7 Ciri yang membedakan antara persaingan monopolistik dan monopoli murni
adalah tersedia substitusi yang baik di industri yang persaingannya bersifat monopolistik. Perusahaan- perusahaan dalam industri persaingan monopolistis adalah
relatif kecil dibandingkan dengan pasar total. Perusahaan baru dapat memasuki industry tersebut untuk mengejar laba atau keuntungan dan tersedia banyak substitusi
atas produk yang di produksi oleh perusahaan tersebut. Perusahaan-perusahaan yang terdapat dalam industri dengan persaingan monopolistik akan berusaha mendapatkan
kekuatan pasar dengan membedakan atau mendiferensiasi produk atau dengan menciptakan identitas khas pada produk mereka di benak konsumen sasaran atau
masyarakat.
Menurut Mankiw 2012, harga di pasar yang kompetitif selalu sama dengan
biaya marginal produksi. Selain itu dalam jangka panjang keuntungan yang diperoleh perusahaan adalah sama dengan nol, sehingga harga akan sama dengan biaya total
rata-rata. Perusahaan Monopoli justru akan berbuat sebaliknya, perusahaan jenis ini akan menggunakan kekuatan pasar mereka untuk menjaga harga diatas biaya
marginal yang mengarah kea rah yang positif, yaitu perusahaan akan berusaha untuk terus menaikan harga, bahkan melakukan diskriminasi harga untuk memaksimalisasi
keuntungannya sehingga dapat menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Persaingan akan terjadi jika ada banyak perusahaan di pasar yang menawarkan
produk yang identik, tapi jika hanya ada satu perusahaan saja yang menguasai pasar maka akan terjadi monopoli harga. Perusahan khas juga memiliki beberapa tingkat
kekuatan pasar, namun kekuatan pasarnya tidak begitu besar. Dengan kata lain, banyak industry jatuh di suatu tempat antara kutub kasus persaingan sempurna dan
monopoli. Para ekonom menyebut situasi ini persaingan tidak sempurna.
2.3. Lembaga Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank dalam UMK
Berdasarkan Undang-Undang Nmor 20 Tahun 2008, dalam rangka meningkatkan sumber pembiayaan UMK, pemerintah melakukan beberapa upaya
yaitu sebagai berikut: a. Pengembangan
sumber pembiayaan
dari kredit
perbankan dan
lembagakeuangan bukan bank b. Pengembangan modal ventura
c. Pelembagaan terhadap transaksi anjak piutang
8 d. Peningkatan kerjasama antara usaha mikro dan usaha kecil melalui koperasi
simpan pinjam dan koperasi jasa keuangan konvensional dan syariah e. Pengembangan sumber pembiayaan lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Berikut adalah lembaga-lembaga pembiayaan kredit baik dari perbankan maupun
bukan bank. Untuk bagian pertama akan dibahas mengenai pengertian, perinsip dan peran bank umum dalam menunjang perkembangan usaha UMK.
