Perubahan Sosial Masyarakat Kota Tambang Minyak “Pertama” Pangkalan Brandan (Periode 1980 - 2014)

(1)

PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT KOTA TAMBANG

MINYAK “PERTAMA” PANGKALAN BRANDAN

(Periode 1980 - 2014)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Menyelesaikan Pendidikan Strata 1 (S-1)

Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

DisusunOleh:

Rospita Linda. H

100901021

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ABSTRAK

Perubahan sosial adalah suatu keniscayaan tidak terkecuali pada masyarakat kota Pangkalan Brandan. Pangkalan Brandan yang dulunya merupakan tonggak lahirnya industri migas pertama di Indonesia karena di kawasan inilah awal minyak ditemukan hingga menjadi tempat dari cikal bakal Pertamina. Hingga pengusahaan minyak tersebut berkembang dalam dua jurus pertama domestik yaitu keuntungan nasional terkhusus regional dan kedua ekspor yang dilandasi ekspektasi keuntungan yang lebih menjanjikan. Kehadiran pertambangan tersebut memberi kontribusi baik secara langsung bagi para pekerja maupun tidak langsung yaitu bagi pihak dari bagian multiple effect. Akan tetapi, seiring dengan perjalanan waktu, masyarakat kota Pangkalan Brandan harus menghadapi tantangan dengan menyurutnya peran migas. Penutupan kilang minyak akibat sifat minyak bumi sebagai SDA yang tidak dapat diperbaharui membuat masyarakat harus menerima segala perubahan yang terjadi bagi para pekerja maupun yang di-PHK serta yang menerima imbas dari side effect. Keadaan tersebut merupakan kondisi paradoksal karena di satu sisi Pangkalan Brandan merupakan tempat kelahiran migas Indonesia tetapi di sisi lain kenyataan akan menurunnya peran migas juga tidak terhindarkan. Oleh sebab itu, yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah proses perubahan sosial masyarakat kota tambang minyak “pertama”Pangkalan Brandan.

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif dengan paradigma kualitatif. Lokasi penelitian dilakukan di kota Pangkalan Brandan, Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat. Unit analisis dalam penelitian ini adalah keseluruhan pihak yang diperhitungkan untuk menjadi subjek penelitian yaitu informan kunci yang terdiri dari dinas perindustrian dan peradgangan, pensiunan Pertamina, pegawai Pertamina dan tokoh masyarakat dan yang menjadi informan biasa adalah perwakilan dari etnis tionghoa. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan observasi partisispasi, wawancara mendalam, dokumentasi dan sumber data sekunder. Terakhir, interpretasi data disajikan dalam bentuk laporan dari hasil penelitian tersebut.

Hasil studi penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa perubahan sosial yang terjadi adalah sebagai berikut: Pertama; perubahan mata pencaharian, dulu dominasi yang digeluti kecendrungan di industri pertambangn sekarang berubah ke sektor formal, informal serta investasi lahan pertanian/perkebunan.

Kedua; kesempatan kerja, dulu besar peluang untuk bekerja di UP I sekarang

hampir tidak ada kecuali non-pertambangan. Ketiga; perubahan gaya hidup, dulu hedonis merupakan ciri dari kehidupan pegawai Pertamina dan dominan bersosialisasi di dalam komplek sekarang hidup sederhana dan lebih banyak bersosialisasi di luar komplek. Keempat; perubahan peran ekonomi, dulu sektor domestik dipegang oleh istri dan publik oleh suami sekarang baik suami dan istri keduanya bekerja di sektor publik. Kelima; tingkat kriminalitas, dulu tercipta keadaan aman dan kondusif sekarang banyak kriminalitas, preman kampung dan rasa aman yang berkurang

(Kata kunci: Perubahan sosial, Industri, Perkembangan kota, Mobilitas sosial) KATA PENGANTAR


(3)

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan berkat, rahmat dan karunia-Nya, karena akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini merupakan karya ilmiah sebagai salah satu syarat guna dapat menyelesaikan studi di Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul : PERUBAHAN SOSIAL KOTA TAMBANG MNYAK “PERTAMA” PANGKALAN BRANDAN.

Banyak hambatan dan tantangan yang dilalui penulis dari pengerjaan awal skripsi hingga akhir. Namun, berkat bantuan dan kontribusi dari berbagai pihak, hingga akhirnya kesulitan tersebut dapat teratasi. Oleh karena itu, atas segala bentuk bantuannya, penulis juga tidak lupa mengucapkan terima banyak kepada pihak-pihak yang terhormat dan tercinta :

1. My beloved nuclear family, terima kasih banyak sekali khususnya buat inangku tersayang. Terima kasih sekali untuk setiap pengorbanan mamak, kerja keras, perjuangan tiada lelah, cerewetnya, perhatian, kasih, suka maupun duka serta yang paling utama doa mamak buat saya. Semoga usaha dan doaku bisa membahagiakan engkau kelak. Terima kasih juga buat bapak yang telah mendidik saya sebagai anak yang mandiri. Pasukan-pasukan mafia hutauruk lainnya: kak Mely, bang Osen dan dek Memi, untuk kucuran dana, perhatian, doa, dukungan, semangat dan bantuan lainnya selama kita bersama terkhusus selama awak kuliah.


(4)

3. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi Fisip

4. Bapak Dr. Muba Simanihuruk, M. Si, selaku Sekretaris Departemen Sosiologi sekaligus dosen pembimbing saya. Terima kasih banyak atas masukan, ilmu, ketelitian serta setiap waktu yang bapak luangkan untuk membimbing saya di tengah-tengah kesibukan agar menghasilkan skripsi yang baik serta bermanfaat.

5. Ibu Dra Linda Elida, M.Si, selaku dosen wali saya. Terima kasih karena telah memberikan nasehat, motivasi dan keteladanan selama masa perkuliahan.

6. Bapak/ibu Dosen dan staf Pengajar Departemen Sosiologi FISIP USU: Bapak Rizabuana, Bapak Henry Sitorus, Bapak Aief Nasution, Bapak Sismudjito, Bapak Junjungan, Ibu Rosmiani, Ibu Ria Manurung, Ibu Marhaine, Ibu Harmona serta asisten Dosen bang Rizky, bang Haris, bang Jhony, kak Arimbi, kak Sugik, dan kak Irma. Terima kasih atas ilmu yang telah diberikan dan waktu yang telah diluangkan, semoga bekal tersebut dapat menjadikan penulis lebih berkualitas dengan wawasan yang telah diterima sehingga dapat dipergunakan sebaik-baiknya.

7. Terima kasih kepada seluruh informan, Dinas Pemprov Kabupaten

Langkat dan seluruh masyarakat di Kota Pangkalan Brandan yang telah membantu saya dalam melakukan penelitian saat turun lapangan. 8. Terima kasih buat persahabatan terdahsyat dan terlucu se-kota Medan,


(5)

canda tawa, air mata, pelukan, makanan, minumman, khayalan, tunggu-tungguan, gosip, melekek, senokan, temakan cakap, hiburan, keringat, rambut lepek, lapak baru, percintaan, make-upan, perhutangan, tolong-menolong selama kita bersama terspesial selama perkuliahan dan skripsi.

9. Terima kasih buat teman sekampung mpok Grace dan mpok Tere, buat bantuannya, dukungan, cerita lucu, melalak-melalaknya dan doa selama pengerjaan skripsi ini. Serta buat Kak Erna, bang Alex, Eka dan Juli.

10.Kepada kawan-kawan seperjuangan Sosiologi angkatan 2010 dan

kawan-kawan sedoping Yati, Siti dan Sugik.

11.Kepada Ikatan Mahasiswa Sosiologi (IMASI), semoga semakin lama masa pengurusannya menjadi lebih baik dan betul-betul efektif bagi jurusan Sosiologi.

Dalam penyusunan Skripsi ini penulis telah berupaya untuk mengerjakannya sebaik mungkin tetapi tidak menutup kemungkinan adanya kekurangan dan kelemahan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun akan sangat diperlukan.

Medan, Desember 2014 Penulis

Rospita Linda. H Daftar Isi


(6)

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ...viii

Daftar Grafik ... x

Daftar Gambar ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 11

1.5. Defenisi Konsep ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14

2.1. Perubahan Sosial ... 14

2.2. Mobilitas Sosial ... 17

2.3. Kota ... 21

2.4. Perkembangan Kota ... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 27


(7)

3.2. Lokasi Penelitian ... 27

3.3. Unit Analisis dan Informan ... 28

3.3.1. Unit Analisis ... 28

3.3.2. Informan ... 28

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 29

3.5. Interpretasi Data ... 31

3.6. Jadwal Kegiatan ... 32

BAB IVDESKRIPSI WILAYAH DAN INTERPRETASI PENELITIAN ... 33

4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian ... 33

4.1.1. Sejarah Singkat Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat .. 33

4.1.2. Kondisi Geografis Kecamatan Babalan ... 35

4.1.3. Kondisi Demografi Kecamatan Babalan ... 36

4.1.4. Sarana Perekonomian ... 37

4.1.5. Sarana Sosial Budaya ... 38

4.1.6. Sejarah Tambang Minyak Telaga Said dan Pertamina Secara Singkat ... 40


(8)

4.2.1. Awal Perkembangan Kehidupan Ekonomi Masyarakat

Pangkalan Brandan ... 45

4.2.2. Proses Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat Pangkalan Brandan ... 52

4.2.2.1. Perubahan Mata Pencaharian ... 55

4.2.2.2. Kesempatan Kerja ... 61

4.2.2.3. Perubahan Gaya Hidup ... 67

4.2.2.4. Perubahan Peran Ekonomi ... 72

4.2.3. Perubahan Tingkat Kriminalitas ... 76

4.2.4. Kondisi Terkini Sosial Ekonomi dan Kota Pangkalan Brandan ... 81

4.2.4. Gambaran Matrix Perubahan ... 91 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...

5.1. Kesimpulan ...

5.2. Saran ...

DAFTAR PUSTAKA...

Daftar Tabel Tabel 1 : Pembagian Satuan Administrasi Wilayah


(9)

Kecamatan Babalan ... 36

Tabel 2 : Presentasi Penduduk Menurut Agama ... 36

Tabel 3 : Presentasi Penduduk Menurut Suku ... 37

Tabel 4 : Sarana Perekonomian ... 37

Tabel 5 : Banyaknya Jumlah Usaha Toko Klont... 38

Tabel 6 : Banyaknya Jumlah Usaha Warung/Kedai Makanan Minuman ... 38

Tabel 7 : Banyaknya Jumlah Usaha Restoran Rumah Makan ... 38

Tabel 8 : Sarana Pendidikan ... 39

Tabel 9 : Prasarana Ibadah ... 39

Tabel 10 : Kesehatan ... 39

Tabel 11: Komposisi Penduduk Berdasarkan Bidang Pekerjaan ... 40

Tabel 12 : PAD kab Langkat 2009-2013 ... 54

Tabel 13 : Jumlah Tindak Pidana Sektor Pangkalan Brandan ... 81

Tabel 14 : Tabel Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan ... 82

Tabel 15 : Tabel Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku ... 82


(10)

Grafik 1 : Penurunan Produksi Migas Pada Tahun 2003-2012 ... 7

Grafik 2 : Perkembangan Minyak Bumi Pada Tahun 2000-2009... 53


(11)

Gambar 1 : Kondisi Perkembangan Kota Pangkalan Brandan

tempo dulu ... 83 Gambar 2 : Kondisi Terkini Perkembangan Kota Pangkalan Brandan ...85


(12)

ABSTRAK

Perubahan sosial adalah suatu keniscayaan tidak terkecuali pada masyarakat kota Pangkalan Brandan. Pangkalan Brandan yang dulunya merupakan tonggak lahirnya industri migas pertama di Indonesia karena di kawasan inilah awal minyak ditemukan hingga menjadi tempat dari cikal bakal Pertamina. Hingga pengusahaan minyak tersebut berkembang dalam dua jurus pertama domestik yaitu keuntungan nasional terkhusus regional dan kedua ekspor yang dilandasi ekspektasi keuntungan yang lebih menjanjikan. Kehadiran pertambangan tersebut memberi kontribusi baik secara langsung bagi para pekerja maupun tidak langsung yaitu bagi pihak dari bagian multiple effect. Akan tetapi, seiring dengan perjalanan waktu, masyarakat kota Pangkalan Brandan harus menghadapi tantangan dengan menyurutnya peran migas. Penutupan kilang minyak akibat sifat minyak bumi sebagai SDA yang tidak dapat diperbaharui membuat masyarakat harus menerima segala perubahan yang terjadi bagi para pekerja maupun yang di-PHK serta yang menerima imbas dari side effect. Keadaan tersebut merupakan kondisi paradoksal karena di satu sisi Pangkalan Brandan merupakan tempat kelahiran migas Indonesia tetapi di sisi lain kenyataan akan menurunnya peran migas juga tidak terhindarkan. Oleh sebab itu, yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah proses perubahan sosial masyarakat kota tambang minyak “pertama”Pangkalan Brandan.

