Analisis Yuridis Tentang Akta Kelahiran Bagi Anak Yang Belum Terdaftar Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (Studi Kecamatan Medan Denai)

(1)

ANALISIS YURIDIS TENTANG AKTA KELAHIRAN BAGI ANAK YANG BELUM TERDAFTAR BERDASARKAN UNDANG-

UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN (STUDI KECAMATAN MEDAN DENAI)

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

HARI SETIAWAN SEMBIRING NIM : 100200302

DEPARTEMEN : HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAKSI

ANALISIS YURIDIS TENTANG AKTA KELAHIRAN BAGI ANAK YANG BELUM TERDAFTAR BERDASARKAN UNDANG-

UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

(Studi Kecamatan Medan Denai)

Sampai saat ini masih banyak anak indonesia yang identitasnya belum tercatat dalam akta kelahiran, secara de jure keberadaannya dianggap tidak ada oleh negara. Hal ini mengakibatkan banyak permasalahan yang terjadi berpangkal dari manipulasi identitas anak. Di berbagai daerah masih banyak terjadi anak-anak Indonesia yang tidak mempunyai akta kelahiran karena menganggap akta kelahiran tidak terlalu penting. Tetapi Pemerintah dengan sangat jelas memberikan perhatian khusus terhadap akta kelahiran. UU No. 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudkan yang mengatur lebih lanjut tentang pemberian akta kelahiran. Memang menurut UU setiap bayi yang lahir, 60 hari setelah itu harus dicatat dan diberikan akta kelahiran. Permasalahan yang terjadi adalah bagaimana pengaturan pencatatan kelahiran bagi anak ditinjau dari administrasi kependudukan, Bagaimana pelaksanaan pendaftaran akta kelahiran di Kecamatan Medan Denai dan Bagaimana analisa terhadap akta kelahiran bagi anak yang belum terdaftar studi kecamatan medan denai menurut undang-undang no.23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan.

Metode penelitian dilakukan yuridis normatif (penelitian hukum normatif). Pendekatan yang digunakan adalah melalui pendekatan kasus. Teknik pengumpulan data dengan cara studi Kepustakaan. Analisis data yang digunakan analisis kualitatif.

Pengaturan pencatatan kelahiran bagi anak di tinjau dari hokum administrasi kependudukan yaitu Pencatatan kelahiran anak menurut KUHPerdata, selanjutnya Pasal 42 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Namun demikian, dalam Pasal ini tidak disebutkan adanya suatu tenggang waktu untuk menentukan sah atau tidaknya seorang anak, hak anak menurut UU No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan UU No.23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Hal tersebut diatur Hal tersebut diatur dalam Pasal 5, Pasal 7 ayat (1) dan pasal 27 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002. Dalam hal seorang tidak diketahui identitas serta asal usulnya, anak terseidentitasnya tetap berhak mendapatkan identitas diri. Dalam hal pembuatan identitas, seorang anak yang tidak diketahui identitas dan asal usulnya maka pembutan identitas tersebut berdasarkan keterangan dari orang menemukannya. Kemudian pasal 27 UU No.23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu sebagai upaya perlindungan hak anak adalah melakukan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kependudukan khususnya tentang pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu dan melakukan pengumpulan data dan informasi serta melaksanakan pemecahan terkait dengan pelayanan pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu.

Kata kunci : akta kelahiran anak, Administrasi Kependudukan ]


(3)

KATA PENGANTAR .

Segala puji syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan berkat yang dilimpahkannya sehingga penulis dapat memulai, menjalani dan mengakhiri masa perkuliahan serta dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

Adapun skripsi ini berjudul “ANALISIS YURIDIS TENTANG AKTA KELAHIRAN BAGI ANAK YANG BELUM TERDAFTAR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN (STUDI KECAMATAN MEDAN DENAI)” yang merupakan alah satu syarat untuk menempuh ujian Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penyelesaian Skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan dan bimbingan serta dorongan semangat dari beberapa pihak, maka dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan rasa penghargaan kepada:

1. Teristimewa ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua serta Abang, Kakak dan Adik-adik dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan do’a dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan perkuliahan dan penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Prof Dr Syahril Pasaribu, DTMH, MSc (CTM), SpA(K) sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, MHum sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, karena sudah berusaha untuk memberikan perubahan yang maksimalkan kepada fakultas dengan meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan di lingkungan kampus Fakultas Hukum USU.


(4)

4. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Pembantu Dekan II Safrudin Hasibuan, SH, MHum, Dfm yang telah membantu mahasiswa di pembayaran SPP dan sumbangan-sumbangan kegiatan kampus.

6. Bapak Pembantu Dekan III Muhammad Husni, SH, MHum yang telah banyak membantu mahasiswa dibidang kemahasiswaan, beasiswa

7. Ibu Surianingsih, SH, M.Hum, sebagai ketua Departemen Hukum Perburuhan Universitas Sumatera Utara dan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberi bimbingan dan nasehat dalam penulisan skripsi ini.

8. Dr. Pendastaren Tarigan, SH, M.S., sebagai Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberi bimbingan dan nasehat dalam penulisan skripsi ini

9. Bapak dan Ibu Dosen yang lainnya yang telah banyak berjasa dalam membimbing penulis selama perkuliahan.

10.Seluruh rekan-rekan mahasiswa/i Fakulas Hukum USU yang telah banyak membantu penulis selama kuliah

Akhir kata penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu Dosen dan semua rekan-rekan atas segala kesilapan yang telah di perbuat penulis selama ini, dan penulis berharap semoga skripsi yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca dan pihak lain yang memerlukannya. Amin……..

Medan, November 2014 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ii DAFTAR ISI ... iv

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 8

F. Metode Penelitian ... 16

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II : PENGATURAN PENCATATAN KELAHIRAN BAGI ANAK DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN ... 20

A. Pencatatan Kelahiran Menurut KUHPerdata ... 20

B. Pengertian Pencatatan Kelahiran Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ... 33

C. Hak Anak Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak ... 37

D. Persyaratan untuk memperoleh akta kelahiran bagi anak menurut Undang- undang No.23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan ... 45

BAB III : PELAKSANAAN PENDAFTARAN AKTA KELAHIRAN DI KECAMATAN MEDAN DENAI ... 50


(6)

B. Prosedur Pendaftaran ... 52 C. Pelaksanaan Pendaftaran ... 55 BAB IV : ANALISA TERHADAP AKTA KELAHIRAN BAGI ANAK

YANG BELUM TERDAFTAR STUDI KECAMATAN MEDAN DENAI MENURUT UNDANG-UNDANG NO.23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN ... 66

A. Faktor-faktor yang membuat tidak mendaftarkan kelahiran ... 66 B. Proses pendaftaran kelahiran setelah lewat waktu ... 72 C. Syarat-syarat untuk mendapatkan akta kelahiran setelah lewat

waktu di Kecamatan Medan Denai... 74 D. Hambatan dalam Pelaksanaan Pencacatan Kelahiran

di Kecamatan Medan Denai ... 77 E. Upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan dalam

pelaksanaan pendaftaran kelahiran di Kecamatan Medan Denai . 79 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 86 A. Kesimpulan... 86 B. Saran ... 88 DAFTAR PUSTAKA


(7)

ABSTRAKSI

ANALISIS YURIDIS TENTANG AKTA KELAHIRAN BAGI ANAK YANG BELUM TERDAFTAR BERDASARKAN UNDANG-

UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

(Studi Kecamatan Medan Denai)

Sampai saat ini masih banyak anak indonesia yang identitasnya belum tercatat dalam akta kelahiran, secara de jure keberadaannya dianggap tidak ada oleh negara. Hal ini mengakibatkan banyak permasalahan yang terjadi berpangkal dari manipulasi identitas anak. Di berbagai daerah masih banyak terjadi anak-anak Indonesia yang tidak mempunyai akta kelahiran karena menganggap akta kelahiran tidak terlalu penting. Tetapi Pemerintah dengan sangat jelas memberikan perhatian khusus terhadap akta kelahiran. UU No. 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudkan yang mengatur lebih lanjut tentang pemberian akta kelahiran. Memang menurut UU setiap bayi yang lahir, 60 hari setelah itu harus dicatat dan diberikan akta kelahiran. Permasalahan yang terjadi adalah bagaimana pengaturan pencatatan kelahiran bagi anak ditinjau dari administrasi kependudukan, Bagaimana pelaksanaan pendaftaran akta kelahiran di Kecamatan Medan Denai dan Bagaimana analisa terhadap akta kelahiran bagi anak yang belum terdaftar studi kecamatan medan denai menurut undang-undang no.23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan.

Metode penelitian dilakukan yuridis normatif (penelitian hukum normatif). Pendekatan yang digunakan adalah melalui pendekatan kasus. Teknik pengumpulan data dengan cara studi Kepustakaan. Analisis data yang digunakan analisis kualitatif.

Pengaturan pencatatan kelahiran bagi anak di tinjau dari hokum administrasi kependudukan yaitu Pencatatan kelahiran anak menurut KUHPerdata, selanjutnya Pasal 42 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Namun demikian, dalam Pasal ini tidak disebutkan adanya suatu tenggang waktu untuk menentukan sah atau tidaknya seorang anak, hak anak menurut UU No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan UU No.23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Hal tersebut diatur Hal tersebut diatur dalam Pasal 5, Pasal 7 ayat (1) dan pasal 27 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002. Dalam hal seorang tidak diketahui identitas serta asal usulnya, anak terseidentitasnya tetap berhak mendapatkan identitas diri. Dalam hal pembuatan identitas, seorang anak yang tidak diketahui identitas dan asal usulnya maka pembutan identitas tersebut berdasarkan keterangan dari orang menemukannya. Kemudian pasal 27 UU No.23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu sebagai upaya perlindungan hak anak adalah melakukan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kependudukan khususnya tentang pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu dan melakukan pengumpulan data dan informasi serta melaksanakan pemecahan terkait dengan pelayanan pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu.