1. Bank Umum Bank Umum adalah bank yang yang melakukan kegiatan usahanya secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran Kasmir, 2013:32. Sifat jasa yang
diberikan adalah umum, dalam artian dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada dengan wilayah operasinya dapat meliputi seluruh wilayah. Sehubungan dengan
berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 1422PBI2012 tentang pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka
Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang diantaranya mengatur tentang kewajiban Bank umum untuk menyalurkan dananya dalam bentuk kredit atau
pembiayaan UMKM, perluasan bentuk dan penerima bantuan teknis dari Bank Indonesia, serta pengenaan sanksi apabila Bank Umum tidak mencapai rasio
pemberian kredit atau pembiayaanUMKM yang ditetapkan, maka ketentuan pelaksanaanya telah diatur dengan tegas. Pokok-pokok pengaturan Surat Edaran
tersebut adalah sebagai berikut: 1. Secara umum SE ini mengatur tentang:
a. Penyampaian rencana pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM b. Tata cara perhitungan dan pemantauan atas pencapaian rasio
pemberian kredit atau pembiayaan UMKM termasuk untuk kantor cabang Bank Asia dan Bank Campuran
c. Pelaksanaan pola kerjasama dalam pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM
d. Kriteria dan tata cara pengajuan permohonanbantuan teknis Bank Indonesia
e. Tatacara publikasi atas pencapaian pemberian kredit atau pembiayaan UMKM
f. Kriteria dan tata cara penilaian dalam jangka pemberian penghargaan
9 g. Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pelatihan kepada pelaku
UMKM oleh Bank Umum, apabila Bank Umum tidak mencapai realisasi kreditpembiayaan UMKM sesuai rasio yang ditetapkan
h. Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pelatihan kepada pelaku UMKM oleh Bank Umum, apabila Bank Umum tidak mencapai
realisasi kreditpembiayaan UMKM sesuai rasio yang ditetapkan 2. Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pelatihan kepada pelaku UMKM
oleh Bank Umum, apabila Bank Umum tidak mencapai realisasi kredit atau pembiayaan UMKM sesuai rasio yang ditetapkan Kewajiban bank untuk
menyusun dan menyampaikan rencana pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM yang merupakan bagian dari Rencana Bisnis Bank RBB dengan
rasio sesuai dengan tahap yang telah ditetapkan, adalah sebagai berikut: a. tahun 2013 dan 2014: sesuai kemampuan bank umum;
b. tahun 2015: paling rendah 5 lima persen; c. tahun 2016: paling rendah 10 sepuluh persen;
d. tahun 2017: paling rendah 15 lima belas persen; dan e. tahun 2018 dan seterusnya: paling rendah 20 dua puluh persen.
3. Cara menghitung pencapaian rasio pemberian kredit atau Pembiayaan UMKM secara gabungan untuk seluruh kantor bank umum di dalam negeri posisi akhir
bulan Desember:
4. Yang dimaksud dengan total Kredit atau Pembiayaan UMKM adalah jumlah baki debet Kredit atau Pembiayaan UMKM dalam Rupiah dan valuta asing.
5. Pola kerjasama pemberian kredit atau pembiayaan UMKM a. Dalam pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM, Bank Umum dapat
melakukan kerjasama dengan lembaga keuangan tertentu, yaitu: BPR, BPRS, danatau Lembaga Keuangan Non Bank lainnya. Pengertian
Lembaga Keuangan Non Bank lainnya adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pedoman
penyusunan laporan bulanan bank umum, yaitu Koperasi Simpan
10 Pinjam, Baitul Maal Wa Tamwil dan lembaga-lembaga lainnya yang
dapat dipersamakan dengan itu. b. Kerjasama pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM dapat
dilakukan dengan pola executing, pola channeling, dan pola pembiayaan bersama sindikasi. Khusus untuk pola executing, dalam
rangka memastikan penyaluran dana kepada UMKM, Bank Umum membuat Perjanjian Kerjasama dengan lembaga keuangan dimaksud
dan melaporkan realisasi penyaluran dana pola executing secara triwulanan kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 sepuluh
hari kerja setelah triwulan bersangkutan. 6. Ketentuan terkait bantuan teknis Bank Indonesia
a. Bantuan teknis yang diberikan meliputi: penelitian, pelatihan, penyediaan informasi danatau fasilitasi. Dalam SE dijelaskan tujuan,
format, dan topik dari masing-masing kegiatan bantuan teknis,serta kriteria penerima pelatihanfasilitasi.
b. Biaya pelaksanaan bantuan teknis i. Biaya pelaksanaan bantuan teknis bagi Bank Umum, BPR,
Lembaga Pembiayaan UMKM, Lembaga Penyedia Jasa, dan UMKM untuk kegiatan penyediaan informasi, pelatihan dan
fasilitasi. ii. Biaya pelaksanaan bantuan teknis dalam rangka kerjasama
Bank Indonesia dengan kementerian, dinas terkait, lembaga domestik, atau lembaga internasional diatur sesuai dengan
kesepakatan para pihak. 7. Bank Indonesia mempublikasikan peringkat pencapaian rasio Kredit atau
Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dalam website Bank Indonesia dan secara berkala memberikan penghargaan
kepada Bank Umum yang berhasil menyalurkan Kredit atau Pembiayaan UMKM yang memenuhi kriteria yang ditetapkan.
