Latar Belakang Mubyarto 2005 menyatakan bahwa sistem ekonomi kerakyatan, dimana

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Mubyarto 2005 menyatakan bahwa sistem ekonomi kerakyatan, dimana

Usaha Mikro Kecil dan Menengah UMKM adalah salah satu bentuknya, tidak terpengaruh oleh krisis keuangan global, lebih-lebih menjadi penyelamat perekonomian. Data tahun 2007, yaitu disaat krisis keuangan global melanda, UKM menyumbang sebesar 53,60 persen Produk Domestik Bruto PDB. Masih berdasarkan data pada saat krisis keuangan, data menunjukkan dari 6,7 persen pertumbuhan PDB pada tahun 2007, 2,42 bersumber dari Usaha Mikro dan Kecil UMK dan 1,15 dari Usaha Menengah. Beberapa data tersebut menunjukkan peranan UMKM sangat penting dalam penyelamatan perekonomian Indonesia dikala krisis keuangan. Terlepas dari semua peran penting UMKM dalam menjadi tulang punggung perekonomian, terutama dalam masa-masa krisis keuangan, UMKM masih sangat perlu pengembangan. Data Badan Pusat Statistik BPS sampai dengan tahun 2012 menunjukkan bahwa terdapat 56.534.592 unit UMKM di Indonesia, dengan laju pertumbuhan sebesar 2,41 persen pada tahun 2012. Pertumbuhan UMKM sejak era reformasi memang memperlihatkan laju yang fluktuatif, namun sejak krisis keuangan tahun 2007 laju pertumbuhan jumlah UMKM terus mengalami penurunan, dan memiliki kecenderungan untuk terus mengalami penurunan. Berdasarakan literature standar mikroekonomi, hal ini memang alamiah, diakibatkan oleh oleh struktur pasar UMKM adalah berbentuk monopolistic competition. Dimana dalam bentuk struktur pasar tersebut entry dan exit akan terjadi secara bersamaan. Semakin menurunnya pertumbuhan menunjukkan kapasitas pasar yang sudah jemu dan mengakibatkan jumlah exit yang semakin tinggi. Industri mikro dan kecil UMK sangat berhasil dalam mendukung perbaikan ekonomi terutama dari sisi penyerapan tenaga kerja, namun untuk peningkatan value- added, industri kecil masih tertinggal jauh. Permasalahannya bukan hanya dalam ukuran besar atau kecilnya perusahaan, namun pada kemampuannya dalam meningkatkan value-added. Sesuai dengan berbagai laporan makro ekonomi, industri mikro dan kecil mampu menyerap tenaga kerja mencapai tidak kurang dari 60 persen, 2 yang dikatakan mampu sebagai penyelamat perekonomin dikala krisis keuangan melanda. Namun proporsi value-added nasional yang disumbangkan oleh industry mikro dan kecil ini hanya mencapai 22 persen. Selain pengembangan dari sisi internal UKM sendiri, pengembangan sisi pendukung UKM seperti lembaga keuangan yang menyediakan sumber permodalan juga perlu pengembangan. Mubyarto 2004 menyatakan sulitnya mengembangkan Usaha Mikro adalah karena perbankan kurang memiliki insentive dan semangat untuk menyalurkan kredit kepada Usaha Mikro. Perbankan lebih memilih untuk menyalurkan kredit ke Usaha Besar karena masalah sulit untuk menemukenali bisnis Usaha Mikro yang bankable. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha KPPU juga telah menyatakan bahwa salah satu faktor sulitnya UMKM berkembang adalah karena akses terhadap kredit sangat mahal. Bunga kredit UMKM yang rata-rata mencapai 20 persen per tahun dirasa sangat tinggi jika dibandingkan dengan kredit kepemilikan rumah yang hanya mencapai rata-rata 6 sampai 10 persen, kredit kepemilikan kendaraan bermotor yang mencapai rata-rata 5 sampai 9 persen per tahun. Seluruh ekonom di Indonesia pasti sepakat bahwa salah satu misi dari lembaga keuangan adalah sebagai agent of development. Oleh karena itu, UMKM perlu didukung dengan bantuan kredit, namun pertanyaanya kemudian adalah, apakah kredit yang selama ini telah disalurkan sudah mampu meningkatkan performa UMKM. Performa UMKM dapat dilihat dari berbagai hal, salah satunya adalah peningkatan value added. Namun yang terpenting, dalam rangka menjadi agent of development, kredit yang disalurkan oleh lembaga keuangan perbankan maupun non perbankan mampu meningkatkan kesejahteraan para pelaku UMKM, baik itu pemilik maupun pekerjanya. Untuk mendesain kebijakan dalam hal pemberian bantuan keuangan perlu dilakukan studi awal mengenai efektivitas skim-skim kredit yang telah diterima oleh para pengusaha. BPS sejak tahun 2013 telah melakukan Survei Usaha Mkro dan Kecil. Industri Mikro dan Kecil dipandang mempunyai peran yang sangat vital dalam pembangunan ekonomi. Hal ini disebabkan intensitas tenaga kerja yang relatif lebih tinggi dan jumlah investasi yang relatif kecil, maka usaha Industri Mikro dan Kecil dapat lebih fleksibel dan beradaptasi terhadap perubahan pasar. Industri Mikro dan Kecil tidak terlalu terpengaruh oleh tekanan eksternal, karena dapat tanggap menangkap peluang untuk subsitusi impor dan meningkatkan Supply persediaan domestik. Pengembangan IMK dapat memberikan kontribusi pada diversifikasi 3 industri dan percepatan perubahan struktur sebagai pra kondisi pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang stabil dan berkesinambungan. Oleh karena itu penelitian ini akan lebih difokuskan pada analisis yang didasarkan pada UMK.

1.2. Tujuan Penelitian