Kata kunci : akta kelahiran anak, Administrasi Kependudukan ]


(8)

BAB I

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelahiran merupakan peristiwa hukum yang memerlukan adanya suatu peraturan yang tegas, jelas dan tertulis sehingga tercipta kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan diantaranya adalah peraturan mengenai kelahiran. Setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh penduduk kepada instansi pelaksana di tempat terjadinya peristiwa kelahiran paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran.1

Peristiwa kelahiran itu perlu mempunyai bukti yang autentik, karena untuk membuktikan identitas seseorang yang pasti dan sah adalah dapat kita lihat identitas seseorang yang pasti dan sah adalah dapat kita dari akta kelahiran yang dikeluarkan oleh suatu lembaga yang berwenang mengeluarkan akta tersebut.2

Anak adalah merupakan generasi penerus dari suatu Bangsa dan Negara. Maka sudah selayaknya anak mendapatkan perhatian dan perlindungan baik dari orangtuanya maupun dari Negara. Perlindungan tersebut diberikan tidak hanya pada bidang pendidikan tetapi juga dalam hal kepastian hukum yang diberikan melalui identitas dirinya. Oleh karena itu Negara memberikan perlindungan bagi pemenuhan hak identitas diri anak, baik anak sah maupun anak luar kawin. Tetapi dalam pelaksanaannya pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, hal tersebut tidak sepenuhnya terlaksana, khususnya dalam hal jaminan akan Akta Kelahiran gratis, masih sangat jauh dari harapan. Selain itu ada beberapa hal lagi yang menyebabkan kendala atau halangan dalam pelaksanaan pencatatan dan pembuatan Akta Kelahiran,

1

Indonesia, Undang-undang Administrasi Kependudukan, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006, Lembaran Negara Nomor 124 Tahun 2006, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4674, Pasal 27

2

Victor M. Sitomorang dan Cormentyna Sitanggang, Aspek Hukum Akta Catatan Sipil di Indonesia, Edisi 1, Cetakan 2, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hlm 40


(9)

yakni: Asumsi masyarakat akan birokrasi yang berbelit dalam mengurus dokumen kependudukan dan catatan sipil, biaya yang mahal, jarak instansi pelaksana yang cukup jauh dan memakan biaya ekstra.

Arti penting dari kepemilikan akta kelahiran yakni: menjadi bukti bahwa Negara mengakui atas identitas seseorang yang menjadi warganya, sebagai alat dan data dasar bagi pemerintah untuk menyusun anggaran nasional dalam bidang pendidikan, kesehatan, sosial dan perlindungan anak, merupakan bukti awal kewarganegaraan dan identitas diri pertama yang dimiliki anak, menjadi bukti yang sangat kuat bagi anak untuk mendapatkan hak waris dari orangtuanya, mencegah pemalsuan umur, perkawinan dibawah umur, tindak kekerasan terhadap anak, perdagangan anak, karena anak secara yuridis berhak untuk mendapatkan perlindungan, kesehatan, pendidikan, pemukiman, dan hak-hak lainnya sebagai warga negara. Sampai saat ini masih banyak anak indonesia yang identitasnya belum tercatat dalam akta kelahiran, secara de jure keberadaannya dianggap tidak ada oleh negara. Hal ini mengakibatkan banyak permasalahan yang terjadi berpangkal dari manipulasi identitas anak. Semakin tidak jelas identitas seorang anak, maka semakin mudah terjadi eksploitasi terhadap anak seperti anak menjadi korban perdagangan bayi dan anak, tenaga kerja dan kekerasan. Oleh karenanya diharapkan kepada seluruh masyarakat di Indonesia jangan takut dan enggan untukmendaftarkan segera kelahiran anaknya, untuk memberikan perlindungan terbaik bagi anak dan mencegah munculnya segala bentuk eksploitasi bagi anak, beban tugas kepada pemerintah tidaklah mudah dan harus melibatkan semua pihak oleh karenanya harus ada kerjasama dan koordinasi yang sinergi untuk melahirkan kebijakan-kebijakan yang terbaik bagi anak-anak di Indonesia. Dalam pengurusan akte kelahiran sudah ditetapkan prosedur pengurusan,


(10)

namun masih banyak berbagai keluhan masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan pengurusan akte kelahiran.3

Kendala-kendala tersebut terjadi karena tingkat perekonomian dan pendidikan masyarakat yang masih sangat rendah dibeberapa daerah di Kecamatan Medan Denai, selain itu kurangnya sosialisasi dan pendidikan dari pemerintah daerah menjadikan kendala-kendala tersebut semakin kompleks. Keadaan tersebut kemudian menjadikan terhambatnya penyelenggaraan pencatatan kependudukan di Kecamatan Medan Denai.

Akta kelahiran akan ikut menentukan nasib kita kelak kemudian hari. Misalnya, jika mencari kerja perlu melampirkan akta kelahiran, apabila meneruskan sekolah perlu melampirkan akta kelahiran. Namun persoalannya, tidak setiap orang memiliki akta kelahiran. Di berbagai daerah masih banyak terjadi anak-anak Indonesia yang tidak mempunyai akta kelahiran karena menganggap akta kelahiran tidak terlalu penting. Tetapi Pemerintah dengan sangat jelas memberikan perhatian khusus terhadap akta kelahiran, seperti yang tercantum di dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 45 Pasal 28 ayat dua jelas sekali menyatakan setiap anak mempunyai hak untuk kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, serta hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Kemudian di dalam berbagai undang-undang (UU) di bawah UUD 45, baik UU tentang UU tentang Perlindungan Anak jelas menyatakan akta kelahiran menjadi hak anak dan tanggung jawab pemerintah untuk memenuhinya.

Indonesia termasuk salah satu negara yang cakupan pencatatan kelahirannya paling rendah, dan keadaan di daerah pedesaan lebih buruk daripada di perkotaan. Kesenjangan ini termasuk yang tertinggi di dunia. Banyak faktor yang memengaruhi rendahnya cakupan pencatatan kelahiran, mulai dari kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pencatatan kelahiran, biaya yang tinggi untuk pencatatan, prosedur

3

Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, Penrbit Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm 38


(11)

yang sulit, serta kurangnya akses terhadap pelayanan pencatatan yang biasanya berada di tingkat kabupaten/kota. Masih banyak orangtua yang belum memahami tentang pentingnya akta kelahiran. Akta kelahiran baru ada Undang-undangnya pada tahun 2002 melalui undang-undang perlindungan anak sehingga belum tersosialisasi. Dalam UU 23 tahun 2002 menyatakan bahwa pemberian akta kelahiran harus diberikan tanpa biaya. Kemudian ada UU No. 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudkan yang mengatur lebih lanjut tentang pemberian akta kelahiran.Memang menurut UU setiap bayi yang lahir, 60 hari setelah itu harus dicatat dan diberikan akta kelahiran.

Masalahnya negara kita ini geografisnya sangat luas, dan masih banyak masyarakat adat terpencil. Departemen Dalam Negeri dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) memberikan alternatif, bahwa seorang anak yang lahir dari perkawinan tanpa dokumen maka dianggap sebagai anak dari orang tua tunggal (ibu), tetapi masih diberikan catatan pinggir bagian kiri ”anak diluar nikah” ini yang kita inginkan agar dihapus. Ini memberikan labelisasi pada seorang anak, yang menurut perlindungan anak tidak pas, karena memberikan stigmanisasi pada anak. Meski dengan adanya Dinas Pencatatan Sipil yang bertujuan untuk mempermudah dalam proses pencatatan sipil tentu tidak luput dari kekurangan yang sewaktu-waktu bisa menghambat kelancaran dalam proses pencatatan sipil. Seperti masih digunakannya mesin tik sebagai alat bantu untuk memproses penerbitan akta kelahiran tentu membutuhkan waktu yang cukup lama, banyak kemungkinan terjadi baik dari kesalahan penulisan nama atau lain sebagainya yang menyebabkan harus mengetik ulang akta kelahiran tersebut sampai memperoleh hasil yang seharusnya.

Fungsi akta kelahiran untuk negara yaitu mengetahui data anak secara akurat di seluruh Indonesia untuk kepentingan perencanaan dan guna menyusun data statistik


(12)

negara yang dapat menggambarkan demografi, kecenderungan dan karaktaristik penduduk serta arah perubahan sosial yang terjadi. Bagi mereka yang

lewat 60 hari s/d 1 tahun masih dapat membuat akta kelahiran asal disetujui oleh Kepala Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Bila sudah lebih dari 1 tahun

harus melalui penetapan pengadilan, yang biayanya tidak sedikit. Setelah melihat uraian tersebut, maka penulis mengambil judul tentang : “Analisis

Yuridis Tentang Akta Kelahiran Bagi Anak Yang Belum Terdaftar Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (Studi Kecamatan Medan Denai).”

B. Perumusan Masalah

Permasalahan adalah merupakan kenyataan yang dihadapi dan harus diselesaikan oleh peneliti dalam penelitian. Dengan adanya rumusan masalah maka akan dapat ditelaah secara maksimal ruang lingkup penelitian sehingga tidak mengarah pada hal-hal diluar permasalahan.

Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaturan pencatatan kelahiran bagi anak ditinjau dari administrasi kependudukan?

2. Bagaimana pelaksanaan pendaftaran akta kelahiran di Kecamatan Medan Denai? 3. Bagaimana analisa terhadap akta kelahiran bagi anak yang belum terdaftar studi

kecamatan medan denai menurut undang-undang no.23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui pengaturan pencatatan kelahiran bagi anak ditinjau dari administrasi kependudukan.


(13)

b. Untuk mengetahui kendala-kendala yang menyebabkan sulitnya pencatatan akta kelahiran anak yang belum terdaftar.

c. Untuk mengetahui analisa terhadap akta kelahiran bagi anak yang belum terdaftar studi kecamatan medan denai menurut undang-undang no.23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan

2. Manfaat penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti diharapkan berguna untuk menambah wawasan dan bermanfaat bagi semua pihak, yaitu diantaranya sebagai berikut :

1) Kegunaan Bagi Peneliti

Kegunaan meneliti masalah kualitas pelayanan aparatur ini bagi peneliti yaitu untuk melatih kemandirian dan agar dapat memiliki sikap dan rasa tanggungjawab dalam pengerjaan meneliti suatu masalah. Selain itu juga sebagai gambaran praktis bagi peneliti berkaitan dengan akta kelahiran, serta peneliti pun dapat mengetahui Akta Kelahiran Bagi Anak Yang Belum Terdaftar di Kecamatan Medan Denai.

2) Kegunaan Teoritis

Kegunaan teoritis dalam penelitian ini untuk mengembangkan teori-teori yang peneliti gunakan serta dapat berguna untuk penelitian selanjutnya sebagai kontribusi positif bagi perkembangan Ilmu Pemerintahan, khususnya mengenai akta kelahiran bagi anak yang belum terdaftar menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

3) Kegunaan Praktis

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Pemerintah Kecamatan Medan Denai maupun aparatur Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil


(14)

sebagai suatu bahan masukan dan bahan pertimbangan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam pelayanan pembuatan dan pengurusan akta kelahiran.

