalkan Mas Azmi sebagai kontributor yang telah berpengalaman dalam bidang fotografi selama puluhan tahun guna menjaga kualitas hasil foto yang baik.

Pemotretan fashion oleh kontributor foto dilakukan di dalam studio milik kontributor pribadi karena majalah Aulia tidak memiliki studio foto sendiri dikarenakan tempat yang terbatas. Atas dasar itu pula pemotretan yang dilakukan oleh redaktur foto selalu dilakukan diluar kantor. Guna menciptakan pencahayaan sempurna dalam berbagai kondisi lokasi pemotretan, fotografer memakai teknik strobist yang memiliki fleksibilitas tinggi dengan kualitas hasil cahaya layaknya pemotretan di dalam studio.


(52)

Majalah wanita Islam Aulia hadir dengan sebuah harapan bahwa keberadaannya ditangan pembaca memberikan pencerahan pengetahuan bagi kaum muslimah. Beragam masalah wanita baik yang berhubungan dengan peran public maupun peran domestic disajikan dalam sudut pandang syariah Islam. Tentu saja penyajiannya dengan mengangkat tema-tema aktual dengan penyampaian yang santun dan cerdas. Keunggulan majalah ini dibandingkan dengan majalah-majalah bernafaskan islam lainnya adalah majalah Aulia dalam setiap penerbitannya selalu mengembangkan dan membahas kepada tiga bidang pengembangan muslimah yaitu : Mar’ah Shalihah perempuan shalihah, Zaujah Muti’ah wa Karimah istri yang taat lagi mulia, dan Ummu Madrosatun ibu sebagai pendidik anak-anaknya. Dan majalah Aulia juga lebih kental dalam mengupas bahasan-bahasan keislaman lainnya.

Rangkaian tema yang digulirkan Aulia selalu berujung pada benang merah mencerdaskan wanita dan membuat wanita muslimah tampil sempurna dihadapan keluarganya. Karena mayoritas pembaca Aulia adalah ibu rumah tangga, dengan presentase yang sudah menikah 70% yang memiliki anak balita sekitar 60% dan yang belum menikah sebesar 30%. Dengan total pembaca Aulia bedasarkan survei pembaca sekitar 120.000 orang dengan pembaca di Indonesia sebesar 88% hongkong 7% dan malaysia 5%. Sesuai dengan Motto

Aulia yaitu “Inspirasi Wanita Mulia” Dari sini Aulia berharap lahir wanita -wanita cerdas pembangun Islam. Dengan prospek masa depan yang cerah, berbagai inovasi, termasuk penggarapan rubrikasi, tata letak, pola promosi dan pemasaran terus ditingkatkan untuk membuat majalah Aulia makin mendaparkan tempat dimasyarakat khususnya kaum wanita muslimah.


(53)

Alamat Kantor Redaksi: Jakarta, PT Khairul Bayaan, Jl. Panjang No 12, Arteri Kelapa Dua, Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11530. Email: iklan_alia@yahoo.com, novi_majalahalia@yahoo.com.

B.Struktur Redaksi

Terbitnya majalah Aulia tentu saja tidak lepas dari peran beberapa pegawai yang tergabung dalam struktur organisasi yang ada dalam majalah Aulia, berikut adalah struktur Redaksi dalam majalah Aulia.42

Pemimpin umum / perusahaa Edy Setiawan Pemimpin Redaksi Santi Soekanto Redaktur Pelaksana Novie Riyanti Staf Redaksi Elly Muzdalifah

Ratih Sayidun Nina Nurlena Nuria Bonita Meutia Rahmi Wina Tresna Rahayu

Foto Achsan Abidin

Rizki Saga Putra

Kontributor Nurbowo

Artistik Suhartono Mano

Yasreza Mirzan

42


(54)

Toto Suroto Gasim

Listya Arisanti

Nina Augustin D (Kontributor) Azhar Alam (Kontributor) Sirkulasi dan Marketing Djoswandri

Aldiansyah Ali Ramdani Wawang

Iklan Aslih Ridwan

Novi Mariati Sutriana Sulaiman Linda Handayani Ardi Abdurrahman Tabel 3.1: Struktur Redaksi Majalah Aulia

C.Visi dan Misi Majalah Aulia 1. Visi

Panduan gaya hidup muslimah aktif dan dinamis dalam bingkai nilai-nilai Islam.