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif dengan paradigma kualitatif. Lokasi penelitian dilakukan di kota Pangkalan Brandan, Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat. Unit analisis dalam penelitian ini adalah keseluruhan pihak yang diperhitungkan untuk menjadi subjek penelitian yaitu informan kunci yang terdiri dari dinas perindustrian dan peradgangan, pensiunan Pertamina, pegawai Pertamina dan tokoh masyarakat dan yang menjadi informan biasa adalah perwakilan dari etnis tionghoa. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan observasi partisispasi, wawancara mendalam, dokumentasi dan sumber data sekunder. Terakhir, interpretasi data disajikan dalam bentuk laporan dari hasil penelitian tersebut.

Hasil studi penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa perubahan sosial yang terjadi adalah sebagai berikut: Pertama; perubahan mata pencaharian, dulu dominasi yang digeluti kecendrungan di industri pertambangn sekarang berubah ke sektor formal, informal serta investasi lahan pertanian/perkebunan.

Kedua; kesempatan kerja, dulu besar peluang untuk bekerja di UP I sekarang

hampir tidak ada kecuali non-pertambangan. Ketiga; perubahan gaya hidup, dulu hedonis merupakan ciri dari kehidupan pegawai Pertamina dan dominan bersosialisasi di dalam komplek sekarang hidup sederhana dan lebih banyak bersosialisasi di luar komplek. Keempat; perubahan peran ekonomi, dulu sektor domestik dipegang oleh istri dan publik oleh suami sekarang baik suami dan istri keduanya bekerja di sektor publik. Kelima; tingkat kriminalitas, dulu tercipta keadaan aman dan kondusif sekarang banyak kriminalitas, preman kampung dan rasa aman yang berkurang

(Kata kunci: Perubahan sosial, Industri, Perkembangan kota, Mobilitas sosial) KATA PENGANTAR


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Indonesia memiliki salah satu industri minyak tertua di dunia dan menunjukkan eratnya kaitan antara ekonomi dan negara. Berdasarkan hasil penelitian oleh (Zainal, 2009 : 86) sejak tahun 1920 minyak bumi tersebut mengalami peningkatan hasil yang setiap tahun semakin meningkat yang membuat sektor perekonomian yang paling utama mengalami dampak positif serta ditopang oleh hasil kebun dan hutan sampai Indonesia bebas dari penjajahan. Hasilnya sejak Indonesia berada di tangan pemerintahan Orde Baru, sangat banyak terjadi perubahan dalam kehidupan masyarakat seperti peningkatan dalam taraf hidup yang diaplikasikan lewat jerih payah pembangunan yaitu melalui industri tambang, salah satunya karena penghasilan negara yang sangat melimpah dari cucuran sektor Migas pada tahun 1960 dan 1970-an (Sjafri 2002 : 242).

Zaki (2013), mengatakan bahwa sektor Migas telah menjadi elemen penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 1980-an Indonesia merupakan negara pengekspor minyak di dunia. Indonesia telah menempatkan paradigma pendirian perusahaan tambang sebagai agen pembangunan dan agen modernitas yang akan membawa perubahan untuk pembangunan sosial ekonomi. Menurut Isra (2013), keberadaan perusahaan tambang di tengah-tengah masyarakat merupakan dua komponen yang saling mempengaruhi dimana perusahaan memerlukan masyarakat sekitar dalam pengembangan perusahaan itu sendiri, begitupun sebaliknya masyarakat memerlukan perusahaan tersebut dalam peningkatan


(14)

perekonomian masyarakat serta pengembangan daerah akibat keberadaan perusahaan.Oleh karena itu, aktivitas perusahaan tidak dapat dipungkiri memiliki dampak sosial terhadap masyarakat sekitarnya. Di Indonesia secara jeneral banyak perusahaan tambang yang memberikan dampak sosial kepada masyarakat baik itu yang bersifat negatif ataupun positif antara lain, PT. Freport Indonesia, PT. Inco dan PT. Newmount dan lain sebagainya.

Hal serupa juga dapat kita lihat salah satunya dari kota tambang minyak Pangkalan Brandan. Sekelumit kisah tentang masyarakat Pangkalan Brandan, tepatnya di sumur Telaga Said yang tercatat sebagai tempat penjajakan perdana penemuan minyak bumi yang berawal dari rembesan minyak atau oil seepage tahun 1882. Pertama sekali ditemukan oleh inspektur perkebunan yang bernama Aeilko Janszoon Zeijlker berkebangsaan Belanda sekaligus sebagai sumur minyak bumi pertama yang memiliki taraf produksi komersial di Netherland Hindie atau Hindia Belanda dan sekarang berganti nama menjadi Indonesia dan ini adalah pertanda awal perkembangan kota Pangkalan Brandan.

Kota Pangkalan Brandan seketika itu menjadi kawasan yang dikenal sebagai

daerah petro dollar walaupun diperjuangkan dengan berat karena harus

membangun kembali dari puing-puing tragedi Brandan Bumi Hangus. Akibat dari tragedi tersebut setiap tanggal 13 Agustus diperingati sebagai hari Brandan Bumi Hangus (BBH). Menurut Lohanda (2008), nilai sejarah kilang minyak Pangkalan Brandan terangkum dalam dua aspek. Aspek pertama adalah memberi andil dalam catatan sejarah perminyakan Indonesia sebab minyak tersebut merupakan minyak pertama yang diekspor Indonesia yang bersumber dari kilang, sedangkan aspek


(15)

kedua adalah nilai perjuangan yang ditorehkan putra-putri Langkat melalui kilang

tersebut

Keberhasilan tersebut telah menorehkan Sumatera Utara sebagai daerah penambang minyak di Indonesia. Sumur-sumur minyak di kawasan ini sekaligus

telah menghantarkan Indonesia menjadi anggota (OPEC) Organization of

Petroleum Exsporting Countrys. Tambang minyak Pangkalan Brandan dikenal

sebagai tambang minyak terbesar kedua di dunia setelah Pennslyvania, Amerika Serikat hingga tahun 1970-an, yaitu era sebelum penambang minyak di negara-negara Timur Tengah. Indonesia sempat menikmati puncak kejayaan industri perminyakan terutama kilang minyak Pangkalan Brandan karena terjadinya oil

booming sekitar tahun 1971-1972 sehingga diuntungkan dengan harga minyak

internasional yang mengalami peningkatan disertai dengan jumlah produksi dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi masyarakat serta perkembangan kota.

Bila kita kaitkan terhdap penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Amri Marzali (1975) yang terjadi pada kota Cilegon yang mengambarkan perubahan sosial masyarakat akibat kehadiran pabrik baja PT Krakatau Steel, yaitu sebuah perusahaan industri yang mampu memberi pengaruh sangat besar dihampir semua lapangan kehidupan masyarakat desa Cilegon dan sekitarnya dalam mengubah wajah desa mereka menjadi kota. Aspek paling dominan yang berdampak bagi masyarakat adalah ekonomi, perubahan mata pencaharian hidup, tingginya tingkat urbanisasi, serta perubahan kota dari desa ke kota. Aspek lainnya yang berdampak adalah rendahnya tingkat solidaritas masyarakat desa, hilangnya norma dan adat serta lahirnya budaya baru. Kini Desa Jombang Wetan, nama desa Cilegon yang


(16)

sesungguhnya sekarang telah berganti nama dari desa, sekarang disebut dengan nama kota Cilegon.

Penelitian tersebut dapat menjadi gambaran bagaimana kehadiran perusahaan tambang mempengaruhi daerahnya. Kondisi ini serupa dengan masyarakat kota Pangkalan Brandan yang pernah merasakan kejayaan akibat kehadiran Pertamina. Pertamina sebagai perusahaan besar dengan jumlah pekerja yang banyak serta gaji yang besar membuat masyarakat berlomba-lomba untuk bekerja di sana yang berdampak pada tingginya tingkat migrasi karena adanya peluang dan kesempatan masyarakat sebagai tenaga kerja yang membuat kota Brandan menjadi lebih ramai, sibuk, dan semarak dengan pendatang-pendatang baru yang membawa gaya dan sikap hidup yang berbeda.

Pendatang-pendatang baru ini merupakan bagian yang didominasi para pekerja Pertamina yang sebelumnya bekerja pada unit-unit pengolahan minyak yang ada di Indonesia. Para sataff Pertamina ini kemudian mengisi seluruh bagian komplek dari ujung ke ujung dengan kendaraan pribadi yang mewah serta segala fasilitas yang dimiliki dan dalam sudut pandang sosiologi hal ini menciptakan stratifikasi antara pegawai Pertamina dan yang bukan bahkan antar sesama.

Selain itu, selama masa kesuksesannya kota minyak juga sering mengadakan acara-acara besar dan sering menjadi bagian dari panitia penyelenggara seperti perlombaan drum band di tingkat sekolah dasar hingga menengah atas, dan lahirnya marching band (BPP) Bahana Patra Pratama, sepak bola lokal maupun nasional hingga melahirkan PSL (Persatuan Sepak Bola


(17)

Langkat), pertandingan Basket dan melahirkan kelompok Basket Pertamina yaitu Bapor, serta kegiatan lain yaitu jalan santai, senam, dan sebagainya.

Pada masa kesuksesan itu, Pangkalan Brandan bukan sepenuhnya mendapat penghasilan dari tambang, karena kota ini juga terdapat penghasilan dari laut, tambak serta tanaman diantaranya sawit, karet, coklat dan pertanian. Namun, tidak semua penduduk melakukan kegiatan tersebut untuk menopang atau sebagai penambah penghasilan mereka. Hal ini dikarenakan kehadiran satu perusahaan tambang besar yaitu Pertamina yang secara otomatis telah membuat laju gerak pertumbuhan dan pendapatan masyarakat meningkat dengan baik yang secara langsung maupun tidak langsung.

Selain itu, pada masa kesuksesan Pertamina terlihat sebuah kota yang ramai, adanya kegiatan pasar yang baik, di saat siang hari sewaktu istirahat dan sore hari setelah jam pulang kerja jalanan selalu ramai karena pegawai yang hendak makan siang ataupun siap bekerja, berbelanja, menyinggahi tempat olahraga, hiburan serta aktifitas ekonomi lainnya.

Laju perkembangan yang signifikan tersebut telah memberikan kontribusi positif terhadap kota Pangkalan Brandan, sehingga wilayah Pangkalan Brandan dirancang menjadi sebuah kota tambang yang maju, beragam fasilitas dibangun mulai dari stasiun kereta api, gedung perkantoran, pergudangan, rumah karyawan, sekolah, rumah sakit kelas 1 dan 2, balai penelitian, kolam renang, pusat pasar, perbengkelan, dan bahkan pemadam kebakaran. Lain daripada itu, turut pula dibangun seperti sarana jalan dan jembatan, jaringan telegrap, listrik, tempat


(18)

pertemuan, pertokoan, perbankan, perhotelan, bioskop, rumah ibadah, lapangan olahraga seperti Golf, Tenis, Sepak Bola dan lain sebagainya.