D. Keaslian Penulisan

Adapun judul tulisan ini adalah Analisis Yuridis Tentang Akta Kelahiran Bagi Anak Yang Belum Terdaftar Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (Studi Kecamatan Medan Denai). Judul skripsi ini belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama, sehingga tulisan ini asli, atau dengan kata lain tidak ada judul yang sama dengan mahasiswa Fakultas Hukum USU. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

Anak merupakan bagian dari generasi muda yang menjadi sumber daya pencapaian tujuan pembangunan nasional Indonesia. Anak memiliki peran strategis yang secara tegas dinyatakan bahwa Negara menjamin hak setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta atas perlindungannnya.4 Anak merupakan bagian dari generasi muda yang tidak dapat dipisahkan.5 Terlebih dalam pemenuhan haknya, seorang anak tidak dapat melakukannya sendiri disebabkan kemampuan dan pengalamannya yang masih terbatas, khusus orang tua memegang peranan penting dalam memenuhi hak-hak anak.6

Dalam konteks pemenuhan hak atas akta kelahiran, maka apabila negara tidak mengalokasikan anggarannya secara khusus bagi pemenuhan hak asasi anak-anak dari keluarga miskin, dapat dikatakan negara telah melanggar HAM melalui tindakannya

4

Widodo, Prisonisasi Anak Nakal : Fenomena dan Penanggulangan, Penerbit Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2013, hlm 10

5

Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak, Cetakan kedua, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2005, hlm 1

6

M. Nasir Djamil, Anak Bukan untuk di Hukum, Cetakan 1, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hlm 12


(15)

(act commission) karena negara secara sistematis melalui kebijkan politik anggarannya mengabaikan pemenuhan hak asasi keluarga miskin. Di samping melakukan pelanggaran melalui tindakannya, negara juga melanggar hak keluarga miskin melalui pembiaran (act ommision) karena kegagalannya memanfaatkan anggaran publiknya untuk kepentingan pemenuhan hak-hak asasi anak-anak keluarga miskin. Kondisi ini bertentangan dengan Pasal 27 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menegaskan bahwa identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya yang dituangkan dalam akta kelahiran. Lebih jauh Pasal 28 menyatakan bahwa pembuatan akta kelahiran menjadi tanggungjawab pemerintah dan pembuatannya tidak dikenai biaya.7

Untuk mewujudkan Kabupaten/Kota Layak Anak, salah satunya setiap anak memiliki akta kelahiran. Hanya selembar kertas, namun akta kelahiran memiliki kekuatan yang maha dahsyat. Bagi anak yang belum memiliki akta kelahiran, sudah dipastikan anak tersebut terabaikan dalam segala hal, seperti tidak dapat bersekolah, tidak dapat pelayanan imigrasi, dan lain sebagainya. Intinya, akta kelahiran sangat berguna sebagai awal pengakuan Negara terhadap warga negaranya.

Kementerian Dalam Negeri yang berwenang menerbitkan Akta Kelahiran sebagaimana perintah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, telah memberi kemudahan bagi orang tua untuk mengurus akta kelahiran. Begitu juga dengan sebagian kabupaten/kota, Bupati/Walikota bersama DPRD telah menerbitkan Peraturan Daerah dan/atau Peraturan Bupati/Walikota untuk mengratiskan akta kelahiran. Sebagai contoh Kota Tangerang Selatan, Dinas Catatan Sipil membuka layanan langsung melalui Mobil Keliling. Meskipun demikian, sampai tegat waktu sesuai dengan Rencana Strategi Kementerian Dalam Negeri, setiap anak

7

http://disdukcapil.sidoarjokab.go.id/?go=cp_artikel/art2&kdartikel=20100000 diakses tgl 3 Oktober 2014


(16)

Indonesia memiliki akta kelahiran 2011, masih banyak anak belum memiliki akta kelahiran.

Salah satu penyebab belum semua anak memiliki akta kelahiran, karena orang tua belum serius menjadi ayah dan ibu dari anak mereka. Selain itu, sosialisasi pentingnya memiliki akta kelahiran belum menyentuh semua ayah dan ibu.8

Peristiwa kelahiran merupakan peristiwa hukum yang memerlukan adanya suatu pengaturan yang tegas, jelas dan tertulis sehingga terciptanya kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu peristiwa kelahiran perlu mempunyai bukti yang otentik, karena untuk membuktikan identitas sese-orang yang pasti dan sah adalah dapat kita li-hat dari akta kelahiran yang di keluarkan oleh suatu lembaga yang berwenang mengeluarkan akta tersebut.9

Pencatatan kelahiran merupakan hal yang sangat penting bagi orang yang bersang-kutan maupun bagi negara, karena dengan adanya pencatatan kelahiran yang teratur maka dapat diketahui persentase pertambahan penduduk setiap tahunnya, hal ini akan mem-bantu pemerintah dalam menetapkan kebijak-sanaan yang berhubungan dengan masalah ke-pendudukan. Penduduk di satu pihak meru- pakan modal dasar pembangunan, di lain pihak penduduk juga penentu sasaran pem-bangunan. Dengan kata lain penduduk sebagai pelaku utama dalam pembangunan. Namun apabila pertumbuhan penduduk berlangsung tanpa kendali dan tanpa dibarengi dengan per-kembangan teknologi dan pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik, maka yang terjadi bukan perkembangan Negara yang ma-ju, justru akan menimbulkan masalah lain se-perti kemiskinan dan tingkat kriminalitas yang meningkat.

Ada tiga alasan mengapa pencatatan kelahiran itu penting, yaitu sebagai berikut:

8

http://www.ykai.net/index.php?view=article&id=886:masih-banyak-anak-belum-memiliki-akta-kelahiran diakses tgl 3 Oktober 2014

9

Victor M. Situmorang, Aspek Hukum Akte Catatan Sipil di Indonesia, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 1991, hlm 40


(17)

1. Pencatatan kelahiran adalah pengakuan formal mengenai keberadaan seorang anak, secara individual terhadap Negara dalam hukum.

2. Pencatatan kelahiran adalah elemen penting dari perencanaan nasional. Untuk anak-anak, memberikan dasar demografis agar strategi yang efektif dapat dibentuk. 3. Pencatatan kelahiran adalah cara untuk me-ngamankan hak anak lain, misalnya

iden-tifikasi anak sesudah berperang, anak dite-lantarkan atau diculik, agar anak dapat me-ngetahui orang tuanya (khususnya jika la-hir diluar nikah), sehingga mereka men-dapat akses pada sarana atau prasarana da-lam perlindungan negara dalam batas usia hukum (misalnya : pekerjaan, dan dalam sistem peradilan anak) serta mengurangi atau kemungkinan penjualan bayi atau pembunuhan bayi.10

Sebagaimana pemikiran Aristoteles yang menyatakan bahwa manusia merupakan makhluk sosial atau disebut dengan istilah “Zoon Politikon”, dimana manusia tidak akan bisa hidup secara individual dan cenderung hidup berserikat dan bersosialisasi. Begitu pula seorang anak (termasuk anak luar kawin) yang akan hidup bersosialisasi dengan lingkungan-nya, maka untuk kebutuhan tersebut seorang anak memerlukan identitas diri yang dibuktikan dengan adanya Akta Kelahiran.

Anak luar kawin seperti halnya anak sah, berhak mendapatkan hak-hak yang sama dimata hukum. Sebagai contoh adalah hak memperoleh identitas diri, sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang menyatakan bahwa: Ayat (1) ”Identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya”; Ayat (2) ”Identitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam Akta Kelahiran”. Anak Luar kawin juga mencerminkan adanya suatu Kepastian Hukum atas Kepemi-likan Dokumen,

10 Daly Erni, ”

Kajian Implementasi Peraturan Perundang-undangan dalam Hal Pem-buatan


(18)

sebagaimana yang telah dise-butkan dalam Pasal 2 (point d) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.

Banyak pengertian administrasi yang dikemukakan oleh para ahli administrasi, ada pengertian adminitrasi secara luas dan ada pengertian administrasi secara sempit, dan bahkan ada yang mengartikan sebagai proses sosial. Dalam pengertian yang luas menyebutkan bahwa :

”Administrasi adalah kegiatan sekelompok manusia melalui tahapan-tahapan yang teratur dan dipimpin secara efektif dan efisien, dengan menggunakan sarana yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan Dalam implementasinya, administasi berkembang dan mempunyai tugas-tugas yang biasa disebut sebagai fungsi administrasi diantaranya adalah fungsi perencanaan, pengorganisasian sampai dengan fungsi pengawasan ”.11

Sedangkan dalam pengertian sempit, menyebutkan bahwa :

” Administrasi adalah suatu kegiatan yang meliputi catat-mencatat, surat-menyurat, pembukuan ringan, ketik mengetik, agenda dan sebagainya yang bersifat teknis ketatausahaan ’.12

Menurut Prajudi mengemukakan sebagai berikut : Administrasi adalah suatu sistem atau sistema yang tertentu, yang memerlukan input, transportasi, pengolahan dan output tertentu.13 Sedangkan Siagian merngemukakan pengertian administrasi sebagai berikut :

”Administrasi adalah keseluruhan proses pelaksanaan dari

keputusan-keputusan yang telah diambil dan pelaksanaan itu pada umumnya dilakukan oleh dua orang manusia atau lebih untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya ”.14

Dari beberapa pengertian administrasi dari para ahli diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :

11

Musanef, Manajemen Kepegawaian di Indonesia, Jilid 1, PT Toko Gunung Agung, Jakarta, 1996, hlm 1

12

Soewarno Handayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, CV. Haji Masagung, Jakarta, 1996, hlm 2

13

Prajudi Atmosudirjo, Administrasi Manajemen Umum, Penerbit CV Mas Haji, Jakarta, 2000, hlm 17

14

Sondang Siagaan. Administrasi Pembangunan. Penerbit CV Haji Masagung, Jakarta, 2006, hlm 5


(19)

Administrasi adalah keseluruhan proses rangkaian pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang terlibat dalam suatu bentuk usaha bersama demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Meskipun rumusannya sederhana, pengertiannya tetap mempunyai cakupan yang luas, yaitu seluruh proses kegiatan yang berencana dan melibatkan seluruh anggota kelompok. Dalam administrasi juga dibutuhkan input, transportasi, pengolahan dan output tertentu.