8. Pelatihan kepada pelaku UMKM oleh Bank Umum a. Bank Umum yang tidak mencapai realisasi Kredit atau Pembiayaan
UMKM sesuai rasio yang ditetapkan, wajib menyelenggarakan pelatihan kepada pelaku UMKM yang tidak sedang danatau belum
pernah mendapatkan Kredit atau Pembiayaan UMKM. Kewajiban ini
11 mulai berlaku untuk pencapaian rasio pemberian Kredit atau
Pembiayaan UMKM pada tahun 2015. b. Jumlah dana yang dialokasikan dalam rangka pelatihan dimaksud
adalah minimal sebesar 2 dua persen yang dihitung dari selisih antara kewajiban pencapaian rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM
dikurangi dengan realisasi pencapaian rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM pada setiap akhir tahun berjalan, dengan jumlah maksimal
Rp10.000.000.000,00 sepuluh milyar rupiah. c. Pelatihan kepada UMKM dilakukan dan dilaporkan kepada Bank
Indonesia paling lambat pada tanggal 30 September. 9. Pengenaan sanksi kepada:
a. Bank Umum yang melanggar ketentuan mengenai pentahapan pencapaian rasio pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM.
b. Bank Umum
yang tidak
melaksanakan kewajiban
untuk menyelenggarakan pelatihan kepada pelaku UMKM.
c. Kantor cabang bank yang berkedudukan di luar negeri dan Bank Campuran yang memberikan Kredit atau Pembiayaan UMKM melalui
kerjasama pola channeling danatau pembiayaan bersama sindikasi. 10. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak 29 Agustus 2013.
Dengan dikeluarkannya surat edaran ini maka prosedur dalam hal perolehan dana untuk usaha rakyat UKM ini akan menjadi lebih sederhana dan mudah, sehingga
keberadaan UMK di masyarakat ini diharapkan akan lebih mampu menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif dan dapat menyerap tenaga kerja yang lebih besar sehingga
pengngguran akan berkurang dan distribusi pendapatan juga akan lebih merata. Seiring dengan hal tersebut maka diharapkan pertumbuhan ekonomi di wilayah atau
Negara tersebut juga akan meningkat. 2. BPR
BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensioanal atau berdasarkan prinsipsyariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran Kasmir, 2013:33. Artinya, jika dibandingkan dengan Bank
Umum kegiatan BPR jauh lebih sempit. BPR adalah lembaga keuamgan mikro yang paling dekat dengan pihak pengusaha mikro, kecil dan menengahdan memberikan
kontribusi yang sangat besar dalam meklakukan pembiayaan usaha mikro, kecil dan
12 menengah. Dalam melakukan penyaluran kredit BPR masih mempertimbangkan
produktivitas dalam
pembiayaannya, sehingga
ada kecenderungan
untuk menggerakan sektor-sektor produktif menjadi lebih baik dibandingkan bank-bank
lainnya.Kecenderungan BPR menyalurkan kreditnya pada pembiayaan modal kerja dengan mengambil pola waktu yang lebih pendek, sehingga kredit dapat lebih cepat
selesai. Dan untuk kredit investasi, karena jangka waktunya relative panjang BPR
kurang tertarik untuk menyalurkannya Eka Artika, 2010.
Sesuai dengan karakteristik dan cakupan wilayah kerjanya BPR memiliki peranan yang besar untuk memjukan ekonomi masyarakat daerah. BPR akan menghimpun
dana dari masyarakat setempt, kemudian dana tersebut akan disalurkan kembali kepada masyarakat setempat yang membutuhkan dana atau bantuan modal untuk
berbagai keperluan yang secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada peningkatan aktivitas ekonomi, khusunya UMK.