Pada masa pengolahan minyak masih aktif, pengaruhnya juga di rasakan oleh pedagang atau jualan pasar, swalayan serta angkutan umum karena setiap hari libur keagamaan, pegawai biasanya mudik sehingga mobil trayek antar kota dalam provinsi di padati penumpang. Selain itu banyak di buka toko-toko baik itu baju, sepatu, rumah makanan, prabot-prabot rumah tangga karena ada hal saling menguntungkan bagi pegawai maupun yang tidak untuk mendukung jualan-jualan yang mereka tawarkan bahkan, tempat hiburan sengaja di bangun bagi masyarakat, seperti bioskop (Brandan Theater) dimana filim yang diputar merupakan filim-filim terbaru di masa itu.

Kehadiran Pertamina saat itu secara drastis merubah wajah Pangkalan Brandan menjadi daerah pertambangan Migas. Gerak pertumbuhan ekonomi sangat baik secara pasti berdampak pada taraf hidup para pekerjanya sehingga melahirkan orang-orang yang sukses dan gaya hidup mereka yang terlihat mewah terkhusus para staff Pertamina. Semua staff pertamina mendapat fasilitas rumah dengan beberapa prabot yang telah tersedia secara gratis seperti tempat tidur, meja dan kursi ruang tamu serta listrik dan air. Komplek-komplek tersebut sengaja dibuat dan diberikan secara cuma-cuma selama masa bekerja selain itu setiap komplek diisi sesuai dengan golongannya masing-masing. Kondisi itu menunjukkan status sosial mereka yang tinggi sehingga mendapat perlakuan khusus dan dikelompok-kelompokkan sesuai golongan. Keadaan ini menjadi berbanding terbalik jika di komparatifkan dengan masyarakat yang hanya hanya bekerja di sektor informal.


(19)

Namun, masa kejayaan itu berangsur menurun hingga Pertamina yang lahir dan berjaya di Pangkalan Brandan serta secara resmi berdiri sejak 10 Desember 1957, akhirnya pihak manajemen menghentikan operasi UP I Pangkalan Brandan mulai tanggal 22 Desember 2006 dan efektif pada tahun 2007 Pertamina menutup UP I minyak Pangkalan Brandan. Penutupan terkait semakin sedikitnya ketersediaan minyak dan gas yang akan diolah. Dengan kedaan tersebut, maka tidak ada lagi aktivitas hulu di kota Pangkalan Brandan. Ini dapat dilihat dari grafik penurunan produksi Migas pada tahun 2003-2012:


(20)

Hal tersebut tidak hanya berdampak pada kota P. Brandan tapi juga dari skala nasional hal ini terbukti pada tahun 2008, Indonesia telah berhenti dari keanggotaan OPEC. Indonesia sekarang ini tidak lagi menjadi oil exporting

country dalam arti nett yang betul-betul mengekspor lebih banyak, karena

penurunan hasil yang drastis. Indonesia sekarang menjadi oil importing country, walaupun Indonesia masih mengekspor minyak tapi import juga dilakukan dan melebihi jumlah ekspor. Kontribusi menurun untuk daerah penghasil juga dapat dilihat dari penjelasan ini, jika dulunya Pertamina sebagai penyokong terbesar untuk APBD sekarang pendapatan terbesar PAD Kab Langkat bersumber dari Pajak Daerah yakni menyumbang di atas 50 % dari total Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kontribusi sektor Migas di kelompokkan ke dana perimbangan sebagai bagi hasil bukan pajak. Di tahun 2010, kontribusi sektor Migas hanya sebesar Rp. 3.607.811.000.

Jika dilihat dari PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) kontribusi terbesar Kabupaten Langkat berasal dari sektor pertanian, sementara kontribusi minyak dan gas bumi terhadap PDRB tidak terlalu besar yakni kurang dari 0,5 % yang trend pertumbuhannya relatif tetap dan semakin lama cenderung menurun. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruhnya terhadap pendapatan masyarakat tidak terlalu besar (http://migas.bisbak.com).

Penutupan Pertamina tersebut sangat berdampak pada kehidupan sosial masyarakat, bila dilihat tampilan dan masyarakat Pangkalan Brandan semakin termarginalkan hingga mengalami kemorosotan terkhusus pada aspek ekonomi, tidak ada lagi kegiatan Migas yang berarti dan pusat pengendalian kegiatan eksplorasi dan produksi telah dipindahkan ke rantau dan Pangkalan Susu.


(21)

Perlahan tapi pasti kesenyapan mulai menyelimuti kota ini, daerah yang dulu banyak didatangi msyarakat sekarang telah banyak ditinggalkan. Tidak sedikit yang diputuskan hubungan kerjanya (PHK), ribuan karyawan tidak tetap terpaksa harus mencari pekerjaan lain dan banyak para migran meninggalkan kota Brandan tetapi ada juga yang menetap sampai sekarang.

Bagi karyawan tetap Pertamina, penutupan unit I hanya berakibat pada pemindahan tugas dari P.Brandan ke kilang lapangan lain yang dimiliki Pertamina namun, bagi yang tidak tetap yang jumlahnya cukup banyak persoalnnya menjadi berbeda karena mereka terpaksa kehilangan mata pencaharian yang kemudian berdampak pada keberlangsungan hidup keluarga mereka. Di sisi lain, mereka yang selama ini menikmati multiplier effect dari kegiatan kilang seperti pedagang bahan makanan, pakaian, restorant, pengusaha transportasi, penginapan, hiburan, mengalami penurunan. Hal ini diperparah lagi dengan tutupnya pabrik playwood Raja Garuda Mas (RGM) yang berada di daerah Besitang karena kehabisan bahan baku yang tentunya menimbulkan PHK (Daryono, 2013: 242).

Akibat sudah tidak ada lagi kegiatan operasi yang dilakukan, banyak komplek kosong bekas staff Pertamina yang sekarang cenderung dijadikan arena balap liar serta tempat berkumpulnya para remaja kota di sore hari, ada yang sekedar untuk bersantai berkumpul bersama teman, jalan-jalan, ada yang memadu kasih dan rumah kosong komplek pertamina sampai dijadikan tempat hubungan terlarang. Sebagian komplek Pertamina beserta rumah sakit kelas satu dihuni sebagai markas Marinir sejak tahun 2009 yang dipinjam pakaikan begitu pula dengan kolam renangnya.


(22)

Dampak lainnya adalah ketika perekonomian mengalami kemerosotan maka akan menjadi sejalan dengan bertambahnya tindak kriminal sehingga di Brandan ada kawasan-kawasan tertentu menjadi daerah yang lebih didominasi oleh preman seperti Taman bunga, Perlis, Imam bonjol dan Sei bilah bahkan, yang bukan penduduk asli dari masing-masing daerah tersebut tidak berani masuk tanpa ada kenalan yang tinggal didalam.

Bertolak dari latar belakang diatas yang telah memberikan gambaran perubahan sedikit tentang kota Pangkalan Berandan serta masyarakatnya mulai dari eksplorasi perdana, saat-saat berjayanya, hingga masa penutupan pengolahan minyaknya maka, penulis merasa tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut ke dalam penelitian ini dengan formulasi judul Perubahan Sosial Masyarakat Kota Tambang Minyak “Pertama” Pangkalan Brandan.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah adalah hal yang sangat penting pada setiap penelitian yang bertujuan untuk membuat batasan masalah sehingga menjadi fokus dan jelas kearah mana penelitian yang akan dituju. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimanakah proses perubahan sosial masyarakat kota tambangminyak pertama Pangkalan Brandan?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil yang jelas dan menganalisis tentang perubahan sosial yang terjadi pasca menurunnya perkembangan kota.


(23)

1.4. Manfaat penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang baik untuk ilmu pengetahuan serta meningkatkan dan mengembangkan sumber pengetahuan khususnya ilmu Sosiologi.

Menjadi sumbangan refrensi dan informasi bagi peneliti lain dalam mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan perubahan sosial pada masyarakat kota yang mengalami kemunduran yang tidak hanya di Pangkalan Brandan tetapi juga kota-kota lainnya.

2. Manfaat Praktis

Melalui penelitian ini penulis dapat meningkatkan kemampuan penulis dan mahasiswa dalam pembuatan kajian ilmiah serta memperluas wawasan tentang Perubahan Sosial Masyarakat Kota Tambang Minyak “pertama” Pangkalan Brandan. Selain itu, merupakan prasyarat untuk menyelesaikan studi di perguruan tinggi sesuai jurusan yang ditekuni.

1.5. Defenisi Konsep 1.5.1. Perubahan Sosial

Perubahan sosial adalah suatu proses pergeseran serta perubahan yang dialami oleh anggota masyarakat yang mencakup unsur-unsur budaya, lembaga dan sistem-sistem sosial ataupun seluruh aspek tatanan kehidupan masyarakat. Dalam hal ini yang menjadi fokus perubahan sosial yang akan diteliti adalah mencakup aspek perubahan ekonomi dan aspek kriminalitas.


(24)

Selain itu agar penelitian ini tidak terlalu meluas maka peneliti membuat batasan waktu yaitu mulai dari tahun 2000 hingga 2014, hal ini terkait waktu sebelum dan sesudah penutupan kilang minyak Pangkalan Brandan.

Dalam menganalisis perubahan sosial pada masyarakat kota Pangkalan Brandan, jika dalam aspek ekonomi peneliti memfokuskan kajian yang mencakup pada perubahan mata pencaharian ataupun pekerjaan masyarakat, kesempatan kerja, peran ekonomi, serta gaya hidup. Jika dari aspek kriminalitas yang di maksud adalah perubahan pada tingkat keamanan masyarakat yang bekerja di sektor formal.

1.5.2. Kota

Kota adalah tempat bermukimnya warga kota, tempat bekerja, tempat kegiatan dalam bidang ekonomi, pemerintah dan lain-lain. Dengan kata lain, Kota adalah suatu ciptaan peradaban budaya umat manusia. Kota sebagai hasil dari peradaban yang lahir dari pedesaan, masyarakat kota merupakan suatu kelompok teritorial dimana penduduknya menyelenggarakan kegiatan-kegiatan hidup sepenuhnya, dan juga merupakan suatu kelompok terorganisasi yang tinggal secara kompak di wilayah tertentu dan memiliki derajat interkomuniti yang tinggi.

1.5.3. Perkembangan Kota

Perkembangan kota adalah bentuk kebutuhan dan keinginan warga kota yang selalu berkembang sebagai akibat dari adanya pertambahan jumlah penduduk, ekonomi, pendidikan, budaya dan sebagainya. Namun, tidak selamanya suatu perkembangn kota menghantarkan masyarakatnya ke arah perubahan ke arah yang lebih maju karena perkembangan kota ada yang


(25)

mengarah pada kemajuan dan ada pula yang sebaliknya, perkembangan kota yang di maksudkan disini adalah perkembangan yang mengarah pada suatu kemunduran.


(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Perubahan Sosial

Setiap masyarakat dalam kehidupannya pasti mengalami perubahan serta senantiasa berada dalam proses perubahan tersebut, dengan kata lain perubahan merupakan gejala yang melekat di setiap kehidupan masyarakat. Perubahan sosial adalah proses sosial yang dialami oleh anggota masyarakat serta semua unsur budaya dan sistem-sistem sosial yang secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses pergeseran atau berubahnya struktur/tatanan didalam masyarakat meliputi: pola pikir, sikap, serta kehidupan sosialnya untuk mendapatkan penghidupan yang lebih bermartabat. Perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat dapat diketahui dengan membandingkan keadaan pada dua atau lebih rentang waktu yang berbeda.

Untuk dapat melakukan studi perubahan sosial, kita harus melihat adanya perbedaan dan perubahan kondisi objek yang menjadi fokus studi. Studi perubahan harus dilihat dalam konteks waktu yang berbeda atau melibatkan studi komparatif dalam dimensi waktu yang berbeda tetapi objek yang menjadi fokusnya haruslah sama. Dimensi ruang menunjukkan pada wilayah terjadinya perubahan sosial serta kondisi yang melingkupinya, dimensi ini mencakup pula konteks historis yang terjadi. Sedangkan dimensi waktu melingkupi konteks masa lalu, sekarang bahkan yang akan datang, sehingga sosiolog akan mampu menggambarkan kondisi perubahan yang dialami oleh masyarakat seperti dari aspek ekonomi (Martono, 2012 :3).