Dalam peraturan pemerintah pada Undang-undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang dimaksud dengan Administrasi kependudukan adalah :

”Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui program pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi administrasi kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain ”.15

Negara juga mewajibkan seluruh ma-syarakat untuk melaporkan kelahiran dan me-ngurus pembuatan Akta Kelahiran, hal ini tertuang dalam Pasal 27 UU Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, yang berbunyi: Ayat (1) ”Setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi Pelaksana di tempat terjadinya pe-ristiwa kelahiran paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran” Ayat (2) ”Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran” Pejabat Pencatatan Sipil sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut adalah Pejabat yang melakukan pencatatan peristiwa penting yang dialami seseorang pada Instansi Pelak-sana yang pengangkatannya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Dalam pasal tersebut juga menegaskan bahwa dalam peristiwa kelahiran ada suatu ke-wajiban bagi penduduk untuk melaporkannya kepada Instansi

15

Undang-undang No. 23 tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 2009, hlm 4


(20)

terkait. Kemudian menjadi ke-wajiban Instansi tersebut untuk mencatat pe-ristiwa kelahiran tersebut dan menerbitkan Akta Kelahiran sebagai hak dari setiap pen-duduk. Instansi yang dimaksud dalam hal ini adalah Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Berdasarkan uraian kedua Undang-Undang tersebut, baik Undang-Undang No-mor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak maupun Undang-Undang NoNo-mor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Negara dalam hal ini melalui pemerintah mewujudkan perlindungan bagi Anak Luar Kawin dalam bentuk sebagai berikut:

1. Memberikan jaminan atas Kepastian hukum perolehan Akta Kelahiran sebagai-mana yang diperoleh anak sah pada umumnya;

2. Memberikan jaminan dalam pelaksanaan-nya tidak dipungut biaya apapun;

3. Menjamin setiap Anak Luar Kawin berhak memperoleh pendidikan layak sebagaimana diperoleh anak-anak bangsa Indonesia pada umumnya;

Pencatatan Kelahiran, selain membawa manfaat bagi anak yang bersangkutan, juga memberikan manfaat bagi pemerintah dalam mengetahui jumlah pertumbuhan penduduk dan menentukan kebijakan atau langkah yang akan dilaksanakan dalam menentukan arah dan tujuan Pembangunan Nasional.

Selain itu, jaminan perolehan akta kela-hiran juga tertuang dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Admi-nistrasi Kependudukan, yang

menyebutkan bahwa: “Setiap penduduk mempunyai hak un-tuk memperoleh:

a. Dokumen Kependudukan;

b. Pelayanan yang sama dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil; c. Perlindungan atas Data Pribadi;


(21)

e. Informasi mengenai data hasil pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil atas dirinya dan/atau keluarganya;

f. Ganti rugi dan pemulihan nama baik sebagai akibat kesalahan dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil, serta pe-nyalahgunaan data pribadi oleh Instansi Pelaksana.”

F. Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian guna menemukan dan mengembangkan kejelasan dari sebuah pengetahuan maka diperlukan metode penelitian. Karena dengan menggunakan metode penelitian akan memberikan kemudahan dalam mencapai tujuan dari penelitian maka penulis menggunakan metode penelitian yakni :

1. Tipe Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif.16 Bagi penelitian hukum normatif yang hanya mengenal data sekunder saja, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.17 Langkah pertama dilakukan penelitian normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer dan sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Undang-undang No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif akte kelahiran.

2. Data dan Sumber Data

Bahan atau data yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari:

16

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, Cetakan ke 15, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm 33

17

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cetakan ke 7, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm 163


(22)

a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari:18 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Undang-undang No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian atau pendapat pakar hukum.19

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum), ensiklopedia.20

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara : studi kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara digunakan sistematis buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

4. Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif analistis, yaitu data-data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh.

18

Ibid, hlm 31

19

Ibid, hlm 32

20


(23)

G. Sistematika penulisan

Untuk memudahkan pemahaman terhadap materi dari skripsi ini dan agar tidak terjadinya kesimpangsiuran dalam penulisan skripsi ini, maka penulis membaginya dalam beberapa bab dan tiap bab dibagi lagi ke dalam beberapa sub-sub bab.

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II PENGATURAN PENCATATAN KELAHIRAN BAGI ANAK DITINJAU DARI ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

Bab ini berisikan tentang Pencatatan Kelahiran Menurut KUHPerdata, Pengertian Pencatatan Kelahiran Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Hak Anak Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Persyaratan untuk memperoleh akta kelahiran bagi anak menurut Undang-undang No.23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan.

BAB III PENDIDIKAN PENDAFTARAN AKTA KELAHIRAN DI KECAMATAN DENAI

Bab ini berisikan tentang Gambaran umum Kecamatan Medan Denai, Prosedur pendaftaran dan pelaksanaan pendaftaran.


(24)

BAB IV ANALISA TERHADAP AKTA KELAHIRAN BAGI ANAK YANG BELUM TERDAFTAR STUDI KECAMATAN MEDAN DENAI MENURUT UNDANG-UNDANG NO.23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

Bab ini berisikan tentang faktor-faktor yang membuat tidak mendaftarkan kelahiran, proses pendaftaran kelahiran setelah lewat waktu, syarat-syarat untuk mendapatkan akta kelahiran setelah lewat waktu di Kecamatan Medan Denai, Hambatan dalam Pelaksanaan Pencacatan Kelahiran di Kecamatan Medan Denai, Upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan dalam pelaksanaan pendaftaran kelahiran di Kecamatan Medan Denai.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini adalah merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, dimana dalam bab V ini berisikan kesimpulan dan saran-saran dari penulis.


(25)

BAB II

PENGATURAN PENCATATAN KELAHIRAN BAGI ANAK DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

A. Pencatatan Kelahiran Menurut KUHPerdata

Pencatatan kelahiran adalah bukti sah mengenai status anak yang dikeluarkan oleh catatan sipil. Pencatatan kelahiran adalah akta atau catatan otentik yang dibuat oleh pegawai catatan sipil berupa catatan resmi tentang tempat dan waktu kelahiran anak, nama anak, dan nama orang tua anak secara lengkap dan jelas, serta status kewarganegaraan anak.

Peristiwa kelahiran merupakan peristi-wa hukum yang memerlukan adanya suatu pengaturan yang tegas, jelas dan tertulis se-hingga terciptanya kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu peristiwa kelahi-ran perlu mempunyai bukti yang otentik, karena untuk membuktikan identitas sese-orang yang pasti dan sah adalah dapat kita lihat dari akta kelahiran yang di keluarkan oleh suatu lembaga yang berwenang mengeluarkan akta tersebut.21

Pencatatan kelahiran merupakan hal yang sangat penting bagi orang yang bersang-kutan maupun bagi negara, karena dengan adanya pencatatan kelahiran yang teratur maka dapat diketahui persentase pertambahan penduduk setiap tahunnya, hal ini akan mem-bantu pemerintah dalam menetapkan kebijak-sanaan yang berhubungan dengan masalah kependudukan. Penduduk di satu pihak merupakan pihak penduduk juga penentu sasaran pembangunan. Dengan kata lain penduduk sebagai pelaku utama dalam pembangunan. Namun apabila pertumbuhan penduduk berlangsung tanpa kendali dan tanpa dibarengi dengan per-kembangan teknologi dan pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik, maka yang terjadi bukan perkembangan Negara yang

21


(26)

ma-ju, justru akan menimbulkan masalah lain se-perti kemiskinan dan tingkat kriminalitas yang meningkat. Ada tiga alasan mengapa pencatatan kelahiran itu penting, yaitu sebagai berikut:

1. Pencatatan kelahiran adalah pengakuan formal mengenai keberadaan seorang anak, secara individual terhadap Negara dalam hukum.

2. Pencatatan kelahiran adalah elemen pen-ting dari perencanaan nasional. Untuk anak-anak, memberikan dasar demografis agar strategi yang efektif dapat dibentuk. 3. Pencatatan kelahiran adalah cara untuk me-ngamankan hak anak lain, misalnya iden-tifikasi anak sesudah berperang, anak dite-lantarkan atau diculik, agar anak dapat me-ngetahui orang tuanya (khususnya jika la-hir diluar nikah), sehingga mereka men-dapat akses pada sarana atau prasarana da-lam perlindungan negara dalam batas usia hukum (misalnya : pekerjaan, dan dalam sistem peradilan anak) serta mengurangi atau kemungkinan penjualan bayi atau pembunuhan bayi.22

Pada prinsipnya pencatatan kelahiran adalah hanya sebuah catatan administratif dianggap penting karena data yang ada di dalam akta kelahiran dapat digunakan sebagai bukti jati diri bagi si anak, sehubungan dengan hak waris atau klaim asuransi dan pengurusan hal administratif lainnya seperti tunjangan keluarga, paspor, KTP, SIM, pengurusan perkawinan, perizinan, mengurus beasiswa dan lain-lain.

Pada dasarnya aspek hukum pencatatan kelahiran dalam usaha perlindungan anak merupakan suatu wujud dari kekuatan suatu pembuktian tentang status seorang anak yang baru dilahirkan. Dimana dengan status tersebut maka diketahui siapa orang tuanya yang memiliki kewajiban untuk memelihara dan mendidiknya.

Dengan demikian maka aspek hukum pelaksanaan pencatatan dalam usaha perlindungan anak memberikan suatu keadaan bahwa pencatatan tersebut akan

22


(27)

memberikan bukti kedudukan anak baik itu statusnya, maupun juga orang tua dan keluarganya. Sehingga pelaksanaan pencatatan tersebut dituangkan dalam suatu bentuk akta yaitu akta kelahiran.

Sebagaimana disebutkan oleh Sudikno Mertokusumo, bahwa fungsi terpenting dari pada akta adalah sebagai alat bukti. Sampai seberapa jauhkah akta mempunyai kekuataan pembuktian ? tentang kekuataan pembuktian dari pada akta dapat dibedakan antara : Yang dimaksudkan dengan kekuataan pembuktian lahir, ialah kekuataan pembuktian yang didasarkan atas keadaan lahir, apa yang tampak pada lahirnya, yaitu bahwa surat yang tampaknya (dari lahir) seperti akta, dianggap (mempunyai kekuataan) seperti akta sepanjang tidak terbukti sebaliknya.

Kekuataan pembuktian formil itu menyangkut pertanyaan :benarkah bahwa ada pertanyaan. Jadi kekuataan pembuktian formil ini didasarkan atas ada tidaknya pernyataan oleh yang bertanda tangan di bawah itu. Kekuataan pembuktian formil ini memberi tentang peristiwa bahwa pejabat dan para pihak menyatakan dan melakukan apa yang dimuat dalam akta kelahiran.

Kekuatan pembuktian materiil ini menyangkut pertanyaan : “ benarkah isi pernyataan di dalam akta itu ? jadi kekuataan pembuktian materiil ini memberi kepastian tentang materi suatu akta, kepastian tentang peristiwa bahwa pejabat atau para pihak menyatakan dan melakukan seperti yang dimuat dalam akta.23

Akta catatan sipil adalah akta otentik karena akta tersebut dibuat oleh pejabat yang berwenang yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa, dimana dalam hal ini pegawai pencatat sipil, baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang berkepentingan yang mencatat apa yang dimintakan untuk dimuat di dalamnya oleh yang

23

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1982, hal. 122.


