2.5 Sifat Intrinsik Kemagnetan Fasa Magnetik
Beberapa sifat kemagnetan dasar yang penting dari fasa magnetik dapat disebutkan antara lain koersivitas intrinsik H
CJ
, remanen B
r
, energi produk maksimum BH
max
, dan temperatur Curie T
C
. Berikut ini latar belakang teori beberapa sifat kemagnetan dasar tersebut.
2.5.1 Kurva Histerisis
Remanen dan koersivitas adalah besaran kemagnetan yang dapat didefinisikan dari suatu kurva histeresis magnet. Pada dasarnya kurva tersebut merepresentasikan suatu
proses magnetisasi dan demagnetisasi oleh suatu medan magnet luar, H. Bila besar medan magnet luar yang digunakan untuk memagnetisasi ditingkatkan dari nol, maka
magnetisasi M atau polarisasi J dari magnet bertambah besar dan mencapai tingkat saturasi pada suatu medan magnet luar tertentu. Dengan melakukan sederetan proses
magnetisasi yaitu penurunan medan magnet luar menjadi nol dan meneruskannya pada arah yang bertentangan, serta meningkatkan besar medan magnet luar pada arah
tersebut dan menurunkannya kembali ke nol kemudian membalikkan arah seperti semula, maka magnetisasi atau polarisasi dari magnet permanen terlihat membentuk
suatu kurva. Pada dasarnya ada dua skala berbeda yang digunakan untuk menggambarkan
kurva histeresis. Bila digambarkan antara kerapatan fluks magnet, B dan H, maka diperoleh kurva histeresis B-H. Bila digambarkan antara polarisasi J dan H, maka
diperoleh kurva histeresis J-H. Esensi dari kedua kurva berbeda skala tersebut adalah sama karena antara B dan J terdapat hubungan seperti persamaan berikut ini
B = µ
o
H + µ
o
M atau B = µ
o
H + J 1
Material magnetik diklasifikasikan menjadi dua yaitu material magnetik lemah soft magnetic materials dan material magnetik kuat hard magnetic materials.
Penggolongan ini berdasarkan kekuatan medan koersifnya, dimana soft magnetic memiliki medan koersif yang lemah, sedangkan bahan hard magnetic memiliki
medan koersif yang kuat. Hal ini lebih jelas digambarkan dengan kurva histerisis atau hysteresis loop.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Kurva Histeris Material Magnet; a soft magnetic b hard magnetic repository.usu.ac.id
H adalah medan magnetik yang diperlukan untuk menginduksi medan berkekuatan B dalam material. Setelah medan H ditiadakan, dalam sampel tersisa magnetisme
residual Br, yang disebut residual remanen, dan diperlukan medan magnet Hc yang disebut gaya koersif, yang harus diterapkan dalam arah berlawanan untuk
meniadakannya. Bahan magnet lunak soft magnetic materials mudah dimagnetisasi serta
mudah pula mengalami demagnetisasi, seperti tampak pada Gambar 2.1 a nilai H yang rendah sudah memadai untuk menginduksi medan B yang kuat dalam logam,
dan diperlukan medan Hc yang kecil untuk menghilangkannya. Soft magnetic materials dapat mengalami magnetisasi dan tertarik ke magnet lain, namun sifat
magnetiknya hanya akan bertahan apabila magnet berada dalam suatu medan magnetik. Soft magnetic materials tidak mengalami magnetisasi yang permanen.
Perbedaan antara magnet permanen atau magnet keras, dengan magnet lunak jelas terlihat pada kurva histeresis seperti pada Gambar 2.1. Magnet keras menarik
material lain yang mengalami magnetisasi menuju dirinya. Magnet jenis ini dapat mempertahankan kemagnetannya dalam waktu yang sangat lama. Ketika suatu
material magnetik dimasukkan ke dalam suatu medan magnetik, H, garis – garis gaya
yang berdekatan dihimpun dalam meterial tersebut sehingga meningkatkan densitas fluks. Atau dengan istilah yang lebih teknis, terjadi peningkatan induksi magnetik, B.
Tentu saja, besarnya induksi bergantung pada medan magnetik dan pada jenis
Universitas Sumatera Utara
material. Namun, peningkatan induksi yang terjadi tidak linear tetapi mengikuti hubungan B
– H yang melonjak ke level yang lebih tinggi, dan kemudian bertahan mendekati konstan di dalam medan magnetik yang tetap lebih kuat.
Kurva histeresis dari suatu magnet permanen memperlihatkan perbedaan yang sangat mencolok. Ketika medan magnetik dihilangkan, sebagian besar induksi
dipertahankan agar menghasilkan induksi remanen, B
r
. Medan terbalik, disebut medan koersif, -H
c
, diperlukan sebelum induksi turun menjadi nol. Sama dengan kurva lengkap dari suatu magnet lunak, kurva lengkap suatu magnet permanen
mempunyai simetri 180
o
. Karena hasil
– kali antara medan magnetik Am dan induksi V.sm
2
adalah energi persatuan volume, daerah terintegrasi di dalam kurva histeresis adalah energi
yang diperlukan untuk menyelesaikan satu siklus magnetisasi dari 0 ke +H ke –H ke
0. Energi yang diperlukan magnet lunak sangat kecil, sedangkan magnet keras memerlukan energi yang cukup besar dan pada kondisi ruang demagnetisasi tidak
akan terjadi. Magnetisasinya adalah magnetisasi yang permanen. Untuk itu, magnet keras hard magnetic dapat juga disebut sebagai magnet permanen. Beberapa sifat
dari magnet permanen dapat dilihat pada tabel 2.2 di bawah ini. Tabel 2.2 Sifat beberapa magnet keras
Material Magnetik Remanensi
B
r
V.sm
2
Medan Koersif -H
c
kAm Hasil
– Kali Demagnetisasi Maksimum
BH
maks
kJm
3
Baja karbon-biasa 1,0
4 1
Alnico V 1,2
55 34
Feroxdur BaFe
12
O
19
0,4 150
20 RE
– Co 1,0
700 200
RE
2
Fe
14
B 1600
Tanah jarang – kobalt, khususnya samarium
Tanah jarang Pr, Nd
Universitas Sumatera Utara
Kepermanenan magnet dapat ditandai dari medan koersif, -H
c
, yang diperlukan untuk mengembalikan induksi ke nol. Suatu nilai sebesar
–H
c
= 1000 Am sering digunakan untuk memisahkan magnet lunak dan magnet keras permanen. Hasil
– kali energi sesaat maksimum, BH
maks
, merupakan satu ukuran yang lebih baik, karena hasil
– kali ini menunjukkan hambatan energi kritis yang harus dilampaui agar demagnetisasi bisa terjadi. Karakteristik magnet permanen yang paling tinggi saat ini
adalah Praseodymium Iron Boron PrFeB, yang memiliki nilai produk energi maksimum 450
– 512 kJm
3
Vlack, 2004.
2.5.2 Energi Produk Maksimum BHmax