(27)

Alfred menyebutkan bahwa, masyarakat tidak boleh dibayangkan sebagai keadaan yang tetap tetapi sebagai proses, bukan objek semu yang kaku tetapi sebagai aliaran peristiwa terus menerus yang tiada henti. Pada dasarnya keadaan suatu perubahan yang dialami anggota masyarakat berubah ke arah yang positif namun, pada waktu tertentu kehidupan masyarakat dapat berubah ke arah yang sebaliknya pula. Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi pada tingkat-tingkat makro yaitu, terjadi perubahan sistem internasional, ekonomi, politik. Ditingkat mezo terjadi perubahan kelompok, komunitas, dan organisasi, dan ditingkat mikro sendiri terjadi perubahan interaksi, dan perilaku individual (Sztompka, 2004 : 6).

Perubahan sosial menyangkut pada 3 (tiga) aspek menurut Bungin dalam Rini (2011 : 48) yaitu:

1. Perubahan pola pikir masyarakat, perubahan pola pikir dan sikap masyarakat menyangkut sikap masyarakat terhadap berbagai persoalan sosial dan budaya di sekitarnya yang berakibat terhadap pemerataan pola-pola pikir baru masyarakat sebagai sebuah sikap yang modern.

2. Perubahan perilaku masyarakat, menyangkut persoalan-persoalan

sistem-sistem sosial, dimana masyarakat meninggalkan sistem sosial lama dan menjalankan sistem sosial baru.

3. Perubahan budaya materi, menyangkut perubahan artefak budaya yang digunakan oleh masyarakat seperti model pakaian.

Menurut J.L Gillin dan J.P Gillin, perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan materil, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi


(28)

ataupun penemuan baru dalam masyarakat. Menurut Selo Soemardjan, perubahan sosial merupakan perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan didalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai sikap, dan pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat.

Menganalisis fenomena perubahan sosial dapat dilakukan apabila sejauh mana fenomena itu bisa diamati ataupun diukur seperti, mobilitas sosial (tenaga kerja), komposisi penduduk, perubahan sistem pemerintahan dan seterusnya. Perubahan-perubahan yang terjadi bisa merupakan kemajuan atau mungkin justru suatu kemunduran. Unsur-unsur yang mengalami perubahan biasanya adalah mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perikelakuan, organisasi sosial, lembaga-lembaga kemasyarakatan, stratifikasi sosial, kekuasaan, tanggung jawab, kepemimpinan dan sebagainya.

Perubahan sosial dari aspek ekonomi merupakan proses berubahnya sistem di masyarakat yang meliputi perubahan kehidupan perekonomian masyarakat. Hal tersebut meliputi perubahan mata pencaharian, perubahan penghasilan, bahkan sampai peningkatan taraf kehidupan yang lebih baik lagi. Para ahli sosiologi mempercayai bahwa, masyarakat manapun pasti mengalami perubahan berlangsung puluhan atau bahkan ratusan tahun yang lalu. Perbedaannya dengan yang terjadi di masa yang lalu adalah dalam hal kecepatannya, intensitasnya, dan sumber-sumbernya.

Biersted dalam Mansyurdin (1994 : 146) mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan dalam organisasi sosial yaitu perubahan dalam status dan


(29)

peranan, hubungan sosial kelompok dan lembaga. Perubahan sosial bisa terjadi dengan cara direncanakan (planed) atau tidak direncanakan (unplaned). Menuju kearah kemajuan (progressive) atau kemunduran (regressive), mengarah pada suatu kemajuan atau kemunduran, bersifat tetap - sementara atau umum - terbuka, spontan ataupun terencana, hanya satu arah atau majemuk, menunjukkan suatu keuntungan ataupun kerugian.

Hal serupa juga terjadi pada masyarakat kota Pangkalan Brandan dimana arah perubahan sosial yang berlangsung sekarang adalah sebuah kemunduran walaupun kota ini merupakan penghasil minyak akan tetapi jika dibandingkan dengan keadaan di masa lampau sangat jelas terlihat bahwa semakin lama pola kehidupan serta aktifitasnya tidak menunjukkan suatu perubahan ke arah yang progress padahal kita tahu sewajarnya dalam perkembangan zaman yang semakin lama semakin berkembang masyarakat kota harus disertai dengan perubahan sosial masyarakatnya kearah progresif serta pada pekembangan kotanya itu sendiri.

2.2. Mobilitas Sosial

Membahas mobilitas sosial tidak hanya mengacu pada perpindahan status seseorang dari suatu tingkat yang rendah ketingkat yang lebih tinggi. Sesungguhnya, mobilitas sosial dapat berlangsung dalam dua arah. Sebagian orang mencapai status yang lebih tinggi, sebagian orang lagi mengalami kegagalan atau mengalami mobilitas menurun dan ada juga individu yang tetap tinggal pada status yang dimiliki atau tidak mengalami mobilitas.


(30)

Mobilitas sosial mempunyai dua tipe, yaitu mobilitas sosial vertikal dan mobilitas sosial horizontal. Mobilitas sosial vertikal merupakan perpindahan individu dari suatu kedudukan sosial kepada kedudukan sosial lainya tetapi tidak sederajat, sedangkan mobilitas sosial horizontal merupakan peralihan individu dari satu kelompok sosial yang kedudukanya sederajat. Dalam mobilitas horizontal tidak terjadi perubahan dalam derajat status seseorang atau objek sosial lainnya.

Gerak sosial vertikal terbagi lagi dalam dua macam, yaitu:

a. Gerak sosial meningkat ( social climbing ), mempunyai dua bentuk yaitu peralihan kedudukan individu dari kedudukan rendah pada kedudukan yang lebih tinggi. Pada kelompok yang sama dan terbentuknya kelompok baru kemudian mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi dari kedudukan pada kelompok pembentukan. b. Gerak sosial yang menurun ( sosial slinking ), juga

mempunyai dua bentuk, yaitu peralihan individu pada kedudukan yang lebih rendah dan turunya derajat kelompok karena ada disintergrasi dalam diri kelompok tersebut (Soerjono Soekanto, 2009: 220).

Menurut Horton dan Hunt, mobilitas sosial dapat diartikan sebagai suatu gerakan perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial lainnya. Mobilitas sosial juga dapat berupa peningkatan atau penurunan dalam segi status sosial dan biasanya termasuk pula dari segi penghasilan yang dapat dialami oleh beberapa individu atau keseluruhan anggota kelompok (Narwoko, 2007 : 208).


(31)

Horton dan Hunt, menerangkan ada 2 faktor yang mempengaruhi tingkat mobilitas pada masyarakat modern, yaitu:

a. Faktor struktural, yaitu jumlah relatif dari kedudukan tinggi yang bisa dan harus diisi serta kemudahan untuk memperolehnya. b. Faktor individu, yaitu kualitas orang per orang, baik ditinjau dari

segi tingkat pendidikannya, penampilanya, keterampilan pribadi, dan termasuk faktor kesempatan yang menentukan siapa yang akan berhasil mencapai kedudukan itu (Narwoko, 2007 : 211).

Menurut Kimbal Young dan Raymond W. Mack, mobilitas sosial adalah suatu gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial termasuk perubahan pergeseran, peningkatan, ataupun penurunan status dan peran anggotanya (Soerjono Soekanto, 2007: 141).

Ada beberapa faktor yang memepengaruhi terjadinya mobilitas sosial, yaitu:

a. Perubahan kondisi sosial

Struktur kasta dan kelas dapat berubah dengan sendirinya, misalnya karena masyarakat berubah pandangan terbuka. Selain itu perubahan kondisi sosial ekonomi suatu daerah apakah itu mengalami peningkatan atau penurunan.

b. Ekspansi teritorial dan gerak populasi

Ekspansi territorial akibat perkembangan kota dapat mendorong terjadinya mobilitas sosial. Gerak populasi pada suatu daerah, apakah gerak populasinya didominasi pada penurunan jumlah penduduk atau peningkatan jumlah penduduk sehingga terjadinya mobilitas sosial


(32)

c. Pembagian kerja

Besarnya kemungkinan terjadinya mobilitas dipengaruhi oleh tingkat pembagian kerja yang ada. Pembagian kerja berhubungan dengan spesifikasi jenis pekerjaan yang menuntut keahlian khusus. Jadi semakin spesifik kerjaan yang ada di masyarakat maka semakin sedikit pula kemungkinan untuk berpindah atau mendapatkan kerja.

d. Situasi politik

Kondisi politik yang tidak stabil memungkinkan terjadinya mobilitas sosial.

Gerak sosial atau social mobility adalah suatu gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Struktur sosial mencakup sifat-sifat hubungan antara individu dalam kelompok dan hubungan antar individu dengan kelompoknya, sehingga masyarakat dalam melakukan mobilitas sosial khususnya secara vertikal dapat dilakukann lewat beberapa saluran penting salah satunya di bidang organisasi ekonomi.

Organisasi ini, baik yang bergerak dalam bidang perusahaan maupun jasa pada umumnya memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi seseorang ataupun sekelompok orang untuk mencapai mobilitas sosial karena sifatnya relatif terbuka. Seperti halnya pada kota Pangkalan Brandan yang merupakan kota tambangdengan adanya unit pengolahan minyak yaitu sebesar Pertamina. Sehingga dapat di lihat bagaimana gerak mobilitas sosial masyarakat kota pangkalan dari aspek ekonomi pasca ditutupnya perusahan tambang tersebut.


(33)

2.3. Kota

Pengertian kota sebagaimana yang diterapkan di Indonesia mencakup pengertian town dan city dalam bahasa Inggris. Selain itu, terdapat pula kapitonim kota yang merupakan satuan administrasi negara di bawah provinsi. Pada hakekatnya kota itu lahir dan berkembang dari suatu wilayah pedesaan yang sebelumnya merupakan panorama alamiah berupa sawahan, kebun atau daerah perbukitan dengan kesejukan udara dan keindahan alamnya.

Dalam masyarakat yang modern seperti sekarang ini tampilan kota terus berkembang karena telah diubah oleh manusia yang disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi disegala bidang kehidupan menjadi bangunan-bangunan perkantoran, perumahan, pasar, pusat-pusat pertokoan dan tempat-tempat fasilitas lainnya. Kota juga merupakan wilayah pusat-pusat dari kegiatan manusia seperti pusat industri, perdagangan, sektor jasa, dan pelayanan masyarakat, pendidikan, pemerintahan, yang sudah merupakan bagian dari aktifitas dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

Kota-kota di Indonesia telah berkembang sejak zaman dahulu, sebagian besar kota-kota yang tumbuh dengan cepat adalah kota-kota yang terletak di dekat pelabuhan. Pemilihan lokasi didasarkan pada potensi-potensi yang dapat dikembangkan terutama potensi sumber daya alam dan letak yang strategis. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No 4/1980, kota adalah wadah yang memiliki batasan administratif wilayah seperti kotamadya dan kota administrasi. Mayer, melihat kota sebagai tempat bermukimnya penduduk, baginya yang penting bukanlah rumah, jalan raya, rumah ibadat, kantor, taman, kanal dan sebaginya melainkan penghuni yang menciptakan segalanya. Max


(34)

Weber, memandang suatu tempat itu kota jika penghuninya sebagian besar telah mampu memenuhi kebutuhannya lewat pasar setempat (Daldjoeni, 2003 : 37).