(28)

berkepentingan adalah kekuataan pembuktian lahir, kekuatan pembuktian formil dan kekuatan pembuktian materiil.

Menurut Pasal 165 HIR (Pasal 285 Rbg,) maka akta otentik bagi para pihak dan ahli warisnya serta mereka yang memperoleh hak dari padanya, merupakan bukti sempurna, tentang apa yang termuat di dalamnya dan bahkan tentang yang terdapat dalam akta sebagai pengaturan belaka, yang terakhir ini hanya sepanjang yang dituturkan dalam akta tersebut tidak ada hubungan langsung dengan pokok akta menurut Pasal 1871 KUH Perdata hal itu hanya akan berlaku sebagai permulaan bukti tertulis. Adapun isi Pasal 1871 KUH Perdata adalah :

Selanjutnya menurut Pasal 1872 KUH Perdata apabila akta otentik yang bagaimanapun sifatnya diduga palsu, maka pelaksanaannya dapat ditangguhkan. Akta catatan sipil sebagaimana diuraikan di atas adalah akta otentik yang sesuai pasal di atas dapat dijadikan sebagai bukti tentang apa yang ada di dalamnya baik itu tentang adanya kelahiran, kematian, pengakuan anak dan juga perceraian.

Sebagai azas berlaku acta publica probant sese ipsa, yang berarti bahwa suatu akta yang lahirnya tampak sebagai akta otentik serta memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, maka akta itu berlaku atau dapat dianggap sebagai akta otentik, sampai terbukti sebaliknya. Hal ini berarti bahwa tanda tangan pejabat dianggap sebagai aslinya, sampai ada pembuktian sebaliknya.

Beban pembuktiannya terletak pada siapa yang mempersoalkan otentik tidaknya akta catatan sipil tersebut. Beban pembuktian ini terikat pada ketentuan khusus seperti yang diatur dalam Pasal 1348 HIR. (1) Suatu akta otentik namunlah tidak memberikan bukti yang yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya sebagai suatu penuturan belaka, selainnya sekedar apa yang dituturkan itu ada hubungannya langsung dengan pokok isi akta. (2) Jika apa yang termuat disitu sebagai suatu penuturan belaka


(29)

tidak ada hubungannya langsung dengan pokok isi akta, maka itu hanya dapat berguna sebagai permulaan pembuktian dengan tulisan.

Kekuataan pembuktian lahir ini berlaku bagi kepentingan atau keuntungan dan terhadap setiap orang dan tidak terbatas pada para pihak saja. Sebagai alat bukti maka akta otentik catatan sipil yang dikeluarkan pejabat, ini keistimewaannya terletak pada kekuataan pembuktian lahir.

Menurut Pasal 1868 KUH Perdata “Suatu akta otentik yalah suatu akta yang di dalam bentuk ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akte dibuatnya “.

Berpedoman pada Pasal 250 KUHPerdata yang disebutkan berikut ini : “Tiap -tiap anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan, memperoleh si suami sebagai bapaknya.” Sesuai dengan pasal di atas maka dapat diketahui bahwa yang termasuk anak sah adalah setiap anak yang lahir dan tumbuh sepanjang perkawinan dimana dia akan mendapatkan suami ibunya sebagai ayahnya.

Ketentuan ini sangat luas pengertiannya, karena seorang anak yang lahir dari hubungan yang dilakukan sebelum perkawinan antara lain dengan perzinahan

seorang isteri dengan orang lain dapat dikatakan sebagai anak sah.Hal tersebut diperjelas dalam Pasal 252 KUHPerdata :“Suami boleh mengingkari keabsahan si anak, apabila dapat membuktikan, bahwa sejak tiga ratus sampai seratus delapan puluh hari sebelum lahirnya anak itu, baik karena perpisahan maupun sebagai akibat sesuatu kebetulan, berada dalam ketakmungkinan yang nyata, untuk mengadakan hubungan dengan isteinya.

Dengan menunjuk pada ketakmampuan yang nyata, suami tak dapat mengingkari, bahwa anak itu adalah anaknya.”Berhubungan dengan hal tersebut, Undang-undang menetapkan suatu tenggang kandungan yang lama, yaitu 300 hari dan


(30)

tenggang kandungan yang paling pendek , yaitu 180 hari. Seorang anak yang lahir 300 hari setelah perkawinan orang tuanya dihapuskan adalah anak yang tidak sah.24

Disebutkan dalam Pasal 251 KUHPerdata, suami dapat menyangkal sahnya anak apabila anak tersebut dilahirkan sebelum lewat 180 hari sejak hari perkawinan orang tuanya, maka ayahnya berhak menyangkal sahnya anak itu, kecuali :

1. Jika ia sudah mengetahui bahwa istrinya mengandung sebelum pernikahan dilangsungkan.

2. Jika ia hadir pada waktu dibuatnya surat kelahiran dan surat tersebut turut ditandatangani olehnya. Dalam kedua hal tersebut si ayah dianggap telah menerima dan mengetahui anak yang lahir itu sebagai anaknya sendiri.

3. Jika si anak meninggal tak kala dilahirkannya.

Jikalau seorang anak dilahirkan sebelum lewat 180 hari setelah hari pernikahan orang tuanya, maka ayahnya berhak menyangkal sahnya anak itu, kecuali jika ia sudah mengetahui bahwa isterinya mengandung sebelum pernikahan dilangsungkan atau ia hadir pada waktu dibuatnya surat kelahiran dan surat kelahiran ini turut ditandatangani olehnya. Dalam kedua hal tersebut si ayah dianggap telah menerima dan mengakui anak yang lahir itu sebagai anaknya sendiri. Penyangkalan sahnya anak tidak tergantung pada terus berlangsungnya atau dihapuskannya perkawinan, begitu pula tidak tergantung pada pertanyaan apakah anak itu masih hidup atau telah meninggal, meskipun sudah barang tentu seorang anak yang lahir mati tidak perlu disangkal sahnya.25

Apabila istri dituduh berzinah dengan lelaki lain dan kelahiran anak tersebut disembunyikan terhadapnya. Maka disini suami harus membuktikan bahwa istrinya telah berzina dengan lelaki lain dalam waktu 180 dan 300 hari sebelum kelahiran anak

24

R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta : Intermasa, 1994, hal 48

25


(31)

tersebut Pasal 253 BW. Suami juga dapat menyangkal sahnya anak apabila anak itu dilahirkan 300 hari setelah adanya keputusan perpisahan meja dan tempat tidur ; kecuali apabila si istri dapat membuktikan dengan menunjuk segala peristiwa bahwa suamilah bapak anak itu Pasal 254 BW.Suami dapat menyangkal sahnya anak apabila ia dapat membuktikan bahwa sejak 300 hari sampai dengan 180 hari sebelum lahirnya anak tersebut, baik karena perpisahan maupun karena suatu hal, berada dalam ketidakmungkinan untuk mengadakan hubungan dengan istrinya Pasal 252 BW.Menyangkal sahnya anak dapat dilakukan dengan beberapa cara, yang diterangkan dalam Pasal 256 sampai dengan Pasal 260 KUHPerdata, yang secara singkat sebagai berikut :

1. Seorang suami yang hendak menyangkal sahnya anak, harus mengajukangugatan melalui hakim dalam waktu satu bulan apabila ia berdiam di tempatkelahiran si anak/ sekitarnya.

2. Apabila suami tidak hadir atau tidak berada ditempat ketika anak dilahirkan, gugatan harus diajukan 2 bulan setelah kembalinya suami.

3. Apabila kelahiran tersebut disembunyikan oleh istrinya kepadanya, maka gugatan harus diajukan 2 bulan setelah suami mengetahui tipu muslihat.

4. Semua akta yang dibuat di luar hakim yang berisi penyangkalan tentang sahnya anak, harus diikuti dengan gugatan dimuka hakim dalam waktu 2 (dua) bulan ; dan apabila dalam jangka waktu tersebut suami meninggal dunia, maka gugatan dapat dilanjutkan oleh ahli waris dalam waktu 2(dua) bulan setelah meninggalnya suami (Pasal 256 BW).Tuntutan yang diajukan oleh suami menjadi gugur, apabila para ahli waris tidak melanjutkannya dalam waktu 2 bulan setelah meninggalnya suami (Pasal 257 BW).


(32)

5. Hakim yang menerima gugatan penyangkalan tersebut harus menunjuk seseorang yang istimewa yang akan mewakili anak yang disangkal itu, yang paling banyak mengetahui tentang keadaan anak tersebut dan paling berkepentingan, harus dipanggil secara sah.

Penyangkalan sahnya anak tidak tergantung pada terus berlangsungnya atau dihapuskannya perkawinan, begitu pula tidak tergantung pada pertanyaan apakah nak itu masih hidup atau telah meninggal, meskipun sudah barang tentu seorang anak yang lahir mati tidak perlu disangkal sahnya.26

Pembuktian keturunan harus dilakukan dengan surat kelahiran yang diberikan oleh Pegawai Pencatatan Sipil. Jika tidak mungkin didapatkan surat kelahiran, hakim dapat memakai bukti-bukti lain asal saja keadaan yang nampak keluar, menunjukkan adanya hubungan seperti antara anak dengan orang tuanya.27

Pasal 280 KUHPerdata/B.W. yang mengatakan bahwa :“Dengan pengakuan yang dilakukan terhadap seorang anak luar kawin, timbullah hubungan perdata antara si anak dan bapak atau ibunya”. Berdasarkan pasal tersebut ada kemungkinan seorang anak tidak mempunyai ibu dan tidak mempunyai ayah, dalam arti antara si anak dengan ibunya dan ayahnya tidak mempunyai hubungan hukum dan anak luar kawin hanya dapat mempunyai hubungan hukum dengan orang yang mengakuinya, misalnya ibu dari anak tersebut maka anak tersebut mempunyai hubungan hukum dengan ibunya saja.