Lembaga keuangan bukan bank juga memiliki peranan yang sangat penting dalam menunjang perkembangan usaha UMK beberapa bentuk lembaga keuangan
bukan bank tersebut dijelaskan lebih lanjut berikut ini. 1. Koperasi
Koperasi adalah suatu bentuk badan usaha yang beranggotakan orang atau badan hukum yang berlandaskan pada asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Kegiatan usaha koperasi adalah penjabaran dari UUD 1945 pasal 33 ayat 1, dimana disebutkan koperasi berkedudukan sebagai soko guru perekonomian nasional dan
sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem perekonomian nasional. Sebagai salah satu pelakuekonomi, koperasi merupakan suatu organisasi
ekonomi yang berusaha menggerakan potensi sumber daya ekonomi yang terbatas dan dalam pengembangan koperasi tersebut haruslah mengutamakan kepentingan
anggota sehingga koperasi diharapkan mampu bekerja secara efisien dan mengikuti prinsip-prinsip koperasi serta kaidah-kaidah ekonomi yang berlaku di masyarakat.
Keberadaan koperasi ini sangat mendukung keberadaan UMKM. Hal ini karena koperasi dapat bekerja sama dengan UMKM, yaitu ketika sesorang ingin membuka
usaha dan belum memiliki modal, maka orang tersebut dapat meminjam modal kepada koperasi.
2. Modal Ventura
13 Perusahan Modal ventura adalah badan usaha yang melakukan kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan modal ke dalam suatu perusahaan pasangan perusahaan pada jangka waktu tertentu. Di Indonesia, peran modal ventura dalam
melakukan pembiayaan kepada UMK tidak bisa dilepaskan dari orientasi modal ventura sebagai lembaga pembiayaan pembangunandevelopment financing
institusion yang menerapkan pembiayaan dengan tetap memperhatikan prosedur dan cara berusaha yang sehat. Peran lain dari perusahaan modal ventura ini adalah
membina UKM yang belum menjadi Bankable atau belum layak mendapat kredit. 3. Anjak Piutanag
Perusahaan anjak piutang dapat didefinisikan seabagai suatu kontrak dimana perusahaan anjak piutang akan menyediakan jasa seperti jasa pembiayaan, jasa
pembukuan, jasa penagihan piutang dan jasa perlindungan terhadap resiko kredit dan untuk itu klien berkewajiban secara terus menerus menjual atau menjaminkan piutang
yang berassal dari penjualan barang-barang atau pemberian jasa-jasa kepada perusahaan anjak piutang. Anjak piutang adalah salah satu lembaga keuangan
alternative permodalan bagi UMK di Indonesia. Dalam perusahaan anjak piutang ditawarkan pembiayaan jangka pendekyang diperoleh dari pengalihan perusahaan atas
piutang debitur kepada perusahaan anjak piutang. Sehingga dengan demikian UMK dapat mengetahuiaspek mekanisme transaksi anjak piutang.
Manfaat mekanisme anjak piutang adalah dapat memanfaatkan piutang usaha account receivables untuk memperoleh fasilitas pembiayaan dari perusahaan anjak
piutang, dimana dana yang diperoleh dapat berguna untuk mengatasi cashflow mismatch karena membesarnya kebutuhan modal kerja. Permodalan dengan anjak
piutang juga dapat meningkatkan efisiensi dalam penagihan dan administrasi piutang karena perusahaan anjak piutang juga melayani credit management. Dengan anjak
piutang UMK tidak hanya dapat permodalan dari penjualan piutangnya tetapi juga mendapat factoring yang dapat digunakan untuk transaksi ekpor dan impor tanpa
enggunakan LC, sehingga UMK dapat memperluas pangsa pasarnya hingga ke dunia internasional.