Dari sudut Sosiologis, kota haruslah mencakup stuktur sosial dan pola-pola psikologis dan prilaku dengan pemahaman bahwa masyarakat kota berbeda dari masyarakat desa. Menurut Bintarto, kota adalah sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistik dibanding dengan daerah belakangnya. Dalam hal ini yang menjadi klasifikasi kota berdasarkan fungsinya yaitu, kota sebagai pusat industri, perdagangan, pemerintahan, kebudayaan, pendidikan, kesehatan. Sedangkan yang menjadi klasifikasi kota berdasarkan jumlah penduduknya adalah sebagai berikut:

1. Megapolitan, yaitu kota yang berpenduduk di atas 5 juta orang. 2. Metropolitan (kota raya), yaitu kota yang berpenduduk antara 1–5

juta orang.

3. Kota besar, yaitu kota yang berpenduduk antara 500.000– 1 juta orang.

4. Kota sedang, yaitu kota yang jumlah penduduknya antara 100.000– 500.000 orang.

5. Kota kecil, yaitu kota yang berpenduduk antara 20.000–100.000

orang.

diakses 4 februari 2014)


(35)

Menurut Mumford, kota dilihat sebagai suatu tempat yang berkiblat keluar. Di sini, kota seperti magnet yang semakin kuat tarikannya baik bagi perekonomian maupun keagamaan. Sedangkan Marx dan Engels memandang kota sebagai perserikatan yang dibentuk guna melindungi hak milik dan memperbanyak alat produksi untuk mempertahankan diri para penduduknya. Dalam memberikan defenisi dari kota, para ahli mengajukan beberapa aspek yang akan mendasarinya menurut perhatian mereka masing-masing yaitu:

1. Morfologi, bentuk fisik kota dengan gedung-gedung besar dan

tinggi.

2. Jumlah Penduduk, kota diukur berdasarkan jumlah penduduknya 3. Hukum, pengertian kota di sini dikaitkan dengan adanya hak-hak

hukum tersendiri bagi penghuni kota.

4. Ekonomi, hidup yang non-agraris; kota fungsi khasnya lebih

kultural, industry, dan perdagangan.

5. Sosial, masyarakat kota hidup seperti terkotak-kotak oleh

kepentingan yang berbeda-beda dan manusia bebas memilih hubungannya dengan siapa yang diinginkannya (Naldjoeni, 2003 : 40).

Dalam kaitannya, kota Pangkalan Berandan dahulunya memiliki ciri-ciri sebagai kota yang sangat berkembang walaupun dari segi luas wilayah kota Pangkalan Brandan sangat berbeda jauh dengan kota lainnya seperti kota Medan. Penjelasan diatas dapat kita kaitkan dari sektor ekonominya dan sosialnya dimana kota ini menjadi pusat penghasil minyak, jumlah penduduk yang banyak serta pola pemukiman yang berbentuk perumahan. Namun, kota Pangkalan Brandan


(36)

seiring berkembangnya zaman mengalami perubahan dan bila kita lihat tampilan kota Pangkalan Brandan berbeda jauh jika dibandingkan dengan kondisi yang dulu.

2.4. Perkembangan Kota

Sejalan dengan peradaban maka kota-kota di dunia telah mengalami perkembangan. Dahulu kota hampir seperti desa yang masih bersifat tradisional dan sederhana, masyarakat kota masih homogen dengan latar belakang historis yang sama. Seiring dengan waktu dan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka kotapun berkembang menjadi lebih maju. Kota mengalami sejarah pertumbuhan, perkembangan, mekar menjadi kota besar dan kemudian kita lihat kota yang hilang, yang tinggal namanya saja dalam sejarah, kotapun menunjukkan dinamika masyarakat manusia.

Bila kita membicarakan tentang perkembangan kota, maka berarti kita dihadapkan pada dua aspek. Pertama aspek yang menyangkut perubahan– perubahan yang dikehendaki dan yang dialami oleh warga kota. Kedua aspek yang menyangkut perluasan atau pemekaran kota. Mengikuti tahap–tahap perkembangan kota sejak sebelum masehi sampai zaman modern perkembangannya tidak hanya dalam arti kuantitatif seperti jumlah penduduk, bertambahnya bangunan dan jalur–jalur transportasi, tetapi juga dalam arti kualitatif yaitu terjadinya atau terbentuknya berbagai organisasi dan kelembagaan yang ikut menghidupkan kota. Kota sebagai perubahan mengubah masyarakat mulai dari lapisan terbawah hingga yang teratas. Perubahan yang didorong oleh kota secara sosiologis, ada yang menyangkut tentang penyebaran kebudayaan dan mental penduduk serta menyangkut perubahan status masyarakat antar lapisan,


(37)

perubahan dibidang ekonomi, politik, pendidikan dan sebagainya (Naldjoeni, 2003 : 102).

Lewis Mumford dalam bukunya yang terkenal berjudul The Culture of

Cities (1938) menyimpulkan adanya enam tahap perkembangan kota, mulai dari

munculnya sampai runtuhnya. Enam tahap perkembangan kota tersebut adalah sebagai berikut:

1. Neopolis, yaitu tahap perkembangan daerah kota yang sudah diatur ketahap kehidupan kota (kota kecamatan). kota ini menempati suatu pusat dari daerah pertanian dengan adat istiadat yang bercorak kesederhanaan

2. Polis, yaitu tahap perkembangan kota yang masih ada pengaruh

kehidupan agraris (kota kabupaten). kota ini merupakan pusat dari kehidupan keagamaan dan pemerintahan.

3. Metropolis, yaitu tahap perkembangan kota sudah mengarah ke

sektor industri. Merupakan kota besar tempat bertemunya orang dari berbagai bangsa untuk berdagang dan tukar-menukar harta budaya rohani juga terdapat percampuran perkawinan antara bangsa dan ras dengan akibat munculnya filsafat dan kepercayaan baru. Selain keagungan kota, secara fisik kota menjanjikan kontras yang menonjol antara golongan kaum kaya dan kaum miskin.

4. Megapolis, yaitu tahap perkembangan kota yang telah mencapai

tingkat tertinggi diantaranya dengan dengan pemekaran atau perluasan kota. Dalam hal ini ada kekayaan dan birokrasi yang amat


(38)

menonjol, sedangkan dipihak lain meluaslah kemiskinan dan berontaklah kaum proletar.

5. Tyranopolis, yaitu tahap perkembangan kota yang kehidupannya

sudah sulit dikendalikan baik masalah lalu-lintas, pelayanan maupun kriminalitas. Tahap ini merupakan tahap kota besar yang dilanda kepincangan berupa degenerasi dan korupsi moral dan pada penduduknya merosot karena adanya relasi erat antara politik ekonomi dan kriminalitas, disamping itu kaum proletar menjadi kekuatan yang tidak diremehkan.

6. Nekropolis, yaitu tahap perkembangan kota yang kehidupannya

mulai sepi bahkan mengarah pada kota mati. Artinya peradaban kota runtuh dan kota menjadi bangkai (Hadi, 2006 : 22).

Tidak semua kota mengikuti jaur lengkap, banyak kota yang belum sampai mencapai tingkat metropolis sudah menurun kualitasnya. Hal tersebut dapat terjadi akibat politik atau pemindahan jalur-jalur ekonomi. Pada umumnya kota berfungsi ganda (multifungsional), baik sebagai pusat administrasi, pusat perdagangan, pusat industri, tempat tinggal, dan lain-lainnya. Akan tetapi ada juga kota yang memiliki fungsi tertentu, seperti Tembagapura yang secara khusus merupakan kota tambang tembaga, ataupun Pangkalan Brandan yang secara khusus merupakan kota tambang minyak.


(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif dengan menggunakan paradigma kualitatif. Studi deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu masalah secara rinci tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti (Bungin, 2008 : 229). Sedangkan paradigm kualitatif adalah metode yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan menggunakan pendekatan deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa dalam suatu konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Maleong, 2010 : 6).

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di kota Pangkalan Brandan, Kecaatan Babalan, Kabupaten Langkat. Alasan peneliti memilih kota Pangkalan Brandan sebagai lokasi penelitiannya karena, tepat di kota ini sumber daya alam yaitu minyak bumi diperoleh sehingga kota ini merupakan pusat terjadinya aktifitas ekonomi yang terbilang sangat sukses dahulunya tetapi seiring berkembangnya zaman ternyata tampilan kota pangkalan Berandan serta masyarakatnya tidak mengalami perkembangan melainkan mengalami kemerosotan hingga menyebabkan terjadinya perubahan sosial terkhususnya pada aspek ekonomi serta menyebabkan adanya daerah-daerah tertentu yang rawan akan kriminalitas.


(40)

Selain itu alasan peneliti memilih lokasi penelitian ini dikarenakan mudah dijangkau dan peneliti berasal dari daerah Pangkalan Brandan hingga sekarang dan sempat tinggal dan bersekolah di Pertamina. Jadi, peneliti kurang lebih mudah untuk mengamati, memperoleh informan sebagai objek penelitian serta mendekatkan diri dalam wawancara dan memahami kondisi kota.

3.3. Unit Analisis dan Informan 3.3.1. Unit Analisis

Unit analisis atau unit of analysis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian atau unsur yang menjadi fokus penelitian (Bungin, 2008 : 76). Unit analisis membantu untuk melakukan wawancara meliputi aktor pihak yang berkaitan dengan objek yang akan diteliti dan aktifitas yaitu kegiatan yang dilakukan oleh aktor dalam kegiatan yang sedang berlangsung.

3.3.2. Informan

Informan adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian (Bungin, 2008 : 76). Informan diperkirakan mampu menguasai dan memahami data, informasi ataupun fakta dari suatu objek penelitian. Informan yang mendukung untuk memperoleh data dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi dua yaitu informan kunci dan informan biasa.

• Informan Kunci

Dalam penelitian ini yang menjadi informan kunci adalah sebagai berikut:


(41)

a. Dinas Perindustrian dan Perdagangan.

Jabatan : Selaku Kabid Industri atau Kepala Bidang di Dinas Perindurian dan Perdagangan. Serta mantan camat di Kecamatan Babalan.

b. Pensiunan Pertamina Pangkalan Brandan

Informan terdiri dari 1 orang yang menjabat sebagai Tekhnik Instrumen di bagian Pengolahan minyak.

c. Pegawai Pertamina Pangkalan Brandan

Informan terdiri dari 2 orang dengan jabatan sebagai berikut:  Supervisor Utilities

 Sip Supervisor d. Tokoh Masyarakat • Informan Biasa

Dalam penelitian ini yang menjadi informan biasa adalah seorang etnis Tionghoa yang menjabat sebagai Skretaris di HISOBA.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan secara sistematis dan baku. Artinya terdapat cara-cara yang mengikuti aturan ilmiah dan sesuai dengan metode agar data yang diperoleh terkumpul secara lengkap. Data penelitian dapat digolongkan menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari informan-informan penelitian dan merupakan sumber datayang pertama di lapangan. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini antara lain:


(42)

Observasi Partisipasi atau pengamatan langsung dimana peneliti terlibat dan ikut serta, merasakan, serta berada dalam kegiatan objek pengamatan (Bungin, 2008 : 115). Dengan demikian, observasi partisipasi membuat peneliti benar-benar menyelami kehidupan objek pengamatan dan harus selalu ingat dan memahami betul apa yang hendak direkam. Hasil observasi ini nantinya akan dituangkan dalam bentuk catatan lapangan .

b. Metode Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama (Meleong, 2010 : 186). c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu dan tidak secara langsung ditujukan kepada subjek penelitian. Dokumentasi digunakan untuk menelusuri data berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari subjek penelitian (Meleong, 2010 : 216-217). Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya data-data, dokumen pribadi, buku harian, sejarah terbentuknya, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain.


(43)

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain) berupa informasi dari buku-buku referensi, majalah, jurnal, dokumen dan bahan internet yang dianggap relevan dengan penelitian yang sedang kita teliti.

3.5. Interpretasi Data

Pengelolaan data dalam penelitian ini dimulai dengan menelaah seluruh data yang telah tersedia dari berbagai sumber yaitu wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen resmi, gambar foto dan sebagainya (Moleong, 2010: 151). Data yang diperoleh nantinya disaring dan menghasilkan inti atau rangkuman dari data yang diperoleh kemudian ditampilkan kembali dalam bentuk yang sederhana.