Hubungan hukum antara seorang perempuan dan seorang anak yang dilahirkan di luar perkawinan baru ada apabila si ibu mengakui anak itu sebagai anaknya dan pengakuan demikian itu harus ia lakukan dengan cara tertentu yaitu menurut Pasal 281 B.W., yaitu dalam akta kelahiran si anak atau dalam akta perkawinan si ibu dengan

26

Ibid, hal. 48-49

27


(33)

seorang lelaki atau bapak biologis di muka pegawai catatan sipil/secara otentik notaris tersendiri. Perlu diterangkan, bahwa di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 283 tidak membolehkan pengakuan terhadap anak-anak yang dilahirkan dari perbuatan zina (“overspel”) atau yang dilahirkan dari hubungan dua orang yang dilarang kawin satu sama lain.28

Sesuai dengan Pasal 280 KUHPerdata yang mengatakan bahwa :“Dengan pengakuan yang dilakukan terhadap seorang anak luar kawin, timbullah hubungan perdata antara si anak dan bapak atau ibunya ”Menurut hukum Perdata Barat, pengakuan merupakan suatu perbuatan untuk merelakan hubungan hukum antara anak dengan orang tuanya yang mengakuinya. Menurut sistem yang dianut oleh B.W. dengan adanya keturunan di luar perkawinan saja belum terjadi suatu hubungan keluarga antara anak dengan orang tuanya. Barulah dengan “pengakuan” (erkenning) lahir suatu pertalian kekeluargaan dengan akibatnya (terutama hak mewaris) antara anak dengan orang tua yang mengakuinya. Tetapi suatu hubungan kekeluargaan antara anak dengan keluarga si ayah atau ibu yang mengakuinya belum juga ada.29

Pengakuan ini biasanya dilakukan oleh ibu pada saat anak itu didaftarkan di Kantor Catatan Sipil, yang juga dicantumkan dalam akta kelahiran. Selain pada saat didaftarkan, pengakuan juga dapat dilakukan dengan akta otentik yang dibuat, kemudian oleh Pegawai Catatan Sipil atau Notaris pengakuan juga dapat dilakukan pada saat perkawinan kedua orang tuanya yang membawa akibat pengesahan anak tersebut.Pengakuan harus dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang dan dicantumkan dalam akta kelahiran. Meski ada ketentuan yang memungkinkan seorang laki-laki atau bapak melakukan pengakuan anak, namun pengakuan itu hanya bisa dilakukan dengan persetujuan ibu. Pasal 284 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu

28

Ibid. hal. 50

29


(34)

pengakuan terhadap anak luar kawin, selama hidup ibunya, tidak akan diterima jika si ibu tidak menyetujui. Pasal 278 KUHPidana pun mengatur tentang ancaman pidana bagi orang yang mengakui anak luar kawin yang bukan anaknya. Hal sebaliknya dengan si ibu, si ibu dapat melakukan pengakuan tanpa persetujuan dari ayah terlebih dahulu, seorang ayah yang hendak melakukan pengakuan harus telah mencapai usia 18 tahun dan pengakuan itu dilakukan bukan karena paksaan, khilaf, tipuan atau bujukan.

Sebaliknya seorang ibu dapat melakukan pengakuan tanpa adanya batas umur seperti diterangkan dalam Pasal 282 B.W., hal ini dilakukan karena pembuat Undang-undang menganggap seorang perempuan yang sudah dapat melahirkan dapatlah dikatakan telah dewasa. Selain itu juga untuk melindungi kepentingan si anak sendiri, jangan sampai anak tersebut tidak dapat diakui oleh si ayah atau ibunya. KUHPerdata juga memungkinkan seorang bapak melakukan pengakuananak pada saat atau setelah perkawinan dilangsungkan. Seperti yang diterapkan dalam Pasal 273, yang menyatakan bahwa anak yang dilahirkan di luar kawin, selain karena perzinahan atau dosa darah--, dianggap sebagai anak sah, apabila bapak dan ibunya itu kemudian menikah, dan sebelum perkawinan diselenggarakan, anak tesebut diakui oleh bapak dan ibunya.

Pengakuan anak luar kawin bisa dilakukan bilamana anak luar kawin yang dimaksud adalah akibat adanya hubungan seorang laki-laki dan perempuan yang statusnya adalah :

a. Kedua pihak masih lajang (tidak dalam ikatan perkawinanan yang sah). b. Akibat adanya perkosaan.

c. Kedua pihak sudah melakukan perkawinan, tetapi lalai mengakui anak luar kawinnya, maka atas surat pengesahan dari Presiden pengakuan dapat dilakukan. Pengakuan anak yang dilarang (Pasal 282 KUHPerdata):


(35)

a. Oleh anak yang belum dewasa, atau belum mencapai usia 19 tahun; (catatan : khusus bagi perempuan yang melakukan pengakuan, diperbolehkan meski ia belum mencapai usia 19 tahun).

b. Dilakukan dengan paksaan, bujuk rayu, tipu dan khilaf c. Ibu dari anak tersebut tidak menyetujui

d. Terhadap anak yang dilahirkan akibat hubungan antara pihak yang masih terikat perkawinan (zinah) maupun anak sumbang kecuali mendapat dispensasi dari Presiden. (Anak sumbang adalah anak yang lahir dari hubungan antara dua orang yang dilarang menikah satu sama lain)

Pasal 283 KUHPerdata, mengatakan bahwa anak yang lahir akibat perzinahan maupun hubungan sumbang, tidak dapat diakui kecuali terhadap yang terakhir ada dispensasi dari Presiden, menurut Pasal 285 KUHPerdata pengakuan

yang dilakukan sepanjang perkawinan suami-isteri untuk kepentingan anak luar kawin, yang diperoleh sebelum kawin dari perempuan atau laki-laki lain daripada suami atau isterinya, tidak boleh membawa kerugian baik bagi suami atau isteri, maupun bagi anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan mereka. Dan jika perkawinan itu dibubarkan, pengakuan tersebut akan memperoleh akibatnya, jika dari perkawinan tersebut tidak dilahirkan seorang keturunan.

Dimungkinkan untuk memaksa seorang anak laki-laki untuk mengakui seorang anak, jika anak laki-lak tersebut telah melanggar Pasal 285, 286, 287, 288, 294 dan Pasal 332 KUHPerdata, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 287 KUHPerdata, pengakuan yang dilakukan ibu maupun ayah dan tuntutan oleh seorang anak, dapat ditentang berdasarkan Pasal 286 KUHPerdata. Dimungkinkan pula pengakuan yang dilakukan terhadap anak yang belum lahir. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 2 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa anak yang ada dalam kandungan seorang


(36)

perempuan, dianggap sebagai telah dilahirkan, bila kepentingan anak menghendakinya.30

Dengan demikian, sebelum anak yang diakui tersebut lahir, maka bisa terjadi hubungan hukum kekeluargaan antara ayah dengan anak, sebagai akibat adanya pengakuan secara parental terhadap anak yang belum lahir tersebut. Biasanya pengakuan sebelum lahir ini diterapkan pada peristiwa khusus yang merupakan pengecualian untuk suatu kepentingan, misalnya dalam hal warisan.31

Adapun bukti-bukti otentik tersebut dapat digunakan untuk mendukungkepastian, tentang kedudukan seorang itu adalah adanya akta yang dikeluarkan oleh suatu lembaga, dimana lembaga inilah yang berwenang untuk mengeluarkan akta- akta mengenai kedudukan hukum seseorang. Sesuai bunyi Pasal 261 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan bahwa : “keturunan anak sah dapat dibuktikan dengan akta - akta kelahiran mereka, sekedar telah dibukukan dalam register catatan sipil’’.

B. Pengertian Pencatatan Kelahiran Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, merupakan suatu upaya pemerintah untuk mengatasi keanekaragaman, dan menciptakan kesatuan (unifikasi) hukum bagi rakyat Indonesia yang heterogen, khususnya di bidang perkawinan. Apabila dalam perkawinan telah dilahirkan anak-anak dan jika telah memiliki akta nikah, harus segera mengurus akta kelahiran anak-anak ke Kantor Catatan Sipil setempat agar status anak pun sah di mata hukum. Jika pengurusan akta kelahiran anak ini telah lewat 14 (empat belas) hari dari yang telah ditentukan, terlebih dahulu harus mengajukan permohonan pencatatan kelahiran anak kepada Pengadilan

30

Ibid, hal 2

31


(37)

Negeri setempat. Dengan demikian, status anak dalam akta kelahirannya bukan lagi anak luar kawin. Keabsahan suatu perkawinan menurut UU Perkawinan adalah didasarkan pada hukum agama dan kepercayaan masing-masing, sehingga sejak berlakunya UU Perkawinan ini maka upacara perkawinan menurut hukum agama bersifat menentukan tentang sah atau tidaknya perkawinan itu. Hal ini berakibat banyak orang tidak melakukan pencatatan pada kantor catatan sipil. Berdasarkan penjelasan umum UU Perkawinan, mengenai pencatatan perkawinan, pencatatan kelahiran, pencatatan kematian merupakan suatu peristiwa penting bukan suatu peristiwa hukum. Pencatatan perkawinan dalam suatu akta merupakan akta nikah. Akta nikah adalah bukti tentang perkawinan dan merupakan alat bukti yang sempurna mengenai adanya perkawinan.

Anak dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga Negara berkewajiban memenuhi hak setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi, perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi. Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak, karena anak dari sisi perkembangan fisik dan psikis manusia merupakan pribadi yang lemah, belum dewasa dan masih membutuhkan perlindungan.

Akta kelahiran adalah akta catatan sipil hasil pencatatan terhadap peristiwa kelahiran seseorang. Sampai saat ini masih banyak anak Indonesia yang identitasnya tidak/belum tercatat dalam akta kelahiran, secara de jure keberadaannya dianggap tidak ada oleh negara. Hal ini mengakibatkan anak yang lahir tersebut tidak tercatat namanya, silsilah dan kewarganegaraannya serta tidak terlindungi keberadaanya. Banyak permasalahan yang terjadi berpangkal dari manipulasi (rekayasa) identitas anak, semakin tidak jelas identitas seorang anak, maka semakin mudah terjadi


(38)

eksploitasi terhadap anak seperti anak menjadi korban perdagangan bayi dan anak, tenaga kerja dan kekerasan. Faktor atau penyebab kegagalan pencatatan anak salah satunya adalah kealpaan pemerintah untuk melakukan pencatatan kelahiran anak terutama anak-anak dari keluarga miskin. Selain itu disebabkan juga oleh kelalaian orang tua si anak dalam melakukan pencatatan. Salah satu hal penting yang melekat pada diri manusia adalah Akta Kelahiran. Akta Kelahiran menjadi isu global dan sangat asasi karena menyangkut identitas diri dan status kewarganegaraan.

Sebagai salah satu sistem pencatatan yang ada pada sebuah negara, pencatatan kelahiran bersifat universal pada dasarnya merupakan pengakuan negara atas status keperdataan seseorang. Dalam pengertian yang lebih konkrit, pencatatan kelahiran" memberikan pengakuan hukum dari negara terhadap identitas, silsilah dan kewarganegaraan seseorang, yang diwujudkan melalui dokumen pencatatan kelahiran, yaitu akta kelahiran.