2. Misi

Bacaan alternatif bagi muslimah modern, aktif dan dinamis, memandu dan memberi inspirasi


(55)

D.Rubrikasi Majalah Aulia 1. Aulia Utama

Pada rubrik ini majalah Aulia menjelaskan tentang garis besar tema yang akan di bahas pada majalah edisi yang diterbitkan.

2. Mosaik

Pada rubrik ini majalah Aulia menceritakan kisah-kisah inspiratif bagi pembaca nya yang sesuai dengan garis besar tema yang telah di tentukan yaitu dirubrik Aulia utama. Dalam sekali edisi rubrik modis merupakan bisa dibilang rubrik utama karna sebagian majalah Aulia diisi dengan rubrik modis.

3. Info Kita

Pada rubrik ini majalah Aulia memberikan berbagai info mengenai kehidupan yang islami yang kita butuhkan dalam kehidupan sehari-hari. 4. Info Halal

Pada rubrik ini majalah Aulia memberikan berbaagai informasi bagi pembaca nya mengenai hal-hal yang berhubungan tentang Islam, dalam info halalnya baik berupa kisah maupun fakta tentang kehidupan sehari-hari. 5. Konsultasi

Sesuai dengan namanya rubrik konsultasi, maka disini pera pembaca majalah Aulia diberikan konsultasi dalam menanggapi permasalahan hidup, dimana para pembaca memberikan pertanyaan mengenai masalah yang di hadapi nya lalu akan dijawab oleh Ustadz maupun Ustadzah.

6. Sehat


(1)

Wawancara penulis dengan :

Nama : Novie Riyanti ( Redaktur Pelaksana )

1. Penulis : Bagaimana dengan rubrik modis, di dalam rubrik itu ada berapa tema?

Mba Novie : Rubrik modis kita ada, emmm kadang 3 kadang 2

2. Penulis : Bagaimana mengenai tulisan yang ada di majalahnya yang ada pada rubrik modis ?

Mba Novie : Owh, kalau yang itu kita lihat dari emmm, pertama dari busananya, karna kita kan mau nyeritain tentang busananya. Trus yang kedua, kita mulai dari edisi yag lalu kita buka lagi. Dan kita kan disini mengkampayekan tampil cantik di keluarga. Jadi bukan hanya busana nya aja yang kita tampilkan tapi disini kita mengkampanyekan untuk tampil cantik di rumah untuk suami untuk keluarga

3. Penulis : Bagaimana kedudukan rubrik modis itu sendiri mba? Apakah sebagai rubrik utama atau hanya sekedar pendukung.

Mba Novie : Kayanya sih saat ini aku bilang bisa disebut sebagai rubrik pendukung. Karna kita kan sekarang bukan maajalah fashion. Engga kaya dulu, kalau dulu kan kita fashion banget.

4. Penulis : Lalu rubrik apa mba yang menjadi rubrik utama majalah aulia?


(2)

5. Penulis : Bagaimana dengan model yang ada di majalah aulia? Apakah mempunyai model khusus aulia atau model lepas?

Mba Novie : Kalau model kita kaya majalah lain, dulu sih pake agensi, kan ada tuh agensi model Cuma susah si nyari model yang bener-bener berjilbab di kesehariannya. Tapi kemaren th mulai tahun kemaren kita memakai agensi HIJMI, yang bener-bener modelnya itu berjilbab dan kita make modelnya tuh dari dia. Nah tapi kan sekarang hijmi itu sendiri udah bubar, tp engga bubar si, karna yang istilahnya punya HIJMI tuh sekarang ga mau lagi terjun kedunia permodelan. Jadi sekarang itu modelnya kita pake yang semacam freelance aja tidak harus lewat agensi, Cuma sekarang saya lebih sering telp modelnya langsung sih, soalnya kan udah kenal jadi langsung aja. 6. Penulis : Kenapa mba, kalau rubrik modis itu warnanya paling full

colour?