Untuk menghasilkan rangkuman maka, data yang telah tersedia sebelumnya telah dibaca, dipelajari dan ditelaah sebelumnya dengan demikian, hasil intrepetasi data ini tetap berada dalam fokus penelitian. Selanjutnya dilakukan penyusunan data-data kemudian dikategorisasikan dan dikembangkan dengan dukungan teori dalam kajian pustaka serta diinterpretasikan secara kualitatif yaitu proses pengolahan data mulai dari tahap mengedit data sesuai dengan pokok permasalahan serta metode penelitian yang telah ditetapkan. Akhirnya hasil dari interpretasi data akan disajikan sebagai laporan dari hasil penelitian tersebut.


(44)

3.6. Jadwal Kegiatan

No Kegiatan Bulan ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Survey 

2 Acc Judul Penelitian 

3 Penyususnan Proposal   

4 Seminar Proposal 

5 Revisi Proposal 

6 Penelitian Lapangan 

7 Pengumpulan Data dan Analisi Data

 

8 Bimbingan Skripsi   

9 Penulisan Laporan  


(45)

BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH DAN INTERPRETASI PENELITIAN

4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian

4.1.1. Sejarah Singkat Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat

Pada zaman Belanda, di kota Pangkalan Brandan berkedudukan seorang

Controleur yang membawahi Tengku Pangeran yang juga berkedudukan di

Pangkalan Brandan, membawahi empat orang “datuk” atau dapat bermakna sama dengan raja. Sebagai pusat pemerintahan dan pertahanan sebagai taktik perjuangan, maka dengan dibentuknya NKRI pada tanggal 15 Agustus 1950 hapuslah negara Sumatera Timur dan oleh Panitia Persiapan Negara Kesatuan untuk dareah Sumatera Timur menetapkan pejabat pimpinan pemerintahan di


(46)

seluruh Kabupaten Langkat, termasuk Kabupaten Langkat yang berkedudukan di Binjai.

Sejak saat itu, secara resmi ibu kota Kabupaten Langkat dipindahkan dari kota Pangkalan Brandan ke kota Binjai yang membawahi tiga wilayah kewedanaan dengan lima belas kecamatan yakni, kewedanaan Langkat hulu di Binjai dengan enam kecamatan, kewedanaan Langkat hilir di Tanjung Pura dengan lima kecamatan dan kewedanaan Teluk Aru di Pangkalan Brandan dengan empat kecamatan. Dengan keadaan ini berubahlah status kota Pangkalan Brandan dari ibu kota kabupaten menjadi ibu kota kewedanaan Teluk Aru. Maka, sejak saat itu lahirlah wilayah kecamatan Babalan yang terdiri dari lima belas desa yang ibu kotanya bertempat di Pangkalan Brandan. Selanjutnya, pada tanggal 1 Oktober 1964 dilakukanlah likuidasi terhadap daerah-daerah kewedanaan termasuk Teluk Aru dan sejak saat itu kota Pangkalan Brandan menjadi ibu kota kecamatan Babalan.

Pangkalan Brandan adalah sebuah kota kecil yang terletak di Kecamatan Babalan Kabupaten Langkat. Pada umumnya, tanahnya merupakan jenis tanah

bebatuan (lithosol) dan tanah liat berwarna abu-abu serta kawasannya

berdampingan langsung dengan laut (selat Malaka) sangat berpengaruh terhadap mata pencaharian penduduknya sebagai nelayan. Di beberapa bagian cenderung merupakan perpaduan antara tanah humus dan liat, sehingga tidak memungkinkan dijadikan menjadi areal tanaman-tanaman muda seperti sayur mayur. Komoditas utama dari daerah ini adalah perkebunan seperti sawit, rambung, karet, coklat dan lain-lain.


(47)

4.1.2. Kondisi Geografis Kecamatan Babalan

Kecamatan Babalan terletak antara: Lintang utara : 4°4°30” dan 3°58’13”,

Bujur Timur : 98° 27’ 2” dan 98° 17’ 00”. Kecamata Babalan merupakan satu

dari 23 kecamatan yang ada di Kabupaten Langkat dan terdapat pusat pemerintahan, perdagangan, perekonomian dan kegiatan dibidang lainnya. Kecamatan Babalan terdiri dari empat desa yaitu:

• Desa Pelawi Selatan • Desa Securai Utara • Desa Securai

• Desa Teluk Meku Selatan

Serta terdiri dari empat kelurahan yaitu: • Kelurahan Brandan Barat

• Kelurahan Brandan Timur

• Kelurahan Brandan Timur Baru

• Kelurahan Pelawi Utara

Dengan luas wilayah keseluruhan 101,80 Km²(10.180 Ha) dengan batas wilayah kecamatan Babalan adalah sebagai berikut:

 Sebelah Utara berbatasan dengan kecamatan Brandan Barat  Sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Gebang  Sebelah Barat berbatasandengan kecamatan Sei Lepan  Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Sumatera.

Kecamatan Babalan berada lebih kurang 5 meter dari atas permukaan laut dengan suhu maksimum 34°C dan sushu minimum 28 °C. Curah hujan rata-rata


(48)

potensi lahan pertanian dan perikanan. Dari luas kecamatan Babalan, 7.100 Ha merupakan lahan pertanian dan perkebunan atau berkisar lebih kurang 72% dari seluruh luas kecamtan Babalan.

No

Tabel 1 : Pembagian Satuan Administrasi Wilayah Kecamatan Babalan

Wilayah Jumlah

1 Desa 4

2 Kelurahan 4

3 Dusun 26

4 Lingkungan 25

5 Rukun Warga 109

6 Rukun Tetangga 185

Sumber: Kantor Camat Kec. Babalan, Tahun 2012

4.1.3. Kondisi Demografi Kecamatan Babalan

Jumlah penduduk dan kepala keluarga di kecamatan Babalan adalah 56.920 jiwa dan 14.566 KK dimana jumlah laki-laki yaitu 29.003 dan jumlah perempuan 27.917 yang terdiri dari berbagai suku antara lain: Melayu, Aceh, Minang, Jawa, Batak Toba, Karo, Batak Simalungun, Madina, Kalimantan dan etnis Tionghoa. Penyebaran penduduk pada umumnya tidak merata dimana sebahagian besar bermukim di kota dan pinggiran kota, selebihnya menyebar di desa dan kelurahan.

Secara umum presentasi penduduk kecamatan Babalan yang dilihat menurut agama yang dianut dan suku bangsa dapat digambarkan sebagai berikut:

No

Tabel 2 : Presentasi Penduduk Menurut Agama

Agama Jumlah

1 Islam 85.17

2 Khatolik 1.12


(49)

Sumber: Kantor Camat Kec. Babalan, Tahun 2012

Sumber: Kantor Camat Kec. Babalan, Tahun 2012 Tabel 3 : Presentasi Penduduk Menurut Suku

4.1.4. Sarana Perekonomian

Dalam menunjang perekonomian rakyat di kecamatan Babalan terdapat sarana perekonomian antara lain:

No

Tabel 4 : Sarana Perekonomian

Nama Sarana Jumlah

1 KUD 0 unit

2 Koperasi simpan pinjam 1 unit

3 Pasar ikan (TPI) 1 unit

4 Toko/ Warung/ Kios 152 unit

5 Pasar pagi 1 unit

6 Pelabuhan laut 0 unit

7 Stasiun BUS,/ KPU/ Taxi 1 unit

6 Bank 9 unit

7 Pengadaian 1 unit

Sumber: Kantor Camat Kec. Babalan, Tahun 2012

Banyaknya toko / warung klontong, warung / kedai makanan minuman dan

4 Hindu 0.02

5 Budha 2.25

No Suku Jumlah

1 Melayu 14,46

2 Karo 2,57

3 Tapanuli 13,75

4 Madina 5,69


(50)

Tabel 5 : Banyaknya Jumlah Usaha Toko Klontong

Sumber: Kantor BPS Kab. Langkat, Tahun 2013

No

Tabel 6 : Banyaknya Jumlah Usaha Warung/Kedai Makanan Minuman

Tahun Jumlah Warung/ Kedai Makanan

Minuman

1. 2010 102

2. 2011 124

3. 2012 142

Sumber: Kantor BPS Kab. Langkat, Tahun 2013

No

Tabel 7 : Banyaknya Jumlah Usaha Restoran/ Rumah Makan

Tahun Jumlah Restoran / Rumah Makan

1. 2010 3

2. 2011 15

3. 2012 18

Sumber: Kantor BPS Kab. Langkat, Tahun 2013

4.1.5. Sarana Sosial Budaya

Dalam upaya meningkatkan kecerdasan masyarakat, pembangunan kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan serta lainnya yang berhubungan dengan sosial budaya dapat di gambarkan sebagai berikut:

No Tahun Jumlah toko/warung klontong

1. 2010 73

2. 2011 152


(51)

Tabel 8: Sarana Pendidikan

Sumber: Kantor Camat Kec. Babalan, Tahun 2012

Tabel 9 : Prasarana Ibadah

Sumber: Kantor Camat Kec. Babalan, Tahun 2012

Tabel 10 : Kesehatan

Sumber: Kantor Camat Kec. Babalan, Tahun 2012

No Pendidikan Jumlah

1 TK 1 unit

2 SD 36 unit

3 SLTA 16 unit

4 SLTA 10 unit

5 Madrasah 7 unit

6 PAUD 6 unit

7 Raudhatul Athfal 6 unit

8 MTS 4 unit

9 Madarsah 3 unit

10 SMK 4 unit

No Agama Jumlah

1 Masjid 29 unit

2 Mushola 50 unit

3 Gereja 28 unit

4 Vihara 1 unit

No Kesehatan Jumlah

1 Puskesmas 2 unit

2 Puskesmas pembantu 5 unit

3 Posyandu 20 unit

4 Balai pengobatan 4unit

5 Rumah bersalin 30 unit

6 Poliklinik 9 unit

7 Bidan desa 43 orang

8 Dokter bidan 15 orang

9 Perawat 46 orang


(52)

Selain hal tersebut, tempat tinggal penduduk kecamatan Babalan memiliki 3 bagian yaitu ada yang permanen dengan jumlah 69.218 unit, bukan permanen dengan jumlah 5.236 unit dan sederhana dengan jumlah 2.981 unit dengan total jumlah keseluruhan adalah 9.651 unit. Selain itu, prasarana lain yang dimiliki adalah adanya masjid yang berjumlah 29 unit, musholah 50 unit, gereja 28 unit dan vihara 1 unit. Kecamatan Babalan juga memiliki jumlah masyarakat dilihat dari bidang pekerjannya sebagai berikut:

Tabel 11 : Komposisi Penduduk Berdasarkan Bidang Pekerjaan

Sumber: Kantor Camat Kec. Babalan, Tahun 2012

4.1.7. Sejarah Tambang Minyak Telaga Said dan Pertamina Secara Singkat Sejarah mencatat bahwa penemuan minyak bumi secara komersil di Indonesia untuk pertama kalinya diawali dengan penemuan di lapangan Telaga Said, Pangkalan Brandan. Penjajakan perdana dilakukan tahun 1883 kemudian pada 15 Juni 1885 tercatat sebagai awal penemuan minyak bumi oleh inspektur perkebunan yang bernama Aeilko Janszoon Zeijlker berkebangsaan Belanda. Konsesi eksplorasi diberikan oleh Sultan Musa dari Langkat, dimana pada saat itu Indonesia masih dalam genggaman Belanda maka pada tanggal 15 Juni 1885

No Bidang Pekerjaan Jumlah

1 Pertanian 5.813 orang

2 Industri/kerajinan 394 orang

3 PNS, TNI dan POLRI 697 orang

4 Perdagangan 3.375 orang

5 Angkutan 1.593 orang


(53)

sumur minyak mulai digali dengan kedalaman 121 meter, hingga pada tahun 1890 mulailah minyak bumi diproduksi (Zainal, 2009 : 15).