Kelahiran merupakan kehadiran anggota keluarga baru yang harus segera dilaporkan. Kepemilikan Akta Kelahiran merupakan wujud pemenuhan kewajiban dan tanggung jawab orang tua terhadap anak. Adapun kendala dalam pelaksanaan pencatatan kelahiran menurut Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 meliputi:

1. Masih rendahnya pemahaman para orang tua dan keluarga, mengenai nilai guna dari Akta Kelahiran serta kewajiban pelaporan kelahiran tepat waktu (kurang dari 60 hari kerja), sehingga pendaftaran kelahiran baru dilakukan ketika anak usia sekolah.

2. Kurangnya kepemilikan persyaratan untuk pelaporan kelahiran (tidak adanya bukti kelahiran dari penolong kelahiran, tidak dimilikinya Buku Nikah/Akta Perkawinan Orang Tua).


(39)

3. Masih rendahnya komitmen Kepala Daerah, para pembuat kebijakan publik dan petugas pencatatan sipil dalam mengimplementasikan proses Akta Kelahiran bebas biaya, sehingga disebagian pemerintah daerah masih menjadikan Akta Kelahiran sebagai sumber pendapatan daerah.

4. Masih terbatas dan belum terpenuhinya baik alokasi anggaran, kelembagaan, ketatalaksanaan dan SDM, baik ditingkat pusat maupun daerah yang memadai dalam proses pemberian layanan pembuatan Akta Kelahiran supaya tidak dikenai biaya.

5. Masih ada kesan seolah pembuatan akta kelahiran mahal, prosedur birokrasi berbelit-belit, jarak tempuh dari desa ke-kecamatan/ke-kabupaten/kota terlalu jauh sehingga proses pengurusan banyak melibatkan jasa pihak ketiga.

6. Adanya Ketentuan perundang-undangan (UU No. 23/2006 tentang Adminduk) yang menetapkan bahwa untuk kelahiran yang pelaporannya melebihi 1 tahun sejak tanggal kelahirannya melalui ijin penetapan PN (saat ini baru diberlakukan bagi kelahiran setelah UU No. 23/2006).

Mencermati permasalahan-permasalahan dalam pencatatan kelahiran tersebut, maka persoalan-persoalan dalam pencatatan kelahiran bukan semata akta kelahiran telah gratis saja, namun lebih jauh dari itu perlu peningkatan kualitas pelayanan pencatatan kelahiran secara lebih luas meliputi kelembagaan, ketatalaksanaan, alokasi anggaran, SDM, dan sebagainya. Oleh karena itu pemberian Akta Kelahiran adalah menjadi tanggungjawab negara dalam hal ini pemerintah pusat maupun daerah. Jadi Pemerintah, penuhilah hak anak dalam hal Akta Kelahiran, karena di dalam Akta Kelahiran terdapat Hak Asasi Manusi (HAM) dan sesungguhnya merupakan pelaksanaan amanat UUD 1945, UU No. 23/2002 yang berkaitan keperdataan seseorang berupa hak identitas dan kewarganegaraan.


(40)

1

Suatu perkawinan diharapkan sekali hadirnya keturunan yaitu anak. Tidak selamanya anak terlahir dari suatu perkawinan yang sah, banyak pula fenomena yang terjadi di dalam masyarakat dimana anak lahir di luar perkawinan. Hal ini banyak terjadi dan akan mengakibatkan status anak yang beragam, apabila pernikahannya sah anak yang terlahir pun tentunya akan sah, apabila hasil dari perkawinan yang tidak sah akan memberikan status anak luar kawin bagi anak yang baru dilahirkannya.

Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Ketentuan ini pun berlaku bagi anak yang dilahirkan dari perkawinan yang tidak dicatatkan. Perkawinan yang tidak dicatat dapat diartikan bahwa pristiwa perkawinan tersebut tidak pernah ada, sehingga anak yang lahir dari perkawinan tersebut, menurut undang-undang dikatagorikan sebagai anak luar kawin. Status hukum dari seorang anak luar kawin hanya akan mempunyai hubungan keperdataan dari ibu dan keluarga ibunya saja sedangkan dengan ayah biologis dan keluarganya anak luar kawin sama sekali tidak mempunyai hubungan keperdataan. Demikian pula dalam hal pembuatan identitas diri anak berupa akta kelahiran, maka dalam akta kelahiran anak luar kawin akan tercatat bahwa anak tersebut adalah anak luar kawin dengan hanya mencantumkan nama ibunya saja, sedangkan nama bapaknya tidak tercantum. Fakta tersebut menunjukkan adanya diskriminasi dan tidak adanya perlindungan hukum bagi anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan.32

32

Sonny Dewi Judiasih, Kedudukan Hukum Dan Identitas Anak Yang Lahir Dari Perkawinan Yang Tidak Dicatatkan, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Makalah disampaikan pada seminar SKIM di Unpad, Bandung, 2013, hlm 7.


(41)

C. Hak Anak Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Anak adalah amanah sekaligus karunia dari Tuhan Yang Maha Esa sehingga harus senantiasa kita jaga, karena dalam diri anak melekat harkat, martabat dan hak-hak dasar sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Anak merupakan cikal bakal sumber daya manusia dari suatu bangsa dan merupakan unsur utama dalam proses pembangunan.33Sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan dalam upaya mencapai sasaran pembangunan, dimana hal tersebut berkaitan erat dengan potensi anak sebagai generasi penerus cita-cita bangsa. Setiap anak memiliki hak atas kelangsungan hidup, tumbuh, berkembang, berpartisipasi serta hak untuk memperoleh perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi. Upaya-upaya perlindungna anak harus telah dimulai sedini mungkin agar kelak dapat berpartisipasi secara optimal bagi pembangunan bangsa dan Negara.34

Hak merupakan alat yang memungkinkan warga masyarakat dengan bebas mengembangkan bakatnya untuk penunaian tugasnya dengan baik. Kemungkinan kesempatan ini harus diselenggarakan oleh negara dengan jalan membentuk kaidah-kaidah atau peraturan-peraturan hukum. Kaidah-kaidah-kaidah hukum yang memberikan kepada para anggota masyarakat untuk mengembangkan bakatnya lebih bermanfaat bagi perkembangan hukum dan demi tercapainya tertib hukum. Perlindungan dapat juga diartikan sebagai segala upaya yang ditujukan untuk mencegah, rehabilitasi dan memberdayakan anak yang mengalami tindak perlakuan salah (child abused), dieksploitasi dan penelantaran, agar dapat menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak secara wajar, baik fisik, mental dan sosialnya.35 Anak tetaplah anak,

33

Penjelasan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

34

Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana bagi Anak di Indonesia, Cetakan kedua, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm 1

35


(42)

dengan segala ketidakmandirian yang ada sangatlah membutuhkan perlindungan dan kasih saying dari orang dewasa di sekitarnya. Anak mempunyai hak yang harus diimplementasikan dalam kehidupan dan penghidupan mereka.36

Pemberian jaminan terhadap status hukum anak (anak sah), salah satunya adalah dengan kepemilikan akta kelahiran.37 Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 27 menerangkan bahwa:

1) Identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya.

2) Identitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam akta kelahiran. 3) Pembuatan akta kelahiran didasarkan pada surat keterangan dari orang yang

menyaksikan dan/atau membantu proses kelahiran.

4) Dalam hal anak yang proses kelahirannya tidak diketahui, dan orang tuanya tidak diketahui keberadaannya, pembuatan akta kelahiran untuk anak tersebut didasarkan pada keterangan orang yang menemukannya

Perlindungan adalah pemberian jaminan atas keamanan, ketenteraman, kesejahteraan dan kedamaian dari perlindungan atas segala bahaya yang mengancam pihak yang dilindungi. Perlindungan hukum adalah hal perbuatan melindungi menurut hukum.38

Berdasarkan konsep hukum yang berlaku sebagai suatu sistem, maka konsep perlindungan hukum bagi anak dalam hal ini adalah perlindungan hukum yang dilakukan secara sistemik yang meliputi substansi hukum, struktur hukum dan kurtur hukum.39

36

Nashriana, Op.Cit, hlm 13

37

http://inspirasiwarganegara.blogspot.com/2012/03/tingkat-kesadaran-hukum-masyarakat.html diakses tanggal 18 Oktober 2014

38

Nurini Aprilianda, Perlindungan Hukum Terhadap Tersangka Anak dalam Proses Penyidikan, Tesis Program Studi Ilmu Hukum, Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya, Malang, 2001, hlm 41

39

Abintoro Prakoso, Pembaharuan Sistem Peradilan Pidana Anak, Cetakan I, Penerbit Laksbang Grafika, Yogyakarta, 2013, hlm 15


(43)

Perlindungan anak ini bermanfaat bagi anak dan orang tuanya serta pemerintahnya, maka kordinasi kerjasama perlindungan anak perlu diadakan dalam rangka mencegah ketidakseimbangan kegiatan perlindungan anak secara keseluruhan. Dasar pelaksanaan perlindungan anak adalah :40

1. Dasar filosofis, Pancasila dasar kegiatan dalam berbagai bidang kehidupan keluarga, bermasyarakat, bernegara dan berbangsa, Pancasila menjadi dasar filosofi pelaksanaan perlindungan anak.

2. Dasar etis, pelaksanaan perlindungan anak harus sesuai dengan etika profesi yang berkaitan, untuk mencegah perilaku menyimpang dalam pelaksanaan kewenangan, kekuasaan, dan kekuatan dalam perlindungan anak.

3. Dasar yuridis, pelaksanaan perlindungan anak harus didasarkan atas UUD 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku. Penerapan dasar-dasar yuridis harus secara integratif, yaitu penerapan terpadu menyangkut peraturan perundang-undangan dari berbagai bidang hukum yang nerkaitan.

Apabila masih belum ada peraturan perundangan-undangan yang mengatur masalah-masalah tertentu, maka sebaiknya diterapkan Pasal 27 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970, yaitu yang menyinggung masalah hukum, hakim dan yurispudensi. Sebaiknya ini diterapkan untuk mengatasi dengan segera permasalahan perlindungan anak.