Mba Novie : Sebenernya engga paling full colour sih kalo di liat, semua full colour kan Mungkin karna dia tuh orang sendiri pake baju gitu kan, terekspos jadi kesannya dia yang paling menonjol, tulisannya dikit kan itu juga karna dari rubriknya kan menceritakan tentang baju, sebenernya sih sama aja enggabeda dengan yang lain sama ajaa.


(3)

7. Penulis : Bagaimana dengan model yang dipasangkan lewat majalah ini, apakah benar-benar suami istri dan bagaimana cara mencari model yang benar-benar suami istri ?

Mba Novie : Iya kebetulan saya kenal dengan model nya, jadi saya kenal dengan istrinya itu dan istrinya itu model, lalu diajaklah suaminya untuk jadi model juga. Karna ada tema yang tentang pernikahan jadi harus suami istri, karna saya tidak mungkin mengambil model yang bukan muhrimnya.

8. Penulis : Biasa nya Aulia menggunakan Rancangan siapa mba?

Mba Novie : Kita sih ga tetap, kalau kita lyat bagus ya kita ambil. Kadang aku suka cek internet instagram yang lagi model seperti apa, dan cocok engga buat Aulia nya sendiri. karna kan sebenarnya Aulia itu bukanlah majalah fashion.

9. Penulis : Kalau tentang trend mba. Apakah mengambil tren masa kini, atau mengambil tren pada zaman dulu lalu dikeluarkan atau diperkenalkan kembali di zaman sekarang?

Mba Novie : Kalo trend biasa nya, kalo di fashion itu kan biasa dikenal dengan istilah berputar, maksudnya tuh, kalo fashion itu akan emmm kembali lagi, misalnya akan kembali ke beberapa tahun sebelumnya sekitar kembali ke 20 tahun sebelumnya, seperti itu aku pernah baca istilah itu. Jadi kaalau sekarang tahun 2000 an berarti kembali ke zaman 80an gitu. Dan itu


(4)

pasti, di dalam dunia fashion tuh akan seperti itu akan berputar.

10.Penulis : Bagaimana dengan para pembacanya, ada tidak mba, yang tadinya tidak berkerudung tapi setelah melihat majalah aulia

dan berlangganan juga dengan majalah aulia, menjadi berkerudung?

Mba Novie : ada sih, beberapa dari surat pembaca yang pernah saya baca, Cuma untuk pasti beberapa nya saya kurang tau ya, karna kita kan belum survei langsungtentang itu, jadi kita tau lewat surat pembaca aja yang datang ke majalah aulia. Ada dulu malah bapaknya, yang liat majalah aulia seneng lalu dia kasih ke anaknya dan suruh anaknya baca, lalu yang tadinya dia engga berjilbab jadi dia berjilbab. Ada sih seperti itu Cuma saya lupa pastinya itu berapa.

11.Penulis : Bagaimana dengan tema itu? Dilatarbelakangin tentang apa? Mba Novie : Bisa karna trend, misalnya emm, sekarang kan fashion

muslim udah berkembang banget kan, jadi barometernya ada beberapa fashion show, misalnya dari emm APPMI yang misalnya organisasi fashion yang, yang apa sih maksudnya lebih dikenal di indonesia, yaa seenggaknya punya nama lah di indonesia. APPMI itu kan Asosiasi Perancang eh,, maksudnya APPMI itu emm “Asosiasi Pengusaha Perancang Mode Indonesia” nah itu tuh dia organisasi yang, emm


(5)

lumayan konsisten lah ngeluarin trend adain show tiap tahunnya nah biasa nya kita patokannya dari itu. Nah kita kanudah kenal sama mereka jadi kita tinggal telp aja, yang lagi trend saat ini tuh apa. Jadi aku tanya, “mba trendnya lagi apa nh” nanti dia jawab lagi trend ini ini ini. Tapi kita ada juga yang emm designernya ga harus patokan yang lagi trend aja, jadi dia bikin aja sesuai dengan mood dia. Kalau yang penting si buat majalah Aulia baju nya itu syar’i. Kan ada tuh yang fashion tapi dia tidak emm terlalu mengaabaikan unsur syar’i nya. Dan apakah dia menutupi tubuhnya dengan sempurna dan apakah dia bahan materialnya boleh menjiplak.


(6)

FOTO PENULIS DENGAN SALAH SATU STAFF REDAKSI MAJALAH AULIA