Pada tahun 1892 dibangun kilang penyulingan BBM (Bahan Bakar Minyak) di Pangkalan Brandan dan minyak bumi yang dihasilkan sangat melimpah. Eksplorasi tersebut membuat peningkatan pendapatan yang besar namun keuntungannya tidak dapat menggerakkan perekonomian serta kemajuan bagi masyarakat kota Brandan, hanya saja pembangunan fasilitas kota semakin meningkat untuk menunjang produksi minyak seperti jaringan pipa, fasilitas pengeboran minyak di lapangan, rel kreta api dan pelabuhan.

Hal tersebut dikarenakan konsesi eksplorasi dan keuntungan hanya diperoleh perusahaan asing yang terkenal dengan sebutan THE Big Three yaitu Shell, Stanvac dan Caltex, karena pada saat itu Indonesia khususnya kilang minyak Pangkalan Brandan masih dikuasai pihak Belanda dimana negara penjajah ini melakukan eksploitasi besar-besaran terhadap hasil bumi. Telaga said itu sendiri akhirnya berhenti beroperasi pada tahun 1934 setelah habis minyaknya disedot pemerintah Belanda yang mengelola ladang minyak ini melalui perusahaan Bataafsche Petroleum Matschappij ( BPM ).

Sebelum akhirnya minyak bumi dikuasai Indonesia, terlebih dahulu sumur dan kilang minyak Pangkalan Brandan dikuasai pada masa penjajahan Jepang, karena pihak belanda mengalami kekalahan dari Jepang dan secara otomatis seluruh daerah jajahan Belanda jatuh ke tangan Jepang. Belanda tidak ingin ladang minyaknya yang menjadi tempat pendapatan yang sangat besar di serahkan begitu saja, akhirnya kota Hirosima dan Nagaski diluluhlantakkan dengan bom


(54)

Atom yang dilakukan pihak sekutu. Kekalahan tanpa syarat pasukan Jepang terhadap sekutu berdampak pada peralihan penguasaan minyak Pangkalan Brandan

Belanda yang semula ingin mengeksploitasi kembali hasil minyak bumi Pangkalan Brandan ternyata tidak dapat terealisasikan. Pasalnya, keinginan untuk menjadikan hasil bumi dinikmati oleh bangsa sendiri telah ditunjukkan oleh satuan-satuan laskar minyak untuk merebut lapangan minyak dari Jepang dan mempertahankannya dari upaya penguasaan kembali oleh Belanda yang dibantu sekutu.

Kisah heroiknya sangat berkaitan dengan Agresi Militer Belanda I pada Juli 1947, aksi bumi hangus Pangkalan Berandan, yakni pada 13 Agustus 1947 selanjutnya, aksi bumi hangus ketiga berlangsung menjelang Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948 dimana pembumihangusan pertama dilakukan pada 9 Maret 1942. Akibat dari tragedi tersebut setiap tanggal 13 Agustus kota Pangkalan Brandan memperingatinya sebagai hari Brandan Bumi Hangus.

Setelah Indonesia merdeka mulanya masyarakat membangun kembali kilang minyak yang sudah hancur, kali ini untuk kepentingan masyarakat kemudian, kerjasama internasional dirintis dengan melibatkan pengusaha-pengusaha minyak dari luar negeri seperti dari Jepang, Inggris, Jerman maupun Australia. Nama Kolonel Ibnu Sutowo kemudian mencuat sebagai figur yang mengangkat kembali kejayaan industri perminyakan nasional.

Momentum itu terjadi pada 10 Desember 1957 yang sekarang diperingati sebagai hari lahir Pertamina, saat perjanjian ekspor ditanda tangani oleh Direktur


(55)

Utama Pertamina Ibnu Sutowo dengan Harold Hutton yang bertindak atas nama perusahaannya Refining Associates of Canada (Refican). Nilai kontraknya US$ 30.000 atau US $ 2,24 perbarel dengan pengeksporan sebanyak 13.000 ton minyak. Setahun setelah penandatanganan kontrak, ekspor dilakukan menuju Jepang dengan menggunakan kapal tanki Shozui Maru. Kapal berangkat dari Pangkalan Susu, Langkat, yang merupakan pelabuhan pengekspor minyak tertua di Indonesia. Pelabuhan ini dibangun Belanda pada tahun 1898 (Manik, dkk. 2011 : 73).

Keberadaan kilang tersebut memiliki aspek historis terhadap lahirnya Perusahaan Tambang Minyak Nasional (PERTAMINA) di Indonesia. Singkatnya, pada 10 Desember 1957 PT. Exploitasi Tambang Minyak Sumatera Utara (ETMSU) diganti nama menjadi Permina. Penggunaan nama Pertamina sendiri didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintahan No.27 tahun 1968. Tepatnya pada tanggal 20 Agustus 1968 dengan meleburkan PN PERMINA dan PN PERTAMINA menjadi satu perusahaan negara dengan nama PN Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Nasional yang disingkat sebagai PN Pertamina.

Tanggal 15 September 1971 keluar pula peraturan perundang-undangan Negara no.8 tahun 1971 yang mengukuhkan nama PN Pertamina menjadi PT Pertamina. Dimana awal pembentukan tambang minyak nasional ini ditunjuk Kolonel Dr. Ibnu Sutowo sebagai pimpinan secara nasional dan Mayor JM. Pattiasina sebagai manager. Kehadiran Pertamina Pangkalan Brandan setelah dinasionalisasikan, keuntungannya menjadi primadona sumber devisa baik itu


(56)

untuk daerah Brandan sendiri maupun Indonesia selama puluhan tahun (Manik, dkk. 2011 : 82).

Bila kita kembali kebelakang untuk melihat bagaimana minyak bumi di Pangkalan Brandan menjadi sangat istimewa, karena tingkat produksi minyak tertinggi Indonesia tercatat pada tahun 1977 dengan 1.618 MBOPD walaupun zaman keemasan pengusahaannya baru terjadi dan terlihat dalam kurun waktu 1991-1995 dengan rata-rata 1.540 MBOPD. Hasil pertambangan minyak ini terdiri dari residu, solar berat, minyak disel, minyak pelumas, solar ringan, krosin, bensin berat, bensin ringan untuk pesawat terbang, petan, butan dan propan dimana secara keseluruhan hasilnya stabil. Hal lainnya, kita juga tidak dapat mngabaikan akan pemanfaatan gas bumi terutama sejak tahun 1976 yang ikut menghantarkan Indonesia sebagai penghasil dan eksportir LNG ( liquefied natural gas) terbesar di Indonesia (Hadi, 2013 : 5).

Hingga sekarang kilang minyak Pangkalan Brandan yang dikelola Unit Pengolahan (UP) I Pertamina Brandan, merupakan salah satu dari sembilan kilang minyak yang ada di Indonesia. Delapan lainnya adalah, Dumai, Sungai Pakning, Musi (Sumatera), Balikpapan (Kalimantan), Cilacap, Balongan, Cepu (Jawa), dan Kasim (Papua). Dimana, kilang minyak Pangkalan Brandan merupakan kilang yang paling tua dibandingkan delapan kilang minyak lainnya yang ada di Indonesia. Selain yang paling tua kilang minyak Brandan juga merupakan kilang pertama yang menutup pengolahannya, penutupan kilang minyak di Brandan dikarenakan sudah mengalami devisit dan penemuan cadangan minyak yang ekonomis untuk diproduksi juga terbatas.


(57)

4.2. Interpretasi Data

4.2.1. Awal Perkembangan Kehidupan Ekonomi Masyarakat Pangkalan Brandan

Pada pembahasan awal penelitian ini terlebih dahulu akan dilihat bagimana awal perkembangan kehidupan ekonomi masyarakat Pangkalan Brandan secara lebih dalam sebelum Pertamina menutup unit pengolahannya yang berdampak pada perubahan sosial masyarakat Pangkalan Brandan. Perkembangan kawasan industri selain merubah fisik kota, yang paling penting adalah perkembangan kehidupan masyarakatnya. Bila dilihat dari apa yang telah dialami masyarakat Brandan pada saat itu hampir di semua aspek lapangan kehidupan mengalami kemajuan.

Kota Pangkalan Brandan yang merupakan titik awal sejarah migas Indonesia dimulai, seketika itu menjadi andalan perekonomian khususnya bagi masyarakat Brandan. Nama untuk kegiatannya sendiri adalah Unit Pengolahan (UP) I Pertamina. Sewaktu masih beroperasi banyak aktifitas-aktifitas di Pangkalan Brandan yang terjadi karena kemampuan daya serap terhadap tenaga kerja serta peluang untuk pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat. Meskipun tidak semua masyarakat dapat bekerjadi Pertamina namun, keberadaan sebagian masyarakat yang terlibat langsung dalam kegiatan Pertamina memberikan kontribusi lain pada masyarakat yang bekerja di sektor informal dan formal.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya dalam latar belakang secara singkat, terjalin hubungan masyarakat yang saling melengkapi dan saling menguntungkan. Pada satu sisi sebuah kota yang mengalami peningkatan pada


(58)

sektor perekonomian salah satu faktor utamanya disebabkan akan hadirnya sebuah pertambangan dan seketika itu juga bermunculan pedagang yang mendagangkan kebutuhan-kebutuhan bagi masyarakat. Maka, pada saat itulah aktifitas ekonomi bergerak maju di sektor formal maupun informal.

Perkembangan ekonomi ini dirasakan berbeda-beda bagi setiap orang, hal ini dikarenakan bidang pekerjaan yang digeluti oleh masing-masing individu. Salah satunya bapak Eduard Simanjuntak selaku Sip supervisor di bagian pengolahan Pertamina berikut ini:

“Pertama kali saya datang waktu tahun 1995 kondisi di Brandan ini ramai sekali karena banyak pegawai pertamina. Bayangkan saja, kita disini mengolah perusahaan besar setahu saya kurang lebih seribu orang bekerja di sini. Jenjang karier saya waktu itu terbilang bagus mulai dari kerja bagian operator, mandor atau pembuka sampai pada bagian Sip Supervisor, selain karena skill ini juga di pengaruhi oleh perkembangan Pertamin makanya gaji sayapun merangkak naik. Kecilpun kotanya tapi pendapatan orang disini besar, apalagi pegawai contohnya saja saya sekarang gaji pokok Rp 12.000.000 makanya enaklah dulu disini perputaran uangnya lancar, “lagian” kalau dulu siapa yang “gak” kenal brandan langsung dipikir orang kaya padahal belum tentukan.” (wawancara, 15 November 2014)

Selain itu, untuk perkembangan awal ekonomi masyarakat juga dapat dilihat dari besarnya peluang untuk bekerja, baik itu masyrakat asli Pangkalan Brandan maupun pendatang. Banyak dari mereka yang ingin menggantungkan nasib pekerjaannya di Pertamina dengan prioritas utamanya adalah untuk mencapai sasaran bagi kemakmuran materiil. Pertambangan UP I memegang peranan yang menentukan hingga meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif karena peningkatan perkembangan hasil produksi yang dicapai dengan mendayagunakan secara optimal sumber daya alam serta menjadi pangkal tolak


(59)

bagi masyarakat Pangkalan Brandan terkhususnya untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya sendiri.