2.4. Model Empiris untuk Evaluasi Kebijakan Lindauer, Pritchestt, Rodrik dan Eckaus 2002, menuliskan sebuah judul
untuk sub bab tulisannya dengan judul “an obituary of growth regression”. Tulisan
14 ini mengkritik econometrics yang digunakan sebagai alat analisa ekonomi
pembangunan khususnya pertumbuhan ekonomi yang tidak memberikan acuan jelas dalam pembuatan kebijakan aksi setelah analisa dilakukan. Econometrics dianggap
hanya sebagai analisa di atas kertas tanpa ada aksi lanjutan di lapangan. Tahun 2003 di Massachusetts Institute of Technology MIT dibentuklah
sebuah laboratorium oleh tiga orang professor ekonomi yaitu Abhijit Banerjee, Esther Duflo, dan Sendhil Mullainathan. Laboratorium ini kemudian tahun 2005 diberi
nama Abdul Latief Jameel Poverty Lab atau lebih dikenal dengan J-PAL. J-PAL memiliki slogan “transferring research into action” yang memiliki tujuan untuk
memberikan petunjuk yang lebih jelas dan tegas serta berdasarkan kaedah-kaedah akademis kepada para pemegang kepentingan dalam rangka pemberantasan
kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi. J-PAL menggunakan metode eksperimen seperti yang digunakan pada analisa-analisa kedokteran atau biologi, metode tersebut
adalah randomize evaluation method RE. Metode ini dianggap metode yang paling sukses untuk mencari kebijakan yang paling tepat untuk diberikan kepada objek
penelitian masyarakat miskin dalam rangka menyelesaikan permasalahan dasar yang dihadapi objek penelitian.
Experimental Economics dengan metode RE bukannya tanpa kritik, adalah
Deaton 2009 dan Rodrik 2010, yang mengkritik mengenai ekstelnal validitas dari
analisa RE. RE dianggap kurang dapat digunakan untuk mendesain sebuah kebijakan yang lebih umum oleh karena sifatnya yang hanya menganalisa Local Average
Treatment Effect LATE. Namun Easterly dan Cohen 2010, tetap menyatakan
bahwa analisa eksperimental dengan metode RE memberikan harapan yang lebih cerah terhadap analisa kebijakan ekonomi pembangunan dibandingkan dengan analisa
“regressi” yang telah memberikan kekecewaan selama enam puluh tahun terhadap analisa ekonomi pembangunan.
Angrist dan Pischke 2008 menyatakan bahwa pada era yang memiliki
paradigma eksperimen sekarang ini, teknik yang sering digunakan untuk mencari jawaban-jawaban pertanyaan hubungan kausal adalah; linier regression
untuk statistical control, metode Instrumental Variables IV untuk analisis dada natural experiments, dan metode differences-in-differences DID untuk
menganalisa dampak dari kebijakan. Metode-metode dasar ini dianggap cukup mampu untuk membuat data “berbicara” mengenai apa yang terjadi pada
15 kehidupan social ekonomi masyarakat. Hal ini juga mengisyaratkan kepada para
mahasiswa atau peneliti dibidang ekonomi bahwa yang terpenting adalah hasil dari analisis ekonometrika dapat diaplikasikan sebagai sebuah kebijakan yang
dapat direalisasikan, baik sebagai sebuah pilot project eksperimen atau kebijakan yang lebih luas oleh pemerintah.
Microeconometrics yang memfokuskan diri pada analisa data-data pada tingkat individu juga harus diperkaya dengan variable-variabel kebijakan.
Experimental economics yang banyak menganalisa dan menemukan kebijakan- kebijakan yang tepat untuk penanggulangan kemiskinan, permasalahan UMK,
pertumbuhan ekonomi dan lain sebagainya dapat dijadikan sebagai pokok
permasalahan dalam analisa microeconometrics. Cameron dan Trivedi 2005
menyatakan bahwa microeconometrics akan menjadi lebih menarik dan berguna dengan adanya data-data dari social experiments atau natural experiments.
16
BAB III METODE PENELITIAN