Perlindungan anak dapat dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara langsung maksudnya kegiatannya langsung ditujukan kepada anak, dapat dilakukan dengan cara melindungi anak dari berbagai ancaman dari luar dan dalam dirinya, mendidik, membina, mendampingi anak dengan berbagai cara, mencegah anak kelaparan dan mengusahakan kesehatannya, menyediakan sarana

40


(44)

pengembangan diri, dan sebagainya. Sedangkan perlindungan anak dilakukan secara tidak langsung, tetapi ditujukan kepada orang lain yang terlibat dalam usaha perlindungan anak, seperti orang tua atau yang terlibat dalam perlindungan anak, yang bertugas mengasuh, membina, mendampingi anak; mereka yang terlibat mencegah anak kelaparan, mengusahakan kesehatan, mereka yang menyediakan sarana mengembangkan diri anak; mereka yang terlibat dalam pelaksanaan sistem peradilan pidana anak yang adil.

Sementara itu pengertian perlindungan anak berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-hanya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat manusiaHukum perlindungan anak sebagai hukum tertulis maupun tidak tetulis yang menjamin anak benar-benar dapat melaksanakan hak dan kewajibannya.41

Didasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, maka setiap anak berhak untuk :

1. Hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Hak ini sesuai dengan ketentuan pasal 28 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945 dan prinsip-prinsip pokok yang tercantum dalam Konvensi hak anak. 2. Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status

kewarganegaraan. Anak didaftarkan segera setelah kelahiran dan sejak lahir berhak atas sebuah nama, berhamemperoleh kewarganegaraan dan sejauh yang memungkinkan dipelihara oleh orang tuanya.42

41

Ibid

42


(1)

identitas, seorang anak yang tidak diketahui identitas dan asal usulnya maka pembutan identitas tersebut berdasarkan keterangan dari orang menemukannya. Kemudian pasal 27 UU No.23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. 2. Pelaksanaan pendaftaran akta kelahiran di Kecamatan Medan denai ke Dinas

Kependudukan dan Pencatatan Sipil Medan terhadap pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu sebagai upaya perlindungan hak anak adalah melakukan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kependudukan khususnya tentang pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu dan melakukan pengumpulan data dan informasi serta melaksanakan pemecahan terkait dengan pelayanan pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu. Dari peranan yang dilakukan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta kurang begitu optimal karena dalam mengumpulkan data, informasi dan melakukan pemecahan masalah terkait penilaian dan pembuktian Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Medan tidak mempunyai parameter untuk melakukan hal tersebut hanya mendasarkan pada kebenaran data saja yaitu hanya mengandalkan penandatangan berkas di atas materai. Hal ini akan membuka peluang terhadap pemalsuan berbagai surat-surat atau dokumen dan saksi yang dihadirkan, sehingga akan membuat akta kelahiran yang dikeluarkan tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

3. Upaya pemerintah dalam pemenuhan hak-hak sipil anak, yaitu: Pemerintah telah melakukan pengaturan administrasi kependudukan bagi pasangan perkawinan beda agama dan anak-anaknya, yaitu UU No. 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan. Selain itu pemerintah telah menyerahkan penerapan UU No. 23 Tahun 2006 (dispensasi pencatatan kelahiran) kepada daerah sesuai dengan kebutuhan atau pemberlakuan ketentuan ke terlambatan pencatatan kelahiran lebih dari 1 (satu) tahun melalui ijin Pengadilan Negeri diprioritaskan bagi kelahiran


(2)

setelah UU No. 23 Tahun 2006 dan tetap memberlakukan dispensasi bagi kelahiran sebelum UU No. 23 Tahun 2006.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, maka dalam hal ini penulis mempunyai saran yang dapat menjadi pertimbangan diantaranya sebagai berikut ;

1. Dalam menjalankan penyelenggaraan administrai kependudukan, maka peristiwa penting kependudukan yang meliputi kelahiran, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak dan lain-lain yang harus di catat ke dalam pencatatan sipil hendaknya ditata dengan sebaik-baiknya dalam bentuk pelayanan publik kepada masyarakat. Kelahiran merupakan peristiwa penting kependudukan yang harus di lakukan pendataan dan menjadi bagian penting dalam administrasi demi terselenggaranya administrasi kependudukan yang baik.

2. Dibutuhkan upaya inovatif dan terobosan dari Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan cakupan kepemilikan akta kelahiran dengan tujuan meningkatkan kesadaran masyarakat akan arti penting akta, membuat program kerjasama dengan berbagai pihak dengan tujuan meningkatkan nilai guna akta kelahiran.

3. Salah satu hal penting yang melekat pada diri kita adalah Akta Kelahiran. Akta Kelahiran menjadi isu global dan sangat asasi karena menyangkut identitas diri dan status kewarganegaraan. Disamping itu Akta Kelahiran merupakan hak identitas seseorang sebagai perwujudan Konvensi Hak Anak (KHA) dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Akta Kelahiran bersifat universal, karena hal ini terkait dengan pengakuan negara atas status keperdataan seseorang. Selain itu jika seorang anak manusia yang lahir kemudian identitasnya tidak terdaftar, kelak akan


(3)

menghadapi berbagai masalah yang akan berakibat pada negara, pemerintah dan masyarakat.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

I. Buku

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cetakan ke 7, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013.

Aprilianda, Nurini, Perlindungan Hukum Terhadap Tersangka Anak dalam Proses Penyidikan, Tesis Program Studi Ilmu Hukum, Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya, Malang, 2001.

Atmosudirjo, Prajudi, Administrasi Manajemen Umum, Penerbit CV Mas Haji, Jakarta, 2000

Diska dan H. Sujianto, Birokrasi Pelayanan Pembuatan Akta Kelahiran Di DinasKependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Siak, Program Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Riau, 2012.

Djamil, M. Nasir, Anak Bukan untuk di Hukum, Cetakan 1, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2013.

Erni, Daly, Kajian Implementasi Peraturan Perundang-undangan dalam Hal Pem-buatan Akta Kelahiran, Laporan Penelitian, Depok,1999.

Gosita, Arif, Masalah Perlindungan Anak, Jakarta, Penerbit Akademi Presindo, 1993. Handayaningrat, Soewarno, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, CV.

Haji Masagung, Jakarta, 1996

Haro, Gunawan, Analisis Pelaksanaan Pelayanan Pembuatan Akta Kelahiran Oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Ogan Ilir, Makalah Metode Penelitian Administrasi, Jurusan ilmu administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya. 2009.

Judiasih, Sonny Dewi, Kedudukan Hukum Dan Identitas Anak Yang Lahir Dari Perkawinan Yang Tidak Dicatatkan, Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Makalah disampaikan pada seminar SKIM di Unpad, Bandung, 2013.

Kumorotomo, Wahyudi, Etika Administrasi Negara, Penrbit Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007

Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata Indonesia, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1982.

Musanef, Manajemen Kepegawaian di Indonesia, Jilid 1, PT Toko Gunung Agung, Jakarta, 1996.

Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana bagi Anak di Indonesia, Cetakan kedua, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012.


(5)

Prakoso, Abintoro, Pembaharuan Sistem Peradilan Pidana Anak, Cetakan I, Penerbit Laksbang Grafika, Yogyakarta, 2013.

Siagaan, Sondang, Administrasi Pembangunan. Penerbit CV Haji Masagung, Jakarta, 2006.

Situmorang, Victor M., Aspek Hukum Akte Catatan Sipil di Indonesia, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 1991.

Sitomorang, Victor M. dan Cormentyna Sitanggang, Aspek Hukum Akta Catatan Sipil di Indonesia, Edisi 1, Cetakan 2, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 1996.

Soekanto, Soerjono, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, Cetakan ke 15, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013.

Subekti, R., Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta : Intermasa, 1994.

Supramono, Gatot, Hukum Acara Pengadilan Anak, Cetakan kedua, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2005.

Suprapto dan Prayitno, Widodo. Standarisasi Kompetensi Pegawai Negeri Sipil Menuju Era Globalisasi Global. Seri Kertas Kerja Volume II Nomor 05, Pusat Penelitian dan Pengembangan BKN, Jakarta, 2002.

Tangkilisan, Hesel Nogi. Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Penerbit Lukman Offset YPAPI, 2003.

Terry, George R., Prinsip-Prinsip Manajemen. (Edisi bahasa Indonesia). PT. Bumi Aksara: Bandung, 2000.

Thoha, Miftah. Dimensi-dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara. Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2005.

Wahab, Solihin Abdul, Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijasanaan Negara, Edisi Kedua, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2004.

Widodo, Prisonisasi Anak Nakal : Fenomena dan Penanggulangan, Penerbit Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2013.

II. Undang-Undang dan Peraturan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan

Peraturan Presiden Nomor 25 tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil


(6)

III. Internet

Dewa, “Akta Kelahiran Hak Masyarakat Atas Identitas “.http://irham1997.wordpress. com, (diakses tanggal 20 Oktober 2014)

http://disdukcapil.sidoarjokab.go.id/?go=cp_artikel/art2&kdartikel=20100000 diakses tgl 3 Oktober 2014

http://www.ykai.net/index.php?view=article&id=886:masih-banyak-anak-belum-memiliki-akta-kelahiran diakses tgl 3 Oktober 2014

http://inspirasiwarganegara.blogspot.com/2012/03/tingkat-kesadaran-hukum-masyarakat.html diakses tanggal 18 Oktober 2014

Sander Diki Zulkarnaen, “Anak dan Akta Kelahiran”, http://www.kpai.go.id.html, (diakses tanggal 20 Oktober 2014)

Tampubolon, Eric, Tinjauan terhadap Aturan Pencatatan Sipil dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan:Indonesia, http://jodisantoso.blogspot. com. (diakses tanggal 24 Mei 2007)


Dokumen yang terkait

Studi Tentang Penerbitan Akta Catatan Sipil Oleh Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kota Medan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan

4 74 90

Prosedur Penerbitan Akta Kematian Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan (Studi Kota Medan).

21 161 89

Implementasi Kebijakan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Terhadap Partisipasi Masyarakat Untuk Mengurus Akta Kelahiran di Kabupaten Tapanuli Selatan

0 54 86

UNDANG UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

0 0 43

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

0 0 44

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

0 0 44

Studi Tentang Penerbitan Akta Catatan Sipil Oleh Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kota Medan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan

0 0 19

BAB II PENGATURAN PENCATATAN KELAHIRAN BAGI ANAK DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN A. Pencatatan Kelahiran Menurut KUHPerdata - Analisis Yuridis Tentang Akta Kelahiran Bagi Anak Yang Belum Terdaftar Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 200

0 0 27

BAB I I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Tentang Akta Kelahiran Bagi Anak Yang Belum Terdaftar Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (Studi Kecamatan Medan Denai)

0 0 17

ANALISIS YURIDIS PEMBUATAN AKTA KELAHIRAN BAGI ANAK YANG BELUM DI DAFTARKAN KELAHIRANNYA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 - Repository UNRAM

0 0 17