Namun, perlu diketahui bahwa peluang untuk bekerja di Petamina itu sendiri khususnya pada masyarakat asli setempat kebanyakan posisi yang mereka dapatkan cenderung pada bagian yang rendah tetapi tidak menutup kemungkinan untuk mendapat posisi yang lebih baik dari sebelumnya. Hal ini diutarakan langsung oleh bapak Sarmedi Saragih yang masih menjabat sebagai supervisor

utilities atau teknik tenaga di Pertamina, berikut penuturannya:

Dulu banyak masyarakat setempat dipekerjakan sifatnya

outsorcing dan itu dalam jangka waktu yang panjang sekitar kurang lebih lima tahun masa kontrak. Kalau bagian operator hingga GM (Gendral Manager) itu memang semua dari unit pengolahan lain seperti saya misalnya, dulunya kerja di Pertamina daerah Palembang dan disini kerjaannya bagian operator sampai pada jenjang karier saya sebagai supervisor tapi “gak” menutup kemungkinan bagi pekerja yang sifatnya outsorcing bisa meningkatkan jenjang karirnya. Makanya, selain masyarakat asli Brandan banyak pendatang dari luar cari nafkah

disini.”(wawancara, 23 November 2014)

Dari kedua pernyataan tersebut dapat kita lihat bahwa mereka merasakan dampak pergerakan ekonomi yang bagus terutama bagi jenjang karier mereka, peluang kerja bagi masyarakat serta aktifitas ekonomi yang mereka rasakan tergolong lancar. Selain itu, pernyataan lain dalam menggambarkan perkembangan ekonomi di Pangkalan Brandan juga tidak jauh berbeda dari pernyataan sebelumnya. Pernyataan ini di ungkapkan oleh pensiunan pertamina yaitu bapak B. Hutapea yang merupakan bagian dari pengolahan di Pertamina, menurut pandangannya:

“kondisi kota Pangkalan Brandan sewaktu pertama sekali saya datang kalau secara pribadi paling terasa itu dari fasilitas yang


(60)

kami dapat. Contohnya ya, kalau orang masih harus bayar uang sewa rumah, listrik, air tapi kalok kita di kasih “free”, di gaji, di kasih jaminan kesehatan lagi jadi dulu “kalok” masalah “duit” saya bisa “agak” royal sedikit misalnya dulu rata-rata pegawai kalau “gak” punya mobil pasti punya motor misalnya Vespa. Dulu juga semua masih serba terawat baik sarana atau prasarana, kita ada tempat hiburan “kayak” bioskop, ada swalayan. Kalau udah hari sabtu penuh itu staf Pertamina mau nonton bioskop mungkin kalau Pertamina tidak ada belum tentu dibuka tempat hiburan

atau swalayan.”(wawancara, 5 Oktober 2014)

Dalam penjelasan diatas menunjukkan bahwa fasilitasi para staf Pertamina semuanya diberikan secara cuma-cuma, sekalipun jabatannya masih rendah. Kehadiran satu unit pertambangan, apalagi unit yang begitu raksasa dan kompleks seperti Pertamina akan mengakibatkan terbukanya kesempatan untuk bekerja, seperti penuturan dari pegawai serta pensiunan Pertamina sebelumnya bahwa perusahaan tambang minyak tersebut telah memberikan mereka kesempatan kerja yang tentunya membuat taraf hidup mereka menjadi lebih baik.

Dengan banyaknya kehadiran pegawai maupun buruh yang bekerja di Pertamina menimbulkan side effect terhadap peluang dalam membuka usaha sendiri (self-employment) yang dapat dilihat pada sektor informal dan formal. Jaringan usaha-usaha seperti ini akan bisa sedemikian rupa panjang rantainya dan kaitannya, sehingga menjadi suatu jaringan ekonomi yang luas dimana titik pusatnya berada pada Pertamina atau karyawan-karyawan yang bekerja di dalamnya.

Dengan banyaknya kemungkinan untuk membuka usaha ekonomi bebas yang menguntungkan baik dalam jenis maupun ukurannya, maka akan terjadi suatu mobilitas sosial meningkat ( social climbing ) dalam sistem mata pencarian hidup penduduk di kota Pangkalan Brandan. Langkah-langkah yang diambil oleh


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada masyarakat kota Pangkalan Brandan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kehadiran Pertamina memang sangat berpengaruh bagi pekerjaan dan pendapatan masyarakat. Pengaruhnya tidak hanya dirasakan bagi pegawai Pertamina, pekerja Pertamina (outsorcing) tetapi juga terhadap masyarakat yang mencari keuntungan dengan cara berjualan kebutuhan-kebutuhan sehari-hari akibat kehadiran para pendatang yang bekerja di Pertamina. Selain itu untuk menunjang dan meningkatkan kinerja karyawannya dibangun beberapa fasilitas berupa lapangan olahraga, komplek, Pendidikan kesehatan dan adanya pemberian tunjangan dana.

Namun, setelah Pertamina menutup Unit Pengolahan (UP) sehingga menyebabkan terjadinya perubahan sosial ekonomi yang signifikat. Perubahan mendasar yang terjadi adalah mata pencaharian karena pekerja yang di-PHK jadi berpindah ke sektor informal, formal ataupun membuka lahanseperti sawit atau berladang. Walaupun deminikian, perubahan mata pencaharian tidak berdampak bagi pegawai Pertamina, pasalnya mereka hanya dipindah tugaskan.

Jika pada masyarakat lainnya mereka lebih memilih pekerjaan yang non skilled seperti tukang becak, berdagang di pajak, buka toko baju dan lainnya. Dampak lainnya adalah perubahan kesempatan kerja. Jika dulu masyarakat bisa bekerja walaupun dibagian outsorcing tetapi masih memiliki kesempatan untuk naik ke pekerjaan yang lebih bagus. Sekarang, walaupun kesempatan kerja yang


(2)

diberikan tetap sama namun jumlahnya tidak sebanyak dulu dan masa kontraknya hanya berlaku pertahun

Dalam hal gaya hidup, kehidupan pegawai Pertamina tergolong mewah tetapi hal ini juga mengalami perubahan seiring penutupan pengolahan kilang minyak di Brandan. Jika semula terkategorikan hedonis sekarang lebih mencerminkan gaya hidup yang lebih sderhana jika dibandingkan dengan sebelumnya dan lebih sering bersosialisasi diluar komplek.

Perubahan lainnya adalah peran yang imbasnya pada keluarga pensiunan Pertamina serta pekerja-pekerja yang sebelumnya telah di-PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Namun, yang menjadi pembedanya adalah perubahan peran pada pensiunan Pertamina masih di dominaasi oleh sang suami sedangkan pada masyarakat biasa atau karyawan yang di PHK kecendrungan perannya di sektor publik hampir sama dan bahkan ada yang total berubah peran menjadi tulang punggung keluarga.

Pasca penutupan UP 1 Pertamiana banyak kriminalitas yang terjadi pada masyarakat seperti, pencurian, shabu-shabu, minuman keras, judi terlebih lagi preman-preman yang sering menimbulkan peperangan antara warga Pangkalan Brandan yang disebabkan banyak pengagguran. Hal ini menyebabkan adanya rasa tidak nyaman terhadap usaha disektor formal maupun informal yang digeluti oleh etnis tionghoa. Banyak diantara mereka yang awalnya berlokasi pada satu komunitas khusus etnis tionghoa, perlahan-lahan merubah tempat usahanya.

Akibat banyaknya masyarakat yang berubah mata pencaharian, sekarang kota Pangkalan Brandan berubah dari kondisi yang terorganisir menjadi


(3)

disorganisir, banyaknya sampah akibat semakin banyaknya orang yang berusaha seperti kebutuhan pokok, pakaian, toko klontong dan usaha lainnya. Mereka lebih memilih tempat di pinggir jalan dari pada harus di dalam pajak karena harus membutuhkan biaya selain itu agar dagangan merek lebih mudah laku.

Perhatian pemerintah daerah setempat terhadap kondisi ini kurang memberi stimulus yang baik dalam upaya pengembangan ekonomi maupun kota. Bantuan yang diberikan dan usaha dalam menertibkan jualan hanya sekedar seperti pembangunan tempat jualan ikan dan pajak dalam. Larangan berjualan dipinggir jalan juga hanya dilakukan tigga kali dan tidak berhasil karena tidak ada tindakan tegas.

Kemerosotan ekonomi membuat banyak orang banyak yang pindah seperti etnis tinghoa yang lebih memilih tinggal bersama anaknya di saat anaknya sudah sukses. Komplek Pertamina yang dulunya ramai kini ditinggal kosong dan tidak terurus. Kegiatan Pertamina saat ini hanya menjaga asset-aset Pertamina dan masih mengusahakan beberapa fasilitas yang dapat dipergunakan sperti listrik, air, genset, dan sekarang kilang minyak Pertamina hanya sebagai tempat persinggahan gas yang bersumber dari Aceh sebelum akhirnya di sorong sampai ke Belawan.

5.2. Saran

Setelah melakukan penelitan dan menarik kesimpulan, maka adapun yang menjadi saran dalam hasil ini adalah:

1. Harus ada upaya nyata yang dilakukan pemerintah setempat dalam upaya membangkitakan kembali perekonomian masyarakat Pangkalan Brandan di sektor, pertanian maupun nelayan.


(4)

2. Harus ada upayaterhadap perubahan sosial kepada peningkatan ekonomi dan perekmbangan kota dengan cara melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat sehingga masyarakat tidak hanya bertumpu pada satu termpat bidang pekerjaan tetapi usaha lain yang mampu untuk di kembangkan dan menyerap tenaga pekerja seperti pembukaan home industri.

3. Sekiranya pemerintah melakukan tindakan dan sanksi tegas dalam upaya menciptakan kondisi pasar yang baik, teratur dan rapi serta memberikan fasilitas yang layak bagi pedagang kaki lima serta mengurangi arus kriminalitas pada daerah-daerah tertentu yang sampai sekarang masih rawan untuk didatangi.

4. Warga setempat hendaknya juga ikut dalam membentuk atau menciptakan kota Pangkalan Brandan menjadi lebih teratur, mengikuti aturan dengan mengisi tempat yang sebelumnya telah disediakan pleh pemerintah serta tidak berjualan di pinggir jalan yang sudah jelas telah melanggar aturan pengguna jalan

5. Sekiranya jika UP 1 di buka kembali, alangkah lebih baiknya jika pihak Pertamina secara khusus memberikan peluang yang lebih untuk bekerja di Pertamina pada masyarakat setempat atau ikut memberdayakan masyarakatnya.

6. Sekiranya ada penelitian lebih lanjut tentang perubahan sosial mayarakat kota tambang minyak Pertmamina Pangkalan Brandan secara lebih dalam. Karena masih banyak lagi masalah-masalah yang dapat di temukan dalam penelitian ini.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. 2009. Sekilas Tragedi Bersejarah Berandan Bumi Hangus. Medan: Mitra.

Arifin, Zainal. 2009. Langkat Dalam Sejarah dan Perjuangan Kemerdekaan. Medan: Mitra.

Bungin, burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana.

Dadldjoeni, N. 2003. Geografi Kota dan Desa. Bandung: Alumni.

Damanik, Erond. dkk. 2011. Kilang Minyak Pangkalan Berandan. Medan: Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara.

Daryono, Hadi, dkk. Dari Pangkalan Brandan Migas Indonesia Mendunia. 2013. Jakarta: Petrominer

Hardjohubojo, Eko Budihardjo Sudanti. 2009. Wawasan Lingkungan Dalam Pembangunan Perkotaan. Bandung: Alumni.

Kabupaten Langkat Dalam Angka 2013. 2013. Medan: BPS SUMUT.

Mansyurdin. 1994. Sosiologi: Suatu Pengenalan Awal. Medan: Kelompok studi Hukum dan Masyarakat FH USU.

Martono, nanang.2012. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: rajaGrafindo Persada.

Moleong, Lexy J. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.


(6)

Terapan. Jakarta: Kencana.

Sairin, Sjafri. 2002. Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Soekanto, soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta Raja Persada.

Syani, Abdul. 1995. Sosiologi dan Perubahan Masyarakat. Lampung: Dunia Pustaka Jaya.

Sztompka, piotr. 2004. Sosiologi perubahan sosial. Prenda: Jakarta. Yunus, Hadi Sabari. 2006. Megapolitan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Zein, Masri.Dkk. 2001. Sejarah Bumi Hangus Kota Pangkalan Brandan. Medan: Pemerintah Kabupaten Langkat.

Sumber lain :

Beng, Isra. 2013. Eksploitasi Pertambangan dan Dampak Kehidupan Sosial

Ekonomi Masyarakat Pulau Gebe. Jurnal. Gorontalo: universitas Negeri

Gorontal Indonesia.Repository.Upi.Edu.

Demus, Kanisius Nico. 2013. Perkembangan Industri Kaos Sablon Di Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung Tahun 1995-2008 Kajian Sosial ekonomi. S1 thesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. http://repository.upi.edu.